• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini, diambil dari berbagai penelusuran teori-teori yang relevan dengan penelitian mengenai kewirausahaan dan pertumbuhan usaha, serta dikaitkan dengan beberapa temuan-temuan tentang aktivitas dan pertumbuhan kewirausahaan wanita.

Teori Kewirausahaan dan Pertumbuhan Usaha

Wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru atau dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Wirausaha adalah orang yang melihat adanya peluang kemudian menciptakan sebuah organisasi untuk memanfaatkan peluang tersebut (Bygrave dan Zacharakis 2010).

Wirausaha menurut Joseph Schumpeter dalam Casson et al. (2006) merupakan individu yang inovatif, fungsi dari wirausaha adalah untuk memperbaharui atau merevolusi bentuk produksi dengan pemanfaatan hasil temuan yakni, kemungkinan teknologi yang belum dicoba untuk memproduksi sebuah komoditi baru atau produksi lama dengan cara yang baru, membuka cara baru menyediakan bahan baku, otlet baru, reorganisasi sebuah industri.

Berbagai definisi wirausaha menekankan pada setiap individu unggul yang berani mengambil risiko untuk mendapatkan keuntungan, sedangkan proses kewirausahaan menyiratkan adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang baru dengan mengkombinasikan peluang dan sumberdaya yang diperlukan, tenaga kerja, material dan peralatan lainnya yang dilakukan oleh seorang wirausaha untuk menghasilkan produk atau jasa dengan nilai yang lebih tinggi dari sebelumnya dan memiliki manfaat yang bisa dinikmati oleh setiap orang. Kegiatan kewirausahaan ini menghasilkan suatu aktivitas kewirausahaan perusahaan baru.

Penerapan aktivitas usaha yang dilakukan dengan landasan kualitas kewirausahaan sangat penting untuk menjaga kelangsungan usaha, dalam menjalankan proses kewirausahaan, wirausaha harus bisa memanfaatkan peluang, mengakumulasi sumberdaya, menghasilkan produk, memasarkan produk/jasa, membangun organisasi dan merespon kebijakan pemerintah (Gartner 1985). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Morris (1994) dalam Kuratko dan Hodgetts (2007) proses kewirausahaan dimulai dari mengidentifikasi peluang, menilai dan mendapatkan sumber penting hingga sampai pada tahap pelaksanaan.

Proses kewirausahaan menurut Timmons dan Spinelli (2007) dimulai dari peluang, didukung oleh sumber daya, dan diseimbangkan oleh tim. Karakteristik peluang yang baik dilihat dari tiga hal, yaitu permintaan pasar (market demand), struktur dan ukuran pasar (market structure and size), dan analisis selisih (margin analysis). Sumber daya yang dibutuhkan dalam proses kewirausahaan meliputi keuangan, aset, manusia, dan rencana bisnis. Tim merupakan faktor penyeimbang dalam proses kewirausahaan, karena tim yang baik akan mampu mengelola keseimbangan antara peluang dan sumberdaya. Model proses kewirausahaan pada perusahaan baru Timmons dan Spinelli (2007) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Model penciptaan usaha baru dalam proses kewirausahaan

Sumber: Timmons dan Spinelli (2007)

Model proses kewirausahaan Timmons dan Spinelli dikembangkan Bygrave dan Zacharakis (2010) dengan memfokuskan tim menjadi kemampuan

entrepreneur yaitu bagaimana seorang wirausaha yang memiliki ide mampu mengimplementasikan dan membentuk tim yang solid. Ide itu harus dikembangkan dan dioperasionalkan sehingga tidak hanya menjadi sebuah penemuan. Seorang wirausaha memiliki kemampuan untuk itu, sehingga yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha adalah segi manusianya bukan idenya. Proses kewirausahaan dihubungkan dengan pendirian dan pertumbuhan usaha baru melalui sebuah perencanaan bisnis. Perencanaan bisnis ini meliputi tiga komponen yaitu peluang, wirausaha, dan sumberdaya. Perencanaan bisnis yang berhasil menyesuaikan ketiga komponen ini dengan baik dalam menjalankan aktivitas usahanya, akan menumbuhkan usaha baru, keberlanjutan dan kesuksesan dalam menjalankan usahanya. Hubungan ketiga komponen ini dapat dilihat pada Gambar 4. Ketiga komponen akan saling berhubungan dengan ketidakpastian yang menyebabkan terjadi kesenjangan dan kesesuaian diantara ketiga komponen.

