• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produksi dan Konsumsi Komoditi Pangan Strategis Serta Implikasinya Terhadap Swasembada Nasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produksi dan Konsumsi Komoditi Pangan Strategis Serta Implikasinya Terhadap Swasembada Nasional"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKSI DAN KONSUMSI KOMODITI PANGAN

STRATEGIS SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP

SWASEMBADA NASIONAL

YURTA FARIDA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produksi dan Konsumsi Komoditi Pangan Strategis Serta Implikasinya Terhadap Swasembada Nasional adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Yurta Farida NIM H34114014

*

(4)
(5)

ABSTRAK

YURTA FARIDA. Produksi dan Konsumsi Komoditi Pangan Strategis Serta Implikasinya Terhadap Swasembada Nasional. Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS.

Kementrian Pertanian merencanakan akan merevisi roadmap swasembada komoditi pangan strategis yaitu beras, jagung, dan kedelai. Target roadmap tersebut dirasakan tidak mungkin tercapai dikarenakan produksi riil dari setiap komoditi kurang dari target. Tujuan dari penelitian ini adalah proyeksi terkait swasembada tahun 2014 dan menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis. Analisis dilakukan dengan regresi berganda dan peramalan time series. Dari hasil penelitian, secara umum semua proyeksi komoditas strategis belum mencapai target seperti dalam Roadmap Kementrian Pertanian. Berdasarkan hasil proyeksi produksi dan konsumsi pada tahun 2014, komoditi beras dan jagung mampu berswasembada. Namun, komoditi kedelai belum mampu berswasembada pada tahun 2014. Hasil analisis regresi menyimpulkan bahwa tidak semua variabel penduga dalam hipotesis berpengaruh secara signifikan pada produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis. Variabel yang memengaruhi semua produksi komoditi adalah areal panen dan anggaran litbang. Sedangkan variabel yang memengaruhi semua konsumsi komoditi adalah jumlah penduduk. Implikasi kebijakan yang perlu diambil terkait peningkatan swasembada dan swasembada berkelanjutan antara lain: perluasan areal panen, peningkatan anggaran litbang, dan penurunan konsumsi per kapita.

Kata kunci : Komoditi pangan, konsumsi, produksi, swasembada

ABSTRACT

YURTA FARIDA. Production and Consumption of Strategic Food Commodities and The Implications for National Self-Sufficiency. Under direction of MUHAMMAD FIRDAUS.

(6)

need to be taken related to an increase in self-sufficiency and self-sustained, among others : the expansion of harvest area, the increase in R & D budgets, and a reduction in consumption per capita.

(7)

PRODUKSI DAN KONSUMSI KOMODITI PANGAN

STRATEGIS SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP

SWASEMBADA NASIONAL

YURTA FARIDA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Produksi dan Konsumsi Komoditi Pangan Strategis Serta Implikasinya Terhadap Swasembada Nasional

Nama : Yurta Farida NIM : H34114014

Disetujui oleh

Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi Dosen Pembimbing

Mengetahui,

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia, rahmat dan hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 sampai November 2013, dengan judul Produksi dan Konsumsi Komoditi Pangan Strategis Serta Implikasinya Terhadap Swasembada Nasional.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Muhammad Firdaus, MSi selaku pembimbing yang telah membimbing penulis dari proses pembuatan proposal penelitian sampai dengan selesai penulisan, telah meluangkan waktu dan tenaga serta memberikan ilmunya sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis sampaikan juga kepada Dr. Ir. Netti Tinaprilia, MM dan Dr. Amzul Rifin, SP, MA yang telah banyak memberi saran dan masukan sebagai perbaikan pada saat kolokium dan ujian sidang. Di samping itu, Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,

ibu, serta seluruh keluarga, atas do’a dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 9

