• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Kerangka Konseptual

Variabel Independen H1

Variabel Dependen

H2 Penerimaan Opini Audit Going Concern

H3

H4

H5

Dari gambar kerangka konseptual di atas dapat dilihat bahwa Profitabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, pertumbuhan perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, dan solvabilitas berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.

Profitabilitas (X1)

Opini Audit Tahun Sebelumnya (X2) Pertumbuhan Perusahaan (X3) Ukuran Perusahaan (X4) Solvabilitas (X5)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kelangsungan hidup perusahaan, menjadi sorotan penting bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan terutama investor. Investor menanamkan modalnya untuk mendanai operasi perusahaan. Ketika akan melakukan investasi pada suatu perusahaan, investor perlu mengetahui kondisi keuangan perusahaan terutama yang menyangkut tentang kelangsungan hidup, (going concern) perusahaan tersebut. Going concern adalah kemampuan satuan usaha dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya selama periode waktu yang pantas, yaitu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan (SPAP, 2001). Melalui asumsi going concern menunjukkan bahwa suatu entitas bisnis dapat mempertahankan kelangsungan hidup usahanya dalam jangka panjang. Kondisi keuangan perusahaan tersebut dapat diketahui dari laporan keuangan perusahaan, apakah laporan keuangan tersebut mencerminkan opini audit going concern atau tidak.

Apabila perusahaan tersebut mendapatkan opini audit going concern, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan bermasalah dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dengan kondisi ekonomi yang tidak menentu, investor mengharapkan auditor memberikan early warning akan kegagalan perusahaan (Chen and Church, 1996). Opini audit terhadap laporan keuangan suatu perusahaan menjadi suatu hal yang sangat dipertimbangkan ketika berinvestasi. Mutchler

(1985, dalam Januarti, 2009) menyebutkan kriteria perusahaan akan menerima opini going concern apabila mempunyai masalah pada pendapatan, reorganisasi, ketidakmampuan dalam membayar bunga, menerima opini going concern tahun sebelumnya, dalam proses likuidasi, modal yang negatif, arus kas negatif, pendapatan operasi negatif, modal kerja negatif, 2 sampai 3 tahun berturut-turut rugi, laba ditahan negatif.

Fenomena yang terjadi di lapangan menunjukkan banyak dari perusahaan yang gopublic yang listed di Bursa Efek dimana yang seharusnya menerima opini audit going concern malah menerima opini audit wajar tanpa pengecualian. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa kasus serupa, dilikuidasinya beberapa bank setelah sebelumnya menerima pendapat wajar tanpa pengecualian. Pada awal 1990 Bank Summa dilikuidasi, Bank Prasidha Utama dan Bank Ratu dilikuidasi di tahun 2000, Unibank di tahun 2001, Bank Asiatic dan Bank Dagang Bali dilikuidasi tahun 2004, serta Bank Global International di tahun 2005. Laporan audit yang dibuat oleh Kantor Akuntan Publik dalam peristiwa tersebut menyatakan bahwa kondisi perbankan saat itu baik dengan opini wajar tanpa pengecualian, tetapi dalam kenyataannya buruk. Salah satu perusahaan besar di Amerika Serikat yang mengalami kebangkrutan adalah Lehman Brothers. Kebangkrutan Lehman Brothers mengindikasikan bahwa kondisi perusahaan yang sudah mapan dengan profitabilitas tinggi tidak menjamin perusahaan tersebut bebas dari kegagalan usaha. Bahkan tidak sedikit dari auditor yang gagal memberikan opini kepada auditee, yaitu keadaan dimana perusahaan yang tidak sehat namun menerima

pendapat qualified sehingga masyarakat yang menanamkan sahamnya ke perusahaan tersebut seringkali dikecewakan oleh perusahaan karena keadaan perusahaan yang sudah tidak stabil seperti kondisi laba yang menurun, hutang perusahaan semakin tinggi, pertumbuhan perusahaan yang memburuk hanya dalam beberapa tahun saja masyarakat akan kehilangan sahamnya dikarenakan perusahaan tesebut sudah bangkrut.

Dalam mengahadapi fenomena yang terjadi, Auditor independen perlu mempertimbangkan tiga hal : 1.Kewajiban auditor untuk memberikan saran kepada kliennya dalam mengungkapkan dampak kondisi ekonomi tersebut (jika ada) terhadap kemampuan entitas didalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, 2.Pengungkapan peristiwa kemudian yang timbul sebagai akibat dari kondisi ekonomi tersebut, 3.Modifikasi laporan auditor bentuk baku jika memburuknya kondisi ekonomi terhadap kemampuan entitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP Seksi 341, 2001).