Gambar 4 Tiga komponen utama dalam membuka usaha baru Sumber: Bygrave dan Zacharakis (2010)

Menurut Bygrave dan Zacharakis (2010) selain dipengaruhi oleh kemampuan kewirausahaan, munculnya usaha baru juga terkait dengan : (1) faktor personal yang menyangkut aspek kepribadian seseorang; (2) sosial yang seperti menyangkut masalah hubungan dengan famili; (3) lingkungan yang menyangkut hubungan dengan lingkungan luar. Faktor internal personal yang mendorong seseorang untuk mulai berwirausaha antara lain berasal dari penemuan inovasi yang berasal dari diri, keinginan berprestasi, penasaran, keinginan menanggung risiko, faktor pendidikan dan pengalaman. Faktor sosialyang memicu pelaksanaan bisnis antara lain adanya hubungan atau relasi dengan orang lain, adanya tim yang bisa diajak kerjasama, dorongan orang tua, bantuan dan dukungan famili, pengalaman dalam dunia bisnis sebelumnya. Faktor lingkungan eksternal antara lain adanya sumberdaya yang bisa dimanfaatkan, mengikuti latihan atau incubator bisnis dan kebijakan pemerintah.

Gartner (1985) juga menggabungkan tiga dimensi penciptaan usaha baru dalam proses kewirausahaan yaitu karakteristik kewirausahaan individu, organisasi dan lingkungan. Karakteristik kewirausahaan individu terdiri atas: kebutuhan berprestasi, minat kewirausahaan dalam diri, kecendrungan mengambil risiko, kepuasan kerja, pengalaman pekerjaan sebelumnya, latar belakang kewirausahaan orang tua, usia dan pendidikan. Lingkungan terdiri atas: ketersediaan modal, kehadiran wirausaha berpengalaman, tenaga kerja teknis yang terampil, akses ke pemasok, akses ke pelanggan, pengaruh pemerintah, kerjasama dengan universitas, ketersediaan lahan/fasilitas, transportasi, sikap penduduk daerah sekitar, ketersediaan layanan pendukung, kehidupan dan perekonomian, tingkat tenaga kerja dan industri yang tinggi, daerah basis industri yang luas, ukuran perkotaan yang besar, persentasi imigran baru dalam populasi, ketersediaan sumberdaya keuangan, hambatan masuk, persaingan antara pesaing yang ada, tekanan dari produk pengganti, daya tawar pembeli, daya tawar pemasok. Organisasi terdiri atas: biaya keseluruhan perusahaan, penganekaragaman produk, fokus, produk/jasa baru, kompetisi paralel, peserta waralaba, perpindahan geografis, kekurangan pasokan, pemanfaatan sumberdaya yang tidak digunakan, kontrak dengan pelanggan, menjadi sumber kedua, perubahan aturan pemerintahan, kerjasama perusahaan, perizinan, peluncuran produk kepasar, penjualan pada bagian cabang, kegemaran belanja pemerintah.

Pendirian bisnis baru terjadi karena ada sebuah penemuan, penemuan itu dikreasikan dan menjadi sebuah inovasi oleh seorang wirausaha, dengan dukungan finansial, inovasi itu menjadi sebuah rencana bisnis (Gartner 1985). Aktivitas kewirausahaan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor inovasi yang muncul dari wirausaha, faktor lain yang juga sangat penting menurut Bygrave dan Zacharakis (2010) dan Hubeis (2005) adalah peluang dan sumberdaya. Peluang terdiri atas: kemajuan teknologi, kebijakan pemerintah, prospek pasar dan lembaga keuangan. Kombinasi sumberdaya menurut Timmons dan Spinelli (2007) terdiri atas: sumberdaya manusia (people) dan modal (Assets) termasuk didalamnya faktor produksi dan finansial resources.

