• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2. Tinjauan Pustaka

2.6. Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 2.1 Kerangka konseptual penelitian

: Variabel yang diteliti

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan uji klinis terbuka yang membandingkan efikasi antara albendazole 400 mg selama tiga hari turut, dua hari berturut-turut, dan satu hari untuk mengetahui kesembuhan dan penurunan jumlah telur STH.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat penelitian

Lokasi penelitian sampel dilakukan di SD Negeri 014740 Pahang, SD Negeri 010148 Padang Genting dan SD Negeri 010147 Labuhan Ruku di kecamatan Talawi kabupaten Batubara, provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2018.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi target adalah anak SD yang mengalami infeksi STH. Populasi terjangkau adalah anak SD yang mengalami infeksi STH di kecamatan Talawi, kabupaten Batubara, provinsi Sumatera Utara.

3.4 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel

Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel dipilih dengan cara randomisasi sederhana dengan menggunakan tabel angka random.

3.5 Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda proporsi data independen:24

n1 : jumlah subjek pada kelompok albendazole 400 mg selama satu hari n2 : jumlah subjek pada kelompok albendazole 400 mg selama dua hari

berturut-turut

n3 : jumlah subjek pada kelompok dengan albendazole 400 mg selama tiga hari berturut-turut

zα : tingkat kemaknaan, ditetapkan 95%. Nilai dalam rumus 1.96 zβ : kekuatan penelitian, ditetapkan 80%. Nilai dalam rumus 0.842 p1 : perkiraan proporsi tingkat kesembuhan pada dosis tiga hari = 89%.

Nilai dalam rumus 0.89

p2 : proporsi tingkat kesembuhan pada dosis satu hari pada literatur 69.1%. Nilai dalam rumus 0.69.7

p1-p2 :Perkiraan selisih proporsi tingkat kesembuhan antara yang diharapkan dengan proporsi tingkat kesembuhan pada dosis satu hari yang dianggap signifikan = 20%. Nilai dalam rumus 0.2

Berdasarkan rumus tersebut dijumpai besar sampel minimal untuk masing-masing kelompok adalah 63 anak.

3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.6.1 Kriteria inklusi

1) Anak berusia 6 sampai 12 tahun

2) Dari hasil pemeriksaan kato-katz didapati salah satu atau kombinasi dari telur STH yaitu A. lumbricoides, T. trichiura ataupun cacing tambang

3) Anak yang tinggal di daerah yang sama

4) Selama periode penelitian tidak mengkonsumsi antelmintik ≤ satu bulan sebelum dan selama penelitian.

3.6.2 Kriteria eksklusi

1) Tidak mengikuti prosedur penelitian seperti pengumpulan sampel feses atau menolak meminum obat

3.7 Persetujuan Setelah Penjelasan/ Informed Consent

Semua subjek penelitian telah diberi persetujuan dari orang tua atau wali setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu

3.8 Etika Penellitian

Persetujuan penelitian telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.9 Cara Kerja dan Alur Penelitian 3.9.1 Cara kerja

3.9.1.1 Alokasi subjek

1) Mengumpulkan anak SD kelas I sampai VI bersama orang tua/wali di kecamatan Talawi, kabupaten Batubara, provinsi Sumatera Utara

2) Menjelaskan mengenai penelitian yang dilakukan dan meminta persetujuan setelah penjelasan/ informed consent dari orang tua/

wali

3) Mengumpulkan data karakteristik subjek melalui kuesioner yang diisikan oleh orang tua/ wali

4) Pot tinja yang sudah diberi nomor dibagikan pada anak SD di kecamatan Talawi, kabupaten Batubara, provinsi Sumatera Utara

5) Tinja yang telah dikumpul diperiksa dengan menggunakan metode kato-katz

6) Dari hasil pemeriksaan tinja yang dijumpai telur STH dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan dipilih sampel dan dirandomisasi sederhana dengan menggunakan tabel angka random.