TINJAUAN PUSTAKA 10

Komoditi Pangan Strategis 10

Syarat Tumbuh Tanaman Komoditi Pangan Strategis 11

Syarat Tumbuh Tanaman Padi 11

Syarat Tumbuh Tanaman Jagung 12

Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai 13

Kebijakan Pangan dan Ketahanan Pangan 14

Swasembada Pangan 15

Model-model Peramalan Time Series Komoditi Strategis 16

Tinjauan Faktor-faktor yang Memengaruhi Komoditi Pertanian 17

KERANGKA PEMIKIRAN 19

Kerangka Pemikiran Teoritis 19

Konsep Produksi 19

Konsep Konsumsi 21

Konsep Peramalan 23

Kerangka Pemikiran Operasional 24

METODE PENELITIAN 27

Waktu dan Tempat 27

Jenis dan Sumber Data 27

Metode Pengolahan dan Analisis Data 28

Variabel dan Definisi Operasional 28

Analisis Peramalan Model Time Series 29

Penerapan Peramalan Model Time Series 30

Pemilihan Model Peramalan Time Series Terakurat 33

Analisis Peramalan Model Kausal 33

Analisis Regresi Berganda 34

Perumusan Model 34

Evaluasi Model Penduga 36

Hipotesis Penelitian 39

(14)

PERKEMBANGAN SERTA PROYEKSI PRODUKSI DAN KONSUMSI KOMODITI PANGAN STRATEGIS TERHADAP SWASEMBADA

NASIONAL 41

Perkembangan Produksi dan Konsumsi Beras Indonesia 41

Proyeksi Produksi dan Konsumsi Beras Indonesia 42

Proyeksi Produksi Beras 42

Proyeksi Konsumsi Beras 44

Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Indonesia 45

Proyeksi Produksi dan Konsumsi Jagung Indonesia 46

Proyeksi Produksi Jagung Indonesia 46

Proyeksi Konsumsi Jagung Indonesia 47

Perkembangan Produksi dan Konsumsi Kedelai Indonesia 49

Proyeksi Produksi dan Konsumsi Kedelai Indonesia 50

Proyeksi Produksi Kedelai Indonesia 50

Proyeksi Konsumsi Kedelai Indonesia 51

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI DAN KONSUMSI KOMODITI PANGAN STRATEGIS SERTA

IMPLIKASINYA TERHADAP SWASEMBADA NASIONAL 52

Model Produksi Komoditi Beras di Indonesia 52

Model Produksi Komoditi Jagung di Indonesia 54

Model Produksi Komoditi Kedelai di Indonesia 55

Model Konsumsi Komoditi Beras di Indonesia 57

Model Konsumsi Komoditi Jagung di Indonesia 59

Model Konsumsi Komoditi Kedelai di Indonesia 60

Implikasi Terhadap Swasembada Komoditi Pangan Strategis 61

Skenario Pencapaian Swasembada 64

Strategi Kebijakan Peningkatan Swasembada 66

SIMPULAN DAN SARAN 75

Simpulan 75

Saran 75

DAFTAR PUSTAKA 76

LAMPIRAN 78

(15)

DAFTAR TABEL

1 Kontribusi lapangan usaha terhadap PDB atas harga dasar berlaku,

2009-2012 (dalam %) 3

2 Inflasi tahunan di Indonesia, 2009-2012 (dalam %) 3

3 Ekspor dan impor pertanian Indonesia menurut sub sektor, 2009-2012

(dalam US$ 000) 4

4 Roadmap pengembangan produksi komoditas pangan strategis,

2010-2014 6

5 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi komoditas

pangan strategis, 2010-2012 7

6 Target perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi

komoditas pangan strategis, 2010-2014 8

7 Data dan sumber data yang digunakan dalam penelitian 27

8 Nilai MSE metode peramalan time series pada produksi beras di

Indonesia 43

9 Nilai MSE metode peramalan time series pada konsumsi beras di

Indonesia 44

10 Proyeksi produksi dan konsumsi beras 44

11 Nilai MSE metode peramalan time series pada produksi jagung di

Indonesia 46

12 Nilai MSE metode peramalan time series pada konsumsi jagung di

Indonesia 47

13 Proyeksi produksi dan konsumsi jagung 48

14 Nilai MSE metode peramalan time series pada produksi kedelai di

Indonesia 50

15 Nilai MSE metode peramalan time series pada konsumsi kedelai di

Indonesia 51

16 Proyeksi produksi dan konsumsi kedelai 51

17 Hasil analisis model regresi produksi beras di Indonesia 52 18 Hasil analisis model regresi produksi jagung di Indonesia 54 19 Hasil analisis model regresi produksi kedelai di Indonesia 56 20 Hasil analisis model regresi konsumsi beras di Indonesia 58 21 Hasil analisis model regresi konsumsi jagung di Indonesia 59 22 Hasil analisis model regresi konsumsi kedelai di Indonesia 60 23 Hasil peramalan dan analisis faktor-faktor yang memengaruhi

produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis Indonesia 62

24 Capaian produksi dan capaian swasembada beras 63

25 Capaian produksi dan capaian swasembada jagung 63

26 Capaian produksi dan capaian swasembada kedelai 64

27 Skenario produksi dan konsumsi dengan peningkatan luas areal tanam, anggaran litbang serta penurunan konsumsi per kapita (dalam

ribu ton) 66

28 Perkembangan produksi padi di 6 provinsi sentra, tahun 2008-2012 67 29 Perkembangan produksi jagung di 6 provinsi sentra, tahun 2008-2012 68 30 Perkembangan produksi kedelai di 6 provinsi sentra, tahun 2008-2012 68

(16)

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan jumlah penduduk Indonesia, tahun 1971-2010 2

2 Fluktuasi harga beras, jagung, dan kedelai September 2011–Maret

2013 5

3 Kurva PT, PR, dan PM 20

4 Map isoquant 21

5 Klasifikasi metode peramalan 24

6 Bagan alur kerangka pemikiran operasional 26

7 Diagram arus untuk strategi pembentukan Model Box-Jenkins 33

8 Grafik produksi dan konsumsi beras Indonesia 42

9 Grafik produksi dan konsumsi jagung Indonesia 45

10 Grafik produksi dan konsumsi kedelai Indonesia 49

11 Persentase anggaran litbang tanaman pangan tahun 2006-2012 71

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data yang digunakan dalam model ekonometrika 78

2 Output analisis metode ARIMA untuk peramalan produksi beras

Indonesia 82

3 Output analisis metode double exponential smoothing untuk

peramalan konsumsi beras Indonesia 83

4 Output analisis metode double exponential smoothing untuk

peramalan produksi jagung Indonesia 83

5 Output analisis Metode ARIMA untuk peramalan konsumsi jagung

Indonesia 84

6 Output analisis metode single exponential smoothing untuk peramalan

produksi kedelai Indonesia 85

7 Output analisis metode double exponential smoothing untuk

peramalan konsumsi kedelai Indonesia 85

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar, serta komoditas penting dan strategis, karena pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia. Menurut UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pangan didefinisikan segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman.

Perubahan iklim global secara ekstrim mengakibatkan masa produksi relatif pendek serta berpengaruh terhadap kondisi pangan global. Misalnya kekeringan yang terjadi di Amerika Serikat, India, dan Cina yang menyebabkan produksi menurun sehingga memicu kenaikan harga pangan dunia2. Masalah kekeringan tersebut, negara-negara produsen cenderung mengamankan hasil produksinya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga bagi negara pengimpor hal tersebut merupakan ancaman bagi keamanan pangan negaranya.

Dampak negatif paling dirasakan oleh negara-negara miskin di dunia terutama di negara-negara berkembang yang rentan terhadap guncangan keamanan pangan. Pemerintah mencoba mengatasi guncangan tersebut dengan menerbitkan UU No 11 Tahun 2005 yang berisi tentang hak setiap orang atas standar kehidupan yang layak baginya dan keluarganya atas pangan serta setiap orang harus bebas dari kelaparan. Oleh karena itu, untuk menghadapi ancaman krisis pangan global tersebut, setiap negara harus memperkuat ketahanan pangan melalui peningkatan produktivitas pangan, terutama untuk stok nasional bagi negara-negara yang biasanya mengimpor pangan.

