• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Teoritis

Analisis Situasi Pasar

Analisis situasi pasar adalah bagian dari analisis situasi yang membahas kondisi situasi pasar. Secara umum, kajian analisis situasi ditentukan berdasarkan aspek yang ingin dianalisis. Wimmer et al. (2000) menyebutkan bahwa model analisis situasi ditentukan berdasarkan kajian yang ingin dianalisis seperti situasi korporasi, situasi pasar, situasi produk, situasi produksi dan situasi manajemen.

Kegunaan analisis situasi pada umumnya adalah memahami suatu kasus dan langkah awal sebelum rencana perancangan strategi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh World Wildlife Fund atau WWF (2006) bahwa analisis situasi digunakan untuk memudahkan kita di dalam memahami suatu kasus sebab di dalam analisis tersebut mengandung beberapa faktor yang mempengaruhi yakni ancaman langsung, ancaman tidak langsung, peluang, dan kondisi yang menguntungkan. International Union for Conservation of Natuure atau IUCN [Tahun tidak diketahui] menambahkan bahwa analisis situasi digunakan sebagai langkah awal di dalam siklus projek dan tahap yang dibutuhkan sebelum membuat keputusan

akhir rencana perancangan dan strategi (project design and strategy). Berdasarkan hal tersebut analisis situasi pasar merupakan langkah awal yang digunakan di dalam perancangan strategi pada pasar sebelum dibuat keputusan akhir pada perancangan strategi tersebut.

Menurut Mursyid (2010) analisis situasi dapat dibagi ke dalam beberapa bagian yakni

1. Bagian latar belakang yang meliputi data penjualan maupun laba dalam beberapa tahun terakhir yang biasanya disajikan dalam lima tahun terakhir. 2. Bagian peramalan yang merupakan tindak lanjut dari latar belakang dan

biasanya peramalan dilakukan dengan banyak cara misalnya menggunakan presentase tetap dalam kenakan/perubahan, persamaan regresi, dan lain lain. 3. Bagian peluang dan ancaman yang dapat diketahui setelah pimpinan

mengidentifikasi sebagai lanjutan dari kegiatan peramalan. Peluang harus didukung dengan berbagai keunggulan sedangkan ancaman berdasarkan berbagai kelemahanya sehingga dapat diatasi. Pada bagian ini, biasanya perusahaan menyiapkan tindakan apa yang hatus dilakukan.

4. Keampuhan dan kelemahan merupakan indikator dalam menentukan peluang dan ancaman.

Terkait dengan analisis situasi pasar, Wimmer et al. (2000) di dalam menganalisis situasi pasar, secara garis besar harus memperhatikan dua hal yakni kondisi alamiah produk dan area pasar yang dijadikan sasaran pemasaran. Pada aspek produk, faktor yang diperhatikan biasanya meliputi kegunaan produk yang diterima oleh pelanggan saat dibeli dan kategori produk berdasarkan pengaruh lingkungan atau kondisi tertentu seperti perhatian konsumen pada kondisi ramah lingkungan sehingga diciptakan produk yang ramah lingkungan. Adapun area pasar biasanya melibatkan perhatian terhadap faktor berikut yakni

1. Ukuran dan tingkat persaingan perusahaan di dalam area pasar. 2. Segmen pasar yang dituju oleh perusahaan.

3. Kecenderungan lingkungan yang mempengaruhi persaingan seperti aturan pemerintah, perhatian konsumen, dan kampanye lingkungan jumlah.

4. Banyaknya perusahaan yang ada dan aktif bersaing di area pasar (termasuk pesaing potensial di pasar dan pesaing di luar pasar)

5. Pendekatan yang digunakan oleh pesaing yang telah aktif dipasar untuk masuk ke lingkungan pemsaran dan diterima oleh pelanggan.

6. Pengaruh dan dampak isu lingkungan sehingga mempengaruhi siklus hidup produk.

7. Faktor internal apa saja yang dimiliki oleh perusahaan (seperti sistem informasi, kendaraan, relasi, dsb) sehingga memerikan posisi yang terbaik di dalam persaingan di pasar.

