• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anemia adalah masalah gizi dan kesehatan yang umum terjadi ketika produksi hemoglobin sangat berkurang sehingga kadarnya di dalam darah menurun (World Bank 2006). Merujuk kepada pola pikir Unicef (1989) dalam mengembangkan bagan penyebab masalah gizi termasuk anemia gizi merupakan masalah yang multidimensi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor langsung maupun tidak langsung. Pada level awal individu mengalami anemia karena disebabkan oleh ketidakcukupan asupan gizi terutama rendahnya konsumsi pangan sumber hewani dan faktor adanya penyakit seperti diare, ISPA dan parasit. Riwayat penyakit dan infeksi menurunkan selera makan dan meningkatkan kebutuhan zat gizi, sementara ketidakcukupan asupan gizi membuat tubuh lebih mudah diserang penyakit infeksi.

Selanjutnya pola asuh makan merupakan faktor baik langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi anemia pada baduta namun merupakan faktor langsung yang dapat mempengaruhi asupan zat gizi, status kesehatan baduta. Praktek pola asuh makan anak tersebut meliputi riwayat ASI dan penyapihan, higiene/sanitasi pemberian makan, pemberian makan anak saat sakit dan pemberian makan anak yang responsive (responsive feeding).

Baiknya penerapan pola asuh makan anak ditentukan oleh pengetahuan yang dimiliki ibu tentang gizi dan kesehatan. Ibu yang memiliki pengetahun yang baik maka secara umum lebih memperhatikan asupan makanan dan kesehatan ananya. Maka secara tidak langsung kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan berpengaruh terhadap anemia pada baduta.

Faktor karakteristik sosial ekonomi keluarga turut berperan dalam terjadinya anemia pada baduta. Menurut Adish et al. (1998), kemiskinan merupakan akar penyebab terjadinya anemia. Anak yang berasal dari rumah tangga dengan penghasilan bulanan yang lebih rendah cenderung kurang mendapatkan makanan kaya zat besi, seperti makanan hewani dan makanan yang mengandung vitamin A dan vitamin C yang sangat penting untuk penyerapan zat besi. Selain dari itu, rumah tangga tersebut juga kurang mampu untuk membayar pelayanan kesehatan selama sakit. Karakteristik anak berupa jenis kelamin umur dan umur merupakan karakteristik yang umum perlu diketahui dalam penelitian survei.

Salah satu dampak anemia pada anak baduta adalah terjadinya kegagalan perkembangan motorik baik motorik kasar dan halus. Faktor status gizi dan status kesehatan diketahui juga berpengaruh terhadap perkembangan motorik anak. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia dan dampaknya terhadap perkembangan motorik anak dapat dilihat pada Gambar 4.

Keterangan:

= Hubungan antar variabel yang dianalisis =Hubungan antar variabel yang tidak dianalisis =Variabel yang diteliti

=Variabel yang tidak diteliti

Gambar 4 Kerangka pemikiran faktor-faktor yang mempengaruhi anemia dan dampaknya terhadap perkembangan motorik

Karakteristik Sosial Ekonomi RT 1.Umur orangtua

2. Pendidikan orangtua 3. Pekerjaaan orangtua 4. Jumlah angggota keluarga 5. Jumlah balita

6. Pendapatan perkapita

Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu

Status Anemia

Pemanfaatan Pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan Status Kesehatan - ISPA - Diare - Status Gizi - BB/U - TB/U Konsumsi Pangan: -Frekuensi konsumsi pangan hewani dan pangan inhibitor

-Asupan Energi -Asupan protein -Asupan zat besi/Fe -Asupan Vitamin A dan C -Asupan Vitamin C Perkembangan - Motorik kasar - Motorik Halus Stimulasi Psikososial Praktek pola asuh makan -Pemberian ASI

-Pemberian MP-ASI

-Higiene/sanitasi pemberian makan -Pemberian makan saat anak sakit -Responsive Feeding -Cacingan Karakteristik anak - Umur - Jenis kelamin - Berat lahir

4 METODE

Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian yang menggunakan desain survei, dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi anemia dan dampaknya terhadap perkembangan motorik yang ada di kelompok tertentu. Penelitian ini termasuk penelitian survei dimana faktor-faktor yang mempengaruhi status anemia dan efek diobservasi pada saat yang sama, akan tetapi data yang diambil juga meliputi data yang menggambarkan kondisi masa lalu. Penelitian dilakukan di tiga desa yaitu Geugajah, Lambheu, dan Jeumpet yang terletak di Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar. Penelitian ini dilakukan dari bulan Oktober sampai November 2014.

