• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRA N

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Permintaan yang tinggi akan sapi bibit dan sapi bakalan hingga saat ini belum dapat dipenuhi oleh usaha pembibitan sapi potong di dalam negeri. Hal ini tercermin pada impor sapi bakalan dan daging sapi beku yang cenderung makin meningkat. Jumlah populasi sapi potong yang cenderung statis, tidak dapat mengimbangi jumlah komsumsi daging sapi potong yang semakin meningkat setiap tahunnya. Melihat kenyataan tersebut potensi untuk pengembanggan sapi potong di dalam negeri masih cukup besar untuk dikembangkan.

Banyak pihak swasta maupun pemerintah tidak tertarik untuk menanamkan modalnya dalam usaha pembibitan sapi potong. Hal ini disebabkan biaya investasi yang digunakan dalam pembibitan lebih besar dari pada usaha penggemukkan. Di samping usaha pembibitan memiliki resiko yang lebih besar, serta perputaran uang dan pengembalian modal yang lama. Kondisi tersebut berbeda dengan usaha penggemukkan dimana resiko yang dihadapi lebih kecil, perputaran uang yang cepat karena sapi dapat dijual setelah digemukkan selam tiga bulan.

Tidak adanya upaya pemerintah dalam pinjaman modal berupa kredit lunak merupakan salah satu penyebab tidak tertariknya investor menjalankan usaha pembibitan sapi potong. Selain itu, harga bakalan yang digunakan sebagai calon bibit sangat dipengaruhi oleh nilai tukar Rupiah terhadap Dollar yang berfluktuasi. Analisis kelayakan pentingnya dilakukan untuk melihat apakah

usaha breeding sapi potong tersebut layak untuk dijalankan atau tidak.

PT Lembu Jantan Perkasa (LJP) termasuk golongan usaha besar yang awalnya bergerak di bidang penggemukkan dan penjualan sapi potong yang didukung oleh tenaga peternak yang berpengalaman. PT Lembu Jantan Perkasa merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang berskala besar bergerak di

dua bidang yakni pembibitan (breeding) sapi potong dan penggemukkan

(fattening) sapi potong secara intensif. Untuk mengantisipasi penurunan populasi sapi potong dan peningkatan kebutuhan akan konsumsi daging sapi secara nasional serta untuk mengurangi tingkat ketergantungan impor sapi potong di Indonesia, maka mulai tahun 2004 PT LJP mulai merintis usaha pembibitan sapi

potong (breeding) dengan mengunakan bakalan yang telah diseleksi terlebih

dahulu sebelum dimasukkan ke pembibitan.

Terbatasnya bibit ternak lokal serta sedikitnya jumlah bibit unggul yang tersedia merupakan salah satu alasan bagi PT LJP menggunakan bibit sapi potong impor. Input utama yang digunakan dalam pembibitan sapi potong yaitu bibit sapi potong berkualitas yang diimpor dari negara Australia dimana pembayaran yang digunakan memakai mata uang Dollar. Jenis sapi potong bibit yang

37

Australia Comersial Cross (ACC) melalui perusahaan Walco Internasional. Proses pembibitan melalui beberapa tahap.

Diharapkan usaha pembibitan dapat memenuhi kebutuhan daerah-daerah akan bibit sapi pilihan yang berkualitas untuk menunjang usaha peningkatan gizi masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan ternak sapi potong. Usaha pembibitan sapi potong membutuhkan modal investasi yang besar karena usaha pembibitan secara intensif membutuhkan banyak fasilitas. Investasi yang terdapat dalam

usaha breeding sapi potong tersebut meliputi investasi kandang calon bibit,

kandang sapi bunting, kandang weaner, cattle yard, holding pond (kolam

penampungan limbah), holding fasilitas, laboraturium IB, hospitalpen, bangunan

unit feedmill, lahan hijauan ternak, mess karayawan, kantor, dan geusthouse.

