• Tidak ada hasil yang ditemukan

5. Collateral (analisis agunan) bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai agunan yang dapat dipergunakan sebagai alat pengaman lapis kedua (the

2.7 Kerangka Pemikiran

Perkembangan Usaha Industri Kecil adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat melalui pemberian bimbingan dan penyuluhan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan industri kecil (dalam hal produksi, pemasaran, SDM, teknologi dan finansial) agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri serta dapat berkembang menjadi industri

menengah (Sentot Harman Glendoh, 2001:3). Menurut Pandji Anoraga (2007:89) banyak faktor yang menyebabkan kurang berkembangnya suatu usaha atau industri kecil. Dari faktor intern, penyebab itu timbul karena faktor yang melekat pada ciri usaha kecil itu sendiri seperti, pasar produk yang terbatas (lokal), modal terbatas dan sulit akses pada bank, lokasi usaha yang kurang strategis, kemampuan kewirausahaan yang terbatas, dan sebagainya. Sedangkan faktor ekstern, yaitu persaingan usaha dan beberapa aspek makro lainnya.

Dunia usaha telah mengalami transformasi besar dalam tahun-tahun belakangan ini. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan teknologi informasi dan pemanufakturan yang sekaligus pula mengakibatkan persaingan pasar yang semakin meningkat. Lingkungan persaingan menurut kamus besar Bahasa Indonesia (Erliah, 2007:20), yaitu:

Daerah kawasan dsb yang didalamnya terdapat usaha atau kegiatan memperlihatkan keunggulan masing-masing yang dilakukan oleh perseorangan, perusahaan atau negara pada bidang perdagangan, produksi dan sebagainya.

Robbins (1994:226-227) mendefinisikan lingkungan persaingan sebagai sesuatu yang berada di luar batas organisasi yang secara langsung berpengangaruh dalam mencapai tujuannya. Menurut Siagian (2004:88) bahwa salah satu kenyataan hidup dalam bersaing adalah terjadinya persaingan yang makin tajam. Persaingan ini terjadi apabla:

a. Makin banyak perusahaan yang menghasilkan dan memasarkan produk yang serupa atau sejenis.

b. Makin banyak perusahaan yang mampu menawarkan produk subtitusi kepada para konsumen dengan manfaat yang relative sama.

d. Masuknya produk yang lebih trendy ke pasaran.

e. Terjadi pergeseran dalam perilaku para konsumen dalam memilih dan membeli produk tertentu.

f. Terjadi peningkatan kemampuan ekonomi para pelanggan atau pemakai produk sebagai orientasi mereka bergeser dari harga ke mutu dan pelayanan termasuk pelayanan purna jual.

g. Beralihnya posisi suatu negara. Misalnya, dari masyarakat agraris ke masyarakat industri.

Sedangkan menurut Porter (1997:16-18) persaingan yang tajam merupakan akibat dari sejumlah faktor-faktor struktural yang saling berinteraksi, yaitu:

Jumlah pesaing yang banyak atau seimbang, pertumbuhan industri yang lamban, biaya tetap atau biaya penyimpanan yang tinggi, ketiadaan diferensiasi atau biaya peralihan, penambahan kapasitas dalam jumlah besar, pesaing yang beragam, taruhan strategis yang besar, dan hambatan pengunduran yang tinggi.

Pada tingkat persaingan yang tajam, pada umumnya ditandai dengan jumlah pesaing yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan jumlah pesaing ini tentunya akan membawa dampak negatif dan positif bagi pengusaha yang telah ada. Dampak negatif dari jumlah pesaing yang meningkat mungkin akan terasa pada penurunan volume penjualan dan pendapatan. Sedangkan dampak positifnya, jumlah pesaing menimbulkan tantangan tersendiri untuk lebih inovatif dan bekerja keras untuk mempertahankan dan menguasai pasar.

Pesaing dapat didefinisikan dengan berbagai perspektif dan dimensi yang mempengaruhi. Perspektif industri mengidentifikasi pesaing sebagai organisasi yang membuat produk atau jasa yang sama. Pesaing pada industri ini memproduksi tipe produk atau jasa yang sama atau hampir sama. Selain itu industri dapat digolongkan menurut jumlah penjual dan tingkat diferensiasi

produknya. Tingkat kompetisi yang paling tinggi akan terjadi dalam situasi persaingan murni (pure competition) dimana terdapat banyak penjual dan derajat diferensiasi produk antar penjual tidak ada.