Mendirikan usaha baru tidak mudah, banyak isu berkembang bahwa hanya satu dari sepuluh usaha baru yang akan sampai pada ulang tahunnya kesepuluh dan perusahaan lainnya mati di tengah jalan (Alma 2010). Bygrave dan Zacharakis (2010) mengatakan sebuah perusahaan baru biasanya melewati tahap-tahap tertentu dan masing-masing tahap memiliki karakteristik tantangan sendiri. Tahap ini dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Tahap pertumbuhan dan perkembangan usaha

Sumber: Bygrave dan Zacharakis (2010)

Pada Gambar 5 terlihat tahap awal pertumbuhan usaha adalah tahap pendirian usaha (start-up). Keputusan yang dibuat pada tahap ini adalah lebih baik mengejar skala pertumbuhan dibandingkan tingkat keuntungan dalam perusahaan. Setelah tahap start-up barulah perusahaan sebaiknya fokus untuk mengembangkan dan mempertahankan pertumbuhan perusahaan pada tahap pertumbuhan awal (early growth) dan pertumbuhan lanjutan (later growth), yang dapat dicapai dengan berfokus pada profitabilitas. Perusahaan baru perlu hati-hati mempertimbangkan bagaimana menyeimbangkan antara tujuan untuk pertumbuhan skala usaha dan

profitabilitas dari waktu ke waktu. Tahap selanjutnya usaha berada dalam tahap matang (maturity) dan seterusnya apakah mengalami tahap penurunan (decline) atau memulai kembali dengan pembaharuan (renewal).

Bisnis akan selalu berurusan dengan kondisi organisasi yang dinamis, namun jika perusahaan mampu untuk melakukan inovasi secara berkala, memperbarui diri, atau melakukan upaya transformasi bila diperlukan, ia akan terus makmur. Masalah yang dihadapi perusahaan pada tahap awal pertumbuhan berbeda dengan yang dihadapinya di tahap selanjutnya. Keputusan dan solusi akan berbeda tergantung di tahap yang mana perusahaan berada dalam siklus hidup usahanya, seorang wirausaha bisa membedakan mana masalah normal dan masalah yang memerlukan perhatian khusus (Bygrave dan Zacharakis 2010). Berdasarkan penjelasan diatas pertumbuhan usaha bisa dilihat dari skala usaha dan tingkat pendapatan

Pandangan konvensional masih negatif untuk kemampuan perusahaan kecil dan baru berdiri. Perusahaan baru dibebani dengan risiko dan hambatan yang melekat pada masa-masa awal berdirinya usaha yaitu mereka memiliki defisit

modal awal, keterbatasan sumberdaya dan pengalaman yang minim serta kesulitan dalam mengkomersialisasikan ide-ide, namun Casson et al. (2006) berpandangan positif terkait pertumbuhan perusahaan kecil dan baru tumbuh, yaitu: (1) tingkat pertumbuhan lebih tinggi untuk perusahaan kecil; (2) tingkat pertumbuhan lebih tinggi untuk perusahaan baru; (3) tingkat pertumbuhan bahkan lebih tinggi untuk perusahaan kecil dan baru dalam industri yang bergerak intensif dalam pengetahuan; (4) kemungkinan bertahan lebih rendah untuk perusahaan kecil; (5)

Skal a usa h a Waktu Pembaharuan atau penurunan Kematangan Pendirian Pertumbuhan awal Pertumbuhan lanjutan

Kemungkinan bertahan lebih rendah untuk perusahaan baru; (6) kemungkinan bertahan bahkan lebih rendah untuk perusahaan muda dan kecil di industri yang bergerak intensif dalam pengetahuan. Sehingga dapat disimpulkan untuk tingkat pertumbuhan usaha kecil dan baru tumbuh lebih tinggi tetapi untuk kemungkinan bertahan perusahaan kecil dan baru lebih rendah.