Teknik Penarikan Contoh

Populasi target dalam penelitian ini adalah semua anak baduta berusia 12-24 bulan yang berada di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar. Sementara yang menjadi populasi sasaran adalah semua baduta berusia 12-24 bulan yang terpilih memenuhi kriteria yaitu kondisi anak tidak sedang dalam kondisi sakit parah, tinggal bersama ibu, serta ibu bersedia berpartisipasi. Contoh adalah bagian dari pupulasi sasaran yang direncanakan yaitu yang dipilih secara acak dengan menggunakan teknik penarikan contoh acak berlapis dengan alokasi proporsional (Gambar 5).

Berdasarkan survei awal yang dilakukan di lokasi penelitian total populasi baduta di Kecamatan Darul Imarah adalah 1120 baduta (Profil Puskesmas Darul Imarah 2012). Ukuran minimal contoh yang diperoleh sebesar 102 baduta usia 12- 24 bulan. Ukuran contoh dihitung berdasarkan rumus pendugaan proporsi seperti yang dikemukakan oleh Lameshow et al. (1997).

Keterangan:

n = ukuran minimal contoh

p = perkiraan proporsi baduta anemia di Kecamatan Darul Imarah q = 1-p (proporsi prevalensi tidak anemia)

d = presisi (8%)

2 / 2

Z = nilai peubah acak normal baku sehingga p (Z >Z2/2) = /2 2 α/2 2

d

p q

Z

n

Gambar 5 Skema penarikan contoh

Cara perhitungan jumlah contoh dari masing-masing desa sebagai berikut: Desa Jeumpet = 56 x 102 = 17 baduta

333

Desa Desa Lambheu = 132 x 102 = 40 baduta 333

Desa Desa Geugajah = 145 x 102 = 45 baduta 333

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik sosial ekonomi keluarga yaitu pendidikan ibu, pekerjaan ibu, jumlah anggota keluarga dan jumlah balita, pendapatan perkapita; karakteristik baduta yaitu umur, jenis kelamin dan berat lahir; pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan; praktik pola asuh makan yaitu riwayat menyusui dan penyapihan, pemberian MP-ASI, higiene/sanitasi pemberian makan, responsive feeding dan pemberian makan anak saat sakit; konsumsi pangan meliputi berat dan jenis pangan; status gizi baduta meliputi berat badan dan panjang badan; riwayat penyakit/infeksi diare dan ISPA; status anemia baduta yaitu kadar hemoglobin (Hb); perkembangan motorik yaitu tugas perkembangan motorik kasar dan motorik halus sesuai umur baduta. Sedangkan data sekunder meliputi data demografi wilayah penelitian. Variabel dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 5.

Kecamatan Darul Imarah Desa Lambheu n2 = 132 Desa Jeumpet n1 = 56 Baduta n1= 17 Desa Geugajah n3= 145 Baduta n2= 40 Baduta n3= 45 Pengambilan contoh dengan cara acak berlapis alokasi proporsional

