• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam bab ini akan dikemukakan kerangka pendekatan untuk menganalisis dan menjawab permasalahan peramalan produksi dan konsumsi komoditi strategis dalam rangka pencapaian swasembada seperti yang telah dirumuskan pada pendahuluan, yaitu mengenai konsep hubungan atau keterkaitan di antara produksi, konsumsi, dan peramalan. Untuk mengetahui hubungan kuantitatif dari kerangka pendekatan tersebut, akan diuraikan pula beberapa teori rumusan fungsional yang relevan dengan masing-masing komponen tersebut.

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penelusuran teori yang relevan dengan permasalahan yang menjadi topik kajian ini, yaitu konsep produksi, konsep konsumsi, dan konsep peramalan. Adapun kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan pada subbab berikut ini.

Konsep Produksi

Lipsey et al. (1986) mengatakan bahwa produksi adalah tindakan dalam membuat komoditi, baik berupa barang maupun jasa. Dalam pertanian, proses produksi begitu kompleks dan terus menerus berubah seiring dengan kemajuan teknologi. Secara umum produksi diartikan sebagai setiap kegiatan atau usaha manusia untuk menghasilkan atau menciptakan, menambah nilai guna suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Tidak ada produk yang dihasilkan dengan menggunakan satu input. Dalam produksi banyak digunakan input-input untuk menghasilkan output.

Fungsi produksi merupakan hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi. Masukan seperti pupuk, tanah, tenaga kerja, modal, dan ikim yang mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Tidak semua masukan yang dipakai untuk dianalisis, hal ini tergantung dari penting tidaknya pengaruh masukan itu terhadap produksi. Jika bentuk fungsi produksi diketahui, maka informasi harga dan biaya yang dikorbankan dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi masukan yang terbaik. Ada banyak hubungan input-output dalam pertanian karena tingkat dimana input diubah menjadi output akan berbeda- beda diantara tipe tanah, hewan, teknologi, curah hujan dan faktor lainnya. Tiap hubungan input output menggambarkan kuantitas dan kualitas dari sumberdaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk tertentu. Lipsey et al. (1986) juga mengatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fungsi yang memperlihatkan output maksimum yang dapat diproduksi oleh setiap input dan oleh kombinasi berbagai input.

Sebuah fungsi produksi dapat digambarkan dalam cara yang berbeda; dalam bentuk tertulis, menyebutkan dan menggambarkan tiap input yang berhubungan dengan output; dengan membuat daftar input dan hasil output secara numerik

dalam tabel; dalam bentuk grafik atau diagram; dan dalam bentuk persamaan aljabar. Hubungan antara input dan output ini dapat diformulasikan oleh sebuah fungsi produksi, yang dalam bentuk matematis bisa ditulis: Q = f(K,L), dimana Q mewakili tingkat Output yang dihasilkan selama suatu periode tertentu, K mewakili barang modal, dan L mewakili tenaga kerja. Simbol f menggambarkan bentuk hubungan dari perubahan input menjadi output. Hubungan fisik antara faktor produksi dengan produksi dapat digambarkan dalam suatu proses produksi seperti Gambar 3.

Gambar 3 Kurva PT, PR, dan PM Sumber: Nicholson (1998)

Keterangan : X : Hasil produksi a : PM maksimum

Y : Faktor produksi b : PR maksimum

PT : Produk total c : MP = 0

PR : Produk rata-rata PM : Produk Marjinal

Proses alokasi faktor produksi yang efisien dapat dianalisis melalui Gambar 3 yang menunjukkan 3 tahap penting dari gerakan perubahan nilai produk total, yaitu:

1. Tahap I, sampai pada saat kondisi produk rata-rata maksimum. Sering disebut sebagai daerah rasional atau kenaikan hasil yang selalu bertambah. Pada tahap ini keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat ditingkatkan dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak, dengan asumsi cukup tersedia faktor produksi.