Pengertian Pemasaran dan Pasar

Pemasaran memiliki makna yang berbeda di kalangan masyarakat. Menurut Alma (2011), pemasaran tidak hanya menawarkan barang atau menjual barang akan tetapi lebih luas dari itu. Di dalamnya tercakup berbagai kegiatan seperti membeli, menjual, dengan segala macam cara, mengangkut barang, menyimpan, mensortir dan sebagainya. Sedangkan Armstrong dan Kotler (2008) menjelaskan bahwa secara sederhana, pemasaran adalah proses mengelola hubungan pelanggan

yang menguntungkan dengan sasaran pemasaran yani menarik pelanggan baru dengan cara menjanjikan keunggulan nilai serta dan menumbuhkan pelanggan yang ada dengan cara memberikan kepuasan. Adapun definisi secara luas menurutnya adalah proses sosial dan manajerial yang melibatkan pribadi atau organisasi dalam memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain. Kohls and Uhl (2002) menjelaskan bahwa jantung dari kegiatan pemasaran adalah fungsi pertukaran pada sistem pemasaran, pembelian dan penjualan. ketiga hal ini sejatinya sangat mudah ditemukan di dalam pasar berdasarkan definisi pasar tersebut.

Definisi pasar menurut Armstrong dan Kotler (2008) adalah hasil dari konsep pertukaran dan hubungan sehingga pasar dapat didefinisikan sebagai kumpulan pembeli aktual dan potensial dari suatu produk yang memilki kesamaan kebutuhan atau keungunan tertentu yang dapat dipuaskan melalui hubungan pertukaran. Amir (2005) menambahkan bahwa di dalam konteks pemasaran, pasar dirumuskan sebagai mereka yang membeli barang sekarang, termasuk mereka yang potensial membeli barang dari kita. Konteks pasar saling dikaitkan dengan konteks pemasaran. Oleh karena itu, apabila pemasar semakin kreatif menciptakan permintaan, sama artinya dengan menciptakan pasar pasar baru.

Jenis-jenis Pasar

Mursyid (2010) mengatakan bahwa pasar pada hakikatnya dikelompokan ke dalam empat golongan yaitu :

1. Pasar Konsumsi yang ditujukan untuk barang dan jasa yang dibeli atau disewa oleh perorangan atau keluarga untuk penggunaan pribadi (tidak untuk bisnis). 2. Pasar Industri yang ditujukan untuk barang dan jasa yang dibeli atau disewa

oleh prorangan atau organisasi untuk digunakan pada produksi barang atau jasa lain, baik untuk dijual ataupun untuk disewakan.

3. Pasar Reseller yang terdiri dari perorangan dan organisasi, biasanya dapat disebut sebagai pedagang-pedagang menengah yang rerdiri atas : dealer, distributor, grossier, agents, dan retailer. Kesemua jenis pedagang ini untuk keperluan penjualan kembali atau menyewakanya kepada orang lain dengan memperoleh keuntungan.

4. Pasar Government yang terdiri dari unit-unit pemerintah pusat dan daerah, maupun departemen yang membeli atau menyewa barang untuk menjalani tugas-tugas dari pemerintah. Di dalam pasar ini kita dapat mengenal anggaran belanja untuk beberapa macam yakni pertahanan, pendidikan, perhubungan dan kesehatan.

Amir (2005) menjelaskan bahwa penciptaan permintaan sama halnya dengan penciptaan pasar. Oleh karena itulah pasar dibagi menjadi dua golongan : 1. Pasar Konsumen, yaitu mereka yang membeli barang untuk dikonsumsi

langsung sebagai pengguna akhir. Dalam hal ini, konsumen bertindak sebagai ndividu, mahasiswa, ibu rumah tangga, seorang ayah, dan seterusnya.

2. Pasar bisnis, adalah organisasi yang membeli barang untuk : a) dikonsumsi, atau b) diolah kembali (digunakan sebagai bahan dalam proses produksi); dan/atau c) dijual kembali. Dalam hal ini konsumen bertindak sebagai pihak- pihak yang terlibat di dalam proses pembelian di sebuah organisasi.

Menurut Rahardi dan Hartono (2003) secara fisik pasar dalam agribisnis peternakan dapat dikelompokan sebagai berikut :

1. Pasar umum, dengan produk peternakan yang umumnya dijual adalah ternak hidup seperti (ayam, itik dan kambing), telur maupun produk olahan seperti daging dan susu.

2. Pasar Swalayan, dengan produk peternakan yang umumnya dijual adalah daging ternak, telur, susu, dan produk olahanya seperti kornet, sosis, mentega dan keju.

3. Pasar Hewan, dengan produk peternakan yang umumnya dijual khusus hewan ternak yang masih hidup seperti sapi, kerbau, domba, dan kambing, baik untuk dipelihara kembali atau untuk siap dipotong. Biasanya berlokasi di daerah sentra produksi ternak.

