• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 1. Pendahuluan

1.5. Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik/ ilmiah: hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai efikasi albendazole 400 mg selama tiga hari berturut-turut, dua hari berturut-turut, dan satu hari terhadap penyembuhan dan penurunan jumlah telur pada infeksi STH.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada petugas kesehatan tentang efikasi regimen pemberian albendazole yang lebih baik untuk mengatasi infeksi STH demi meningkatkan upaya kesehatan anak dan membantu program Kementerian Kesehatan Republik Indonesia khususnya Ditjen P2PL dalam memberantas penyakit kecacingan.

3. Di bidang pengembangan penelitian: hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infeksi STH

Infeksi STH adalah infeksi dari cacing yang ditularkan melalui tanah.8 Jenis cacing penyebab infeksi STH adalah cacing gelang (A. lumbricoides) yang menyebabkan askariasis, cacing cambuk (T. trichiura) yang menyebabkan trikuriasis, cacing tambang (A. duodenale yang menyebabkan ankilostomiasis dan N. americanus yang menyebabkan nekatoriasis), cacing benang (S.

stercoralis) yang menyebabkan strongyloidiasis. Jenis cacing penyebab infeksi STH yang sering ditemukan adalah cacing gelang, cacing cambuk, dan cacing tambang1,2,8

2.2 Etiologi STH 2.2.1 A. lumbricoides

Tempat hidup A. lumbricoides dewasa adalah di dalam usus halus manusia, tetapi kadang-kadang cacing ini dijumpai mengembara di bagian usus lainnya. Umur cacing dewasa A. lumbricoides adalah satu tahun.1 Cacing betina dapat bertelur sebanyak 100 000 sampai 200 000 butir tiap hari, terdiri dari telur yang dibuahi dan tidak dibuahi. Dalam lingkungan tanah yang sesuai (tanah liat, kelembaban tinggi, dan suhu yang berkisar antara 25°C sampai 30°C), telur yang dibuahi berkembang menjadi telur infektif yang

mengandung larva cacing dalam waktu lebih kurang tiga minggu. Infeksi terjadi secara per oral baik melalui tangan, makanan atau air minum yang terkontaminasi tanah yang di dalamnya terdapat bentuk infektif yaitu telur berembrio. Proses yang terjadi sejak telur tertelan sampai menjadi cacing dewasa memerlukan waktu kurang lebih dua bulan.13,14

2.2.2 T. trichiura

T. trichiura dewasa melekatkan diri pada mukosa usus penderita terutama di daerah sekum dan kolon, dengan membenamkan kepalanya di dalam dinding usus. Kehilangan darah dalam tinja diperkirakan sekitar 0.005 cc darah per hari per cacing T. trichiura. Cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3 000 sampai 10 000 butir. Cara infeksi pada manusia terjadi per oral, tertelan telur infektif melalui tangan, makanan atau air minum yang terkontaminasi. Telur yang keluar bersama tinja matang dalam waktu tiga sampai empat minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30 sampai 90 hari.8,13

2.2.3 Cacing Tambang (A. duodenale dan N. americanus)

A. duodenale dan N. americanus dewasa hidup di dalam usus halus, terutama di jejenum dan duodenum manusia dengan cara menggigit membran mukosa menggunakan giginya, dan menghisap darah yang keluar dari luka gigitan.14 Cacing tambang menghisap darah sebanyak 0.2 cc per hari.8 Cara infeksi adalah per kutan yaitu terutama N. americanus atau secara per oral terutama A. duodenale dengan tertelan bersama makanan yang terkontaminasi tanah.13

Cacing dewasa A. duodenale mengeluarkan 10 000 sampai 25 000 butir telur setiap hari dan N. americanus mengeluarkan 5 000 sampai 10 000 butir telur setiap hari. A.duodenale dapat bertahan hidup selama satu sampai dua tahun, sedangkan N. americanus selama tiga sampai lima tahun atau lebih.1 Cacing tambang memiliki dua jenis larva yaitu larva rhabditiform dan larva filariform. Diperlukan waktu lima minggu atau lebih dari infeksi larva sampai menjadi cacing dewasa yang menghasilkan telur.1

2.3 Diagnosis Infeksi STH

Diagnosis infeksi STH dilakukan dengan menemukan telur pada sediaan basah tinja langsung. Pengitungan telur per gram tinja dengan teknik kato-katz dipakai sebagai pedoman untuk menentukan berat ringannya infeksi.

