• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Risiko

Setiap usaha yang dijalankan memiliki risiko pada dasarnya. Risiko dapat diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang merugikan. Risiko erat kaitannya dengan ketidakpastian, tetapi keduanya memiliki arti yang berbeda. Ketidakpastian (uncertainty) adalah peluang suatu kejadian yang tidak dapat diramalkan, sedangkan adanya ketidakpastian dapat menimbulkan risiko. Berdasarkan buku yang diterbitkan oleh Kountur (2008) berpendapat mengenai risiko bahwa secara sederhana risiko diartikan sebagai kemungkinan kejadian yang merugikan. Ada tiga unsur penting dari suatu yang dianggap risiko, yaitu (1) merupakan suatu kejadian; (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, bisa saja terjadi bisa saja tidak terjadi; dan (3) jika sampai terjadi, akan menimbulkan kerugian. Jika salah satu dari kriteria tidak terpenuhi, maka pernyataan itu bukan merupakan risiko. Risiko juga sering diartikan sebagai kondisi ketidakpastian. Ketidakpastiaan lebih cenderung kepada suatu keadaan yang tidak dapat dikontrol oleh manajer (uncontolled) yang biasanya datang dari luar perusahaan. Oleh sebab itu, seorang manager atau pemilik suatu usaha harus memahami cara menangani risiko agar pelaksanaan manajemen risiko dapat dilakukan dengan efektif.. Seperti yang dikatakan oleh Kountur (2008) bahwa ketidakpastian itu sendiri terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi menyangkut apa yang akan terjadi. Ketidakpastian dapat menimbulkan kerugian atau keuntungan. Risiko dan ketidakpastian merupakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan.

Menurut Harwood, et al (1999), risiko merupakan suatu kemungkinan kejadian yang menimbulkan kerugian dimana setiap bisnis yang dijalankan pasti terdapat risiko dan ketidakpastian. Hal tersebut bertentangan dengan perilaku individu yang menginginkan kepastian dalam berusaha. Harwood, et al. (1999) menyebutkan bahwa terdapat lima jenis risiko yang dapat dihadapi oleh pelaku usaha, antara lain :

11 1. Risiko Produksi (Yield Risk), Sumber risiko dari risiko produksi adalah hama dan penyakit, cuaca, musim, bencana alam, teknologi, tenaga kerja, dan lain-lain, yang dapat menyebabkan gagal panen, produktivitas yang rendah, dan kualitas yang buruk.

2. Risiko pasar atau risiko harga (Market Risk), Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya barang tidak dapat dijual yang disebabkan oleh adanya ketidakpastian mutu, permintaan rendah, ketidakpastian harga output, inflasi, daya beli, persaingan ketat, banyak pesaing masuk, banyak produk substitusi, daya tawar pembeli, dan strategi pemasaran yang tidak baik. Sedangkan risiko yang ditimbulkan oleh harga adalah harga yang naik karena adanya inflasi.

3. Risiko kelembagaan atau institusi (Institusional Risk), Risiko yang ditimbulkan adalah adanya aturan tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjdai kesulitan untuk memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksi.

4. Risiko kebijakan (Personal Risk), Risiko yang ditimbulkan antara lain adanya kebijakan tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan tarif ekspor.

5. Risiko finansial atau keuangan (Financial Risk), Risiko yang timbul antara lain perputaran barang rendah, laba yang menurun yang disebabkan oleh adanya piutang tak tertagih dan likuiditas yang rendah.

Manajemen Risiko

Manajemen risiko dilakukan oleh seorang manajer atau pemiliki usaha dengan tujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko yang dapat menimbulkan kerugian. Manajemen risiko harus dilakukan oleh seorang manager atau pemilik usaha secara berkala agar sumber - sumber yang dianggap sebagai faktor penyebab terjadinya risiko dapat lebih dikontrol dan diminalisir. Dalam bukunya, Kountur (2008) menjelaskan bahwa manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan perusahaan untuk menangani berbagai permasalahan yang disebabkan adanya risiko. Kemampuan manajemen dalam menggunakan berbagai sumberdaya yang ada dapat menentukan keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan tersebut. Segala kemungkinan kerugian yang dapat menimpa perusahaan dapat diminimalkan dengan adanya penanganan risiko. Hal tersebut membuat biaya menjadi lebih kecil sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Proses pengelolaan risiko merupakan suatu proses dalam menangani risiko yang ada dalam perusahaan.