Penyelenggaraan pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan. masalah pangan nasional mempunyai potensi yang tinggi sebagai pemicu ketidakstabilan baik di tingkat nasional maupun di daerah (Sholahuddin 2009). Masalah penyelenggaraan pangan nasional masih memerlukan keterlibatan pemerintah mengingat masalah ini menyengkut hajat hidup segenap rakyat Indonesia. Salah satu program pemerintah dalam penyelenggaraan pangan adalah swasembada pangan. Namun saat ini tantangan swasembada pangan semakin berat mengingat kebutuhan dalam negeri yang terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk. Data Badan Pusat Statistika (2012) berdasarkan Gambar 1 dapat dianalisis bahwa jumlah penduduk Indonesia telah mencapai 230 juta jiwa dengan rata-rata pertumbuhan 2% per tahunnya. Kondisi tersebut menyebabkan

2

(18)

konsumsi masyarakat juga meningkat. Hal ini harus diimbangi dengan strategi produksi sehingga konsumsi pangan masyarakat dapat terpenuhi.

Gambar 1 Perkembangan jumlah penduduk Indonesia, tahun 1971-2010 Sumber: BPS (2012)

Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan berkelanjutan, maka pemerintah menetapkan target komoditi strategis yaitu dengan mencapai swasembada pangan untuk komoditas strategis seperti padi, jagung, kedelai, gula, dan daging. Penentuan 5 komoditas strategis tersebut telah menjadi peran baru dalam revitalisasi yang akan dilakukan Bulog. Kriteria terhadap komoditas pangan tersebut antara lain komoditas memiliki peran besar dalam perekonomian nasional, komoditas yang bepengaruh besar pada inflasi, dan komoditas yang menguras belanja pengeluaran negara. Instrumen lain yang harus disiapkan ialah cadangan komoditas yang distabilkan sehingga apabila harga naik, pemerintah dapat melakukan operasi pasar, dan apabila harga turun, pemerintah dapat melakukan pembelian dalam jumlah besar.

Komoditi pangan seperti beras, jagung, dan kedelai merupakan komoditi yang mempunyai ktriteria komoditi paling strategis dari kelima komoditi strategis. Komoditi pangan strategis tergolong ke dalam lapangan usaha tanaman bahan pangan. Kriteria pertama yaitu komoditas memiliki peran besar dalam perekonomian nasional dapat dilihat data dari Badan Pusat Statistik (2012) pada Tabel 1. Terlihat bahwa kelompok lapangan usaha tanaman bahan pangan memiliki peran besar dalam perekonomian nasional dilihat dari besarnya kontribusi untuk PDB yang lebih besar dari lapagan usaha lainnya seperti kontribusi pada lapangan usaha tanaman perkebunan (komoditi gula), dan peternakan (komoditi daging). Rata-rata kontribusi lapangan usaha tanaman bahan makanan antara tahun 2009-2012 adalah sebesar 7.63% dari keseluruhan PDB nasional. Kontribusi lapangan usaha tanaman bahan makanan adalah hampir mencapai 50% terhadap lapangan usaha pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Hal ini membuktikan bahwa lapangan usaha tanaman bahan makanan yang mencakup pertanian tanaman padi, jagung dan kedelai memiliki peran besar dalam perekonomian Indonesia.

119 208 229

147 490 298

179 378 946

194 754 808

206 264 595

237 641 326

0 50000000 100000000 150000000 200000000 250000000

(19)

Tabel 1 Kontribusi lapangan usaha terhadap PDB atas harga dasar berlaku, 2009-2012 (dalam %)

No Lapangan Usaha 2009 2010 2011* 2012**

1 Pertanian, Perkebunan, Peternakan,

Kehutanan & Perikanan 15.29 15.31 14.72 15.22 a. Tanaman Bahan Makanan 7.48 7.49 7.14 8.40 b. Tanaman Perkebunan 1.99 2.11 2.07 1.47

c. Peternakan 1.87 1.85 1.74 1.77

d. Kehutanan 0.80 0.75 0.70 0.58

e. Perikanan 3.15 3.10 3.07 2.99

2 Pertambangan & Penggalian 10.56 11.16 11.93 12.73 3 Industri Pengolahan 26.36 24.79 24.28 23.61 4 Listrik, Gas & Air Bersih 0.83 0.76 0.75 0.75