Selain itu diagnosis untuk A. lumbricoides dapat dibuat bila cacing dewasa keluar sendiri melalui mulut, hidung atau anus, sedangkan untuk trikuriasis

dapat juga dengan menemukan cacing dewasa pada pemeriksaan kolonoskopi, untuk infeksi cacing tambang dapat juga ditemukan larvanya dalam tinja.8 Jumlah telur mempengaruhi berat ringannya infeksi cacing, semakin banyak jumlah telur, semakin banyak jumlah cacing yang menginfeksi penderita tersebut.6 Intensitas infeksi STH terdiri atas intensitas ringan, sedang, dan berat (Tabel 2.1).8

Tabel 2.1 Intensitas infeksi STH 8

Organisme

Dampak infeksi STH terutama dikaitkan dengan masalah kronik dan berbahaya bagi kesehatan dan kualitas hidup anak yang terinfeksi dibandingkan mortalitasnya. Infeksi dengan intensitas berat akan mengganggu pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif, penyebab terjadinya defisiensi mikronutrien termasuk anemia defisiensi zat besi yang dapat menimbulkan performa yang buruk di sekolah dan sering tidak hadir di sekolah.6,15

Cacing mempengaruhi nutrisi dengan cara mengkonsumsi langsung zat-zat nutrisi dan darah, menyebabkan malabsorbsi, merangsang respon imun terhadap infeksi sehingga terjadi anoreksia dan dapat mengganggu metabolisme dan cadangan nutrisi.15 Kurangnya nutrisi akan mengurangi kemampuan kerja mental dalam memusatkan dan mempertahankan konsentrasi.16 Studi di Indonesia pada tahun 1999 melaporkan bahwa infeksi cacing tambang memberi dampak negatif terhadap daya ingat anak.17 Dampak infeksi cacing tambang terjadi ketika kehilangan darah melebihi cadangan nutrisi pejamu sehingga terjadi anemia defisiensi besi.1

Studi Di Skotlandia pada tahun 2002 melaporkan adanya hubungan antara status nutrisi dengan infeksi cacing. Infeksi A. lumbricoides lebih mempengaruhi status nutrisi anak dan remaja. Askariasis dapat menyebabkan penurunan pertumbuhan, mengurangi konsumsi makanan, mengganggu absorbsi lemak dan protein, dan menimbulkan kerusakan usus.18

Studi di Malaysia pada tahun 2012 menunjukkan bahwa infeksi T.

trichiura atau A. lumbricoides dengan intensitas sedang hingga berat merupakan prediktor bermakna terjadinya stunting.19 Dampak nutrisi dari trikuriasis berhubungan dengan penurunan pertumbuhan anak, ambilan glukosa, defisiensi besi, dan kehilangan protein dari saluran cerna.18

2.5 Tatalaksana Infeksi STH

World Health Organization menyusun strategi global dalam mengendalikan infeksi STH dengan kemoterapi modern. Strategi tersebut bertujuan untuk mengendalikan morbiditas yang disebabkan oleh infeksi STH dengan memberikan antelmintik untuk mengeliminasi infeksi intensitas sedang dan tinggi. Antelmintik diberikan pada populasi dengan risiko tinggi, yaitu:2,8

a. Anak yang belum sekolah (usia satu sampai empat tahun) b. Anak usia sekolah (usia lima sampai 14 tahun)

