• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemiskinan berkaitan erat dengan kerawanan pangan, sebagai akibat ketidakmampuan dalam mengakses pangan. Masyarakat miskin sebagian besar tinggal di perdesaan dan cenderung berpendapatan rendah sehingga daya beli mereka pun menjadi rendah termasuk daya beli makanan, pelayanan kesehatan, dan pendidikan menjadi rendah.Salah satu program prioritas Badan Ketahanan Pangan yang bergerak dalam meningkatkan ketahanan pangan di tingkat perdesaan dengan konsep merujuk pada livelihoodadalah program desa mandiri pangan. Meningkatnya akses pangan keluarga, berkembangnya usaha produktif, dan terlayaninya masyarakat terhadap akses permodalan merupakan suatu strategi peningkatan kesejahteraan keluarga sebagai indikator keberhasilankemandirian program. Indikator keberhasilan tersebut menunjukkan bahwa program tersebut berupaya meningkatkan akses pangan keluarga, sehingga dapat meningkatkan konsumsi pangan keluarga. Karakteristik keluarga diataranya usia ayah dan ibu serta pekerjaan ayah sebagai aset tingkat kesejahteraan keluarga berpengaruh dalam menentukan kesejahteraan keluarga.

Menurut Departemen Pertanian (2008) akses pangan keluarga terdiri dari akses sosial dan ekonomi. Akses pangan secara ekonomi diukur berdasarkan pengeluaran total dan pengeluaran pangan per kapita per bulan, sedangkanakses sosial keluarga diantaranya jumlah anggota keluarga, pendidikan ayah dan ibu, serta pengetahuan gizi ibu merupakan komponen dalam mengukur akses pangan keluarga.

Konsumsi pangan keluarga secara riil dapat digambarkan dari tingkat konsumsienergi dan protein keluarga. Hal tersebut berkaitan dengan akses pangan keluarga (Bappenas 2007b).Kerangka pemikiran ini dapat dilihat secara terperinci dalam bagan berikut:

Keterangan:

: Hubungan yang dianalisis : Variabel yang dianalisis

: Hubungan yang tidak dianalisis : Variabel yang tidak dianalisis

Gambar 2Konsumsi dan akses pangan pada keluarga penerima dan bukan penerima program desa mandiri pangan

Akses Pangan Keluarga

Konsumsi Pangan Akses pangan secara

ekonomi

-Pengeluaran keluarga - Pengeluaran pangan

Akses pangan secara sosial

- Jumlah anggota keluarga - Pendidikan ayah dan ibu - Pegetahuan gizi ibu Karakteristik keluarga

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian evaluasi dengan studi cross sectional. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara purposive yakni Desa Ciparigi dan Desa Sukadana. Desa Ciparigi, Kecamatan Sukadana merupakan desa yang dijadikan sebagai desa penerima program mandiri pangan yang telah memasuki tahap kemandirian, sedangkan Desa Sukadana, Kecamatan Sukadana sebagai desa bukan penerima program mandiri pangan. Pengumpulan data dilakukan mulai bulan Maret 2010 sampai dengan September 2011.

Teknik Penarikan Contoh

Teknik pengambilan contoh dipilih secara purposive. Populasi merupakan keluarga penerima dan bukan penerima program desa mandiri pangan. Contoh keluarga penerima program desa mandiri pangan merupakan keluarga yang menerima program desa mandiri pangan minimal empat tahun. Contoh keluarga bukan penerima program desa mandiri pangan adalah keluarga yang tinggal di suatu daerah yang tergolong memiliki karakteristik tempat tinggal yang hampir sama dengan keluarga penerima, dimana daerah tersebut memiliki persentase penduduk miskin tertinggi berdasarkan data sosial, tenaga kerja, dan transmigrasi daerah setempat tahun 2010 serta memenuhi kriteria inklusi. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencocokan contoh sesuai dengan kondisi keluarga pada keluarga bukan penerima sebelum adanya program desa mandiri pangan (Suryahadi 2007dalam Bappenas 2007a). Kriteria inklusi untukkeluarga bukan penerima adalah: 1) Keluarga dengan status perkawinan menikah, 2) Pendidikan ayah setingkat SD, 3) Status kepemilikan rumah adalah miliki sendiri, 4) Dinding terluas terbuat dari bambu, 5) Lantai terluas terbuat dari bambu/kayu, 6) Penerangan rumah memakai listrik PLN, 7) Sumur sebagai sumber air minum, dan 8) Keluarga tergolong miskin berdasarkan data kemiskinan (data sosial, tenaga kerja, dan transmigrasi daerah setempat tahun 2010).