2. Tahap II, antara produk rata-rata sampai saat produk marjinal sama dengan 0. Tahap ini juga sering disebut sebagai daerah rasional atau kenaikan hasil tetap.

Y X 0 a Y X 0 PT c b Tahap I PR PM Tahap II Tahap III

Pada tahap ini keuntungan maksimum akan tercapai karena faktor produksi telah digunakan secara maksimum.

3. Tahap III, saat produk marjinal sudah bernilai kurang dari 0. Tahap III merupakan daerah irrasional atau kenaikan hasil negatif. Pada tahap ini menggambarkan bahwa pemakaian faktor produksi sudah tidak efisien.

Nicholson (1998) menyatakan bahwa fungsi produksi memeperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal (K) dan Tenaga kerja (L). Fungsi produksi dapat digambar dalam 2 dimensi, yaitu dengan menggunakan map isoquant. Sebuah isoquant berarti catatan penggunaan kombinasi input-input yang menghasilkan output yang sama. Pada kurva Q, penggunaan kombinasi input antara modal (K) dan Tenaga kerja (L) berbeda-beda tetapi menghasilkan output yang sama. Semakin kurva isoquant bergeser ke kanan (dari Q1 ke Q2 ke Q3), maka kombinasi penggunaan input (K dan L) semakin meningkat.

Gambar 4 Map isoquant Sumber: Nicholson (1998)

Konsep Konsumsi

Secara umum konsumsi diartikan sebagai setiap kegiatan memkai, menggunakan atau menikmati barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan. Penentuan pengeluaran atau belanja konsumen sangat penting dalam analisis tingkat Output perekonomian suatu negara. Pengeluaran atau belanja konsumen sebagian besar ditentukan oleh penghasilan pribadi, perkiraan konsumen terhadap masa depan, kekayaan, dan tingkat harga. Konsumsi tidak mungkin dilakukan oleh kebanyakan individu yang tidak mempunyai penghasilan dari pekerjaan atau melalui transfer dari pemerintah atau dunia bisnis, maka penghasilan pribadi menjadi hal penting dari variabel-variabel konsumsi (Salvatore 2009). Perubahan pendapatan disposabel berhubungan erat dengan perubahan konsumsi per kapita. Konsumsi tidak terlalu bereaksi terhadap gejolak pendapatan jangka pendek, sebaliknya gejolak pendapatan jangka panjang mempengaruhi perubahan konsumsi (Hill 2008).

Konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga memiliki porsi (sekitar 70%) terbesar dalam total pengeluaran agregat (Hill 2008; Rahardja 2008). Konsumsi merupakan sejumlah barang yang digunakan lagsung oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Konsumsi pada saat ini hampir bisa diprediksi dengan sempurna dari konsumsi periode sebelumnya ditambah sedikit pertumbuhan.

K L 0 Q1 Q2 Q3

Teori konsumsi modern memprediksi bahwa kenaikan pajak kontemporer, yang kemudian akan menurunkan pendapatan disposabel, akan memiliki sedikit dampak pada konsumsi dan oleh karenanya sedikit dampak pula pada permintaan agregat.

Teori Keynesian awal, menyatakan bahwa konsumsi pendapatan sekarang bergerak dalam pola yang sama tanpa berusaha memisahkan antara perubahan pendapatan sementara dengan perubahan tetap. Keynes membuat dugaan-dugaan tentang fungsi konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi kausal. Dalam Mankiw (2003), 3 dugaan-dugaan Keynes tersebut antara lain:

1. Kecenderungan menkonsumsi marjinal, yaitu jumlah yang dikonsumsi dari setiap dolar tambahan adalah antara nol dan satu.

2. Rasio konsumsi terhadap pendapatan disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata turun ketika pendapatan naik.

3. Pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peran penting.

Berdasarkan 3 dugaan tersebut, fungsi konsumsi Keynes ditulis sebagai berikut: C = C0 + cY, C0 > 0, 0 < c < 1,

Dimana C adalah konsumsi, Y adalah pendapatan disposabel, C0 adalah konstanta, dan c adalah kecenderungan mengkonsumsi marjinal. Fungsi konsumsi adalah hubungan antara konsumsi dengan pendapatan disposabel, dan menganggap konstan faktor-faktor penentu konsumsi yang lain yang bukan berasal dari penghasilan. Fungsi konsumsi berasumsi bahwa perilaku konsumsi individu pada periode tertentu berhubungan dengan pendapatan pada periode tersebut. Perubahan faktor-faktor penentu konsumsi yang bukan berasal dari penghasilan mengubah pula hubungan antara konsumsi dengan pendapatan disposabel.

Banyak faktor yang memengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga. Menurut Rahardja (2008), faktor-faktor yang dapat memengaruhi tingkat konsumsi antara lain:

1. Faktor-faktor ekonomi

Berdasarkan faktor-faktor ekonomi, ada beberapa hal yang menentukan tingkat konsumsi, yaitu pendapatan rumah tangga, kekayaan rumah tangga, jumlah barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat, tingkat bunga, perkiraan tentang masa depan, dan kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.

2. Faktor-faktor demografi atau kependudukan

Yang mencakup dalam faktor-faktor kependudukan adalah jumlah penduduk dan komposisi penduduk. Dilihat dari jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, walaupun pengeluaran rata-rata per orang atau per keluarga relatif rendah. Pengaruh komposisi penduduk terhadap peningkatan konsumsi apabila makin banyak penduduk yang berusia kerja atau usia produktif, semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, dan makin banyak penduduk yang tinggal diperkotaan. 3. Faktor-faktor nonekonomi

Faktor-faktor nonekonomi yang paling berpengaruh terhadap besarnya konsumsi adalah faktor sosial budaya masyarakat. Perubahan pola kebiasaan

makan, perubahan etika, dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap ideal akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi masyarakat.

Konsep Peramalan

Peramalan merupakan kegiatan untuk memerkirakan apa yang akan terjadi. Peramalan dapat menjadi alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien serta bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pengambilan keputusan manajemen (Makridakis et al. 1999). Peramalan penting dalam berbagai situasi perencanaan dan pengambilan keputusan. Ramalan-ramalan yang terutama sangat berguna adalah tentang faktor-faktor perekonomian yang dapat berfungsi sebagai latar belakang bagi semua perencanaan dan pengambilan keputusan yang berlangsung dalam berbagai fungsi yang biasanya disebut sebagai skenario dasar perekonomian yang dipergunakan dalam penganggaran dan perencanaan lainnya. Perubahan yang diproyeksikan dalam harga, biaya, tingkat pertumbuhan, dan sebagainya merupakan unsur-unsur penting dalam asumsi bersama. Menurut Makridakis (1999), persyaratan data untuk berbagai metode peramalan meliputi:

1. Data digunakan untuk menentukan pola perilaku beberapa variabel yang didasarkan pada pengamatan historis

2. Data yang digunakan untuk menyediakan nilai yang akan datang dari variabel bebas yang termasuk dalam suatu model kausal.

Sedangkan Hanke (2003) mengatakan bahwa bagian tersulit dan cukup memakan waktu adalah tahap mengumpulkan data yang baik dan dapat diandalkan, karena salah satu faktor yang mempengaruhi keakuratan suatu ramalan adalah data yang digunakan. Berikut merupakan kriteria data yang baik:

1. Data hendaknya dapat diandalkan (reliable) dan akurat. Penanganan yang sesuai harus dilakukan pada data yang dikumpulkan dari sumber-andal dengan memperhatikan keakuratannya

2. Data hendaknya relevan. Data harus mewakili keadaan dimana data tersebut digunakan.

3. Data hendaknya konsisten. Ketika data yang berkaitan dengan definisi berubah, penyesuaian perlu dilakukan untuk memepertahankan konsistensi pola historis.