c. Wanita usia reproduktif

d. Kelompok usia dewasa yang rentan terpapar dengan infeksi STH

Sesuai rekomendasi WHO, penanggulangan infeksi cacing dilakukan dengan pengobatan, pencegahan, dan promotif. Promotif dilakukan melalui penyuluhan kesehatan kepada anak-anak sekolah melalui program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), dan untuk masyarakat luas dapat dilakukan melalui posyandu, media cetak maupun media elekronik dan penyuluhan langsung. Pencegahan dilakukan dengan pengendalian faktor risiko, yang meliputi kebersihan lingkungan, kebersihan perorangan dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, penyediaan air bersih yang cukup, seminisasi lantai rumah, pembuatan dan penggunaan jamban yang memadai, menjaga kebersihan makanan, untuk anak sekolah melalui pendidikan kesehatan di sekolah baik untuk guru maupun murid. Pengobatan dilakukan

dengan menggunakan obat yang aman dan berspektrum luas, efektif, tersedia dan terjangkau harganya, serta dapat membunuh cacing dewasa, larva dan telur.8

2.5.1 Antelmintik untuk infeksi STH

Antelmintik adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi cacing parasit termasuk STH. Antelmintik yang paling sering digunakan untuk mengobati infeksi STH adalah mebendazol dan albendazole dengan pirantel pamoat sebagai obat alternatif.2,20

Studi ulasan sistematik di Swiss pada tahun 2010 mengevaluasi beberapa kombinasi obat yang berbeda dan manfaatnya terhadap infeksi STH. Dari studi didapatkan kombinasi mebendazol-pirantel pamoat dan mebendazol-levamisol merupakan kombinasi yang baik sebagai alternatif apabila albendazole tidak tersedia.20

2.5.1.1 Albendazole

Albendazole merupakan obat cacing berspektrum luas. Obat bekerja dengan cara mengikat tubulin β cacing dan menghambat polimerisasi mikrotubulus parasit. Kekurangan energi yang terjadi inilah yang selanjutnya akan membunuh cacing.1 Albendazole juga memiliki efek larvasida terhadap A.

lumbricoides dan hookworm serta memiliki efek ovisida terhadap A.

lumbricoides, hookworm (A. duodenale) dan T. trichiura.8,21 Setelah

pemberian oral, albendazole akan segera mengalami metabolisme lintas pertama di hati menjadi metabolit aktif albendazole-sulfoksida. Absorbsi obat akan meningkat bila diberikan bersama makanan berlemak. Waktu paruh albendazole adalah 8 sampai 12 jam dengan kadar puncak plasma dicapai dalam 3 jam.8

Albendazole disediakan dalam berbagai bentuk dan nama dagang, antara lain Helben (PT. MECOSIN INDONESIA), kaplet 400 mg dan suspensi 200 mg per 5 ml, Albendazole (INDOFARMA), kaplet mengandung 400 mg.12

Pada pasien dewasa dan anak usia dua tahun keatas albendazole diberikan dengan dosis tunggal 400 mg per oral. World Health Organization merekomendasikan dosis 200 mg untuk anak usia antara 12 sampai 24 bulan. Untuk askariasis berat obat dapat diberikan selama dua sampai tiga hari, sedangkan untuk infeksi hookworm berat obat diberikan tiga sampai empat hari.8

Penggunaan albendazole yang tidak lebih dari tiga hari hampir bebas dari efek samping. Efek samping biasanya ringan dan berlangsung sementara berupa rasa tidak nyaman di lambung, mual, muntah, diare, nyeri kepala, pusing, sulit tidur dan lesu. Albendazole tidak boleh diberikan pada penderita yang memiliki riwayat hipersensitivitas terhadap obat golongan benzimidazol dan penderita sirosis.8,21

2.5.1.2 Efikasi albendazole dosis tunggal

Albendazole dosis tunggal memiliki efikasi yang tinggi terhadap askariasis dan albendazole superior terhadap mebendazol dalam mengatasi infeksi hookworm, sedangkan mebendazol sedikit lebih unggul daripada albendazole dalam mengobati trikuriasis. Untuk mendapatkan angka kesembuhan yang tinggi melawan infeksi hookworm dan trikuriasis regimen dosis selama tiga hari dapat dipertimbangkan.7