4. Pasar khusus, dengan ciri pasar tersebut sengaja diciptakan oleh produsen yang ingin memasarkan produknya ke konsumen, misalnya restoran, hotel dan pabrik pengolahan.

5. Koperasi, seperti gabungan koperasi susu Indonesia.

Pasar, Industri dan Model SCP

Pasar dan industri memiliki definisi yang berbeda dan memiliki batasan istilah masing-masing. Hasibuan (1993) menjelaskan bahwa berdasarkan batasan istilahnya, pasar dan industri memiliki perbedaan. Perbedaan tersebut adalah di dalam suatu industri dapat terjadi beberapa pasar. Industri merupakan kumpulan dari perusahaan yang menghasilkan produk yang dapat saling menggantikan. Pada setiap perusahaan tersebut, dapat ditemukan kegiatan transaksi jual dan beli dengan konsumen. Kegiatan transaksi tersebut merupakan bagian dari definisi pasar yang merupakan fungsi atau tempat yang melakukan kegiatan pertukaran atau transaksi jual dan beli antara penjual dan pembeli. Berdasarkan hal itu, di dalam suatu industri dapat ditemukan beberapa pasar.

Analisis yang umumnya dilakukan pada suatu industri adalah analisis ekonomi industri melalui model SCP atau Struktur Conduct and Performance. Kuncoro (2007) menjelaskan bahwa ekonomi industri menjelaskan mengapa pasar diorganisasi dan bagaimana pengorganisasianya mempengaruhi cara kerja industri. Namun, pasar yang dimaksud di dalam definisi ekonomi industri tersebut adalah terkait fungsi pertukaran atau kegiatan transaksi jual dan beli di dalam pasar. Terkait dengan model SCP, Carlton and Perloff (2000) menjelaskan bahwa model tersebut biasanya digunakan oleh para ekonom dalam beberapa dekade terakhir sebagai studi terhadap faktor-faktor yang mendeterminasi kekuatan pasar melalui struktur, perilaku dan kinerja yang dimiliki oleh pasar dalam industri tersebut.

Kuncoro (2007) menambahkan bahwa efisiensi merupakan dasar dari analisis suatu industri karena pada dasarnya analisis industri adalah upaya memanfaatkan peluang bisnis dan mengidentifikasikan cara perusahaan untuk memperoleh keuntungan jangka panjang. Selain itu, perspektif sebuah industri adalah perusahaan yang mampu menyesuaikan diri akan bertahan dan sebaliknya. Adapun penyesuaian diri yang maksud adalah kondisi yang lebih efisien, lebih inovatif, dan lebih kompetitif.

Secara umum model SCP menjelaskan struktur, perilaku dan kinerja yang terjadi di dalam pasar dengan menggunakan beberapa alat analisis untuk masing- masing kajian tersebut. Salah satu alat analisis yang digunakan di dalam analisis struktur pasar menurut Hasibuan (1993) adalah dengan analisis pangsa pasar dan konsentrasi pasar. Adapun perilaku pasar dan kinerja pasar menurut Asmarantaka (2012) dianalisis salah satunya melalui analisis deskriptif terhadap penentuan produk, harga dan promosi sedangkan kinerja pasar salah satunya dengan analisis rasio laba per cost atau rasio laba per total biaya.

Terkait dengan konsentrasi pasar, Carlton and Perloff (2000) menjelaskan bahwa konsentrasi industri merupakan variabel struktural yang mengukur dan menghitung pangsa pasar perusahaan-perusahaan pada sebuah industri. Hasibuan (1993) menjelaskan bahwa ukuran rasio konsentrasi pada umumnya dilakukan dengan tiga perusahaan terbesar (CR3), empat perusahaan terbesar (CR4) dan delapan perusahaan terbesar (CR8). Kuncoro (2007) menambahkan bahwa secara matematis, model rasio konsentrasi (CR) dihitung berdasarkan peringkat perusahaan dengan pangsa pasar terbesar sehingga rasio konsentrasi seharusnya adalah (CRm) dimana m merupakan jumlah perusahaan yang memiliki pangsa perusahaan terbesar. Bila terdapat dua perusahaan, maka rasio konsentrasi menjadi CR2 dan seterusnya.