3.9.1.2 Pengukuran dan intervensi

Pemeriksaan tinja dilakukan dengan metode Kato-Katz :

a. Sarung tangan dipakai untuk mengurangi kemungkinan infeksi b. Nomor kode ditulis pada gelas obyek dengan spidol sesuai

dengan yang tertulis di pot tinja

c. Kertas koran ukuran 10 x 10 cm diletakkan di atas meja dan tinja sebesar ruas jari ditaruh di atas kertas minyak

d. Tinja disaring menggunakan kawat saring

e. Karton yang berlubang diletakkan di atas slide kemudian tinja yang sudah di saring dimasukkan pada lubang tersebut

f. Karton berlubang tersebut diangkat dengan perlahan dan tinja ditutup dengan selofan yang sudah direndam dalam larutan kato g. Ratakan dengan tutup botol karet hingga merata. Diamkan

kurang lebih sediaan selama 15-20 menit

h. Baca di dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x dan 40x

i. Baca seluruh lapangan pandang, tentukan spesiesnya, hitung jumlah telur untuk setiap spesies yang ditemukan

j. Hasil pemeriksaan sampel tinja dinyatakan dengan kualitatif yaitu positif dan negatif, dan secara kuantitatif yaitu menyatakan jumlah telur per gram tinja (Egg Per Gram / EPG)

Cara menghitung telur cacing

Intensitas cacing gelang= jumlah telur cacing gelang x 1000 Berat tinja (mg)

Intensitas cacing tambang= jumlah telur cacing tambang x 1000 Berat tinja (mg)

Intensitas cacing cambuk= jumlah telur cacing cambuk x 1000 Berat tinja (mg)

1) Albendazole 400 mg selama satu hari, dua hari berturut-turut dan tiga hari berturut-turut diberikan kepada subjek berdasarkan pembagian kelompok I, II dan III

2) Mencatat efek samping obat yang timbul saat penelitian

3) Tinja kelompok I, II dan III setelah selesai pemberian obat 3 hari akan diperiksa pada hari ke-7, 14, 21 dan 28 hari setelah

pemberian obat terakhir.

3.9.2 Alur penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian Randomisasi

Infeksi

Soil Transmitted Helminths Anak SD kelas I sampai VI

Pemeriksaan tinja pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 setelah

pengobatan dengan metode kato-katz Albendazol 400 mg

selama dua hari

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

Pengobatan dengan albendazol

Pemeriksaan tinja metode kato-katz

Keberhasilan pengobatan (telur cacing dalam tinja)

Albendazol 400 mg selama tiga hari Albendazol 400 mg

selama satu hari

3.10 Identifikasi Variabel

Variabel bebas skala

Durasi pengobatan albendazole nominal

Variabel tergantung skala

Kesembuhan nominal dikotomi

Penurunan jumlah telur nominal dikotomi

3.11 Definisi Operasional

1) Soil Transmitted Helminths merupakan sekelompok parasit nematoda yang menyebabkan infeksi pada manusia akibat kontak dengan telur parasit atau larva yang berkembang di dalam tanah, yaitu cacing gelang (A. lumbricoides), cacing cambuk (T. trichiura), dan cacing tambang (A. duodenale dan N. americanus)

2) Antelmintik adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi cacing parasit termasuk STH

3) Efikasi obat dilihat dari :

 Kesembuhan yaitu apabila pada pemeriksaan tinja setelah pengobatan tidak ditemukan lagi telur cacing

 Penurunan jumlah telur yaitu apabila dijumpai jumlah telur dari awal pemeriksaan jumlahnya berkurang

4) Metode kato-katz adalah metode yang digunakan untuk pemeriksaan jumlah telur cacing secara kuantitatif.