Untuk pengobatan askariasis digunakan albendazole dosis tunggal 400 mg, namun pada infeksi berat dapat digunakan albendazole selama dua sampai tiga hari.13 Untuk memberantas trikuriasis sebaiknya diberikan kombinasi dua jenis obat cacing secara bersama–sama atau jika hanya diberikan satu jenis obat maka dianjurkan diberikan selama tiga hari karena cacing dewasa T. trichiura membenamkan kepalanya di dalam dinding usus besar.14

2.5.1.3 Efikasi albendazole dosis berulang

Beberapa studi telah dilakukan untuk menilai efikasi albendazole selama beberapa hari. Dari studi-studi tersebut didapatkan hasil bahwa untuk askariasis efikasi albendazole dosis tunggal cukup baik dengan angka kesembuhan 85% sampai 96% dan penurunan jumlah telur sebesar 87%

sampai 100%. Albendazole dosis berulang dapat meningkatkan angka kesembuhan askariasis.11,20

Untuk mengatasi trikuriasis, pemberian dosis tunggal albendazole tidak efektif dengan angka kesembuhan hanya 28% sampai 40% dan penurunan jumlah telur 0% sampai 90%. Angka kesembuhan meningkat hingga 83% dengan pemberian dosis berulang albendazole.11,20 Untuk mengatasi infeksi hookworm, albendazole dosis tunggal memiliki angka kesembuhan berkisar 54% sampai 72% dengan jumlah penurunan telur sebanyak 54% sampai 100%.11,20 Angka kesembuhan meningkat menjadi 92% hingga 93% dengan pemberian dosis berulang albendazole (tabel 2.2).7,11

Tabel 2.2. Efikasi albendazole dosis tunggal dan berulang terhadap infeksi STH Infeksi Askariasis 400 mg dosis tunggal 88% 87%-100% Swiss 201020

400 mg dosis tunggal 96% 100% China 20117 400 mg dosis tunggal 85% 94% Austria 201411 400 mg selama 2 hari 91% 87% Austria 201411 400 mg selama 3 hari 92% 99% Austria 201411 400 mg selama 3 hari 96.8% 100% China 20117 Trikuriasis 400 mg dosis tunggal 28% 0%-90% Swiss 201020

400 mg dosis tunggal 33.8% 76.7% China 20117

Studi di kota Medan pada tahun 2007 melaporkan hasil pemakaian albendazole dosis 400 mg sehari selama satu hari, dua hari, dan tiga hari terhadap trikuriasis dapat menurunkan intensitas infeksi secara signifikan, dengan angka kesembuhan pada kelompok pengobatan satu hari untuk intensitas ringan 84%, intensitas sedang 29.41%, dan intensitas berat 0%.

Pada kelompok pengobatan dua hari didapatkan angka kesembuhan untuk intensitas ringan 70.73% dan intensitas sedang 8,3%. Pada kelompok pengobatan tiga hari didapatkan angka kesembuhan untuk intensitas ringan sebesar 95.65%, intensitas sedang 27.78%, dan intensitas berat 33.3%.12

Studi di kabupaten Langkat pada tahun 2009 melaporkan albendazole 400 mg selama lima hari dan tujuh hari menunjukkan efikasi yang sama tinggi terhadap trikuriasis. Pemberian regimen albendazole 400 mg selama tujuh hari lebih efektif daripada albendazole 400 mg selama lima hari dalam penurunan jumlah telur.22

Studi di kabupaten Karo pada tahun 2010 menunjukkan hasil bahwa pemberian albendazole 400 mg tiga hari berturut dan satu hari memiliki efikasi yang tinggi terhadap trikuriasis, dan perbedaan intensitas infeksi dapat mempengaruhi efikasi. Pada trikuriasis intensitas sedang, efikasi albendazole 400 mg selama tiga hari berturut lebih baik daripada satu hari, akan tetapi tidak ada perbedaan efikasi untuk trikuriasis intensitas ringan.23