Evaluasi mengenai going concern perusahaan merupakan pekerjaan yang krusial bagi seorang auditor karena auditor harus menilai kemampuan perusahaan untuk bertahan hidup melalui investigasi yang komprehensif tentang kejadian yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Letak permasalahannya adalah ketika auditor gagal dalam pemberian opini menyangkut going concern (Doris, 2010).

Beberapa penyebabnya antara lain, pertama, masalah self fulfilling prophecy yang mengakibatkan auditor enggan mengungkapkan status going concern yang

muncul ketika auditor khawatir bahwa opini going concern yang dikeluarkan dapat membuat perusahaan akan menjadi lebih cepat bangkrut karena banyak investor yang membatalkan investasi atau kreditor yang menarik dananya (Pratitorini, 2007). Meskipun demikian,opini going concern harus diungkapkan dengan harapan agar dapat segera mempercepat upaya penyelamatan perusahaan yang sedang bermasalah. Kedua, prosedur penentuan status going concern tidak terstruktur (Joanna, 1994).

Namun demikian ada beberapa dampak negatif yang ditimbulkan akibat diterbitkan opini going concern terhadap perusahaan yaitu kesulitan dalam meningkatkan modal pinjaman, turunnya harga saham, ketidak percayaan investor, kreditur pelanggan dan karyawan terhadap manajemen perusahaan. Hilangnya kepercayaan publik terhadap citra perusahaan akan memberi dampak yang signifikan terhadap kelanjutan bisnis perusahaan kedepannya. Dan dengan memburuknya citra perusahaan maka akan menyulitkan perusahaan ketika meminjam dana operasional kepada kreditur, hilangnya pelanggan akan mengakibatkan perusahaan gulung tikar.

Profitabilitas sebagai suatu instrument persyaratan yang menunjukkan kesehatan suatu perusahaan. Rasio profitabilitas merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, profitabilitas juga mempunyai peran penting dalam mempertahankan kelangsungan hidup suatu perusahaan dalam jangka panjang. Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut

mampu menjalankan usahanya dengan baik sehingga dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Amri (2013) menyatakan bahwa profitabiliotas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan opini audit going concern. Sedangkan penelitian Sari (2011) menyatakan bahwa profitabilitas tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern.

Opini audit tahun sebelumnya juga berpengaruh pemberian opini going concern oleh auditor. Hal ini dikarenakan kinerja perusahaan tahun berjalan tidak terlepas dari keadaan yang terjadi pada tahun sebelumnya. Apabila pada tahun sebelumnya auditor memberikan opini audit going concern, maka kemungkinan besar auditor akan menerbitakan kembali opini audit going concern pada tahun berjalan (Santosa dan Wedari, 2007). Penelitian oleh Magdalena Tampubolon (2011) membuktikan bahwa opini going concern yang diterima sebelumnya berpengaruh signifikan dengan opini tahun berjalan.

Pertumbuhan Perusahaan menunjukkan seberapa baik perusahaan mempertahankan posisi ekonominya dalam industry maupun kegiatan (Setyarno et al., 2006). Pertumbuhan perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam mempertahankan hidupnya. pertumbuhan laba merupakan salah satu pengukur pertumbuhan perusahaan. Pertumbuhan laba yang rendah akan mengakibatkan perusahaan bangkrut sehingga cenderung akan menerima opini going concern. Hal ini dikarenakan kebangkrutan merupakan salah satu alasan auditor mengeluarkan

opini going concern. (Penelitian Santosa dan Wedari, 2007) Pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern.

Ukuran perusahaan juga dapat dikatakan penting apakah suatu entitas masih bisa survive atau tidak untuk periode berikutnya. Ukuran perusahaan merupakan skala yang digunakan untuk menggolongkan suatu perusahaan ke dalam skala besar atau kecil yang dihubungkan dengan keuangan perusahaan. Auditor cenderung lebih sering memberikan opini audit going concern terhadap perusahaan yang lebih kecil daripada perusahaan besar, dikarenakan auditor mengganggap perusahaan yang lebih besar sudah mampu mengatasi kesulitan keuangan yang terjadi. Hasil penelitian Sari (2011) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern, sedangkan Hasil penelitian Ramadhany (2005) Ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifkan terhadap penerimaan opini audit going concern.

Solvabilitas perusahaan merupakan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjang maupun jangka pendek. Solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besar besarnya total aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kreditur (sundjaja, 2003:140). Hasil penelitian Herry Susanto (2011) membuktikan bahwa opini going concern berpengaruh terhadap solvabilitas.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut dan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Profitabilitas, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan, Ukuran Perusahaan, dan Solvabilitas Terhadap Penerimaan Opini Audit Going Concern. (Studi Empiris

Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2012-2014)”

Dokumen terkait