3.12 Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan prinsip intention to treat. Efikasi ketiga jenis regimen albendazole dinilai dengan menggunakan angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur sebelum dan sesudah pemberian masing-masing regimen albendazole. Uji kai kuadrat digunakan untuk melihat hubungan lama pemberian albendazole yang diberikan dengan angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur. Uji Kruskal Wallis digunakan untuk melihat perbedaan jumlah telur diantara ketiga kelompok pada pengamatan hari ke 7, 14, 21, dan 28 setelah dilakukan intervensi. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak Statistical Package for Social Sciences for Windows (SPSS) versi 24, 2016 dengan tingkat kemaknaan P < 0.05 dan interval kepercayaan (IK) 95%.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Karakteristik Subyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di tiga SD di kecamatan Talawi kabupaten Batubara, provinsi Sumatera Utara selama bulan Juli sampai September 2018. Di ketiga lokasi tersebut, diperiksa 752 anak dan 278 anak tidak mengembalikan pot serta sisanya 474 anak diperiksa terhadap adanya infeksi STH. Dari hasil pemeriksaan tinja didapati 195 anak yang menderita infeksi STH, yang kemudian dibagi secara random sederhana dengan tabel angka random menjadi tiga kelompok yaitu 65 anak yang mendapatkan pengobatan albendazole 400 mg selama satu hari, 65 anak yang mendapat pengobatan albendazole 400 mg selama dua hari berturut-turut, dan 65 anak yang mendapat pengobatan albendazole 400 mg selama tiga hari berturut-turut (Gambar 4.1).

Prevalensi kecacingan STH kecamatan Talawi di kabupaten Batubara didapatkan sebesar 41.1%, dengan prevalensi infeksi A. lumbricoides 43.6%, infeksi T. trichiura 69.2%, dan infeksi hookworm 5.1%.

Gambar 4.1 Diagram CONSORT

Data karakteristik dasar subyek penelitian pada ketiga kelompok sebelum intervensi tidak berbeda, dengan rerata usia 8.7 tahun dan status gizi baik dengan berat badan menurut tinggi badan adalah 92%. Pada hasil pengamatan jumlah telur per gram feses masing-masing STH juga didapati tidak berbeda diantara ketiga kelompok. Diantara subyek penelitian, infeksi campuran STH terjadi pada 14.4% anak, dengan 10.8% mengalami infeksi Dikumpulkan Anak SD kelas I-VI

(n=752)

Diberikan albendazol 400 mg selama dua

hari (n= 65)

Dieksklusikan (n=278)

- Tidak mengembalikan pot (n=258) - Menolak berpartisipasi (n=20)

Dianalisis (n=65) Dianalisis (n=65) Dianalisis (n=65)

Tabel 4.1. Karakteristik dasar subyek penelitian

4.2 Perbandingan Angka Kesembuhan dan Penurunan Jumlah Telur Angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur STH tergantung terhadap lama pemberian albendazole dan jenis cacing STH. Dari tabel 4.2 diketahui bahwa ketiga regimen memberikan angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur yang berbeda secara bermakna pada trikuriasis dengan nilai P <

0.05. Efikasi tertinggi dijumpai pada kelompok yang mendapat albendazole 400 mg selama tiga hari berturut-turut. Pada infeksi hookworm didapati

peningkatan angka kesembuhan dengan penambahan lama pemberian albendazole meskipun tidak berbeda bermakna. Untuk askariasis tidak didapati perbedaan bermakna angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur diantara ketiga kelompok (tabel 4.2).

Tabel 4.2 Perbandingan efikasi diantara ketiga kelompok pada pengamatan hari ke 28

Setelah pemberian terapi dan dilakukan pengamatan pada hari ke 7, 14, 21, dan 28 dijumpai perbedaan yang bermakna jumlah telur per gram feses T.

trichiura diantara ketiga kelompok pada pengamatan hari ke 7, 14, 21 dan 28 dengan P < 0.05. Namun, tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada jumlah telur per gram feses A. lumbricoides maupun hookworm (tabel 4.3).

Tabel 4.3 Perbandingan jumlah telur per gram feses diantara ketiga kelompok

Pada penelitian kami tidak didapati efek samping pemberian obat, baik di kelompok albendazole 400 mg selama satu hari, dua hari berturut-turut, atau tiga hari berturut-turut.