Jumlah populasi keluarga penerima adalah 70 kepala keluarga, data tersebut didapatkan dari hasil evaluasi program desa mandiri pangan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP). Jumlah contoh pada kelompok penerima dan bukan penerima program ditentukan dengan menggunakan rumus Solvin (1960).

n

=

N 1 + N(e)2

=

70 1 + 70 (0,1)2

= 41

n = jumlah contoh N = jumlah populasi

e = nilai kritis (batas ketelitian) yang digunakan yaitu persen kelonggaran penelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi (margin error/standar 0,1)

Jumlah total contoh pada penelitian ini adalah 82 kepala keluarga, dengan 41 kepala keluarga pada kelompok penerima dan 41 kepala keluarga pada kelompok bukan penerima. Jumlah contoh tersebut ditambahkan masing- masing lima kepala keluarga untuk menghindari data yang hilang, sehingga total contoh seluruhnya adalah 92 kepala keluarga. Setelah data dikumpulkan dan

dientry jumlah contoh dari masing-masing kelompok menjadi 42 kepala keluarga, sehingga total contoh keseluruhan adalah 84 kepala keluarga.

Jenis, Sumber, dan Cara Pengumpulan Data

Data terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer didapat dengan bantuan kuesioner yang dilakukan dengan cara wawancara dan recall 1 X 24 jam kepada keluarga penerima dan bukan penerima program desa mandiri pangan (Lampiran 1). Alat pengukur data primer menggunakan kuesioner yang diujicobakan terlebih dahulu. Jenis data primer yang dikumpulkan meliputi karakteristik keluarga penerima dan bukan penerima program desa mandiri pangan (usia ayah dan Ibu, serta pekerjaan ayah), akses pangan secara sosialdiukur melalui jumlah anggota keluarga, pendidikan ayah dan ibu, dan pengetahuan gizi ibu, akses pangan secara ekonomi yang diukur melalui pengeluaran total dan pengeluaran pangan per kapita per bulan, serta tingkat konsumsikeluarga berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein (Lampiran 1). Data sekunder terdiri dari profil desa; laporan hasil analisis data dasar keluarga dan survey keluarga Desa Ciaprigi; data kependudukan: sosial, tenaga kerja, dan transmigrasi daerah setempat tahun 2010, yang diperoleh dari BKP Kabupaten Ciamis, Desa Ciparigi, Desa Sukadana, dan Kecamatan Sukadana. Berikut jenis dan cara pengumpulan data primer dan sekunder yang disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1Jenis dan cara pengumpulan data

Kategori Variabel Jenis Data Cara Pengumpulan

Data

Data Primer

Data Keluarga Miskin Bukan Penerima Program Karakteristik Keluarga Peneriam Program Wawancara

Karakteristik Keluarga - Umur Ayah dan Ibu

- Pekerjaan Ayah

Wawancara

Akses Pangan secara Ekonomi

- Pengeluaran Total Per Kapita Per Bulan

- Pengeluaran Pangan Per Kapita Per Bulan

Wawancara

Akses Pangan secara Sosial - Jumlah Anggota Keluarga - Pendidikan Ayah - Pendidikan Ibu - Pengetahuan Gizi Ibu Wawancara