Teori evolusioner baru menyatakan bahwa perusahaan bergerak dinamis, banyak perusahaan baru yang memasuki industri dan banyak juga perusahaan yang keluar dari industri. Teori evolusioner memandang perusahaan baru memulai usahanya dengan output/produksi kecil. Perusahaan kecil berkeinginan untuk mencapai nilai harapan dari pengetahuan ekonomi baru. Namun, perusahaan baru bisa jadi tidak dapat berproduksi secara efisien ketika baru didirikan. Bahkan, perusahaan baru kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam tumbuh dan bertahan. Kemampuan bertahan dari perusahaan baru didukung oleh kemampuan menerapkan strategi, menemukan produk yang inovatif sesuai kebutuhan, dan bernilai guna.

Perusahan baru yang lebih fleksibel dan adaptif akan menjadi sukses karena bisa menyesuaikan apa yang menjadi permintaan pasar. Sebagai hasil dari perbedaan pendekatan baru tersebut. Kewirausahaan adalah sebuah kekuatan vital yang mendorong restrukturisasi industri. Pada temuan klasiknya mengenai teori

pengembangan ekonomi tahun 1911, Schumpeter mengusulkan teori “creative

destruction” yaitu perusahaan baru dengan jiwa wirausaha menggantikan kurang inovatifnya incumbent (pemain lama), akhirnya memimpin ke sebuah derajat tertinggi dari pertumbuhan ekonomi (Casson et al. 2006).

Peranan kewirausahaan dalam industri perusahaan baru sangat penting, karena perusahaan baru yang berskala sub-optimal mengalami proses seleksi. Hanya perusahaan-perusahaan yang menawarkan produk yang layak, dengan berproduksi secara efisien, yang akan bertumbuh dan meraih level MES (minimum efficient skala). Perusahaan sisanya akan mengalami jalan ditempat, tergantung kesederhanaan mekanisme seleksi lainnya, skala ekonomi yang bisa memaksa perusahaan untuk keluar dari industri. Dampak adanya kewirausahaan adalah adanya pertumbuhan pada tingkat perusahaan, daerah bahkan tingkat nasional (Casson et al. 2006).

Pertumbuhan dan keberlangsungan usaha berdasarkan model Bosma et al. (2011) mencapai tahap mapan (kematangan) pada saat umur bisnis lebih dari 3.5 tahun pertumbuhan dan keberlangsungan usaha juga dapat dilihat dari profil kewirausahaan dalam mengakomodasi aktivitas-aktivitas kewirausahaan dari sisi pertumbuhan bisnis, inovasi dan internasionalisasi. Casson et al. (2006) juga mengatakan perusahaan yang mampu bertahan 18 sampai 24 bulan akan tumbuh dan sisanya 80 persen akan keluar secara sukarela. Kegagalan disebabkan kurangnya kemampuan dalam bersaing dan proses produksi yang tidak efisien..

Dayasaing adalah kemampuan untuk dapat tumbuh diantara pesaing. Menurut Porter (1990) dalam Daryanto (2010) empat faktor yang mempengaruhi dayasaing yaitu: (1) strategi, terkait struktur perusahaan, tingkat persaingan perusahaan; (2) faktor kondisi sumberdaya seperti sumberdaya manusia, bahan baku, pengetahuan, modal, infrastruktur; (3) kondisi permintaan; (4) keberadaan industri terkait (pemasok atau industri pendukung). Peran kewirausahaan dalam peningkatan dayasaing terlihat dari aktivitas wirausaha dalam meningkatkan produktivitas dan nilai tambah. Para wirausaha (entrepreneur) adalah manusia-manusia unggul yang

selalu berorientasi untuk mengejar dan memanfaatkan peluang dengan menciptakan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru, melaksanakan proses yang lebih baik dan efisien untuk memenangkan persaingan.

Kuratko dan Hodgetts (2007) juga melihat aktivitas kewirausahaan dari pendirian bisnis baru yang layak secara khusus dapat dilihat dari lima aktivitasnya yaitu : (1) technical, berkaitan dengan analisis kelayakan produk dan jasa; (2)

market, berkaitan dengan penentuan peluang pasar dan risiko; (3) financial, berkaitan dengan kelayakan finansial dan sumberdaya; (4) organizational, berkaitan dengan kemampuan organisasi (pemilik dan karyawan); (5) competitive, berkaitan dengan dayasaing. Oleh karena itu dapat disimpulkan aktivitas kewirausahaan terlihat dari pemasaran, organisasi, finansial, dayasaing dan daya produksi.