Fungsi-fungsi manajemen memiliki peran penting dalam merumuskan strategi pengelolaan risiko sehingga penentuan strategi dapat diterapkan dalam manajemen risiko. Proses manajemen atau pengelolaan risiko dapat dilakukan dengan mengidentifikasi terlebih dahulu risiko-risiko apa saja yang dihadapi perusahaan, kemudian mengukur risiko-risiko yang telah teridentifikasi untuk mengetahui seberapa besar kemungkunan terjadinya risiko dan seberapa besar konsekuensi dari risiko yang dialami tersebut. Tahap berikutnya yaitu dengan menangani risiko-risiko tersebut yang selanjutnya dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana manajemen risiko telah diterapkan. Tahapan pengelolaan risiko menurut Kountur dapat dilihat pada Gambar 1.

12

Gambar 1 Tahapan pengelolaan risiko Sumber: Kountur, 2008 Peta Risiko

Peta risiko merupakan salah satu cara yang dapat digunakan sebelum menentukan manajemen risiko. Dengan menggunakan peta risiko tersebut, diharapkan lebih memudahkan seorang manager atau pemilik usaha dalam menentukan cara penanganan yang tepat terhadap risiko yang dialami. Menurut Kountur (2008), menyusun peta risiko dalam suatu grafik yang menggambarkan kedudukan risiko di antara dua sumbu yaitu sumbu vertikal yang menggambarkan kemungkinan (probabilitas) dan sumbu horizontal yang menggambarkan akibat. Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dapat dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu kemungkinan besar dan kemungkinan kecil. Dampak risiko juga dibagi ke dalam dua bagian besar, yaitu dampak besar dan dampak kecil. Grafik dalam peta risiko dapat dilihat pada Gambar 2.

Probabilitas (%) besar kecil kecil besar Dampak (rupiah) Gambar 2 Peta Risiko

Sumber : Kountur 2008

Berdasarkan peta risiko yang telah dijelaskan dalam peta risiko Kountur kemudian dapat diketahui strategi penanganan strategi apa yang paling tepat untuk dilaksanakan. Ada dua strategi penanganan risiko, yaitu preventif dan mitigasi. 1. Preventif IDENTIFIKASI RISIKO PENGUKURAN RISIKO EVALUASI PENANGANAN RISIKO Kuadran 1 Kuadran 2 Kuadran 3 Kuadran 4 Daftar Risiko 1. Peta Risiko 2. Status Risiko Usulan ( Penangan Risiko)

13 Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur, mengembangkan sumberdaya manusia, dan memasang atau memperbaiki fasilitas fisik. Strategi preventif dilakukan untuk risiko yang tergolong dalam kemungkinan atau probabilitas risiko yang besar. Strategi preventif dapat mengatisipasi risiko yang berada pada kuadran 1 dan 2 dalam peta risiko. Pada strategi ini, risiko yang berada pada kuadran 1 digeser ke kuadran 3 dan risiko pada kuadran 2 digeser ke kuadran 4.

2. Mitigasi

Mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi mitigasi dilakukan apabila dampak risiko yang dirasakan sangat besar. Beberapa cara yang termasuk strategi mitigasi antara lain diversifikasi, penggabungan, dan pengalihan risiko. Risiko yang berada pada kuadran dengan dampak besar dapat digeser ke kuadran yang memiliki dampak kecil dengan menggunakan startegi mitigasi. Strategi ini mengantisipasi sehingga risiko yang berada pada kuadran 2 bergeser ke kuadran 1 dan risiko pada kuadran 4 bergeser ke kuadran 3.

Lele Sangkuriang

Lukito (2002) menyatakan bahwa lele sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetika lele dumbo melalui perkawinan silang balik (backcross) antara induk betina generasi kedua F2 dengan induk jantan generasi keenam F6. Dari hasil perkawinan tersebut menghasilkan jantan dan betina F2-6 yang selanjutnya dikawinkan dengan betina generasi kedua F2 sehingga menghasilkan lele sangkuriang. Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi yang merupakan keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi dari Afrika ke Indonesia pada tahun 1985. Induk jantan F6 merupakan koleksi yang ada di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar yang ada di Sukabumi (BBAT, 2007).