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian kami mendapatkan prevalensi infeksi A. lumbricoides sebesar 43.6%, T. trichiura 69.2%, dan hookworm 5.1%. Hasil serupa didapatkan pada studi di kota Medan pada tahun 2007 dengan prevalensi A.

lumbricoides 46.52% dan T. trichiura 63.37%, namun untuk infeksi hookworm lebih rendah (0.53%).12

A. lumbricoides dan T. trichiura mempunyai cara infeksi dan temperatur optimal perkembangbiakan yang hampir sama sehingga sering terjadi infeksi yang bersamaan pada penderita dan prevalensi yang hampir sama.12 Dari penelitian kami dijumpai prevalensi T. trichiura yang lebih tinggi dari A. lumbricoides. Hal ini mungkin disebabkan adanya program pemerintah memberikan obat cacing secara berkala pada murid SD dengan menggunakan albendazole 400 mg selama satu hari. Albendazole dosis tunggal tidak efektif pada kebanyakan kasus trikuriasis.1 Efikasi albendazole dosis tunggal didapati buruk dalam melawan T. trichiura.25

Infeksi hookworm yang dijumpai pada penelitian kami lebih tinggi (5.1%). Hal ini dimungkinkan karena lingkungan tempat tinggal, sekolah, dan tempat bermain anak yang sebagian besar terdiri dari tanah berpasir dan gembur yang sesuai untuk perkembangbiakan larva hookworm.26 Demikian juga halnya dengan perilaku murid dalam kehidupan sehari-hari yaitu

terdapat peraturan beberapa sekolah tidak memakai alas kaki saat berada di lingkungan sekolah yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi hookworm melalui kulit.13

Infeksi STH dapat mengganggu tumbuh kembang anak dengan timbulnya malnutrisi, gangguan pada proses belajar, dan kehadiran di sekolah. Salah satu mekanisme adalah dengan mengganggu absorbsi dan pencernaan sehingga terjadi malnutrisi dan malabsorbsi serta terjadinya respon inflamasi yang mengganggu selera makan.15 Kejadian malnutrisi biasanya terjadi pada infeksi STH derajat sedang atau berat.27 Beban cacing merupakan indikator utama timbulnya morbiditas infeksi STH. Faktor lain yang berpengaruh adalah durasi infeksi cacing yang terjadi, akan tetapi parameter ini sulit diketahui.15 Penelitian kami mendapatkan status gizi baik untuk ketiga kelompok subyek yang diteliti. Studi di kabupaten Karo pada tahun 2010 juga mendapatkan status gizi baik pada sebagian besar sampel yang diteliti.23

World Health Organization menyusun strategi global dalam mengendalikan infeksi STH dengan kemoterapi modern menggunakan albendazole dosis tunggal 400 mg untuk anak usia diatas dua tahun dan dewasa.2,8 Reevaluasi terapi terhadap efikasi dan keamanan sebagai bukti ilmiah diperlukan untuk melanjutkan intervensi tersebut.11

Albendazole dosis tunggal sangat efektif terhadap infeksi A.

lumbricoides dengan angka kesembuhan > 90%.28 Hal ini sejalan dengan penelitian kami yang mendapatkan hasil pada kelompok albendazole 400 mg selama satu hari sudah menunjukkan efikasi (angka kesembuhan 94.7% dan penurunan jumlah telur 100%) yang tinggi terhadap askariasis dan tidak didapatkan perbedaan efikasi antara regimen tiga hari, dua hari dan satu hari.