Konsumsi Pangan - Jumlah Pangan

- Jenis Pangan Wawancara termasuk recall 24 jam Data Sekunder - Profil desa - Letak desa - Data keluarga penerima program - Data keluarga bukan

penerima

- Arsip desa - Arsip desa

- Arsip laporan hasil analisis DDRT dan SRT BKP 2006 - Arsip di kecamatan Pengolahan dan Analisis Data

Data-data yang diperoleh akan ditabulasikan dan dianalisis dengan bantuan paket program Microsoft Excel dan Statistical Program for Social Science (SPSS) 16.0 for Windows. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif,uji independent t-test, dan uji korelasi. Analisis deskiptif dilakukan untuk menggambarkan karakteristik keluarga, akses pangan secara ekonomi, akses pangan secara sosial, akses pangan, dan tingkat konsumsi keluarga berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein keluarga penerima dan bukan penerima program. Uji independent t-test digunakan untuk melihat perbedaan akses pangan serta tingkat konsumsi energi dan protein antara keluarga penerima dan bukan penerima program desa mandiri pangan. Analisis korelasipearson dilakukan untuk mengetahui hubungan komponen akses pangan dengan tingkat konsumsi energi dan protein. Rata-rata tingkat konsumsi keluarga dapat diketahui dengan membandingkan antara rata-ratakonsumsi gizi aktual

keluarga dengan rata-rata angka kecukupan gizi keluarga yang dianjurkan, dinyatakan dengan persen.

RTKG =

RAKGi Aktual

RAKGi

x 100 %

RTKG = Rata-rata tingkat konsumsi gizi keluarga

RAKGi aktual = Rata-rata angka konsumsi zat i gizi i aktual keluarga RAKGi = Rata-rata angka kecukupan gizi i yang dianjurkan

Analisis terhadap akses pangan secara ekonomi didasarkan kepada pengeluaran total sebagai cerminan pendapatan yang sebenarnya dan pengeluaran pangan sebagai kemampuan dalam membeli pangan (Sajogyo dalam Hildawati 2008). Akses pangan secara sosial didasarkan pada jumlah anggota keluarga, pendidikan ayah dan ibu, serta pengetahuan gizi ibu. Pengkategorian variabel penelitian ini meliputi karakteristik keluarga, akses pangan secara sosial, akses pangan secara ekonomi, dan tingkat konsumsi energi dan protein dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2Pengkategorian variabel penelitian

No. Variabel Kategori Sumber

1. Usia ayah dan ibu (tahun) Dewasa awal: 19-29 Dewasa sedang: 30-49 Dewasa lanjut: 50-64 Manula: >=65 WNPG (2000) 2. Besar Keluarga (orang) Keluarga kecil: ≤ 4 Keluarga sedang: 5-6 Keluarga besar: ≥ 7 BKKBN (1998)

3. Pendidikan ayah dan ibu Rendah: < SD (< 6 tahun) Sedang: tamat SD-SLTP (6-9 tahun) Tinggi: > SLTP (> 9 tahun) BPS (2007) 4. Pengetahun Gizi Ibu

(%)

Rendah: < 60 Sedang: 60-80 Tinggi: > 80

Khomsan (2000) 5. Pengeluaran Total Rendah: <GK

Sedang: GK-20%GK Tinggi: >20%GK

Romdiati dalam WNPG (2000) 6. Pengeluaran Pangan Rendah: <GK

Sedang: GK-20%GK Tinggi: >20%GK

Romdiati dalam WNPG (2000) 7. Akses Pangan (%) Rendah: <0,36

Sedang: 0,36-0,68 Tinggi: >=0,68

Departemen Pertanian (2008) 8. Tingkat Konsumsi

Energi dan Protein (%)

Defisit tingkat berat : <70 Defisit tingkat sedang : 70-79 Defisit tingkat ringan : 80-89 Normal : 90-119

Lebih : >120

Depkes (1996)