Menurut perspektif pemasaran, pesaing adalah organisasi yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen yang sama. Dalam perspektif ini, intensitas persaingan tergantung dari seberapa jauh kebutuhan konsumen dapat dipahami dan seberapa jauh organisasi dapat memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.

Pendekatan lain untuk mendefinisikan siapa pesaing kita adalah dengan menggunakan perspektif kelompok stratejik. Kelompok stratejik adalah kumpulan perusahaan yang bersaing dalam sebuah industri yang mempunyai kesamaan strategi dan sumber daya. Dimensi stratejik untuk membedakan kelompok stratejik meliputi: harga, kualitas, tingkat integrasi vertical, lingkup geografis, kedalaman lini produk, tingkat diversifikasi, pengeluaran litbang, pangsa pasar, keuntungan, dan karakteristik produk. Konsep dari kelompok stratejik penting untuk memahami siapa pesaing kita karena pada umumnya pesaing yang relevan adalah organisasi yang ada di dalam kelompok stratejik organisasi kita.

Menurut Porter (1994:4) penentu dasar pertama dari kemampulabaan suatu perusahaan adalah daya tarik industri. Strategi bersaing harus berkembang dari pengertian yang canggih akan aturan persaingan yang menentukan daya tarik suatu industri. Menurutnya ada 5 (lima) kekuatan bersaing yang menentukan kemampulabaan industri:

1. Masuknya pesaing baru, menentukan tinggi rendahnya kemungkinan perusahaan baru akan memasuki suatu industri dan merebut nilai. Baik dengan meneruskannya kepada pembeli dalam bentuk harga yang lebih murah atau memanfaatkannya dengan menaikkan biaya bersaing.

Keberhasilan usaha pada suatu pasar akan mendorong perusahaan lain untuk memasuki pasar, biasanya disebut dengan pendatang baru. Pendatang baru atau pesaing baru biasanya dipandang sebagai ancaman oleh kebanyakan perusahaan. Dengan adanya pendatang baru, perusahaan lama akan memperoleh permintaan yang berkurang sehingga laba yang diperoleh pun akan berkurang. Dalam Pengantar Teori Ekonomi Mikro (Sadono Soekirno, 2002: 302), dikatakan bahwa:

”Keuntungan lebih dari normal akan menarik perusahaan-perusahaan baru untuk masuk ke dalam industri. Dalam pasar persaingan monopolistik tidak terdapat hambatan kepada perusahaan-perusahaan baru. Maka keuntungan yang melebihi normal akan meyebabkan pertambahan dalam jumlah perusahaan di pasar. Sebagai akibatnya setiap perusahaan akan menghadapi permintaan yang semakin sedikit pada berbagai tingkat harga. Dengan demikian masuknya perusahaan baru akan menyebabkan kurva permintaan bergeser ke kiri, sehingga dalam jangka panjang perusahaan akan mendapat keuntungan normal saja”

Hal ini senada dengan pendapat Hasan Bachtiar (2003: 9) yang mengatakan bahwa:

”Secara teoritis (Cobb Web Theorm), bahwa setiap usaha yang muncul dan menguntungkan akan diikuti atau dimasuki oleh pesaing-pesaing baru. Dengan masuknya pesaing-pesaing baru akan mendorong distribusi keuntungan lebih luas atau memperkecil perolehan keuntungan masing-masing industri. Dan pada titik jenuh tertentu, pertambahan pesaing akan mengakibatkan kerugian bagi beberapa pesaing (terutama yang baru masuk dalam industri tersebut). Kondisi ini akan terus berlangsung sampai suatu kondisi dimana sebagian pesaing sudah gulung tikar dan akhirnya industri yang bertahan akan menikmati kembali keuntungan”.