Pada dasarnya perlu dilakukan penyederhanaan di dalam analisis ekonomi industri. Hasibuan (1993) menjelaskan bahwa penyederhanaan itu dilakukan karena industri memiliki batasan dan lingkup yang cukup kompleks yakni pada umumnya dikategorikan berdasarkan sektor perdagangan dan komoditas yang dikenal dengan nama International Standard Industrial Classification (ISIC). Selain itu, di dalam analisis industri terutama pada konteks penentuan konsentrasi seharusnya dilakukan pada komoditi industri nasional akan tetapi bukan berarti pengukuran secara regional tidak berlaku. Namun, secara regional kemungkinan struktur industri menjadi monopoli karena di dalam daerah tersebut hanya ada satu perusahaan saja sementara di daerah lainya kemungkinan terdapat perusahaan dengan produk sejenis sehingga struktur tersebut seharusnya bukan monopoli lagi.

Laba dan Efisiensi Usaha

Secara sederhana, laba merupakan marjin atau selisih yang diperoleh antara penerimaan yang diterima dengan biaya keseluruhan yang dikeluarkan. Namun, dalam konsep lain, konsep laba juga harus memperhatikan faktor lain seperti pajak dan bunga. Menurut Sugian (2007), dalam laporan laba rugi, terdapat beberapa konsep laba diantaranya adalah laba operasi (EBIT atau earning before interest and tax), laba bersih sebelum pajak (EBT atau earning before tax) dan pendapatan bersih (EAT atau earning after tax). EBIT merupakan konsep laba paling sederhana yakni selisih antara penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan tanpa mempertimbangkan pajak (tax) dan bunga (Interest). EBT merupakan nilai EBIT yang telah dikurangi dengan bunga. Adapun EAT merupakan nilai EBT yang telah dikurangi dengan pajak. Selain itu, pada konsep kinerja di dalam analisis ekonomi industri, Asmarantaka (2012) menambahkan bahwa tingkat kinerja dianalisis salah satunya dengan rasio laba per biaya (π/c).

Terkait dengan efisiensi usaha, Yaman (2013) menyebutkan bahwa salah satu analisis yang digunakan di dalam kelayakan usaha adalah rasio R/C. hal itu

disebabkan di dalam rasio R/C menggambarkan tingkat efisiensi usaha sehingga menunjukan tingkat kelayakan usaha tersebut. Rasio R/C merupakan rasio antara total penerimaan atau pendapatan terhadap total biaya. Total biaya yang dimaksud adalah penjumlahan antara total biaya tetap dan total biaya variabel. Suatu usaha dikatakan efisien atau layak apabila nilai rasio R/C adalah lebih besar daripada 1. Semakin tinggi nilai rasio R/C maka tingkat keuntungan usaha akan semakin tinggi.

Penentuan Harga

Perilaku konsumen dan produsen berbeda terhadap perubahan harga. Konsumen akan meningkatkan jumlah yang diminta (konsumsi) apabila harga produk turun sedangkan produsen atau perusahaan sebaliknya. Perilaku yang berbeda terhadap perubahan harga ini akan menentukan transaksi (perpotongan kurva supply dan kurva demand) di pasar. Perpotongan kedua kurva tersebut akan menentukan tingkat harga dan jumlah (quantity) yang diminta atau ditawarkan di pasar tersebut (Asmarantaka 2012).

Kohls and Uhl (2002) membagi dua cara di dalam penentuan harga yakni “Price Determination”dan “Price Discovery”. Price Determination adalah proses penentuan harga berdasarkan kekuatan supply dan demand, market clearing, dan harga keseimbangan pada komoditas. Adapun price discovery adalah proses penentuan harga yang melibatkan penjual dan pembeli di dalam menyepakati harga suatu barang pada kondisi tempat dan waktu tertentu.

Istilah lain Price Determination dan Price Discovery menurut Asmarantaka (2012) adalah penentuan harga secara ekonomi (Price Determination) dan penentuan harga secara operasional (Price Discovery). Terkait dengan Price discovery, Kohls and Uhl (2002) mengidentifikasikanya ke dalam lima macam cara yakni negosiasi individu yang terdesentralisasi (individual decentralized negotiation), pusat pasar perdagangan yang terorganisir (organized central market trading), penyusunan harga (formula pricing), harga melalui tawar menawar (bargained price) dan harga terkelola (administrated prices).