Metode yang digunakan untuk menentukan akses pangan diawali dengan melakukan pengolahan terhadap akses pangan secara sosial dan akses pangan

secara ekonomi. Akses pangan secara sosial terdiri dari jumlah anggota keluarga, pendidikan ayah dan ibu, dan pengetahuan gizi ibu. Jumlah anggota keluarga merupakan salah satu komponen akses sosial, yang dikriteriakan menjadi keluarga besar, sedang, dan kecil. Akses sosial keluarga berdasarkan jumlah anggota keluarganya dibagi menjadi tiga ketegori, yakni akses sosial tergolong rendah apabila jumlah anggota keluarganya besar, akses sosial tergolong sedang apabila jumlah anggota keluarganya tergolong sedang, sedangkan akses sosial tergolong tinggi apabila jumlah anggota keluarganya tergolong kecil. Akses pangan tergolong rendah diberi kode 1, akses pangan sedang diberi kode 2, dan akses pangan tinggi diberi kode 3. Skoring untuk akses pangan rendah adalah 0, akses pangan sedang diberi skor 1, dan akses pangan tinggi diberi skoring 2.

Pendidikan ayah dan ibu juga merupakan salah satu komponen akses sosial, yang dikriteriakan menjadi pendidikan rendah, sedang, dan tinggi. Akses sosial keluarga berdasarkan pendidikan ayah dan ibu dibagi menjadi tiga ketegori, yakni akses sosial rendah apabila pendidikan ayah dan ibu tergolong rendah, akses sosial tergolong sedang apabila pendidikan ayah dan ibu tergolong sedang pula, sedangkan akses sosial tergolong tinggi apabila pendidikan ayah dan ibu tergolong tinggi. Akses pangan tergolong rendah diberi kode 1, akses pangan sedang diberi kode 2, dan akses pangan tinggi diberi kode 3. Skoring untuk akses pangan rendah adalah 0, akses pangan sedang diberi skor 1, dan akses pangan tinggi diberi skoring 2.

Pengetahuan gizi ibu juga merupakan salah satu komponen akses sosial, yang dikriteriakan menjadi pengetahuan gizi rendah, sedang, dan tinggi. Data pengetahuan gizi ibu didapatkan dengan metode wawancara melaui kuesioner (Lampiran 1). Jumlah pertanyaan yang diajukan sebanyak terdiri dari 10 pertanyaan mengenai pengetahuan gizi secara umum, apabila jawaban benar akan mendapat skor 1 dan jika jawaban salah akan mendapat skor 0. Total skor pengetahuan gizi akan dikategorikan menjadi tiga kelompok berdasarkan Khomsan (2000) yaitu: kurang (persentase nilai <60%), sedang (persentase nilai 60-80%), dan tinggi (persentase nilai >80%). Akses sosial keluarga berdasarkan pengetahuan gizi ibu dibagi menjadi tiga ketegori, yakni akses sosial rendah apabila pengetahuan gizi ibu tergolong rendah, akses sosial tergolong sedang apabila pengetahuan gizi ibu tergolong sedang pula, sedangkan akses sosial tergolong tinggi apabila pengetahuan gizi ibu tergolong tinggi. Skoring Akses

pangan tergolong rendah diberi kode 1, akses pangan sedang diberi kode 2, dan akses pangan tinggi diberi kode 3. Skoring untuk akses pangan rendah adalah 0, akses pangan sedang diberi skor 1, dan akses pangan tinggi diberi skoring 2.

Akses pangan secara ekonomi berdasarkan pengeluaran keluarga digolongkan menjadi akses pangan rendah, sedang, dan tinggi. Akses pangan secara ekonomi digolongkan berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Ciamis (BPS 2010). Akses pangan tergolong rendah apabila total pengeluaran keluarga kurang dari garis kemiskinan. Berdasarkan jarak pengeluaran terhadap garis kemiskinan, apabila pengeluaran berada dibawah garis kemiskinan maka akses pangan rendah. Pengeluaran berjarak antara satu persen sampai dengan 20% dari garis kemiskinan maka tergolong tidak miskin, atau akses pangan sedang. Pengeluaran berada lebih dari 20% garis kemiskinan maka dikatakan tidak miskin, dan lebih tinggi diatas garis kemiskinan sehingga digolongkan menjadi akses pangan tinggi, begitu pun halnya dengan komponen akses pangan berdasarkan pengeluaran pangan per kapita per bulan yang dibandingkan dengan garis kemiskinan makanan. Akses pangan tergolong rendah diberi kode 1, akses pangan sedang diberi kode 2, dan akses pangan tinggi diberi kode 3. Skoring untuk akses pangan rendah adalah 0, akses pangan sedang diberi skor 1, dan akses pangan tinggi diberi skoring 2.