Secara umum, morfologi ikan lele sangkuriang tidak memiliki perbedaan yang banyak dibandingkan dengan lele dumbo. Hal tersebut disebabkan lele sangkuriang merupakan ikan lele hasil persilangan dari induk lele dumbo. Untuk ukuran tubuh dari ikan lele sangkuriang sendiri memiliki bentuk tubuh yang memnajang, berlendir, berkulit licin dan tidak memiliki sisik. Ikan lele sangkuriang memiliki ciri yaitu terdapat bintik-bintik putih pada bagian atas tubuhnya yang membedakan dengan lele dumbo yaitu berwarna hitam legam. Ikan lele sangkuriang dapat bertahan hidup pada kualitas air yang buruk. Namun, untuk kulitas air yang baik bagi pertumbuhannya yaitu pada suhu 24-26 oC dan pada pH 6-7 dimana adanya paparan sinar matahari yang dapat menembus ke dalam air hingga kedalaman 30 cm (Lukito, 2002).

Keunggulan yang dimiliki ikan lele sangkuriang adalah kemampuannya dalam menghasilkan telur yaitu 40 000 – 60 000 butir per kg induk betina dibandingkan lele dumbo yang hanya mampu menghasilkan telur yaitu 20 000 – 30 000 butir per kg induk betina. Selain itu juga derajat penetasan telur ikan lele sangkuriang lebih dari 90 persen sedangkan lele dumbo hanya 80 persen.

14

Pembenihan Lele Sangkuriang

Tahap awal yang perlu dipersiapkan adalah persiapan kolam. Kolam yang digunakan yaitu berupa bak/kolam tembok berukuran (2x3x1) m3. Sebagai tempat sarang, dibuat kotakan dari bahan yang sederhana dan mudah diperoleh seperti batako yang disusun atau batu-batu bata dan kayu yang tidak terpakai. Untuk tempat menempelnya telur, di dalam sarang disiapkan serat seperti ijuk atau sabut kelapa yang disimpan merata menutupi seluruh permukaan dasar sarang (Suyanto, 2008). Lalu pemeliharaan induk dimana induk yang dipelihara harus berkualitas baik dan dan jumlah jantan harus lebih banyak dibanding dengan induk betina, hal ini disebabkan induk jantan harus dibunuh atau dimatikan untuk diambil spermanya. Kolam induk berupa kolam terpal atau kolam tanah, kolam tersebut harus mudah dikeringkan agar memudahkan penangkapan dan pemilihan induk sebelum induk dipijahkan. Proses selanjutnya adalah pemijahan, dimana terdapat beberapa teknik pemijahan yang diterapkan dalam budidaya ikan lele, Pemijahan secara alami, semi buatan dan secara buatan. Pemijahan secara alami yaitu pemijahan untuk memproduksi benih ikan dengan cara mengawinkan indukannya seperti proses pemijahan yang dilakukan di alam. Lele biasanya memijah pada musim hujan, karena musim hujan membuat lingkungannya menjadi sejuk dan segar, selain itu air hujan membuat kadar oksigen air meningkat. Kondisi ini merangsang untuk memijah dan berkembang biak. Proses pemijahan alami dilakukan dengan mengkondisikan suasana kolam seperti pada musim hujan. Cara ini berupaya menciptakan situasi kolam yang nyaman dengan menggunakan air bersih dan jernih dan kaya akan oksigen.

Sementara itu pemijahan buatan menurut Gunawan (2009) yaitu dengan melibatkan campur tangan manusia, proses yang agak rumit dan membutuhkan biaya tambahan untuk membeli perlengkapan dan obat-obatan. Penyuntikan dilakukan satu kali yaitu pada bagian punggung ikan betina. Rentang waktu antara penyuntikan dengan ovulasi telur 12 jam lalu telur menetas setelah 36 jam. Lalu sperma diambil dari ikan jantan dengan cara dimatikan atau dibunuh terlebih dahulu dan dikeluarkan spermanya, selain itu juga bagian hipofisa jantan diambil untuk dicampurkan dengan sperma yang sudah dikeluarkan. Setelah ikan betina di suntik untuk merangsang telur agar mengalami ovulasi, dilakukan pengurutan (Stripping) pada bagian perut untuk mengeluarkan telu-telur yang ada diperutnya yang kemudian dicampurkan dengan sperma yang sudah tercampur bersama hipofiasa.