Namun menurut Porter (1994:205) pesaing yang ”tepat” justru dapat memperkuat bukan memperlemah posisi bersaing perusahaan. Adanya pesaing justru dapat menunjang berbagai tujuan strategis yang memungkinkan meningkatkan keunggulan bersaing dalam jangka panjang. Selain itu, dengan adanya pesaing akan dapat meningkatkan permintaan industri secara keseluruhan yang kemudian akan meningkatkan volume penjualan yang bersangkutan. Adanya keberhasilan usaha pada suatu pasar akan mendorong perusahaan lain untuk memasuki pasar, yang biasa disebut dengan pendatang baru.

2. Ancaman dari produk pengganti (subtitusi), menentukan sejauh mana produk lain dapat memenuhi kebutuhan pembeli yang sama, sehingga menempatkan plafon pada seorang pembeli yang bersedia membayar suatu produk.

Menurut Kotler (1995:22) produk pengganti yang perlu mendapatkan perhatian besar adalah:

a. Produk-produk yang mempunyai kecenderungan untuk memiliki harga atau prestasi yang lebih baik ketimbang produk industri

b. Produk-produk yang dihasilkan oleh industri yang berlaba tinggi 3. Kekuatan pertawaran (tawar menawar) pembeli, menentukan sejauh mana

pembeli mempertahankan sebagian besar nilai yang diciptakan untuk diri mereka, sehingga menyebabkan perusahaan dalam suatu industri memperoleh keuntungan yang sedang saja.

Menurut Kotler (1995:22) kelompok pembeli disebut kuat jika situasi berikut terjadi:

a. Kelompok pembeli terpusat atau membeli dalam jumlah besar relatif terhadap penjualan pihak penjualan

b. Produk yang dibeli dari industri merupakan bagian dari biaya atau pembelian yang cukup besar dari pembeli

c. Produk yang dibeli dari industri adalah produk standar atau tidak terdiferensiasi

d. Pembeli menghadapi biaya pengalihan yang kecil e. Pembeli mendapatkan laba kecil

f. Pembeli menunjukkan ancaman untuk melakukan integrasi balik g. Produk industri tidak penting bagi mutu produk atau jasa pembeli h. Pembeli mempunyai informasi lengkap

4. Kekuatan pertawaran pemasok, menentukan sejauh mana nilai yang diciptakan untuk pembeli akan cocok dengan pemasok dan bukan dengan perusahaan di dalam suatu industri.

Menurut Kotler (1995:25) kelompok pemasok dikatakan kuat jika terdapat hal-hal berikut:

a. Para pemasok didominasi oleh beberapa perusahaan dan lebih terkonsentrasi ketimbang industri di mana mereka menjual

b. Pemasok tidak menghadapi produk pengganti lain untuk dijual kepada industri

c. Industri tidak merupakan pelanggan yang penting bagi kelompok pemasok

d. Produk pemasok merupakan input penting bagi bisnis pembeli

e. Produk kelompok pemasok terdiferensiasi atau pemasok telah menciptakan biaya peralihan

f. Kelompok pemasok memperlihatkan ancaman yang meyakinkan untuk melakukan integrasi maju

5. Persaingan di antara pesaing-pesaing yang ada, menentukan sejauh mana perusahaan yang sudah ada di dalam suatu industri akan bersaing merebut nilai yang mereka ciptakan bagi pembeli di antara mereka sendiri, meneruskannya kepada pembeli dalam bentuk harga yang lebih murah atau menghamburkannya dalam bentuk biaya bersaing yang lebih tinggi

Lebih lanjut diterangkan oleh Porter (1995: 5) bahwa:

”Lima kekuatan persaingan masuknya pendatang baru, ancaman produk pengganti, kekuatan tawar-menawar pembeli, kekuatan tawar-menawar pemasok (supplier) serta persaingan diantara pesaing yang ada mencerminkan kenyataan bahwa persaingan dalam suatu industri tidak hanya terbatas pada para pemain yang ada. Pelanggan, pemasok, produk pengganti, serta pendatang baru potensial semuanya merupakan ”pesaing” bagi perusahaan-perusahaan dalam industri dan dapat lebih atau kurang menonjol tergantung pada situasi tertentu. Persaingan dalam artian yang lebih luas ini dapat disebut sebagai persaingan yang diperluas (extented rivalry)”.