Hasil skoring masing-masing komponen kemudian dirange antara 0-100. Akses pangan keseluruhan merupakan gabungan dari komponen-komponen dimensi akses pangan dalam range 0-100. Hasil gabungan range akses pangan tersebut ditransformasikan kedalam indeks. Adapun indeks akses pangan:

Indeks akses pangan = Total komponen-skor min Skor Maks-skor min

Akses pangan dikriteriakan berdasarkan indeks akses pangan, yakni akses pangan tergolong rendah apabila indeks kompositnya kurang dari 0,36; akses pangan tergolong sedang apabila indenks kompositnya berada diantara 0,36-0,68; sedangkan akses pangan tergolong tinggi apabila indeks komposit akses pangan lebih dari sama dengan 0,68 (Departemen Pertanian 2008).

Definisi Operasional

Desa mandiri pangan adalah desa yang mendapatkan program mandiri pangan minimal empat tahun atau telah mencapai tahap kemandirian dihitung sejak tahun 2006.

Keluarga penerima program adalah keluarga yang telah mendapatkan program selama minimal empat tahun, tinggal di desa penerima program mandiri pangan, telah menikah, status rumah milik sendiri, pendidikan ayah setingkat SD, dinding terluas terbuat dari bambu, lantai terluas terbuat dari bambu/kayu, penerangan rumah memakai listrik PLN, dan sumur sebagai sumber air minum.

Keluarga bukan penerima program adalah keluarga tergolong miskin yang tinggal di desa yang tidak mendapatkan program mandiri pangan, wilayahnya memiliki karakteristik yang sama dengan keluarga pada kelompok penerima, merupakan wilayah yang tergolong memiliki persentase penduduk miskin terbanyak, serta termasuk dalam kriteria inklusi, yaitu: 1) Keluarga dengan status perkawinan menikah, 2) Pendidikan ayah setingkat SD, 3) Status kepemilikan rumah adalah miliki sendiri, 4) Dinding terluas terbuat dari bambu, 5) Lantai terluas terbuat dari bambu/kayu, 6) Penerangan rumah memakai listrik PLN, 7) Sumur sebagai sumber air minum, dan 8) Keluarga tergolong miskin berdasarkan data kemiskinan (data sosial, tenaga kerja, dan transmigrasi daerah setempat tahun 2010). Pekerjaan ayah adalah macam pekerjaan yang dilakukan atau ditugaskan kepada ayah contoh dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan.

Usia ayah dan ibu adalah angka yang menunjukkan lamanya hidup ayah dan ibu contoh yang dikelompokan menjadi tiga kelompok kedewasaan. Berdasarkan WNPG (2000) usia dewasa dikelompokan menjadi usia dewasa awal, dewasa sedang, dewasa lanjut, dan manula. Usia seseorang tergolong dewasa awal apabila tergolong usia antara 19-29 tahun, usia tergolong dewasa sedang apabila seseorang berusia antara 30-49 tahun. Usia seseorang tergolong dewasa lanjut apabila usianya berada diantara umur 50-64 tahun, sedangkan seseorang tergolong manula apabila seseorang berusia lebih sama dengan 65 tahun.