Tabel 5 Jenis dan cara pengumpulan data

No Variabel Cara Pengumpulan Data Primer

1. Karakteristik baduta Wawancara langsung dan pengamatan KMS 2. Karakteristik sosial

ekonomi rumah tangga

Wawancara langsung menggunakan kuesioner 3. Konsumsi pangan Wawancara menggunakan recall 1x24 jam

dan FFQ

4. Praktek pola asuh makan Wawancara menggunakan kuesioner

5. Antropometri Penimbangan berat menggunakan timbangan digital dan pengukuran panjang badan dengan

length board

6. Riwayat penyakit/infeksi Wawancara menggunakan kuesioner atau pengamatan KMS

7. Status anemia Pengukuran kadar Hb menggunakan alat

HemoCue

8. Perkembangan motorik Observasi dan wawancara menggunakan kuesioner DENVER II

Data Sekunder

9. Profil wilayah Arsip wilayah penelitian

Pengumpulan data primer melalui wawancara menggunakan kuesioner dan pengukuran langsung. Sebelum dilakukan pengumpulan data, formulir persetujuan (informed consent) dibagikan peneliti untuk diisi dan ditanda tangani oleh keluarga baduta yang tepilih. Selanjutnya orangtua contoh yang bersedia untuk berpatisipasi dalam pengambilan data dikunjungi oleh peneliti dibantu enumerator yang sudah terlatih untuk dilakukan proses wawancara, penimbangan Berat Badan (BB), pengukuran Panjang Badan (PB) dan kadar Hemoglobin (Hb), serta penilaian perkembangan motorik kasar dan motorik halus baduta. Pengumpulan data ini dilakukan oleh peneliti dan dibantu enumerator lulusan Diploma III Gizi Poltekkes Kemenkes Aceh dan lulusan Magister Psikologi Universitas Syiah Kuala. Penilaian pengukuran kadar Hb dilakukan dengan menggunakan alat Hemocue 201+ yang dilakukan oleh bidan Puskemas Darul Imarah.

Data pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner dengan jumlah pertanyaan yang ditanyakan kepada responden sebanyak 15 pertanyaan. Jenis pertanyaan tersebut mencakup pengertian ASI Ekslusif, usia pertama pengenalan MP-ASI, usia pengenalan makanan keluarga, definisi anemia, tanda-tanda anemia, penyebab anemia, sumber zat besi yang baik, bahan pangan nabati tinggi sumber zat besi, sumber vitamin dan mineral, bahan makan yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, bahan makanan yang dapat menghambat penyerapan zat besi, dampak anemia, cara pencegahan anemia, usia pertumbuhan dan perkembangan otak, tanda gizi buruk dari KMS serta pengertian BBLR.

Data asupan zat gizi baduta dikumpulkan menggunakan metode 24-Hour Food Recall melalui wawancara langsung dengan ibu atau pengasuh. Data yang dikumpulkan meliputi data jumlah pangan yang dikonsumsi dan frekuensi konsumsi pangan. Asupan zat gizi dari ASI diketahui dari frekuensi dan lama pemberian ASI dalam sehari. FFQ dilakukan untuk memastikan kualitas data konsumsi pangan yaitu untuk menilai frekuensi konsumsi pangan hewani dan pangan yang menjadi penghambat penyerapan zat besi (inhibitor).

Pengukuran status gizi baduta dengan pengukuran antropometri terhadap berat badan dan panjang badan. Pengukuran berat badan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital yang sudah dikalibrasi terlebih dahulu. Cara pengukuran berat badan dilakukan dengan cara penimbangan langsung atau penimbangan terhadap berat badan ibu dan anak yang dikurangi dengan penimbangan berat badan anak. Pengukuran panjang badan dilakukan dengan menggunakan length board. Masing-masing pengukuran tersebut dilakukan sebanyak dua kali. Hasil akhir adalah rata-rata pengukuran. Semua perlengkapan yang digunakan dalam pengumpulan data dicek secara rutin setiap hari, termasuk kalibrasi, dan alat cadangan yang disediakan.

Status kesehatan anak dilihat dari riwayat infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) dan diare dalam dua minggu terakhir. Penyakit ISPA ditentukan berdasarkan gejala batuk, pilek dan panas. Diare ditentukan berdasarkan gejala buang air besar berbentuk encer lebih dari 3 kali/hari.

Data perkembangan motorik contoh diukur dengan menggunakan instrumen DENVER II sesuai umur. Pencatatan perkembangan motorik tersebut dilakukan dengan cara mengamati aspek yang dinilai selama 5-10 menit, dan selama testing session tersebut, setiap anak dirangsang untuk dapat melakukan milestone yang tertinggi. Instruksi diberikan kepada anak dan atau pengasuh untuk memberikan dorongan agar anak melakukan fungsi motorik yang sedapat mungkin dapat dicapai anak (Soetjiningsih dan Ranuh 2013).