Pada dasarnya proses untuk mendirikan UKM dimulai dari proses mempertimbangkan adanya peluang untuk mendirikan usaha, setelah pendirian akan disusul dengan proses pengelolaan, dengan fokus dari UKM adalah agar dapat dicapai keberlanjutannya dari masa ke masa. Model dari proses pendirian UKM dapat dilihat pada Gambar 6.

Awal proses pendirian usaha adalah inovasi yaitu proses menemukan terobosan yang selama ini belum dieksploitasi secara optimal. Dalam proses ini seorang wirausaha dituntut untuk menggunakan kreativitasnya dalam menangkap peluang. Langkah selanjutnya menganalisis kejadian yang dapat memicu (triggering events) terjadinya proses implementasi inovasi, dalam proses ini perlu mempertimbangkan faktor penunjang pertama dan kedua yaitu masalah ketersediaan sumberdaya dan kebijakan pemerintah. Langkah selanjutnya adalah implementasi seluruh rencana pendirian, dalam tahap ini memperhatikan faktor penunjang kedua dan ketiga. Kondisi pesaing, ketersediaan pemasok, sumberdaya dan faktor teknis lainnya harus dicermati. Tahap kematangan ditandai dengan keberlangsungan (sustainability) yang tangguh serta perolehan laba yang bagus untuk menuju tahap penuaian (harvest) (Darmadji 2007).

Gambar 6 Model proses pendirian dan keberlanjutan UKM Sumber: Darmadji (2007)

Aktivitas kewirausahaan sektor UKM terlihat dari daya produksi, dayasaing, dan inovasi yang dilakukan wirausaha. Ketiga variabel ini akan menghasilkan pertumbuhan GDP dan pertumbuhan ekonomi untuk jangka panjang melalui pertumbuhan lapangan kerja (SEBPC Skotlandia 2008).

Indonesia memiliki keunggulan komparatif sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya sosial dan sumberdaya modal yang sebagian besar masih belum dioptimalkan, namun ini bisa menjadi keunggulan kompetitif jika sumberdaya itu dibangun secara berkelanjutan dan bertahap. Tahap perkembangan dan pengetahuan sumberdaya ini dapat dilihat pada Gambar 7. Saat ini pembangunan ekonomi Indonesia berada pada tahap satu (factor driven) yaitu sebagian besar masih mengandalkan kelimpahan sumberdaya alam dan sumberdaya manusa yang belum terampil. Hal ini ditandai dengan peningkatan output agribisnis yang diperoleh dengan memperluas areal usahatani dan mendiversifikasi usahatani sesuai dengan potensi wilayah. Output akhir pada tahap ini didominasi oleh komoditi pertanian primer dan nilai tambah yang dinikmati sebagian masyarakat masih rendah. Jika entrepreneurship diimplementasi pada tahap ini maka akan mempercepat pembentukan modal (Pambudy 2010).

Tahap kedua digerakkan oleh penggunaan barang modal (capital driven) dan SDM semi terampil, tahap ini ditandai dengan peningkatan produktivitas dan nilai tambah sebagai sumber pertumbuhan. Pada tahap ini didominasi dengan produk agribisnis bentuk olahan yang sesuai dengan permintaan pasar. Tahap ketiga (innovation driven) digerakkan oleh ilmu pengetahuan dan teknologi serta SDM yang terampil yang menghasilkan produk akhir agribisnis yang produktivitas dan nilai tambahnya makin besar (Pambudy 2010).