Akses pangan adalah kemampuan keluarga dalam memperoleh pangan yang diukur dari komposit komponen akses ekonomi (pengeluaran total dan pengeluaran pangan per kapita per bulan) dan akses sosial (jumlah anggota keluarga, pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan

pengetahuan gizi ibu) yang kemudian dikategorikan berdasarkan indeks akses pangan. Indeks akses pangan dihitung dari pembagian antara skor hasil pengurangan total komponen dan nilai minimum dengan skor maksimum. Berdasarkan nilai indeks tersebut, akses pangan digolongkan menjadi akses pangan rendah, sedang, dan tinggi. Akses pangan tergolong rendah apabila indeks kompositnya kurang dari 0,36; akses pangan tergolong sedang apabila indeks kompositnya berada diantara 0,36-0,68; sedangkan akses pangan tergolong tinggi apabila indeks komposit akses pangan lebih dari sama dengan 0,68 (Departemen Pertanian 2008). Akses pangan secara sosial adalah kemampuan keluarga contoh

dalammemperoleh pangan yang ditentukan oleh jumlah anggota keluarga, pendidikan ayah, pendidikan ibu, dan pengetahuan gizi ibu.

Akses pangan secara ekonomi adalah kemampuan keluarga dalam membeli bahan pangan berdasarkan pendekatan pengeluaran per kapita per bulan yang dikategorikan menjadi akses pangan rendah, sedang, dan tinggi. Akses pangan tergolong rendah, sedang, dan tinggi apabila total pengeluaran keluarga tergolong rendah, sedang, dan tinggi.

Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya jumlah anggota dalam suatu keluarga yang digolongkan menjadi tiga golongan, yakni keluarga kecil dengan jumlah anggota kurang dari atau sama dengan empat, sedang dengan jumlah anggota keluarganya lima sampai enam orang, dan banyak jika jumlah anggota keluarganya lebih dari atau sama dengan tujuh orang.

Pendidikan ayahdan ibu adalah jenjang formal yang telah ditempuh oleh ayah dan ibu contoh dalam mendapatkan pengetahuan berdasarkan kategori pendidikan rendah (tidak bersekolah dan atau belum tamat SD/sederajat), pendidikan menengah (tamat SD/sederajat hinggan tamatSLTP/sederajat), dan pendidikan tinggi (diatas SLTP/sederajat).

Pengetahuan gizi ibu adalah wawasan yang dimiliki oleh seorangibu terkait pangan dan gizi secara umum, yang didapatkan dengan metode wawancara melaui kuesioner. Jumlah pertanyaan yang diajukan

sebanyak terdiri dari 10 pertanyaan mengenai pengetahuan gizi secara umum, apabila jawaban benar akan mendapat skor 1 dan jika jawaban salah akan mendapat skor 0. Total skor pengetahuan gizi akan dikategorikan menjadi tiga kelompok berdasarkan Khomsan (2000) yaitu: kurang (persentase nilai <60%), sedang (persentase nilai 60-80%), dan tinggi (persentase nilai >80%). Pengeluaran total per kapita per bulan adalah banyaknya uang yang

dikeluarkan keluarga untuk keperluan pangan dan non pangan anggota keluarga selama satu bulan yang dikategorikan menjadi pengeluaran rendah, sedang, dan tinggi. Pengkategorian tersebut berdasarkan garis kemiskinan makanan Kabupaten Ciamis Rp 193652 (BPS 2010). Pengeluaran tergolong rendah apabila total pengeluaran keluarga per kapita per bulan kurang dari garis kemiskinan. Berdasarkan jarak pengeluaran terhadap garis kemiskinan, apabila pengeluaran berada dibawah garis kemiskinan maka tergolong miskin atau rendah. Pengeluaran berjarak antara satu persen sampai dengan 20% dari garis kemiskinan maka tergolong tidak miskin, atau akses pangan sedang. Pengeluaran berada lebih dari 20% garis kemiskinan maka dikatakan tidak miskin, dan lebih tinggi diatas garis kemiskinan sehingga digolongkan menjadi akses pangan tinggi.