Setalah dilakukan pencampuran antara telur dan sperma maka selanjutnya disediakan tempat untuk penetasan telur yang selanjutnya ditebar di kolam. Telur akan menetas sekitar 36 jam setelah ditebar di kolam. Tahap selanjutnya adalah penghitungan telur yang dihasilkan. Telur yang dihasilkan sekitar 40 000 – 60 000 butir per kg induk. Hal tersebut berdasarkan keadaan indukan yang baik, maka telur yang dihasilkan dapat menetas semua. Setelah dipastikan semua telur menetas, bak penetasan harus sering diamati. Selanjutnya dilakukan pemelihaan hingga usia larva memenuhi syarat untuk dilakukan penjualan.

15 Kerangka Pemikiran Operasional

CV Dejee Fish merupakan perusahaan agrisbisnis perikanan yang berfokus pada bidang pembenihan ikan air tawar yang berada di Cisaat Cibaraja, Kabupaten Sukabumi. Produk ikan yang dihasilkan oleh CV Dejee Fish yaitu benih ikan lele Sangkuriang yang saat ini sedang menjadi primadona diantara ikan air tawar lainnya. CV Dejee Fish mempunyai lahan seluas 500 m2. Dalam menjalankan usahanya, perusahaan ini menghadapi risiko terutama risiko produksi. Salah satu kendala yang dihadapi oleh perusahaan ini adalah kelebihan permintaan. Dimana banyaknya permintaan akan benih ikan lele sangkuriang namun CV Dejee Fish masih belum mampu memenuhi semua permintaan nya secara mandiri. Hal tersebut mengindikasikan adanya permasalahan pada bagian produksi. Adanya risiko produksi tersebut menimbulkan hambatan untuk menghasilkan benih ikan lele sangkuriang dengan kualitas dan kuantitas yang diharapkan mampu memenuhi permintaan. Hal tersebut disebabkan kapasitas lahan dan produksi yang terbatas. Namun, dapat tercover dengan adanya kerjsama dengan plasma.

Risiko produksi yang dialami oleh CV Dejee Fish tersebut terindentifikasi dari fluktuasi produksi benih ikan lele sangkuriang pada bulan Januari hingga Desember 2014. Dalam satu bulan, benih ikan lele sangkuriang di panen sebanyak 4 kali. Adanya fluktuasi produksi tersebut menimbulkan kesenjangan (gap) antara hasil produksi harapan dengan hasil produksi aktualnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari perusahaan, mengindikasikan terdapat tingginya fluktuasi produksi benih ikan lele di CV Dejee Fish. Berdasarkan data pada satu tahun terakhir, jumlah produksi tertinggi terjadi pada bulan Desember 2014 sebanyak 540 000 ekor larva. Sedangkan Jumlah produksi terendah terjadi pada bulan Agustus 2014 sebanyak 130 000 ekor larva. Sedangkan rata-rata produksi larva setiap bulannya yaitu 360 000 ekor larva dengan rata-rata tingkat kelangsungan hidup 69 persen yang berada dibawah batas normal kelangsungan hidup benih ikan lele sangkuriang yaitu 90 persen.

Akibat dari adanya risiko produksi tersebut selain menimbulkan gagal panen juga menimbulkan kerugian pendapatan yang dialami oleh CV Dejee Fish. Selain itu, hal yang mengindikasikan adanya risiko produksi pembenihan ikan lele sangkuriang adalah cuaca yang sangat mempengaruhi keberlangsungan hidup ikan air tawar. Langkah awal yang akan dilakukan pada penelitian ini ialah menganalisis risiko produksi pembenihan ikan lele sangkuriang berdasarkan fluktuasi produksi pada bulan Januari – Desember 2014. Selain menggunakan data perusahaan, penelitian ini juga akan juga akan menggunakan data dari bulan Januari – Februari 2015 dimana peneliti mengadakan pengamatan dan penghitungan secara langsung selama proses pembenihan ikan lele sangkuriang dengan masa pembenihan yang sama yang bertujuan untuk mengetahui sumber risiko produksi pembenihan selama satu kali periode. Pengamatan secara langsung tersebut bertujuan untuk mengetahui jumlah produksi per panen serta jumlah benih yang tidak laku terjual akibat adanya gagal panen berupa kematian serta jumlah proporsi dari sumber risiko tersebut. Tahap selanjutnya yaitu menghitung probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko berdasarkan sumber – sumber risiko dengan menggunakan alat analisi z-score, dampak dari risiko produksi dihitung dengan menggunakan alat analisis Value at Risk dengan angka