Gambar 7 Tahap perkembangan pengetahuan dan SDM Sumber: Pambudy (2010)

Hubungan aktivitas kewirausahaan dengan pertumbuhan dan keberlangsungan usaha juga dijelaskan dalam model penelitian GEM. GEM mengukur aktivitas kewirausahaan terhadap pertumbuhan ekonomi seperti pada Gambar 8. Kesimpulan penelitian GEM pada model tersebut menunjukkan antara kesempatan wirausaha dan kapasitas wirausaha membentuk aktivitas

kewirausahaan. Kapasitas dan kesempatan dalam aktivitas kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor demografi, pendidikan, infrastruktur ekonomi dan kebudayaan. Aktivitas ini selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Jumlah dan kualitas wirausaha juga akan berpengaruh terhadap tingkat dan kualitas pertumbuhan suatu negara. Makin banyak jumlah wirausaha yang berkualitas ada kemungkinan pertumbuhannya akan semakin tinggi.

Gambar 8 Pendekatan GEM dalam mengukur aktivitas kewirausahaan Sumber: GEM (2001)

Aktivitas Wanita dan Pertumbuhan Usaha

Wanita dan pria memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi wirausaha tetapi secara khusus ada perbedaan wanita dan pria dalam aktivitas usahanya antara lain yaitu: (1) dalam pilihan bisnis wanita tidak tertarik berbisnis mengenai pria, kebanyakan wanita bergerak di bidang jasa dan retail serta bersifat tradisional sedangkan pria tertarik berbisnis yang berkaitan dengan wanita; (2) dalam proses kewirausahaan wanita menekankan kualitas dari pada efisiensi, lebih takut pada risiko dan dalam keputusan manajerial kurang bagus dari pada pria karena melibatkan hati dan perasaan; (3) dalam akses sumberdaya pria lebih berani meminjam dari pada wanita dan pria juga punya jaringan yang lebih luas dari wanita (Casson et al. 2006). Perbedaan wanita dan pria dalam menjalankan usahanya ditambahkan Alma (2010) yaitu; (1) wanita wirausaha dimotivasi untuk membuka bisnis karena ingin berprestasi, mengembangkan bakat dan frustasi dalam pekerjaan sebelumnya; (2) sumber modal wanita lebih banyak berasal dari tabungan, harta pribadi dan pinjaman pribadi; (3) wanita dalam menjalankan usahanya lebih toleransi dan fleksibel, realistik dan kreatif, antusias dan enerjik; (4) usia memulai usaha pria rata-rata 35 sampai 45 tahun sedangkan wanita di Amerika berusia 35 sampai 45 tahun.

Pertumbuhan usaha wanita menurut Brush et al. (2010) juga dipengaruhi oleh empat konstruksi utama: individu, konsep usaha, sumberdaya perusahaan dan sumberdaya keuangan, kelembagaan. Selain itu mereka juga membuat kerangka kerja yang menunjukkan bahwa potensi pertumbuhan juga dipengaruhi oleh sektor bisnis dan konteks negara. Dalam bukunya Brush menekankan elemen individu wanita sebagai wirausaha bersumber dari keluarga hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Kesempatan Kapasitas

Tingkat aktivitas kewirausahaan Pertumbuhan ekonomi

Gambar 9 Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan usaha wanita Sumber: Brush et al. (2010)

Model yang dibangun Brush et al. (2010) menunjukkan individu berada dalam sebuah lingkaran keluarga. Hal ini menunjukkan penekanan kewirausahaan wanita pada ruang lingkup keluarga dan ruang lingkup kelembagaan lainnya. Dasar untuk setiap usaha baru adalah kemampuan individu, kemampuan memanfaatkan peluang, sumberdaya dan tim yang dimiliki. Pendidikan formal, pengalaman kerja dan pelatihan memiliki hubungan yang positif dengan kesuksesan usaha, begitu juga kualitas personal wanita seperti motivasi dan aspirasi yang tertanam dalam konteks rumah tangga dan keluarga mereka. Wirausaha laki-laki dan wanita juga cenderung berbeda dalam aspirasi dan pilihan strategis usaha mereka. Faktor di tingkat individual lainnya seperti sifat-sifat pribadi dan motivasi untuk memulai usaha juga bisa berbeda antara wanita dan laki-laki (Brush et al. 2010).