Kotler (200:17) membedakan empat tingkat persaingan berdasarkan tingkat subtitusi produk, yaitu :

1. Persaingan merek; Perusahaan dapat melihat pesaingnya sebagai perusahaan lain yang menawarkan produk dan jasa sejenis kepada pelanggan yang sama dengan harga yang sama.

2. Persaingan industri; Perusahaan dapat memandang pesaingnya dengan lebih luas sebagai perusahaan yang membuat produk atau jenis produk yang sama.

3. Persaingan bentuk; Perusahaan dapat memandang pesaingnya dengan lebih luas sebagai semua produk manufaktur perusahaan yang memberikan jasa yang sama.

4. Persaingan umum; Perusahaan dapat memandang pesaingnya dengan lebih luas sebagai semua perusahaan yang bersaing untuk konsumsi rupiah yang sama.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat persaingan industri dapat dilihat dari berbagai perspektif dan dapat diidentifikasi melalui dimensi persaingan perusahaan sejenis yang memproduksi barang atau jasa yang sama, tingkat harga yang ditetapkan perusahaan, diferensiasi produk pada perusahaan, dan kualitas produk pada perusahaan. Dengan adanya persaingan maka perusahaan akan saling bersaing dan berlomba untuk dapat mencapai tujuannya yaitu mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Menurut Porter

memperlemah posisi bersaing perusahaan. Adanya pesaing justru dapat menunjang berbagai tujuan strategis yang memungkinkan meningkatkan keunggulan besaing dalam jangka panjang. Selain itu dengan adanya pesaing akan dapat meningkatkan permintaan industri secara keseluruhan yang kemudian akan meningkatkan volume penjualan yang bersangkutan. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Robbins (2006:765), yaitu:

Persaingan memacu organisasi/industri untuk mempertahankan diri. Persaingan merubah organisasi untuk lebih cepat dan tangkas dalam mengembangkan produk baru untuk segera masuk pasar. Organisasi atau industri akan mengandalkan proses produksi yang pendek, dan daur produk yang singkat. Dengan kata lain persaingan memacu organisasi untuk lebih fleksibel dan tanggap dalam menyesuaikan diri dengan kondisi yang berubah secara cepat.

Begitu juga menurut Keraf dari Usahawan (Yliatin, 2005:51) persaingan dalam bisnis adalah:

Upaya untuk mengembangkan bisnis atau perusahaan sedemikian rupa untuk selalu unggul terhadap perusahaan lain. Yang berarti, yang kita maksudkan dengan persaingan ini adalah persaingan yang sehat, persaingan yang fair, persaingan diantara pelaku-pelaku bisnis yang profesional dan segala konotasi moralnya.

Selain tingkat persaingan, faktor lain yang dapat mempengaruhi perkembangan usaha industri adalah modal yang didapatkan melalui kredit dari bank. Secara luas telah diketahui bahwa bank memegang peranan yang sangat penting dalam membiayai pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh bank lebih superior dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya dalam informasi. Menurut UU No. 7/3/PBI/2005 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan baik untuk disalurkan maupun digunakan untuk tujuan lain. Sedangkan

menurut American Institute of Banking (Santoso,1996:2), fungsi pokok perbankan dilihat dari aspek ekonominya meliputi empat faktor, yaitu:

1. Menerima simpanan dalam bentuk tabungan (saving account), deposito berjangka (demand deposit), dan giro(current account) serta mengkonversikannya menjadi rekening koran yang fleksibel untuk dapat dipergunakan oleh masyarakat.

2. Melaksanakan transaksi pembayaran melalui perintah pembayaran (standing instructions) atau bukti-bukti lainnya.

3. Memberikan pinjaman atau melaksanakan kriteria investasi lain di sektor-sektor yang menghasilakan rate of return mencakup dari pada cost of fund sumber dana perbankan.

4. Menciptakan uang (money maker) melalui pemberian kredit yang dimanifestasikan dengan penciptaan uang giral

Keempat fungsi perbankan di atas sering dikenal dengan fungsi tabungan (saving functions), fungsi pembayaran (payment functions), fungsi pinjaman (lending functions), dan fungsi uang (money functions). Secara lebih singkat dapat dikatakan bahwa fungsi bank selain sebagai financial intermediary juga adalah merupakan agent of development. Dalam hal ini, fungsi bank sebagai agent of development lebih cenderung dimiliki oleh bank-bank pemerintah yang dikonsentrasikan untuk membangun bidang-bidang tertentu upaya pemerataan pembangunan.