16

Z-Score

keprcayaan 95 persen serta melakukan pemetaan risiko untuk mengetahui dan menentukan strategi yang tepat bagi pengelolaan risiko produksi pembenihan ikan lele sangkuriang pada CV Dejee Fish. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam meminimalkan dampak risiko produksi yang dialami. Alur kerangka pemikiran operasional pada penelitian kali ini, dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada perusahaan agribisnis pembenihan ikan air tawar yaitu CV Dejee Fish milik bapak Deni Rusmawan yang berlokasi di Jalan Cibaraja No. 11 Cisaat Sukabumi. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa perusahaan CV Dejee Fish

Terdapat Fluktuasi Produksi pada Pembenihan Ikan Lele Sangkuriang di CV

Dejee Fish

1. Apa saja sumber risiko produksi tersebut?

2. Bagaimana probabilitas dan dampak dari risiko produksi pada usahapembenihan tersebut?

3. Bagaimana alternatif strategi untuk mengatasi risiko tersebut?

Identifikasi dampak dari sumber – sumber risiko

(secara langsung) Identifikasi probabilitas dari

sumber – sumber risiko produksi (secara langsung)

Pemetaan risiko dari hasil identifikasi Probabilitas dan Dampak sumber – sumber

risiko produksi

Strategi pengelolaan risiko yang dapat diterapkan di CV DeJee Fish

17 merupakan perusahaan agribisnis yang berfokus pada pembenihan ikan air tawar yang diusulkan oleh BBAT dan telah memiliki sertifikat Cara Pembudidayaan Ikan Baik (CPIB) dan Cara Budidaya Ikan Baik (CBIB) beberapa komoditas ikan air tawar yang didalamnya termasuk ikan lele sangkuriang. Selain itu juga, perusahaan ini telah memiliki cakupan pasar yang luas, keberlanjutan produk yang terjamin, serta memiliki kargo pengiriman ikan untuk ke berbagai wilayah di seluruh Indonesia. Sehingga CV Dejee Fish memiliki bargaining power yang cukup besar dibandingkan usaha lainnya yang sejenis.. Namun, sejalan dengan perkembangan usahanya, CV Dejee Fish mengalami fluktuasi produksi pembenihan ikan khususnya ikan lele sangkuriang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga Februari 2015.

Sumber dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Kedua data ini berbentuk data kualitatif dan kuantitatif. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengisian kuesioner. Proses wawancara dilakukan kepada kepala bagian produksi CV Dejee Fish serta pengisian kuesioner. Data primer yang berasal dari wawancara yaitu seputar keadaan perusahaan, kondisi perusahaan, proses produksi pembenihan ikan lele sangkuriang dan kendala – kendala yang dihadapi oleh perusahaan dalam seperti terjadinya gagal panen yang mengakibatkan kerugian. Sedangkan data primer yang diperoleh dari kuesioner meliputi jumlah produksi, biaya produksi, harga benih dan data pengamatan atau observasi dalam mengidentifikasi sumber – sumber risiko selama penelitian dilakukan. Data sekunder merupakan data tertulis yang sudah ada sebelumnya baik data internal perusahaan seperti jumlah produksi dalam satu tahun terakhir dan juga data pendukung lainnya yang bersumber dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kementrian Kelauatan dan Perikanan (KKP), Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBAT) Sukabumi, internet dan penelitian sebelumnya.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian kali adalah : 1. Melakukan pengamatan (observasasi), pencataan dan perhitungan secara