Studi ulasan sistematik dan metanalisis di Swiss pada tahun 2017 juga mendapatkan hasil yang sama yaitu angka kesembuhan 95.7% dan penurunan jumlah telur 98.5% untuk askariasis setelah pemberian albendazole selama satu hari, begitu juga studi uji klinis di China pada tahun 2011 dan studi di Austria pada tahun 2014 yang mendapatkan angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur > 85% untuk askariasis.7,11,29

Albendazole dosis tunggal dikatakan tidak efektif pada sebagian besar kasus trikuriasis.1,26 Dosis berulang sering diperlukan untuk mencapai kesembuhan parasitologi penuh pada sebagian kasus.27 Studi ulasan sistematik di Boston pada tahun 2007 masih merekomendasikan pemberian albendazole dosis tunggal untuk penanganan semua jenis infeksi STH.30 Albendazole dosis tunggal dilaporkan WHO masih memberikan angka penurunan jumlah telur yang cukup baik sebesar 80%.31 Pada trikuriasis intensitas ringan, albendazole 400 mg dosis tunggal secara umum masih efektif. Angka kesembuhan trikuriasis akan semakin meningkat jika infeksi cacing yang dihadapi semakin ringan.32

Ketiga regimen memberikan efikasi yang berbeda secara signifikan untuk trikuriasis. Efikasi tertinggi didapatkan pada kelompok albendazole tiga hari (angka kesembuhan 79.5% dan penurunan jumlah telur 97.4%), namun efikasi tidak berbeda jauh dibandingkan regimen dua hari (angka kesembuhan 70.3% dan penurunan jumlah telur 91.9%). Hal ini memberikan gambaran efikasi yang hampir sama antara regimen dua hari dan tiga hari terhadap trikuriasis, sehingga regimen dua hari berturut-turut dapat dipertimbangkan sebagai pilihan terapi pada trikuriasis intensitas ringan dan sedang. Bertambah lamanya regimen terapi, kepatuhan minum obat pasien cenderung menjadi lebih buruk dan frekuensi serta keparahan efek samping dapat meningkat.22

Hasil penelitian kami berbeda dari studi di kabupaten Serdang Bedagai pada tahun 2013 yang mendapatkan efikasi albendazole 400 mg selama tiga hari berturut (angka kesembuhan 96.8%) lebih baik dibandingkan dua hari (angka kesembuhan 70%) untuk trikuriasis intensitas sedang dan berat. Hal ini mungkin disebabkan adanya perbedaan derajat intensitas dalam penelitian kami. Trikuriasis pada penelitian kami didapatkan intensitas ringan dan sedang. Efikasi terapi juga bergantung kepada intensitas infeksi. Manfaat dosis berulang tiga hari, lima hari atau tujuh hari berturut-turut lebih sering terjadi pada trikuriasis intensitas berat daripada intensitas ringan.22,33

Perbedaan efikasi juga didapatkan pada studi di Austria pada tahun 2014. Studi ini mendapatkan albendazole tiga hari memiliki efikasi paling baik dibandingkan dua hari dan satu hari. Efikasi didapatkan semakin meningkat dengan semakin lama pemberian albendazole.11,22 Hasil yang berbeda didapatkan pada studi di kota Medan pada tahun 2007 dengan angka kesembuhan trikuriasis intensitas ringan tertinggi didapatkan pada pengobatan albendazole selama tiga hari (95.65%), kemudian satu hari (84%%) dan dua hari (70.73%). Pada trikuriasis intensitas sedang dan berat menunjukkan angka kesembuhan rendah baik pada kelompok pemberian albendazole satu hari (29.41%), dua hari (8.3%), dan tiga hari (27.78%).

Dalam studi juga dijelaskan perbedaan hasil yang didapatkan mungkin disebabkan adanya kesalahan tehnis di lapangan, seperti adanya beberapa murid sarapan dirumah sebelum minum obat di sekolah.12

Intensitas infeksi yang mempengaruhi efikasi terhadap trikuriasis juga terlihat pada studi di kabupaten Karo pada tahun 2010 dengan hasil albendazole 400 mg tiga hari berturut (angka kesembuhan 98.3% dan penurunan jumlah telur 99.8%) dan satu hari (angka kesembuhan 93.7% dan penurunan jumlah telur 98.7%) menunjukkan efikasi yang sama tinggi terhadap intensitas ringan. Pada trikuriasis intensitas sedang, efikasi albendazole selama tiga hari lebih baik daripada satu hari.23