5 Konstruksi 9.90 10.27 10.19 10.07

6 Perdagangan, Hotel & Restoran 13.28 13.71 13.78 13.51 7 Pengangkutan dan Komunikasi 6.31 6.57 6.61 6.60 8 Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 7.23 7.25 7.20 7.27

9 Jasa-jasa 10.24 10.17 10.55 10.24

Produk Domestik Bruto 100.00 100.00 100.00 100.00 Produk Domestik Bruto Tanpa Migas 91.71 92.23 91.48 91.66 Keterangan: *Angka sementara, **Angka sangat sementara

Sumber : Badan Pusat Statistik (2012)

Selain mempunyai kontribusi yang paling besar dibandingkan lapangan usaha pertanian yang lainnya, pengaruhnya terhadap perekonomian di Indonesia juga ditunjukkan dari fluktuasi harga dan pasokan yang secara cepat memengaruhi harga-harga komoditi lainnya. Hal ini menjadikan komoditi pangan strategis termasuk dalam komoditi yang menyumbang inflasi seperti yang terlihat pada Tabel 2 yang menunjukan kelompok bahan makanan padi-padian dan kacang-kacangan mempunyai nilai inflasi yang cukup besar.

Tabel 2 Inflasi tahunan di Indonesia, 2009-2012 (dalam %)

No Kelompok / Subkelompok 2009 2010 2011 2012 (TW I)

Umum 2.78 6.96 3.79 0.88

1 Bahan makanan 3.88 15.64 3.64 0.77

 Padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya 6.34 26.91 10.56 2.74

 Daging dan hasilnya 4.23 7.55 4.46 0.41

 Ikan segar 0.90 3.37 7.00 3.24

 Ikan diawetkan 3.12 3.18 8.66 2.32

 Telur, susu, dan hasilnya 0.17 4.44 5.21 1.63

 Sayur-sayuran 1.59 19.82 4.61 -1.62

 Kacang-kacangan -0.80 5.07 5.67 0.25

 Buah-buahan 10.25 9.95 0.65 -0.47

 Bumbu-bumbuan 14.97 48.98 -23.98 -7.83

 Lemak dan minyak -3.52 9.01 5.57 2.33

 Bahan makanan lainnya 3.20 5.49 7.04 1.46 2 Makanan jadi, minuman, rokok, & tembakau 7.81 6.96 4.51 1.46 3 Perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 1.83 4.08 3.47 1.02

4 Sandang 6.00 6.51 7.57 1.29

5 Kesehatan 3.89 2.19 4.26 0.81

(20)

Pengaruh yang ditimbulkan dari komoditi pangan strategis yang lainnya yaitu komoditas yang menguras belanja pengeluaran negara. Pengeluaran negara dapat dilihat dari nilai impor komoditi. Berdasarkan Tabel 3, beberapa subsektor pertanian, subsektor tanaman pangan memiliki nilai neraca defisit terbesar dibandingkan subsektor lain. Hal ini menunjukan bahwa nilai impor tanaman pangan lebih besar dari nilai ekspor, sehingga pemerintah harus mengeluarkan devisa lebih besar pada subsektor tanaman pangan.

Tabel 3 Ekspor dan impor pertanian Indonesia menurut sub sektor, 2009-2012 (dalam US$ 000)

No Subsektor 2008 2009 2010 2011

1 Tanaman pangan

Ekspor 812.330 786.627 934.321 807.265 Impor 7.414.295 7.788.215 10.209.752 15.363.009 Neraca -6.601.965 -7.001.588 -9.275.431 -14.555.744 2 Hortikultura

Ekspor 524.485 447.609 5.289 1.127.428 Impor 1.429.967 1.524.666 540.274 308.040 Neraca -905.482 -1.077.057 -534.985 819.388 3 Perkebunan

Ekspor 21.378.189 22.089.288 25.061.619 9.887.835 Impor 2.681.456 2.963.532 3.191.117 474.036 Neraca 18.696.733 19.125.756 21.870.502 9.413.799 4 Peternakan

Ekspor 635.304 42.076 48.181 16.170 Impor 1.065.235 406.227 538.615 386.443 Neraca -429.931 -364.151 -490.434 -370.273 Pertanian