2.6 Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 2.1 Kerangka konseptual penelitian

: Variabel yang diteliti

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan uji klinis terbuka yang membandingkan efikasi antara albendazole 400 mg selama tiga hari turut, dua hari berturut-turut, dan satu hari untuk mengetahui kesembuhan dan penurunan jumlah telur STH.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat penelitian

Lokasi penelitian sampel dilakukan di SD Negeri 014740 Pahang, SD Negeri 010148 Padang Genting dan SD Negeri 010147 Labuhan Ruku di kecamatan Talawi kabupaten Batubara, provinsi Sumatera Utara.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2018.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi target adalah anak SD yang mengalami infeksi STH. Populasi terjangkau adalah anak SD yang mengalami infeksi STH di kecamatan Talawi, kabupaten Batubara, provinsi Sumatera Utara.

3.4 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel

Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel dipilih dengan cara randomisasi sederhana dengan menggunakan tabel angka random.

3.5 Perkiraan Besar Sampel

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda proporsi data independen:24

n1 : jumlah subjek pada kelompok albendazole 400 mg selama satu hari n2 : jumlah subjek pada kelompok albendazole 400 mg selama dua hari

berturut-turut

n3 : jumlah subjek pada kelompok dengan albendazole 400 mg selama tiga hari berturut-turut

zα : tingkat kemaknaan, ditetapkan 95%. Nilai dalam rumus 1.96 zβ : kekuatan penelitian, ditetapkan 80%. Nilai dalam rumus 0.842 p1 : perkiraan proporsi tingkat kesembuhan pada dosis tiga hari = 89%.

Nilai dalam rumus 0.89

p2 : proporsi tingkat kesembuhan pada dosis satu hari pada literatur 69.1%. Nilai dalam rumus 0.69.7

p1-p2 :Perkiraan selisih proporsi tingkat kesembuhan antara yang diharapkan dengan proporsi tingkat kesembuhan pada dosis satu hari yang dianggap signifikan = 20%. Nilai dalam rumus 0.2

Berdasarkan rumus tersebut dijumpai besar sampel minimal untuk masing-masing kelompok adalah 63 anak.

3.6 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.6.1 Kriteria inklusi

1) Anak berusia 6 sampai 12 tahun

2) Dari hasil pemeriksaan kato-katz didapati salah satu atau kombinasi dari telur STH yaitu A. lumbricoides, T. trichiura ataupun cacing tambang

3) Anak yang tinggal di daerah yang sama

4) Selama periode penelitian tidak mengkonsumsi antelmintik ≤ satu bulan sebelum dan selama penelitian.

3.6.2 Kriteria eksklusi

1) Tidak mengikuti prosedur penelitian seperti pengumpulan sampel feses atau menolak meminum obat

3.7 Persetujuan Setelah Penjelasan/ Informed Consent

Semua subjek penelitian telah diberi persetujuan dari orang tua atau wali setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu

3.8 Etika Penellitian

Persetujuan penelitian telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3.9 Cara Kerja dan Alur Penelitian 3.9.1 Cara kerja

3.9.1.1 Alokasi subjek

1) Mengumpulkan anak SD kelas I sampai VI bersama orang tua/wali di kecamatan Talawi, kabupaten Batubara, provinsi Sumatera Utara

2) Menjelaskan mengenai penelitian yang dilakukan dan meminta persetujuan setelah penjelasan/ informed consent dari orang tua/

wali

3) Mengumpulkan data karakteristik subjek melalui kuesioner yang diisikan oleh orang tua/ wali

4) Pot tinja yang sudah diberi nomor dibagikan pada anak SD di kecamatan Talawi, kabupaten Batubara, provinsi Sumatera Utara

5) Tinja yang telah dikumpul diperiksa dengan menggunakan metode kato-katz

6) Dari hasil pemeriksaan tinja yang dijumpai telur STH dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan dipilih sampel dan dirandomisasi sederhana dengan menggunakan tabel angka random.