Langkah-langkah pelaksanaan pengukuran perkembangan motorik anak dengan DENVER II meliputi; menyapa orangtua/pengasuh dan anak dengan ramah; jelaskan kepada orangtua dilakukan tes perkembangan; buat komunikasi yang baik dengan anak, hitung umur anak dan buat garis umur; tarik garis umur atas ke bawah dan cantumkan tanggal pemeriksaaan pada ujung atas garis umur; lakukan tugas perkembangan untuk sektor perkembangan motorik halus dan motorik kasar dimulai dari tugas yang paling mudah dan mulai dengan tugas perkembangan yang terletak di sebelah kiri garis umur, kemudian dilanjutkan sampai ke kanan garis umur.

Pada setiap sektor dilakukan minimal dilakukan tiga tugas perkembangan yang paling dekat di sebelah kiri garis umur. Bila anak mampu melalakukan 3 tugas dari sebelah kiri garis umur, selanjutnya lakukan 3 tugas perkembangan tambahan ke sebelah kanan garis umur pada masing-masing sektor sampai anak gagal. Beri tanda penilaian dari tiap uji coba ditulis pada kotak segi empat (tanda P: Pass/lulus) jika anak melakukan uji coba dengan baik, atau ibu/pengasuh anak memberi laporan (tepat/dapat dipercaya bahwa anak dapat melakukannya), (tanda F: Fall/gagal) jika anak tidak dapat melakukan uji coba dengan baik atau ibu/pengasuh anak memberikan laporan (tepat) bahwa anak tidak dapat melakukannya dengan baik. Instrumen Denver II dapat dilihat pada Lampiran 4.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh diperiksa terlebih dahulu meliputi beberapa tahap yaitu coding, entry, claning, dan analisis. Coding yaitu pemberian angka atau kode sehingga memudahkan dalam memasukkan data ke komputer. Entry

yaitu memasukkan data kuesioner dan data lainnya yang telah ditentukan untuk masing-masing variabel sebagai data dasar. Cleaning dilakukan untuk mengecek kelengkapan informasi yang diperoleh. Data yang diperoleh diolah dan kemudian dianalisis dengan pengkategorian masing-masing variabel dapat dilihat dalam Tabel 6.

Tabel 6 Pengkategorian variabel dalam penelitian

No Variabel Penelitian Kategori pengukuran Sumber

1. Jenis kelamin 1: laki-laki 2: Perempuan

- 2. Berat lahir 1: <2500 g

2: >2500 g

- 3. Usia orangtua 1: ≤ 24 tahun

2: 25-32 tahun 3: 29-32 tahun 4: ≥33 tahun

Semba et al. (2010) 4. Pendidikan Orangtua 1 : Tidak tamat SD/SD

2 : SMP (7-9 tahun) 3 : SMA (10-12 tahun) 4 : PT /Akademi (>12 tahun) 5. Pekerjaan orangtua 1: Petani/buruh tani

2: Pedagang 3: PNS/pegawai 4:Jasa

5. Ibu rumahtangga 6. Besar Keluarga 1: Kecil (≤4 orang)

2: Sedang (5-6 orang) 3: Besar (≥7 orang)

BKKBN (2003) 7. Besar keluarga 1: <2 orang

2: ≥2 orang Wijaya (2012) 8. Pendapatan/kapita 1: Kuintil I (Rp 286.666) 2: Kuintil II (Rp 500.000) 3: Kuintil III (Rp 666.667) 4: Kuintil IV (Rp 1.000.000) 5: Kuintil V (Rp 3.000.000 9. 10.

Pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan

Tingkat kecukupan energi dan protein (%)

1: > 80 % (tinggi) 2: 60-80% (sedang) 3: < 60 % (rendah) 1:Defisit tingkat berat (<70% AKG)

2:Defisit tingkat sedang (70-79% AKG)

3:Defisit tingkat ringan (80-89% AKG) 4:Normal (90-119% AKG) 5: Kelebihan (≥120% AKG) Khomsan (2000) Depkes (1996)

Tabel 6 Pengkategorian variabel dalam penelitian (lanjutan)

No Variabel Penelitian Kategori pengukuran Sumber

11. 12.

Tingkat kecukupan vitamin dan mineral (%)

Status Gizi indeks BB/U

1:Kurang (<77% AKG) 2:Cukup (≥77% AKG) 1:Gizi Lebih (>+2 SD) 2:Gizi Baik (≥ -2 SD sampai ≤ +2 SD) 3:Gizi Kurang (≥ -3 SD sampai < -2 SD) 4:Gizi Buruk(< -3 SD) Depkes (1996) Gibson (2005)

13. Status Gizi indeks TB/U 1:Sangat pendek (< -3 SD) 2:pendek (≥ -3 SD sampai < -2 SD)

3:Normal (≥ -2 SD)

WHO (2005) 14. Riwayat infeksi diare dan

ISPA

1:Ya (pernah mengalami diare atau ISPA dalam 2 bulan terakhir)

2:Tidak (tidak pernah mengalami diare atau ISPA dalam 2 bulan terakhir) 15. Praktek pola asuh makan 1: Tinggi (>80%)

2: Sedang (60-80%) 3: Rendah (<60% )

Khomsan (2013) 16. Status Anemia 1: Anemia (Hb < 11 g/dl)

2: Tidak anemia (Hb 11 g/dl)

WHO (2011) 17. Perkembangan motorik halus

dan motorik kasar

1:Suspek(keterlambatan) 2:Normal

Susanty (2012)

Data pengetahuan gizi dan kesehatan ibu diolah dengan pemberian skor pada masing masing pertanyaan yang dijawab benar dengan skala jawaban 1 dan jawaban yang salah dengan angka 0. Skor pengetahuan gizi diperoleh berkisar antara 0-15. Skor pengetahuan gizi dan kesehatan ibu dikategorikan menjadi tinggi (skor >80%), sedang (skor 60-80%), dan rendah (skor <60%) (Khomsan 2000). Sementara data praktik pola asuh makan diolah dengan pemberian skor terendah adalah 0 dan skor tertinggi adalah 40. Skor praktik pola asuh makan dikategorikan menjadi praktik pola asuh makan tinggi (skor >80%), sedang (skor 60-80%), dan rendah (skor <60%) (Khomsan et al. 2013).

Data asupan zat gizi contoh yang dikumpulkan terlebih dahulu dikonversi beratnya dalam gram, kemudian dihitung kandungan gizi yaitu energi (kkal), protein (gram), zat besi (mg), vitamin C (mg), dan vitamin A (µg) dengan menggunakan perangkat lunak program Nutri-Survei 2007. Untuk menentukan Angka Kecukupan energi digunakan rumus model persamaan estimasi energi untuk anak usia 13-25 bulan (Hardinsyah et al. dalam Kemenkes 2014):

TEE = [89 x BB (kg) -100] +20 kkal Selanjutnya Angka Kecukupan Energi (AKE) diperoleh:

Keterangan:

TEE = Total Energy Expenditure– total pengeluaran energi (kkal) BB = berat badan.

Sedangkan menentukan Angka Kecukupan Protein (AKP) digunakan rumus perhitungan kecukupan protein:

AKP = Kecukupan protein/kg BB (1.3) x BB x faktor koreksi mutu protein (1.5) Kecukupan mineral dan vitamin dihitung dengan langsung dengan angka kecukupan tapa menggunakan rumus diatas. Selanjutnya tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya. Berikut rumus kecukupan zat gizi yang digunakan:

TKGi = (Ki/AKGi) x 100% Keterangan:

TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i yang dicari Ki = Konsumsi zat gizi i