Smith-Hunter (2006) membangun model kesuksesan aktivitas wanita wirausaha dengan menekankan pada isu-isu yang berkaitan dengan sumberdaya manusia, jaringan dan modal finansial. Ketiga sumberdaya ini saling berhubungan seperti Gambar 10.

Gambar 10 Model kesuksesan aktivitas wanita wirausaha Sumber: Smith-Hunter (2006)

Sumberdaya manusia bagi seorang wanita penting untuk pengembangan usaha dan menentukan pendapatan yang diperoleh oleh wanita wirausaha.

Kesuksesan bisnis secara ekonomi Modal finansial Modal manusia Struktur/jaringan Pertumbuhan Konsep perusahaan Individual Keluarga Sumberdaya perusahaan Lembaga finansial Sektor Konteks negara

Sumberdaya manusia ini difokuskan pada: pengetahuan, pendidikan, pengalaman, manajemen pengawasan, pelatihan dan pengaruh orang tua. Faktor kedua adalah jaringan, jaringan ini penting karena memberikan informasi potensi pasar dan berfungsi sebagai sumber informasi bagi wanita wirausaha untuk pengembangan usaha mereka. Struktur jaringan wirausaha ini tidak dikembangkan secara kebetulan, tetapi merupakan salah satu yang harus dibangun, dipelihara dan sangat penting bagi kelangsungan usaha. Jaringan bisa terbentuk dari kelompok formal seperti keanggotaan bisnis di organisasi, tempat kerja, bank, lembaga pemerintah, organisasi pendidikan, organisasi pelatihan. Kelompok jaringan yang terbentuk secara informal seperti kekeluargaan dan organisasi keagamaan.

Faktor penting ketiga adalah sumberdaya finansial/keuangan. Akses keuangan sangat penting bagi kelangsungan hidup usaha, perluasan dan berkontribusi lebih luas pada ekonomi masyarakat dari aktivitas wanita wirausaha. Akses keuangan berasal dari faktor formal seperti bank, pinjaman lembaga, pemilik modal, pemerintah, organisasi, mitra, modal usaha sebelumnya. Akses keuangan dari informal seperti tabungan personal, kartu kredit, pensiun, pinjaman pribadi,

angel, keluarga, teman, pemilik bisnis sebelumnya. Dalam bukunya Smith-Hunter (2006) juga menemukan hubungan yang kuat antara sumberdaya manusia terhadap akses ke sumberdaya keuangan dan hubungan antara struktur jaringan ke sumberdaya keuangan. Hal ini menunjukkan transformasi dari hubungan antara empat faktor tersebut yaitu modal manusia dan faktor struktur jaringan yang terkait pada sumberdaya keuangan, yang nantinya akan terhubung langsung ke keberhasilan ekonomi.

Kerangka Pemikiran Operasional

Kerangka pemikiran adalah model konseptual mengenai bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah. Saat ini terjadi peningkatan peran dan keterlibatan wanita dalam dunia usaha. Kabupaten Kerinci adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jambi yang kaya sumberdaya pertanian dan memiliki aktivitas wanita wirausaha yang signifikan. Cakupan aktivitas wanita wirausaha dalam penelitian ini adalah aktivitas wanita wirausaha yang difokuskan pada subsistem hilir yaitu pengolahan kentang, sebagai hasil pertanian unggul daerah di Kabupaten Kerinci. Usaha olahan kentang yang ada di Kabupaten Kerinci adalah usaha dodol kentang, keripik kentang dan serundeng kentang. Kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 11. Kondisi usaha pengolahan kentang saat ini jumlahnya meningkat dan telah dijadikan sebagai produk oleh-oleh atau buah tangan khas dari Kabupaten Kerinci. Secara teori peningkatan aktivitas kewirausahaan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Thurik dan Wennekers 2004), namun kontribusi usaha pengolahan ini terhadap PDRB masih kecil yaitu 2% (BPS Kabupaten Kerinci 2013) dan Pemanfaatan kentang untuk usaha pengolahan 0.19% dari produksi kentang di Kabupaten Kerinci (Disperindagkop 2004).

Pertumbuhan usaha yang dikelola oleh para wanita ini terlihat lambat dari

Dokumen terkait