3.9.1.2 Pengukuran dan intervensi

Pemeriksaan tinja dilakukan dengan metode Kato-Katz :

a. Sarung tangan dipakai untuk mengurangi kemungkinan infeksi b. Nomor kode ditulis pada gelas obyek dengan spidol sesuai

dengan yang tertulis di pot tinja

c. Kertas koran ukuran 10 x 10 cm diletakkan di atas meja dan tinja sebesar ruas jari ditaruh di atas kertas minyak

d. Tinja disaring menggunakan kawat saring

e. Karton yang berlubang diletakkan di atas slide kemudian tinja yang sudah di saring dimasukkan pada lubang tersebut

f. Karton berlubang tersebut diangkat dengan perlahan dan tinja ditutup dengan selofan yang sudah direndam dalam larutan kato g. Ratakan dengan tutup botol karet hingga merata. Diamkan

kurang lebih sediaan selama 15-20 menit

h. Baca di dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x dan 40x

i. Baca seluruh lapangan pandang, tentukan spesiesnya, hitung jumlah telur untuk setiap spesies yang ditemukan

j. Hasil pemeriksaan sampel tinja dinyatakan dengan kualitatif yaitu positif dan negatif, dan secara kuantitatif yaitu menyatakan jumlah telur per gram tinja (Egg Per Gram / EPG)

Cara menghitung telur cacing

Intensitas cacing gelang= jumlah telur cacing gelang x 1000 Berat tinja (mg)

Intensitas cacing tambang= jumlah telur cacing tambang x 1000 Berat tinja (mg)

Intensitas cacing cambuk= jumlah telur cacing cambuk x 1000 Berat tinja (mg)

1) Albendazole 400 mg selama satu hari, dua hari berturut-turut dan tiga hari berturut-turut diberikan kepada subjek berdasarkan pembagian kelompok I, II dan III

2) Mencatat efek samping obat yang timbul saat penelitian

3) Tinja kelompok I, II dan III setelah selesai pemberian obat 3 hari akan diperiksa pada hari ke-7, 14, 21 dan 28 hari setelah

pemberian obat terakhir.

3.9.2 Alur penelitian

Gambar 3.1 Alur Penelitian Randomisasi

Infeksi

Soil Transmitted Helminths Anak SD kelas I sampai VI

Pemeriksaan tinja pada hari ke 7, 14, 21 dan 28 setelah

pengobatan dengan metode kato-katz Albendazol 400 mg

selama dua hari

Kriteria inklusi Kriteria eksklusi

Pengobatan dengan albendazol

Pemeriksaan tinja metode kato-katz

Keberhasilan pengobatan (telur cacing dalam tinja)

Albendazol 400 mg selama tiga hari Albendazol 400 mg

selama satu hari

3.10 Identifikasi Variabel

Variabel bebas skala

Durasi pengobatan albendazole nominal

Variabel tergantung skala

Kesembuhan nominal dikotomi

Penurunan jumlah telur nominal dikotomi

3.11 Definisi Operasional

1) Soil Transmitted Helminths merupakan sekelompok parasit nematoda yang menyebabkan infeksi pada manusia akibat kontak dengan telur parasit atau larva yang berkembang di dalam tanah, yaitu cacing gelang (A. lumbricoides), cacing cambuk (T. trichiura), dan cacing tambang (A. duodenale dan N. americanus)

2) Antelmintik adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi cacing parasit termasuk STH

3) Efikasi obat dilihat dari :

 Kesembuhan yaitu apabila pada pemeriksaan tinja setelah pengobatan tidak ditemukan lagi telur cacing

 Penurunan jumlah telur yaitu apabila dijumpai jumlah telur dari awal pemeriksaan jumlahnya berkurang

4) Metode kato-katz adalah metode yang digunakan untuk pemeriksaan jumlah telur cacing secara kuantitatif.