langsung selama 2 siklus produksi mulai dari indukan yang digunakan, proses pemijahan, jumlah benih yang ditebar hingga yang dipanen. Satu siklus produksi pembenihan larva ikan lele sangkuriang ini berlangsung selama 7 hari. Penghitungan secara langsung ikan yang mati mulai dari telur menetas hingga siap dipanen. Perhitungan dilakukan sehari 2 kali yaitu pada pagi hari dan sore hari selama proses pembenihan. Jumlah benih yang mati diperoleh dari hasil perhitungan secara manual yaitu dihitung satu persatu dengan menggunakan bantuan saringan kecil dan lidi. Lidi tersebut digunakan untuk menghitung benih yang mati, sebab ukuran benih yang sangat kecil maka lidi tersebut berguna dalam proses penghitungan benih yang mati. Penentuan batas normal kematian pada masing-masing siklus

18

berdasarkan hasil pengamatan secara langsung selama proses penelitian berlangsung dan juga berdasarkan jumlah kematian rata-rata dari masing-masing pengamatan serta berdasarkan pengalaman perusahaan selama melakukan budidaya pembenihan ikan lele sangkuriang. Adapun rumus volumetrik yang digunakan ketika panen yaitu dengan menggunakan gelas ukur 500 ml untuk menghitung jumlah ikan yang ada dalam gelas tersebut lalu dikalikan jumlah gelas yang gunakan dari panennya.

2. Melakukan wawancara dengan pemilik dan bagian produksi pembenihan ikan lele sangkuriang. Wawancara dilakukan untuk mengetahui proses pembenihan mulai dari awal dipijahkan hingga siap dipanen. Wawancara dilakukan juga untuk mendiskusikan sumber risiko yang dialami perusahaan untuk menguatkan hasil pengamatan secara langsung. Setaip harinya proses wawancara ini dilakukan ketika sedang melakukan proses pengamatan. 3. Melakukan pengisian kuesioner yang diberikan kepada responden yaitu

pemilik perusahaan dan bagian produksi seputar data umum pribadi dan perusahaan.

4. Melakukan studi pustaka yang berasal dari beberapa literatur yang mendukung penelitian ini. Seperti data produksi internal perusahaan dan data dari instansi terkait.

Metode Pengolahan Data

Proses pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini ialah secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data secara kualitatif dilakukan dengan analisis deskriptif, dimana analisis deskriptif ini dapat menjelaskan menganai keadaan dan kondisi perusahaan, sumber – sumber risiko yang dihadapi dan penentuan strategi yang tepat untuk meminimalkan risiko. Sedangkan pengolahan secara kuantitatif dalam dilakukan perhitungan dengan menggunakan bantuan Ms. Excel yang dimulai dengan mengidentifikasi sumber risiko lalu penghitungan probabilitas kemungkinan terjadinya risiko dan selanjutnya penghitungan dampak dari risiko yang dialami. Perhitungan probablilitas risiko menggunakan alat analisis z-score dengan menghitung nilai standar dan penghitungan dampak dari risiko yaitu dengan metode Value at Risk (VaR). Setelah dilakukan penghitungan dari probabilitas risiko dan dampaknya maka dapat dipetakan dalam peta risiko untuk mengetahui startegi yang tepat dalam penangan risiko produksi pembenihan ikan lele sangkuriang pada CV Dejee Fish. Langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Pengukuran Kemungkinan Terjadinya Risiko (Probabilitas)

Risiko dapat diukur bila diketahui kemungkinan terjadinya risiko (probabilitas) dan besarnya dampak risiko terhadap perusahaan. Setelah mengetahui besarnya kemungkinan terjadinya risiko dapat diketahui risiko-risiko mana yang besar dan risiko-risiko mana yang kecil, sehingga dalam penanganan risiko dapat diketahui risiko-risiko mana yang perlu diprioritaskan. Langkah yang perlu dilakukan dalam menghitung probabilitas yaitu :

19

Dimana :

X = Nilai rata-rata dari kejadian berisiko

Xi = Nilai per periode per petani dari kejadian berisiko

n = Jumlah data (dalam 1 minggu dilakukan pengamatan selama 2x sehari dengan jumlah perlakuan 5 kolam dalam 2 siklus)

b. Menghitung nilai standar deviasi dari kejadian berisiko

Dokumen terkait