2.9.1 Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap NPL
Indikator kinerja perbankan di Indonesia dapat dilihat dari nilai NPL (Non Performing Loan)/ kredit bermasalahnya. Bank harus mengidentifikasi dan menganalisis risiko kredit yang melekat pada produk itu sendiri. Identifikasi dimaksud berasal dari kajian yang seksama terhadap laporan keuangan calon debitur, karena penilaian terhadap laporan keuangan akan memberikan informasi keadaan keuangan dan kinerja perusahaan secara kuantitatif, sehinga dapat dijadikan sebagai pedoman didalam mengukur kemampuan (capacity) debitur. Rasio keuangan merupakan alat yang digunakan untuk menganalisis kondisi keuangan dan kinerja perusahaan (Van Horne, 2005). Di samping itu perlu dilakukan penilaian terhadap kelayakan usaha calon debitur untuk mengetahui besarnya pendapatan atau penghasilan agar bank dapat terhindar atau menekan sekecil mungkin terjadinya resiko kredit macet (Non Performing Loan).
Hasil penelitian Dewi (2009) menunjukkan bahwa strategi pemberian kredit sangat berpengaruh signifikan terhadap Non Performing Loan. Semakin baik strategi yang digunakan maka semakin rendah rasio Non Performing Loan. Semakin baik hasil dari analisis rasio keuangan maka semakin kecil kerjadinya kredit bermasalah. Dengan kata lain rasio keuangan berpengaruh negatif dengan Non Performing Loan.
Dalam pengambilan keputusan untuk memberikan persetujuan atau menolak permintaan kredit dari suatu perusahaan, pihak bank sebaiknya mengadakan analisis lebih dahulu terhadap laporan keuangannya untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan tersebut untuk membayar kembali utangnya plus beban- beban bunganya (Riyanto, 2001). Dalam menentukan variabelrasio keuangandalam penelitian ini dipertimbangkan rasio-rasio sebagai berikut : Current Ratio, Quick Ratio, Inventory Turn Over, Sales to Receivable Ratio, Profit Margin Ratio, Return On Net Worth dan Working Capital.
Current Ratiomenunjukkan sejauhmana aktiva lancar dapat melunasi kewajiban-kewajiban lancar. Rasio tersebut akan menunjukkan berapa dari setiap rupiah aktiva lancar dibiayai oleh hutang jangka pendek atau berapa kemampuan aktiva lancar untuk menutup hutang jangka pendek. Melalui analisis current rasio akan diketahui kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibannya yang segera jatuh tempo seperti pembayaran angsuran pokok pinjaman dan bunga disamping kewajiban lainnya. Kekuatan dan kemampuan membayar perusahaan debitur berdasarkan current rasio yang baik menjadi perhatian positif bagi bank dalam memberikan pinjaman. Menurut Helfert (2007) bahwa current rasio adalah rasio yang paling umum digunakan untuk menaksir resiko hutang yang memperlihatkan keamanan klaim pemberi hutang jika terjadi kegagalan pelunasan kredit. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya tepat waktu, berarti rasio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) bagi kreditur jangka pendek. Semakin besar rasio ini semakin baik tingkat
likuiditasnya, dengan demikian hubungannya positif terhadap persetujuan pemberian kredit.
Quick Ratiomerupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya tanpa memperhitungkan persediaan. Karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid dengan hutang lancar. Semakin besar rasio ini semakin baik (Kasmir, 2008) karena akan menambah keyakinan bank kepada calon debitur untuk pembayaran kembali kreditnya tanpa memperhitungkan persediaan, sehingga dapat mempengaruhi penyaluran kredit oleh kreditur.
Inventory Turn Overmenunjukkan kemampuan dana yang tertanam dalam inventory berputar dalam suatu periode tertentu, atau likuiditas dari inventory dan tendensi untuk adanya overstock (Riyanto, 2008). Rasio perputaran persediaan mengukur efisiensi pengelolaan persediaan barang dagangan. Rasio ini merupakan indikasi yang cukup popular untuk menilai efisiensi operasional, yang akan menggambarkan seberapa baiknya manajemen mengontrol modal yang ada pada persediaan selama periode berjalan. Secara umum, semakin besar perputaran persediaan, semakin efisien dan efektif perusahaan mengelola persediaannya.
Receivable Turn Over(Perputaran piutang) mengukur seberapa sering piutang usaha berubah menjadi kas dalam setahun. Piutang yang dimiliki oleh perusahaan mempunyai hubungan erat dengan volume penjualan kredit. Kas yang diperoleh dari penagihan piutang akan meningkatkan likuiditas dan mengurangi risiko kerugian dari piutang tak tertagih.