Ekspor 23.350.308 23.365.600 26.049.410 11.838.698 Impor 12.590.953 12.682.640 14.479.758 16.531.528 Neraca 10.759.355 10.682.960 11.569.652 -4.692.830 Sumber : BPS, diolah Pusdatin (2012)

Sama seperti komoditas pertanian lainnya, pasokan komoditi pangan strategis dipengaruhi oleh jumlah produksi. Jumlah komoditi yang tersedia tidak selalu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jumlah produksi yang tersedia bisa melebihi kebutuhan konsumsi masyarakat saat panen raya, tetapi jumlah produksi yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan masyarakat. Ketidakseimbangan antara jumlah produksi dan konsumsi sering menjadi sumber permasalahan dalam pasar beras, jagung, dan kedelai. Permasalahan yang muncul saat terjadi ketidakseimbangan adalah adanya fluktuasi harga. Fluktuasi harga menjadi permasalahan penting dalam perekonomian di Indonesia berkaitan dengan pendapatan petani, dan harga yang harus dibayar oleh konsumen.

(21)

Gambar 2 Fluktuasi harga beras, jagung, dan kedelai September 2011–Maret 2013 Sumber: Kementrian Perdagangan (2012)

Kriteria-kriteria yang melekat pada komoditi pangan strategis yaitu beras, jegung, dan kedelai merupakan komoditas strategis yang amat menentukan keberhasilan untuk mewujudkan ketahanan pangan. Selain itu, ketiga komoditi tersebut rentan dan rapuh terhadap gejolak pasar internasional. Salah satu cara mengurangi dampak negatif gejolak pasar internasional adalah dengan memproduksi sendiri atau swasembada.

Komoditas pangan strategis yang ditargetkan swasembada. Pemerintah menargetkan peningkatan produksi dari tahun 2011 hingga tahun 2014 sebesar 16% untuk beras, 64% untuk jagung, dan lebih dari 200% untuk kedelai. Adapun operasionalisasi swasembada pangan pada berbagai tingkat pemerintahan di Indonesia yaitu pada tingkat nasional dilakukannya swasembada pada komoditas pangan strategis, pada tingkat propinsi, kabupaten atau kota dan desa dengan melakukan pemanfaatan potensi lokal dan pada tingkat masyarakat dilakukannya peningkatan kemampuan fisik, sosial, politik, dan ekonomi (BKP-Kementrian Pertanian 2009).

Ketercapaian swasembada dapat dilihat dari sisi produksi dan konsumsi. Hal ini dikarenakan produksi dan konsumsi merupakan suatu kegiatan yang tidak hanya melihat dari sisi jumlah, tetapi melihat kegiatan apa yang dapat memengaruhi ketercapaian target swasembada. Analisis produksi dan konsumsi komoditi strategis tersebut sangat penting untuk melihat senjang (gap) yang terjadi, sehingga dapat diperoleh informasi dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil langkah kebijakan serta kegiatan yang tepat bagi pemerintah.

Perumusan Masalah

Pada dasarnya, permasalahan dalam pengadaan pangan nasional dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu sisi produksi yang berkaitan dengan pengadaan pangan nasional akan semakin kompleks dan sulit. Permasalahan pangan nasional dipilah menjadi permasalahan yang berkaitan dengan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, sumberdaya kapital, sarana dan prasarana, teknologi, serta sistem insentif. Sementara itu dari sisi konsumsi beras dan bahan pangan lainnya

0 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3

2011 2012 2013

H

a

rg

a

Rp

/K

g

(22)

diproyeksikan akan terus meningkat dari tahun ke tahun, peningatan konsumsi bahan pangan ini disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk Indonesia (Sholahuddin 2009).

Pemenuhan kebutuhan akan pangan bisa dipenuhi lewat dua cara, yakni melalui produksi domestik dan impor. Berbagai pihak di dalam negeri berharap pangan bisa dipenuhi lewat produksi domestik (swasembada), dan impor hanya dilakukan jika produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi. Pemenuhan kebutuhan pangan dari produksi komoditi pangan strategis padi, jagung, dan kedelai domestik dewasa ini menemui banyak tantangan. Tantangan utama adalah produktivitas secara nasional telah mengalami penurunan. Selain itu, tingginya tingkat konversi lahan mengurangi secara signifikan lahan potensial untuk produksi ketiga komoditi tersebut merupakan tantangan yang masih belum bisa dikendalikan oleh pemerintah.