Tempat hidup T. trichiura di sekum menjadikan cacing ini lebih resisten terhadap antelmintik yang diberikan.14 Dosis berulang dapat memperlama

waktu kontak obat dengan parasit sehingga meningkatkan efikasi.3,32 Efikasi masih dikatakan baik bila angka penurunan jumlah telur tinggi tanpa disertai angka kesembuhan yang tinggi. Angka penurunan jumlah telur dianggap cukup karena menunjukkan penurunan beban cacing sehingga transmisi menjadi lebih jarang.25

Albendazole selama tiga hari dapat dipertimbangkan untuk mengatasi infeksi hookworm.7 Hasil studi di Austria pada tahun 2014 mendapatkan adanya perbedaan bermakna efikasi albendazole regimen tiga hari, dua hari dan satu hari terhadap infeksi hookworm. Regimen tiga hari memiliki angka kesembuhan paling tinggi, begitu juga studi di China pada tahun 2011 dengan hasil efikasi regimen tiga hari lebih tinggi daripada satu hari.7,11

Pada penelitian kami didapatkan tidak ada perbedaan bermakna efikasi antara ketiga regimen untuk infeksi hookworm. Namun, angka kesembuhan didapatkan semakin meningkat dengan semakin lama pemberian albendazole. Perbedaan hasil ini mungkin disebabkan prevalensi infeksi hookworm yang rendah pada penelitian kami dibandingkan studi-studi yang lain.

Albendazole memiliki efek vermisida, ovisida dan larvasida dengan mengikat tubulin ektraseluler, khususnya mempengaruhi parasit dan menghambat fungsi absorbsi yang penting pada parasit tersebut.21 Dua indikator yang menentukan efikasi antelmintik pada pengobatan manusia adalah angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur.31

Pada pengamatan hari ke 7 dan 14 setelah terapi didapatkan penurunan jumlah telur pada trikuriasis, diikuti peningkatan kembali pada hari ke 21 dan 28. Penurunan jumlah telur yang terjadi adalah karena efek dari pengobatan. Hasil penelitian kami hampir sama dengan studi di Uganda pada tahun 2011 yaitu efek pengobatan albendazole 400 mg selama satu hari dan tiga hari didapatkan pada pengamatan hari ke 7, dan terjadi peningkatan jumlah telur kembali pada hari ke 14, 21, dan 28 setelah terapi.3

World Health Organization menganjurkan waktu pengamatan setelah pemberian antelmintik yang ideal adalah 10 sampai 14 hari. Interval pengamatan yang lebih lama akan memberikan angka efikasi yang lebih rendah karena terjadi maturasi dari cacing-cacing yang masih berada di stadium immature.31 Peningkatan kembali jumlah telur yang diamati ini juga mengindikasikan albendazole mungkin bisa menghambat produksi telur T.

trichiura. Akan tetapi inhibisi ini hanya bersifat sementara dan hilang dalam dua minggu.34,35 Studi di Bangladesh pada tahun 1991 mendapatkan jumlah telur T. trichiura kembali meningkat pada pengamatan hari ke 10 setelah pemberian albendazole dosis berulang selama tiga hari atau lima hari.34

Studi di Switzerland pada tahun 2007 mendapatkan hasil waktu optimal pemantauan setelah terapi untuk infeksi hookworm adalah pada minggu ke dua sampai tiga, begitu juga studi di Kenya pada tahun 2017 yang mengamati A. lumbricoides. Hal ini dikarenakan beberapa telur cacing masih dihasilkan dari cacing-cacing A. lumbricoides yang sekarat pada pengamatan

hari ke 7 setelah terapi.36,37 Hal ini mendukung hasil penelitian kami untuk melakukan pengamatan jumlah telur pada hari ke 7, 14 atau 21, dan 28 setelah pemberian obat.