Negosiasi individu yang terdesentralisasi (individual decentralized negotiation) merupakan penentuan harga secara terpisah (masing-masing) oleh petani terhadap pembeli dan pada umumnya memiliki pengorbanan waktu dan biaya untuk penentuan harga tersebut yang lebih tinggi dibanding alternatif penentuan price discovery lainya. Pusat pasar perdagangan yang terorganisir (organized central market trading) adalah penentuan harga yang dipusatkan pada suatu tempat yang terdiri atas seluruh pemasok, penjual dan pembeli. Penentuan harga (formula pricing) merupakan langkah penentuan harga yang bertujuan untuk mengamankan benefit (manfaat) pasar tanpa harus membuat kekacauan secara fisik sebagaimana yang umumnya terjadi pada pusat pasar. Penentuan harga melalui tawar menawar (bargained price) umumnya dilakukan oleh petani secara kolektif guna meningkatkan posisi tawar terhadap harga. Adapun harga terkelola (administrated prices) merupakan penentuan harga yang melibatkan pemerintah sebagai pihak ketiga seperti penentuan harga atap dan harga dasar.

Kotler dan Armstrong (2008) menambahkan bahwa penetapan harga dapat dilakukan berdasarkan titik impas (break event pricing), biaya (cost-based pricing), biaya plus (Cost-plus pricing), nilai yang baik (good-value pricing), dan

berdasarkan nilai tambah (value-added pricing). Break event pricing dapat disebut juga sebagai penetapan harga berdasarkan sasaran keuntungan yakni harga ditentukan saat mencapai titik impas atau sasaran laba yang diincar. Cost based pricing merupakan penetapan harga berdasarkan biaya produksi, distribusi dan penjualan produk beserta tingkat pengembalian yang wajar bagi usaha dan resiko. Cost-plus pricing merupakan metode penetapan harga dengan menambahkan suatu markup standard pada biaya produk. Harga mark up sendiri merupakan biaya unit dibagi dengan selisih antara satu dan tingkat pengembalian dari penjualan yang diharapkan ( nilai <1). Selisih antara harga mark up dan biaya unit merupakan keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan. Good value pricing adalah penetapan harga berdasarkan penawaran atas kombinasi yang tepat antara kualitas dan layanan yang baik pada tingkat harga yang wajar. Value-added pricing adalah pemberian nilai tambah pada produk untuk mendapatkan kekuatan di dalam persaingan harga dengan pesaing.

Strategi Penentuan Produk

Kotler dan Keller (2009) menjelaskan bahwa penentuan produk didasarkan atas tiga hal yakni pertama, tingkat produk dengan hierarki nilai pelanggan, kedua, berdasarkan ketahanan/durabilitas menurut keberwujudan dan ketahanan, dan terakhir berdasarkan kegunaan (bagi konsumen dan industri). Penentuan berdasarkan hirarki nilai pelanggan mengklasifikasikan lima tingkat produk diantaranya adalah manfaat inti produk, produk dasar, produk yang diharapkan, produk tambahan dan produk potensial. Manfaat ini (core benefit) merupakan layanan atau manfaat yang benar-benar dibeli oleh pelanggan seperti tamu hotel membeli “istirahat dan tidur”. Tingkat kedua yakni produk dasar adalah tahapan selanjutnya dari pengenalan manfaat inti. Berdasarkan contoh sebelumnya, maka kamar hotel tersebut harus meliputi kamar tidur, toilet, handuk, meja dan lemari pakaian. Tingkat ketiga yakni produk yang diharapkan yang merupakan kumpulan atribut dan kondisi yang diharapkan pembeli seperti tamu hotel mengharapkan tempat tidur yang bersih, handuk baru, lampu yang dapat dinyalakan dan suasana yang cukup tenang. Tingkat selanjutnya yakni produk tambahan merupakan tambahan dari produk yang ditawarkan dan melebihi harapan pelanggan. Tingkat terakhir adalah produk potensial yang mencakup semua kemungkinan tambahan dan transformasi suatu produk di masa depan.

Kotler dan Armstrong (2008) menambahkan bahwa pada tingkatan manfaat inti, produsen harus mampu menyediakan kebutuhan pembeli. Hal itu disebabkan pada tingkatan ini merupakan dasar pertanyaan mengenai apa yang benar-benar dibeli oleh pembeli. Oleh karena itu, produsen harus mampu mendefinisikan inti dan manfaat penyelesaian masalah atau jasa yang dicari oleh konsumen. Pada tingkat produk actual, produsen harus mengembangkan komponen-komponen berikut yakni nama merk, tingkat kualitas, kemasan, fitur dan desain produk yang dibutuhkan konsumen. Adapun pada tingkat produk tambahan, produsen harus memperhatikan pengirman danpenilaian yang ditawarkan, instalansi produk, jaminan atas produk dan pelayanan pruna jual.