4. Data hendaknya tepat waktu. Data yang dikumpulkan, dirangkum, dan dipublikasikan berdasarkan ketepatan waktu akan memberikan nilai tertinggi bagi forecaster.

Umumnya, ada dua jenis data yang digunakan dalam peramalan. Pertama adalah data yang dikumpulkan dari satu titik waktu (jam, hari, minggu, bulan, dan triwulan) yaitu data cross section. Data ini dikumpulkan dari periode yang sama. Tujuannya adalah untuk menelaah suatu data dan mengekstrapolasi atau memperluas hubungan yang ada pada populasi yang besar. Kedua adalah data yang dikumpulkan, dicatat, atau diamati dari rangkaian waktu tahapan waktu yaitu data time series (deret waktu). Pada bagan klasifikasi metode peramalan yang digunakan untuk menyusun perencanaan dan pengambilan keputusan, mencakup:

1. Model peramalan time series (naive, average, trend, smoothing, exponential, dekomposisi, ARIMA, SARIMA, ARCH/GARCH)

2. Model kausal

3. Model peramalan kualitatif

Gambar 5 Klasifikasi metode peramalan Sumber: Makridakis (1999)

Kerangka Pemikiran Operasional

Komoditi pangan strategis merupakan komoditi yang banyak dikonsumsi dan diproduksi di Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan merupakan masalah yang sangat serius. Konsumsi pangan di Indonesia semakin meningkat terutama dengan pertambahan jumlah penduduk. Namun, produksi pangan terutama komoditas pangan strategis seperti beras, jagung, dan kedelai hingga saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan nasional yang besar dan selalu meningkat. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan kebutuhan pangan menjadi sangat besar pula. Sebagian pengadaan bahan pangan, khususnya untuk komoditi yang dapat dibudidayakan dengan baik di Indonesia, misalnya beras dan jagung hingga kini masih diusahakan. Perkembangan produksi beras, jagung, dan kedelai dapat dilihat juga dari perkembangan luas areal tanam dan produksi. Hal ini disebabkan penerapan teknologi dan efisiensi usahatani yang masih rendah. Meskipun setiap tahunnya produksi komoditi strategis ini mengalami peningkatan, tetapi belum dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk Indonesia.

Desakan pemenuhan kebutuhan komoditi beras, jagung, dan kedelai serta rendahnya produktivitas komoditi pangan strategis menyebabkan pemerintah mengambil kebijakan impor dibandingkan meningkatkan produksi domestik. Namun saat ini pemerintah berupaya untuk menargetkan swasembada dan swasembada berkelanjutan komoditi pangan strategis pada tahun 2014. Melihat keadaan komoditas pangan strategis bagi Indonesia saat ini, maka dibutuhkan proyeksi produksi dan konsumsi komoditas strategis nasional hingga tahun 2014. Proyeksi tersebut dapat dijadikan infornasi ketercapaian target swasembada pemerintah sehingga dapat dilihat pula apakah terjadi surplus atau defisit. Setelah melihat ketimpangan antara volume produksi dan konsumsi, langkah selanjutnya adalah mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat memengaruhi produksi dan konsumsi tersebut.

Model Peramalan

Model Peramalan Objektif Model Peramalan Subjektif (Judgmental) Model Time Series

Naive Eksponential Smoothing Trend Dekomposisi

Average Model ARIMA

Model Kausal Simple Regression Multiple Regression

Ketidaksesuaian antara jumlah produksi dan konsumsi ini dapat berasal dari fluktuasinya jumlah produksi dan konsumsi. Masing-masing jumlah produksi dan konsumsi dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berbeda-beda. Misalnya jumlah konsumsi komoditi pangan strategis dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga komoditi tersebut, produksi dunia, dan Gross Domestic Product (GDP). Variabel- variabel tersebut dipilih dengan alasan: (1) Jumlah penduduk merupakan faktor yang memegang penanan sangat penting dalam peingkatan dan penurunan konsumsi; (2) Harga komoditi merupakan faktor yang sering kali dijadikan pertimbangan oleh konsumen dalam membeli suatu komoditi; (3) Produksi dunia secara umum dijadikan indikator oleh penduduk suatu negara untuk menambah atau mengurangi konsumsinya terhadap suatu komoditi; dan (4) GDP mencerminkan kemakmuran penduduk, dengan kemakmuran tersebut penduduk dapat mengkonsumsi suatu komoditi lebih banyak.