PT LJP menjual produknya yaitu sapi dalam keadaan bunting dan berupa

anak sapi (weaner). Harga yang ditetapkan berbeda berdasarkan berat tubuh. Sapi

buting dijual jika umur kebuntingan sapi telah mencapai tiga bulan sampai dengan tujuh bulan dengan harga berkisar Rp 9.600.000,00 sampai harga Rp

12.100.000,00. Sedangkan untuk anak sapi baru bisa dijual jika umur weaner

maksimal satu tahun. Harga sapi weaner berkisar Rp 3.600.000,00 sampai Rp

6.850.000,00.

Saat ini tingkat keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) PT LJP yaitu sebesar

80 persen dengan jumlah inseminasi per kebuntingan atau nilai S/C (Service Per

Conception) sebesar 1.6-1.7. Nilai tersebut menandakan bahwa tingkat kesuburan

sapi breeding PT LJP tinggi.

Menurut pengalaman perusahaan dari semua populasi bakalan yang diimpor sebesar 15 persen telah bunting secara alami, setelah melakukan seleksi

melalui pemeriksaan alat reproduksi maka sebesar 30 persen sapi bakalan tersebut layak untuk dimasukkan dalam program pembibitan sedangkan sisanya untuk program penggemukkan. Hal tersebut merupakan peluang yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mendirikan usaha pembibitan sapi potong. Proporsi input bakalan impor dari 100 persen total populasi sebesar 45 persen

digunakan sebagai input breeding, sedangkan sisanya 55 persen dimasukkan

kedalam usaha penggemukkan.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi maka perlu dilakukan analisis kelayakan untuk melihat apakah usaha pengembangan pembibitan sapi potong layak untuk dilaksanakan atau tidak, sehingga perlu dilakukan pembahasan mengenai aspek-aspek yang berhubungan dengan kelayakan usaha. Aspek-aspek tersebut meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek finansial serta aspek lingkungan.

Penilaian tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis finansial untuk

melihat nilai NPV, IRR, Net B/C ratio dan Payback Period. Menurut Umar

(2005), NPV yaitu selisih antara presentvalue dari investasi dengan nilai sekarang

dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Untuk menentukan nilai sekarang perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.

Jika nilai NPV>0, maka proyek dikatakan layak atau bermanfaat karena

dapat menghasilkan lebih besar dari modal opportunity cost faktor produksi

modal. Nilai NPV=0, berarti proyek menghasilkan sebesar opportunitycost faktor

produksi modal. Pada kondisi ini proyek tidak untung dan tidak rugi. Jika nilai NPV<0, berarti proyek tidak dapat menghasilkan senilai biaya yang dipergunakan yang menunjukkan bahwa proyek tidak layak dilakukan.

39

Nilai net B/C ratio menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Proyek dikatakan layak untuk dilaksanakan apabila nilai B/C ratio lebih dari satu, sedangkan nilai B/C ratio kurang dari satu maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. Untuk mengetahui berapa periode yang diperlukan untuk menutup kembali penggeluaran investasi

dengan menggunakan aliran kas maka digunakan Payback Period. Analisis

sensitivitas dilakukan untuk mengetahui perubahan dalam dasar perhitungan biaya dan benefit untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek.

Perubahan-perubahan tersebut yaitu kenaikkan biaya variabel terutama harga bakalan yang akan digunakkan sebagai calon bibit, karena harga bakalan sangat dipengaruhi oleh nilai tukar Rupiah terhadap Dollar yang sangat berfluktuasi dan penurunan volume produksi. Kerangka pemikiran operasional

Analisis Kelayakan Usaha Pengembangan Pembibitan (Breeding) Sapi Potong

PT Lembu Jantan Perkasa

Usaha pembibitan (breeding) sapi potong :

•Harga bakalan yang dipengaruhi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar yang berfluktuatif

•Proses produksi breeding sapi potong yang lama

• Adanya potensi permintaan konsumsi daging sapi potong yang semakin meningkat

• Pertumbuhan sapi potong yang cenderung statis

• Mengurangi tingkat ketergantungan impor sapi potong karena impor sapi bakalan dan daging dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan.

Analisis Kelayakan Usaha

Tidak Layak Layak

Aspek finansial •NPV, IRR, Net B/C, Payback period •Sensitivitas Aspek manejemen Aspek teknis Aspek sosial dan lingkungann Aspek pasar

UsahaPengembangan Pembibitan (breeding) Sapi Potong

Dokumen terkait