Salah satu indikator dalam mengukur perkembangan usaha adalah dengan melihat jumlah output atau tingkat produksi dari perusahaan tersebut. Untuk meningkatkan produksi ini diperlukan modal yang cukup besar. Modal ini bisa didapatkan dengan cara kredit dari bank. Berdasarkan alasan tersebut, jelaslah bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan produksi di suatu perusahaan adalah modal, yang mana modal tersebut bisa didapatkan melalui

Secara umum, Thomas Suyatno dkk (2007:15) mengutarakan bahwa pemberian kredit oleh perbankan, khususnya bank pemerintah yang mempunyai tugas sebagai agent of development adalah bertujuan untuk:

1. Turut mensukseskan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan

2. Meningkatkan aktivitas perusahaan agar fungsinya menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat

3. Mendapatkan laba untuk kelangsungan hidup perusahaan terjamin dan dapat memperluas usahanya.

Dari tujuan kredit yang diberikan oleh Bank terdapat kepentingan yang seimbang antara kepentingan pemerintah, kepentingan masyarakat dan kepentingan pemilik modal (pemerintah, pengusaha perbankan dan investor). Sementara itu fungsi bank sebagai financial intermediary tampak dalam usaha bank untuk menciptakan interest rate sebagai resiko penanggung penghimpunan dan penyaluran kredit.

Pengertian kredit sendiri dalam hal ini menurut UU No. 7/3/PBI/2005, yaitu:

Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Untuk menjelaskan mengenai pengaruh kebijakan kredit bank terhadap perkembangan industri kecil dapat melalui kebijakan publik. Secara teoritis kebijakan publik adalah segala kebijakan yang dipilih oleh pemerintah untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Kebijakan tersebut diaplikasikan melalui program pengembangan investasi dengan memberikan fasilitas kredit perbankan kepada UKM. Kebijakan kredit adalah kebijakan dari bank untuk

mendukung pemberian kredit yang sehat dan penerapan unsur pengendalian intern mulai dari tahap awal proses kegiatan perkreditan dengan tujuan mengurangi atau menghindari kredit macet (Mudrajad Kuncoro, 2002:247).

Kredit berpengaruh terhadap perkembangan usaha industri rajut karena melalui kredit pengusaha dapat memiliki tambahan modal dari bank. Faktor modal sebagai salah satu bahasan yang sering dibicarakan karena modal turut mendukung dan berpengaruh terhadap perkembangan usaha yang bisa dilihat melalui besarnya laba yang akan diterima oleh perusahaan. Besar kecilnya jumlah alokasi kredit yang diberikan untuk modal usaha akan berpengaruh terhadap besar kecilnya jumlah laba yang akan diterima padan masa yang akan datang.

Pendapat yang hampir sama dikemukakan oleh Douglas Garutt dalam bukunya “planning for profit” yang diterjemahkan oleh Suwartojo (1982:2), yaitu: “Jelas bahwa ada hubungan yang dinamis antara laba dengan modal, laba yang naik kerap kali harus dibarengi dengan kenaikan investasi dan dengan demikian juga kenaikan modal yang ditanam. Demikian pula sebaliknya suatu pengurangan sedikit saja dari modal yang ditanam akan dapat mengakibatkan turunnya tingkat laba yang mencolok.”

Oleh karena itu, kebijakan kredit dari bank untuk dapat memenuhi kebutuhan modal usaha sangat berpengaruh terhadap perkembangan usaha industri rajut. Kebijakan untuk membantu perkembangan usaha kecil tercantum dalam UU No. 9/1955 tentang Usaha Kecil dan UU No.25/1992 tentang perkoperasian, UU RI No. 10/1998 tentang perubahan UU No. 7/1992 tentang perbankan dan Garis besar kebijakan dalam Inpres 6 tahun 2007 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan

Dari uraian di atas maka alur pemikirannya dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.7 Kerangka Berfikir

Dokumen terkait