Sedangkan variabel yang digunakan dalam analisis jumlah produksi yaitu luas areal, curah hujan, anggaran litbang, dan jumlah varietas unggul. Hal ini disebabkan karena dalam fungsi produksi merupakan hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi, seperti tanah, modal, dan ikim yang mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Selain itu, hubungan input-output dalam pertanian karena tingkat dimana variabel- variabel yang dipakai (input) diubah menjadi hasil produksi (output) akan berbeda-beda diantara tipe tanah, teknologi, curah hujan dan faktor lainnya. Pemilihan variabel-variabel tersebut berdasarkan: (1) Luas areal panen dijadikan indikator penting dalam fungsi produksi dan merupakan faktor vital dari produksi pertanian, karena tidak mungkin ada hasil produksi tanpa menanam suatu komoditi pada lahan; (2) Curah hujan merupakan salah satu input dalam pertanian komoditi pangan strategis yang menupakan komoditi biologi (makhluk hidup); (3) Anggaran litbang dipakai dalam model karena merupakan implementasi kebijakan pemerintah secara kuantitatif; dan (4) Jumlah varietas unggul menggambarkan perkembangan teknologi yang berpengaruh pada produktivitas dan volume produksi komoditi pangan strategis.

Dari berbagai faktor yang diduga memengaruhi jumlah produksi dan konsumsi, tentunya tidak semua faktor memberikan pengaruhnya secara signifikan. Oleh karena itu, pengkajian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang memengaruhi jumlah produksi dan konsumsi penting untuk dilakukan. Hal ini agar dapat diketahui secara pasti faktor apa yang memengaruhi produksi dan konsumsi secara signifikan dan seberapa besar pengaruh yang diberikan. Produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis dalam kajian ini akan dianalisis menggunakan data produksi dan konsumsi yang menggambarkan produksi dan konsumsi komoditi strategis.

Adanya permasalahan produksi lokal tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri, akibatnya impor terus meningkat. Permasalahan tersebut merupakan sebuah tantangan dan peluang untuk meningkatkan produksi di masa yang akan datang dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki serta meminimalisir kelemahan yang ada saat ini bagi semua pihak baik kalangan praktisi, akademis maupun pemerintah. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan akan pangan dan mengurangi volume impor komoditi perlu adanya kemandirian pangan atau swasembada komoditi pangan strategis. Hal inilah yang mendasari bagaimana hubungan antara metode peramalan dan metode peramalan kausal yang digunakan dalam penelitian ini dengan implikasi pencapaian swasembada nasional. Lebih

lanjutnya dari analisis tersebut dapat diambil strategi sebagai implikasi kebijakan yang akan direkomendasikan agar peningkatan swasembada komoditi pangan strategis dapat tercapai.

Gambar 6 Bagan alur kerangka pemikiran operasional Pendugaan faktor-faktor yang

memengaruhi produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis

(Metode Kausal) Implikasi Kebijakan Faktor-faktor yang memengaruhi: Jumlah Penduduk Harga Komoditi Produksi Dunia GDP Konsumsi Produksi Swasembada Komoditi

Pangan Strategis

Kedelai Beras Jagung

 Komoditi Pangan Strategis banyak dikonsumsi dan diproduksi di Indonesia

 Konsumsi komoditi pangan strategis lebih besar daripada produksi

 Masalah kerawanan pangan dan ketahanan pangan

Faktor-faktor yang memengaruhi:

Luas areal

Curah hujan

Anggaran Litbang

Jumlah Varietas Unggul

Perkembangan dan proyeksi produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis

Dokumen terkait