Pada penelitian kami tidak didapati efek samping pemberian obat, baik di kelompok albendazole 400 mg tiga hari turut, dua hari berturut-turut, maupun satu hari. Hal ini sejalan dengan studi di kabupaten Karo pada tahun 2010 dengan penggunaan albendazole selama tiga hari.23 Penggunaan albendazole yang tidak lebih dari 3 hari hampir bebas dari efek samping.Efek samping yang terjadi biasanya bersifat ringan dan berlangsung sementara berupa rasa tidak nyaman di lambung, mual, muntah, diare, nyeri kepala, pusing, sulit tidur dan lesu.8,21

Studi di kota Medan pada tahun 2007 mendapatkan kejadian efek samping berupa sakit kepala sebanyak 0.73% pada kelompok albendazole selama tiga hari dan dikatakan hilang dalam satu hari tanpa pengobatan.12 Studi di Thailand pada tahun 2003 juga mendapatkan kejadian efek samping 2.4% pada penggunaan albendazole 400 mg hingga tujuh hari berupa sakit kepala, pusing, dan insomnia.33 Begitu juga studi di kabupaten Langkat pada tahun 2009, dengan penggunaan albendazole selama lima hari dan tujuh hari didapati efek samping berupa nausea, pusing, mulut kering, dan diare.22

Penelitian kami bermanfaat sebagai evaluasi terhadap program pemerintah untuk pemberian obat cacing albendazole 400 mg selama satu hari terhadap ketiga jenis STH di Indonesia. Ini adalah penelitian pertama

yang membandingkan efikasi antara albendazole 400 mg selama tiga hari berturut-turut, dua hari berturut-turut dan satu hari terhadap ketiga jenis STH di Indonesia sehingga dapat menambah pengetahuan terhadap regimen albendazole yang lebih baik untuk meningkatkan upaya kesehatan anak.

Penelitian kami juga dapat menjadi sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.

Pada penelitian kami masih dijumpai beberapa kekurangan antara lain tidak dilakukannya blinding untuk pemberian obat sehingga ada kemungkinan bias dalam pengukuran dan interpretasi hasil penelitian. Diagnosis infeksi STH juga hanya melalui pemeriksaan kato-katz tunggal. Akurasi pemeriksaan kato-katz dalam mendeteksi infeksi STH sangat dipengaruhi variasi ekskresi telur cacing dari hari ke hari berikutnya dan telur cacing yang tersebar tidak merata di tinja. Beberapa peneliti menyarankan pemeriksaan beberapa spesimen untuk meningkatkan akurasi.38

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Albendazole 400 mg selama tiga hari berturut-turut dan dua hari berturut-turut memiliki efikasi lebih baik dibandingkan albendazole 400 mg selama satu hari untuk infeksi T. trichiura, dan efikasi albendazole tiga hari berturut-turut tidak berbeda jauh dibandingkan dua hari berturut-turut. Pada askariasis dan infeksi hookworm didapatkan tidak ada perbedaan efikasi diantara ketiga regimen. Jumlah telur T. trichiura didapati berbeda secara bermakna pada pengamatan hari ke 7, 14, 21 dan 28 diantara ketiga kelompok setelah pemberian obat albendazole, sedangkan untuk askariasis dan infeksi

Albendazole 400 mg selama tiga hari berturut-turut dan dua hari berturut-turut memiliki efikasi lebih baik dibandingkan albendazole 400 mg selama satu hari untuk infeksi T. trichiura, dan efikasi albendazole tiga hari berturut-turut tidak berbeda jauh dibandingkan dua hari berturut-turut. Pada askariasis dan infeksi hookworm didapatkan tidak ada perbedaan efikasi diantara ketiga regimen. Jumlah telur T. trichiura didapati berbeda secara bermakna pada pengamatan hari ke 7, 14, 21 dan 28 diantara ketiga kelompok setelah pemberian obat albendazole, sedangkan untuk askariasis dan infeksi

Dokumen terkait