Berdasarkan ketahanan atau durabilitas menurut ketahanan dan keberwujudan nya,, Kotler dan Keller (2009) mengkategorikan produk menjadi tiga macam yakni produk tidak tahan lama, produk tahan lama dan jasa. Produk

tidak tahan lama (nondurable goods) merupakan barang-barang berwujud yang biasanya dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali penggunaan seperti makanan, mminuman dan sabun. Adapun produk tahan lama (durable goods) merupakan barang berwujud yang biasanya digunakan untuk waktu tahan lama seperti kulkas, alat-alat mesin dan pakaian. Kategori terakhir yakni jasa merupakan produk yang tidak berwujud, tidak terpsiahkan, bervariasi dan dapat musnah sehingga biasanya memerlukan kendali kualitas, kredibilitas pemasok dan kemampuan adaptasi yang lebih besar. Contoh produk jasa adalah salon potong rambut, nasihat hukum, dan reparasi peralatan.

Tabel 10 Pertimbangan pemasaran pada tipe produk konsumen

Tipe produk konsumen

Pertimbangan pemasaran Perilaku pembelian

pelanggan Harga Distribusi Promosi Kebutuhan

sehari-hari

Pembelian sering, sedikit perencanaan, sedikit usaha perbandingan atau belanja, keterlibatan pelanggan rendah Harga murah Distribusi luas, lokasi mudah terjangkau Promosi massal oleh produsen

Belanja Pembelian jarang, banyak perencanaan dan usaha belanja, perbandingan harga, kualitas, dan gaya merek Harga lebih mahal Distribusi selektif di sedikit gerai Iklan dan penjualan pibadi oleh produsen dan penjual perantara Khusus Prefernsi dan loyalitas

merk yang kuat, usaha pembelian khusus, sedikit perbandingan merek, sensitivitas harga rendah

Harga mahal Distribusi ekslusif, hanya di satu gerai atau beberapa gerai er daerah pasar Promosi ditargetkan lebih cermat oleh produsen dan penjual perantara Tak dicari Kesadaran dan

pengetahuan produk kecil

Beragam Beragam Iklan agresif dan penjualan pribadi oleh produsen dan penjual perantara

Sumber : diolah dari Kotler dan Armstrong (2008)

Klasifikasi terakhir adalah penentuan produk berdasarkan kegunaanya yakni barang konsumen dan barang industri. Barang konsumen diklasifikasikan menjadi empat macama yakni barang sehari-hari, barang belanja, barang khusus, dan barang yang tidak dicari. Adapun barang industri diklasifikasikan berdasarkan biaya relatif mereka dan bagaimana proses produksi tersebut dilakukan sehingga klasifikasi produk menjadi barang suku cadang, barang modal dan layanan bisnis dan pasokan.

Barang sehari-hari adalah barang yang segera dicari oleh konsumen dengan usaha yang minimum seperti minuman ringan, sabun dan surat kabar. Barang belanja adalah barang yang secara karakteristik dibandingkan oleh konsumen

berdasarkan kecocokan, kualitas, harga dan gaya seperti perabot, pakaian, mobil bekas dan peralatan rumah tangga. Adapun barang khusus merupakan barang konsumen yang memiliki karakteristik atau identifikasi merek yang unik serta pembeli bersedia melakukan pembelian khusus. Contoh barang ini adalah mobil, komponen stereo, peralatan fotografi, dan busana pria. Barang konsumen terakhir adalah barang yang tidak dicari yang merupakan barang yang tidak dikenal ataupun terpikirkan oleh konsumen seperti batu nisan, daerah pemakaman, dsb.

Bahan dan suku cadang merupakan barang yang seluruhnya menjadi bagian dari produk produsen yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi seperti bahan mentah pertanian (gandum, pupuk), bahan mentah produk alami (ikan, kayu, minyak mentah), serta bahan dan suku cadang manufaktur (besi, benang,semen, ban, dan motor kecil). Adapun barang modal adalah barang tahan lama yang memfasilitasi pengembangan atau pengelolaan produk jadi. Barang industri terakhir adalah layanan bisnis dan pasokan yang merupakan barang danjasa jangka pendek yang memfasilitasi pengembangan atau pengelolaan produk jadi.

Kotler dan Armstrong (2008) menambahkan bahwa tipe produk konsumen yang telah di sampaikan oleh Kotler dan Keller (2009), juga harus dipertimbangkan atas pertimbangan pemasaran yakni perilaku pembelian pelanggan, harga distribusi, dan promosi. Pertimbangan pemasaran tersebut dapat

Dokumen terkait