Working Capital Turn Overmenunjukkan berapa kali dana yang tertanam dalam modal kerja berputar dalam satu periode; atau jumlah penjualan yang bisa dicapai oleh setiap rupiah modal kerja. Menurut Djarwanto (2004), modal kerja yang cukup akan memberikan keuntungan antara lain memungkinkan untuk membayar semua kewajiban-kewajiban tepat waktu dan memungkinkan perusahaan memiliki credit standing yang semakin besar. Angka perputaran modal kerja yang ideal adalahyang nilainya tinggi, karena semakin besar tingkat perputaran modal kerja semakin cepat penerimaan hasil penjualan. Semakin besar hasil perbandingan ini semakin baik karena menunjukkan efisiensi penggunaan modal kerja, sehingga besar kemungkinan persetujuan kredit akan diperoleh.
Net Profit Margin menunjukkan kemampuan seberapa besar pendapatan bersih yang dapat dihasilkan dari setiap penjualan atau dengan kata lain merupakan perbandingan antara pendapatan bersih terhadap pendapatan operasional dimana hal ini memperlihatkan semakin besar nilai NPM semakin baik kinerja perusahaan, karena menggambarkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba cukup tinggi (Kasmir, 2008). Manfaat dari penilaian ini untuk mengukur sejauhmana calon nasabah mampu untuk melunasi hutang-hutangnya secara tepat waktu dari usaha yang dijalankannya. Berdasarkan rasio ini, bank dapat memperoleh keyakinan bahwa calon debitur memiliki capacity (kemampuan) yang menjadi pertimbangan dalam pemberian kredit.
Return On Equity (ROE)adalah rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan bersih dengan keseluruhan modal sendiri yang ditanamkan dalam aktiva digunakan untuk
operasi perusahaan. Dengan demikian rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasinya (net operating income) dengan modal sendiri yang digunakan untuk menghasilkan laba/keuntungan tersebut. Semakin tinggi return yang diperoleh semakin besar aliran kas masuk bagi perusahaan, tentu saja bagi bank hal ini akan mempengaruhi persetujuan kredit.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin baik hasil rasio keuangan menunjukkan kinerja perusahaan debitur semakin baik, sehingga semakin menyakinkan bank dalam memberikan persetujuan kredit. Dengan kata lain rasio keuangan berpengaruh positif terhadappersetujuan kredit.
2.9.3 Pengaruh Jaminan Terhadap Persetujuan Kredit
Keputusan dalam menentukan besarnya pinjaman yang akan diberikan biasanya disesuaikan dengan nilai barang jaminan yang diserahkan debitur. Keandalan agunan adalah ukuran nilai dari sebuah jaminan, yang dipastikan dapat menutupi risiko kerugian. Dalam analisis risiko kredit, keandalan agunan adalah sejauhmana jaminan yang diserahkan oleh calon debitur dapat menutupi kerugian bilamana terjadi ketidakmampuan debitur menyelesaikan kreditnya (Muljono, 2001). Kreditur harus mempertimbangkan konsekuensi negatif dari kegagalan perusahaan debitur dalam melaksanakan pembayaran kredit serta kemudahan pelaksanaan likuidasi terhadap barang jaminan.
Guna meng-hedging atas prestasi berupa dana yang telah disalurkan, pihak kreditur harus memperhatikan secara cermat nilai barang jaminan tersebut.Helfert (2007) mengatakan bahwa pemberi pinjaman harus hati-hati dalam mencari
marjin pengaman terhadap aktiva yang digunakan oleh perusahaan sebagai “pelindung” terhadap kegagalan.Bagi kreditur, semakin besar collateral marginal atau semakin tingginya nilai barang jaminan akan berpengaruh besar terhadap kemungkinan memperoleh fasilitas kredit. Cover Ratio menunjukkan besarnya nilai harta/asset yang dijadikan sebagai jaminan atas kredit yang diterima debitur. Semakin besar rasio ini semakin baik di mata kreditur.
Penelitian yang menghubungkan jaminan dengan persetujuan kredit dilakukan oleh Rachmad (2007) menunjukkan bahwa jaminan berpengaruh signifikan positif terhadap jumlah kredit. Hasil penelitian diatas kontradiktif dengan hasil penelitian dari Karo-karo (2011), dimana hasil penelitiannya menunjukkan bahwa jaminan tidak berpengaruh nilai keputusan pemberian kredit secara signifikan sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan. Sesuai dengan hasil penelitian terdahulu dan teori yang belaku, maka semakin tinggi nilai jaminan semakin besar jumlah kredit yang dapat diberikan. Dengan kata lain jaminan mempunyai pengaruh positif terhadap persetujuan kredit.