Pengeluaran pangan per kapita per bulan adalah banyaknya uang yang dikeluarkan keluarga untuk keperluan pangan anggota keluarga selama satu bulan yang dikategorikan menjadi pengeluaran rendah, sedang, dan tinggi. Pengkategorian tersebut berdasarkan garis kemiskinan Kabupaten Ciamis Rp115010 (BPS 2010). Pengeluaran tergolong rendah apabila total pengeluaran pangan keluarga per kapita per bulan kurang dari garis kemiskinan. Berdasarkan jarak pengeluaran pangan terhadap garis kemiskinan, apabila pengeluaran pangan berada dibawah garis kemiskinan makanan maka tergolong miskin dan tergolong pengeluaran rendah. Pengeluaran berjarak antara satu persen sampai dengan 20% dari garis kemiskinan maka tergolong tidak miskin, digolongkan menjadi pengeluaran sedang. Pengeluaran berada lebih dari 20% garis

kemiskinan maka dikatakan tidak miskin, dan lebih tinggi diatas garis kemiskinan sehingga digolongkan menjadi pengeluaran tinggi. Konsumsi pangan contoh adalah Informasi pangan yang diukur berdasarkan

jumlah pangan baik tunggal maupun beragam yang dikonsumsi contoh dengan metode recall 1x24 jam. Kandungan energi dan protein yang dikonsumsi dilihat dari kandungan energi dan zat gizi pangan dalam DKBM. Rataan kandungan energi dan protein pangan dibandingkan dengan AKE dan AKP (per orang per hari) yang dianjurkan (WNPG 2004).

Tingkat konsumsi energi adalah persentase perbandingan antara jumlah energi yang dikonsumsi keluarga (aktual) dengan angka rata-rata konsumsi energi keluarga yang dianjurkan. Rata-rata angka rata- rata konsumsi energi keluarga yang dianjurkan dihitung dari rata- rata kebutuhan energi individu dalam setiap keluarga. Angka kebutuhan energi individu dihitung dengan membandingkan berat badan aktual dengan berat badan ideal berdasarkan jenis kelamin yang dikalikan dengan angka kebutuhan energi yang tercantum dalam AKE (WNPG 2004).

Tingkat konsumsi protein adalah persentase perbandingan antara jumlah protein yang dikonsumsi keluarga (aktual) dengan angka rata-rata konsumsi protein keluarga yang dianjurkan. Rata-rata angka konsumsi protein keluarga dihitung dari total kebutuhan protein individu dalam setiap keluarga. Angka kebutuhan protein individu dihitung dengan membandingkan berat badan aktual dengan berat badan ideal berdasarkan jenis kelamin yang dikalikan dengan angka kebutuhan protein yang tercantum dalam AKP (WNPG 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Wilayah Desa Ciparigi

Wilayah Desa Ciparigi menurut data umum dan geografis merupakan salah satu desa di Kecamatan Sukadana, yang berbatasan dengan Kecamatan Cisaga dan Kecamatan Cijeungjing. Desa Ciparigi berbatasan pula dengan Desa Salakaria di sebelah utara, Desa Danasari di sebelah selatan, Desa Karanganyar di sebelah barat, dan Desa Bunter di sebelah timur. Luas Wilayah Desa Ciparigi adalah 843,361 Ha, dengan ketinggian wilayah Desa Ciparigi dari permukaan laut adalah 300 m. Memiliki curah hujan dengan hari terbanyak 99 hari dengan volume curah hujan per tahun 330 mm. Adapun jumlah dusun di Desa Ciaprigi adalah 6 dusun, yang terdiri dari 39 RT dan 12 RW dengan jumlah penduduk pada Mei 2011adalah1127 kepala keluarga. Sebaran penduduk Desa Ciaprigimenurut usia, menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Ciparigi termasuk usia 15 tahun ke atas (BKP 2009a).

Desa Sukadana

Desa Sukadana merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Sukadana yang berbatasan dengan Desa Margajaya di sebelah utara, Desa Margaharja di sebelah timur, Desa Salakaria di sebelah selatan, dan

Dokumen terkait