AKGi = Angka kecukupan kecukupan zat gizi i yang dicari

Data asupan zat gizi dari ASI yang dikonsumsi dihitung berdasarkan data frekuensi dan lama pemberian ASI menurut Worthington-Robert (1993) dalam Riyadi (2002). Volume ASI yang dikonsumsi baduta dihitung dengan cara mengalikan lama pemberian ASI dengan volume ASI yang diperoleh. Apabila lama pemberian ASI ≤ 15 menit untuk setiap kali penyusuan maka volume ASI yang diperoleh diasumsikan 60 ml, sedangkan lama pemberian ASI lebih dari 15 menit maka volume ASI yang diperoleh diasumsikan hanya 20 ml. Nilai-nilai ini kemudian dikalikan dengan frekuensi pemberian ASI per hari, sehingga diperoleh volume ASI per hari. Volume ASI yang dikonsumsi anak tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam bentuk zat gizi menggunakan data komposisi zat gizi ASI.

Data pengukuran motorik halus dan kasar contoh diolah dengan cara skoring hasil interpretasi kategori lebih, normal, peringatan dan keterlambatan. Kategori lebih (advanced), bila anak lulus pada butir yang terletak dikanan garis umur, dinyatakan perkembangan anak lebih karena kebanyakan anak sebayanya belum lulus. Kategori norma (normal), bila anak gagal/menolak tes pada butir sebelah kanan garis umur, atau anak lulus dan gagal tes butir dimana garis umur terletak di antara 25 dan <75%. Kategori peringatan (caution), bila anak gagal atau menolak melakukan butir dimana garis umur pada persentil 75 dan 90%. Kategori keterlambatan (delayed), bila anak menolak atau gagal melakukan butir tes yang terletak di sebelah kiri garis umur. Hasil tersebut kemudian diinterpretasikan dan dibuat kesimpulan dengan klasifikasi normal bila tidak ada keterlambatan dan atau paling banyak satu peringatan dan suspek (keterlambatan)

bila ada ≥ 2 peringatan dan atau ≥ 1 keterlambatan (Frankenburg dan Dodds 2009 dalam Susanty 2012).

Berdasarkan Instrumen Denver II maka dapat dibuat matriks tugas masing-masing perkembangan motorik halus dan motorik kasar sesuai dengan garis umur anak usia 12-24 bulan. Anak dikatakan perkembangan motorik halus dan motorik kasar normal jika minimal mampu melakukan tiga tugas perkembangan (tanda √) dari masing-masing umur menurut matriks di bawah.

Matriks tugas perkembangan motorik halus dan motorik kasar dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.

Tabel 7 Matriks tugas perkembangan motorik halus baduta menurut umur

Usia (bulan) 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Mengambil 2

kubus √ √

Memegang dengan ibu jari

dan jari √ √ √ √ Membenturkan 2 kubus √ √ √ √ √ Menaruh kubus dalam cangkir √ √ √ √ √ √ √ Mencoret-coret √ √ √ √ √ √ √ √ Mengambil manik-manik ditunjukkan √ √ √ √ √ √ √ √ Menyusun menara dari 2 kubus √ √ √ √ Menyusun menara dari 4 kubus √

Tabel 8 Matriks tugas perkembangan motorik kasar baduta menurut umur Usia (bulan) 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 Bangkit untuk berdiri √ Bangkit terus duduk √ √ Berdiri 2 detik √ √ √ Berdiri sendiri √ √ √ √ Membungkuk kemudian berdiri √ √ √ √ √ Berjalan dengan baik √ √ √ √ √ √ Berjalan mundur √ √ √ √ √ √ √ Lari √ √ √ √ √ √ Berjalan naik tangga √ √ √ √ Menendang bola √

Pengolahan dan analisis data menggunakan sistem komputerisasi menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel 2010, Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 17.0 for windows dan SAS versi 9.1 for Wondows. Data yang diperoleh ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Statistik deskriptif yang dilakukan meliputi distribusi frekuensi, mean, dan standar deviasi. Statistik Inferensia yang dilakukan meliputi uji korelasi Person (untuk data yang bersifat interval dan rasio) dan Spearman (nominal ordinal), uji proporsi

dengan sebaran F, dan uji regresi menggunakan metode stepwise. Uji korelasi digunakan untuk melihat hubungan antara variabel yang ingin diteliti. Uji Regresi metode stepwise digunakan untuk melihat variabel dominan berpengaruh terhadap status anemia baduta. Model regresi linear berganda digunakan untuk analisis tujuan kedua adalah sebagai berikut:

Keterangan:

1. y1= Kadar Hb (g/dL)

2. Xi=Peubah bebas: X1=umur baduta, X2=jenis kelamin, X3=berat lahir, X4=umur ayah, X5=umur ibu, X6=pendidikan ayah, X7=pendidikan ibu, X8= pendapatan perkapita, X9=besar keluarga, X10=jumlah balita, X11=pengetahuan gizi dan kesehatan ibu, X12= praktik pola asuh makan, X13=tingkat kecukupan energi, X14=tingkat kecukupan protein, X15=tingkat kecukupan besi, X16= tingkat kecukupan vitamin A, X17= tingkat kecukupan vitamin C, X18= Z-skor BB/U, X19=Z-skor TB/U, X20= riwayat diare, X21=riawat ISPA dan X22=status pemberian ASI (i = nama variabel ke i dalam peubah bebas)

3. β0= Parameter intercept

4. β1, β2, β3 ... βi = Parameter koefisien regresi 5. ϵ = Galat (error).

Definisi Operasional

Anak baduta adalah anak laki-laki dan perempuan pada saat penelitian berusia 12 sampai 24 bulan.

Pekerjaan orangtua adalah jenis pekerjaaan tetap yang dilakukan oleh kepala keluarga dan istri untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang masih tinggal dalam satu rumah atau tidak yang masih menjadi tanggungan orang tua dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Pendapatan per kapita adalah pendapatan total yang diperoleh keluarga dari pendapatan semua anggota keluarga baik dari pekerjaan utama maupun tambahan, dibagi jumlah anggota keluarga. Hasilnya dinyatakan dalam rupiah per kapita per bulan

Praktek pola asuh makan adalah pola asuh makan yang dinilai dari ibu/pengasuh meliputi riwayat menyusui dan penyapihan, pemberian MP- ASI, higiene/sanitasi, pemberian makan secara responsif (responsive feeding), dan jenis dan jumlah pemberian makanan anak saat sakit yang kemudian dikategorikan berdasarkan skor.

Tingkat kecukupan gizi adalah perbandingan jumlah konsumsi zat gizi terhadap angka kecukupan energi, protein, zat besi, vitamin A dan vitamin C sesuai dengan kelompok umur, dikalikan dengan 100%.

y1= β0+ β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4+ β5X5+ β6X6+ β7X7+ β8X8+ β9X9+ β10X10+ β11X11+ β12X12+ β13X13+ β14X14+ β15X15+ β16X16+ β17X17+ β18X18+ β19X19+ β21X21+ β22X22 + ϵ

Pengetahuan gizi dan kesehatan adalah penguasaan materi ibu yang berhubungan dengan pangan gizi dan kesehatan anak yang ada kaitannya dengan anemia yang dinilai berdasarkan persentase total jawaban benar dari serangkain pertanyaan yang diajukan.

Status anemia adalah status anemia baduta yang diukur berdasarkan kadar hemoglobin darah contoh dengan menggunakan metode/alat Hemocue.

Dikatakan anemia jika Hb: < 11 g/dL, tidak anemia ≥ 11 g/dL

Riwayat penyakit/infeksi adalah keadaan kesehatan baduta dalam 2 bulan terakhir yang dinilai berdasarkan jenis penyakit dan frekuensi kejadian penyakit ISPA dan diare. ISPA adalah gejala batuk, pilek, demam. Diare adalah gejala buang air besar lebih dari 3 kali/hari dan feses berbentuk encer.

Perkembangan motorik adalah fenomena perkembangan anak yang meliputi perkembangan kasar dan halus menurut umur yang diukur dengan menggunakan serangkaian tes dengan menggunakan instrumen DENVER II. Motorik kasar melibatkan sebagian besar bagian tubuh dan otot yang lebih besar. Motorik halus melibatkan sebagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot kecil.

Dokumen terkait