3.12 Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan prinsip intention to treat. Efikasi ketiga jenis regimen albendazole dinilai dengan menggunakan angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur sebelum dan sesudah pemberian masing-masing regimen albendazole. Uji kai kuadrat digunakan untuk melihat hubungan lama pemberian albendazole yang diberikan dengan angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur. Uji Kruskal Wallis digunakan untuk melihat perbedaan jumlah telur diantara ketiga kelompok pada pengamatan hari ke 7, 14, 21, dan 28 setelah dilakukan intervensi. Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak Statistical Package for Social Sciences for Windows (SPSS) versi 24, 2016 dengan tingkat kemaknaan P < 0.05 dan interval kepercayaan (IK) 95%.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Data Karakteristik Subyek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di tiga SD di kecamatan Talawi kabupaten Batubara, provinsi Sumatera Utara selama bulan Juli sampai September 2018. Di ketiga lokasi tersebut, diperiksa 752 anak dan 278 anak tidak mengembalikan pot serta sisanya 474 anak diperiksa terhadap adanya infeksi STH. Dari hasil pemeriksaan tinja didapati 195 anak yang menderita infeksi STH, yang kemudian dibagi secara random sederhana dengan tabel angka random menjadi tiga kelompok yaitu 65 anak yang mendapatkan pengobatan albendazole 400 mg selama satu hari, 65 anak yang mendapat pengobatan albendazole 400 mg selama dua hari berturut-turut, dan 65 anak yang mendapat pengobatan albendazole 400 mg selama tiga hari berturut-turut (Gambar 4.1).

Prevalensi kecacingan STH kecamatan Talawi di kabupaten Batubara didapatkan sebesar 41.1%, dengan prevalensi infeksi A. lumbricoides 43.6%, infeksi T. trichiura 69.2%, dan infeksi hookworm 5.1%.

Gambar 4.1 Diagram CONSORT

Data karakteristik dasar subyek penelitian pada ketiga kelompok sebelum intervensi tidak berbeda, dengan rerata usia 8.7 tahun dan status gizi baik dengan berat badan menurut tinggi badan adalah 92%. Pada hasil pengamatan jumlah telur per gram feses masing-masing STH juga didapati tidak berbeda diantara ketiga kelompok. Diantara subyek penelitian, infeksi campuran STH terjadi pada 14.4% anak, dengan 10.8% mengalami infeksi Dikumpulkan Anak SD kelas I-VI

(n=752)

Diberikan albendazol 400 mg selama dua

hari (n= 65)

Dieksklusikan (n=278)

- Tidak mengembalikan pot (n=258) - Menolak berpartisipasi (n=20)

Dianalisis (n=65) Dianalisis (n=65) Dianalisis (n=65)

Tabel 4.1. Karakteristik dasar subyek penelitian

4.2 Perbandingan Angka Kesembuhan dan Penurunan Jumlah Telur Angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur STH tergantung terhadap lama pemberian albendazole dan jenis cacing STH. Dari tabel 4.2 diketahui bahwa ketiga regimen memberikan angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur yang berbeda secara bermakna pada trikuriasis dengan nilai P <

0.05. Efikasi tertinggi dijumpai pada kelompok yang mendapat albendazole 400 mg selama tiga hari berturut-turut. Pada infeksi hookworm didapati

peningkatan angka kesembuhan dengan penambahan lama pemberian albendazole meskipun tidak berbeda bermakna. Untuk askariasis tidak didapati perbedaan bermakna angka kesembuhan dan penurunan jumlah telur diantara ketiga kelompok (tabel 4.2).

Tabel 4.2 Perbandingan efikasi diantara ketiga kelompok pada pengamatan hari ke 28

Setelah pemberian terapi dan dilakukan pengamatan pada hari ke 7, 14, 21, dan 28 dijumpai perbedaan yang bermakna jumlah telur per gram feses T.

trichiura diantara ketiga kelompok pada pengamatan hari ke 7, 14, 21 dan 28 dengan P < 0.05. Namun, tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada

trichiura diantara ketiga kelompok pada pengamatan hari ke 7, 14, 21 dan 28 dengan P < 0.05. Namun, tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada

Dokumen terkait