2.9.4 Pengaruh Jaminan Terhadap NPL
Kegiatan usaha bank yang begitu kompleks tidak pernah terlepas dari potensi risiko yang tinggi dan pada umumnya tidak dapat dipisahkan dari risiko kredit atau dikenal dengan istilah Non Performing Loan (NPL). Menurut Darmawan (2004) NPL merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur, sehingga pihak bank diharuskan berhati-hati dalam menyalurkan kredit agar tidak
terjadi NPL yang tinggi.Hal ini mewajibkan pihak kreditur untuk memperoleh keamanan dari fasilitas kredit yang diberikan kepada debitur, oleh karena itu jaminan merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam permohonan kredit. Konsep ini merupakan konsep yang diterima diseluruh dunia, dimana jaminan adalah salah satu aspek yang harus dimiliki dalam kredit, sehingga peranannya sebagai benteng terakhir untuk menanggulangi kerugian akibat kegagalan pembayaran oleh debitur, inilah the second way out of credit is collateral.Pada saat kredit jatuh tempo dan pihak debitur ternyata belum dapat melunasi hutang-hutangnya maka kepentingan kreditur masih akan tertutup oleh hasil likuidasi penjualan barang jaminan yang bersangkutan (Muljono, 2001). Jadi jaminan ini merupakan semacam “pelindung” kerugian bank.
Fungsi utama jaminan kredit merupakan pengikat moral debitur untuk mempunyai tanggungjawab terhadap pelunasan pinjaman sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati dengan pihak bank. Kedudukan jaminan dalam perkreditan bertujuan untuk memperkecil resiko yang aka diterima di kemudian hari (future risk). Semakin besar nilai barang jaminan yang diikatkan ke bank akan semakin besar rasa tanggung jawab debitur untuk melunasi kewajibannya. Hal ini disebabkan debitur takut atau merasa rugi bila barang jaminan tersebut disita oleh pihak bank. Kegagalan pembayaran kewajiban (kredit macet) akan ditutupi melalui penjualan barang jaminan yang diserahkan debitur, walaupun secara idealnya tidak pernah bank menginginkan untuk melikuidasi jaminan milik debitur.Penelitian Agustinus (2008) menunjukkan bahwa pengaruh variabel penilaian agunan signifikan positif terhadap NPL.Hasil diatas bertentangan
dengan teori yang berlaku. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, berdasarkan teori yang berlaku dimana semakin besar nilai jaminan akan membawa pengaruh negatif terhadap kegagalan pembayaran kredit.Sehingga dapat dikatakan bahwajaminan berpengaruh negatif terhadap NPL.
2.9.5 PengaruhPersetujuan Kredit Terhadap NPL
Bank harus mampu menganalisis dan memprediksi suatu permohonan kredit untuk dapat meminimalkan resiko yang terkandung didalam setiap penyaluran kredit. Semakin besar jumlah kredit yang disetujui akan semakin tinggi tingkat resiko yang akan ditanggung bank. Menurut Sutojo (2000) kredit yang disalurkan perbankan akan selalu mengandung risiko kegagalan, karena dalam kredit selalu terkandung risiko (risk), sehingga semakin besar jumlah kredit yang disalurkan akan menyebabkan besarnya risiko yang akan ditanggung kreditur. Risiko kredit bank tercermin dari NPL, semakin tinggi tingkat NPL maka semakin besar pula risiko yang ditanggung oleh pihak bank akibat penyaluran dananya dalam bentuk kredit. Penelitian yang dilakukan oleh Agustinus (2008) menghasilkan bahwaNon Performing Loan (NPL) dapat dipengaruhi oleh penyaluran kredit dimana pengaruh tersebut positif dan signifikan. Semakin besar jumlah kredit yang disalurkan akan membawa dampak peningkatanpersentase NPL. Kondisi ini secara praktik didukung oleh teori dimana risiko kemacetan tergantung pada besarnya jumlah kredit yang disalurkan setiap periodenya. Tingginya tingkat NPL akan mengakibatkan semakin besar pencadangan yang harus disiapkan bank untuk penghapusan kredit macetnya yang diambil dari modal bank sehingga
yang menyebabkan sulitnya perbankan dalam menyalurkan kredit. Hasil penelitian Oktaviani dan Pangestuti (2012) menunjukkan NPL berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kredit perbankan.Dikatakan bahwa pengaruh yang tidak signifikan pada NPL memiliki kecenderungan bahwa meningkatnya kredit yang diberikan memiliki kemungkinan terjadi NPL yang besar dan hal ini termasuk wajar terjadi karena peningkatan NPL akibat adanya peningkatan kredit.Dengan demikian persetujuan pemberian kredit diprediksi mempunyai pengaruh yang positif terhadap NPL.Berdasarkan teori dan uraian sebelumnya maka kerangka konseptual yang dibentuk sebagai berikut:
Gambar2.2.Kerangka Konseptual