Kementrian Pertanian merencanakan akan merevisi roadmap swasembada pangan. Hal ini dikarenakan menurut Suswono (2012), target swasembada pangan pemerintah sulit tercapai. Sepanjang tahun 2012 impor beras sudah mencapai 1.95 juta ton, jagung sebanyak 2 juta ton, kedelai sebanyak 1.9 juta ton, gula sebanyak 3.06 juta ton, dan teh sebesar 11 juta dollar3. Keadaan ini memperlihatkan bahwa Indonesia masih mengalami krisis pangan karena masih mengimpor komoditi pangan dari luar negeri. Pemerintah menargetkan Indonesia harus sudah mencapai swasembada beras, kedelai, jagung, gula dan daging sapi pada tahun 2014. Tabel 4 memperlihatkan roadmap pengembangan produksi komoditas pangan strategis tahun 2010 sampai tahun 2014.

Tabel 4 Roadmap pengembangan produksi komoditas pangan strategis, 2010-2014

Komoditas Tahun

2010 2011 2012 2013 2014

Beras

Luas tanam (ribu ha) 13.520 13,850 14.023 14.593 15.306 Luas panen (ribu ha) 13.270 13.402 13.538 14.088 14.776 Produktivitas (kw/ha) 48.38 49.05 50.10 51.15 51.82 Produksi (ribu ton) 37.222 36.959 38.131 40.514 43.046

Jagung

Luas tanam (ribu ha) 4.412 4.632 4.850 5.000 5.263 Luas panen (ribu ha) 4.200 4.400 4.600 4.800 5.000 Produktivitas (kw/ha) 47.14 50.00 52.17 54.17 58.00 Produksi (ribu ton) 19.800 22.000 24.000 26.000 29.000

Kedelai

Luas tanam (ribu ha) 920 1.088 1.312 1.538 1.830 Luas panen (ribu ha) 874 1.036 1.250 1.465 1.742 Produktivitas (kw/ha) 14.90 15.05 15.20 15.35 15.50 Produksi (ribu ton) 1.300 1.560 1.900 2.250 2.700 Sumber : Kementrian Pertanian (2012)

Dengan menganalisis Tabel 5 yang menunjukkan perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi komoditi pangan strategis dengan roadmap pengembangan produksi komoditi pangan strategis, maka dapat ketahui bahwa

3

(23)

produksi dari tahun 2010 sampai tahun 2012 di bawah target yang telah ditetapkan. Di samping itu, roadmap produksi yang telah dibuat dari tahun 2010 sampai tahun 2014 mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hal ini dirasakan tidak mungkin tercapai karena produksi riil dari setiap komoditi kurang dari target, terutama produksi kedelai yang dari tahun 2010 sampai tahun 2012 mengalami penurunan produksi.

Tabel 5 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi komoditas pangan strategis, 2010-2012

Komoditas Realisasi Senjang Realisasi dan Target

2010 2011 2012 2010 2011 2012

Beras

Luas panen ( ribu ha) 13.253 13.204 13.472 13.240 13.190 13.458 Produktivitas (kw/ha) 50.15 49.80 50.38 1.77 0.75 0.28 Produksi (ribu ton) 37.369 36.968 38.767 37.332 36.931 38.729

Jagung

Luas panen (ribu ha) 4.132 3.865 3.967 4.128 3.861 3.962 Produktivitas (kw/ha) 44.36 45.65 47.39 -2.78 -4.35 -4.78 Produksi (ribu ton) 16.248 15.641 16.810 16.228 15.619 16.786

Kedelai

Luas panen (ribu ha) 661 622 566 660 621 565 Produktivitas (kw/ha) 13.73 13.68 13.76 -1.17 -1.37 -1.44 Produksi (ribu ton) 907 851 783 906 849 781 Sumber : Kementrian Pertanian, diolah (2013)

Target produksi beras pada 2012 adalah 38.131 ribu ton dari produksi beras riil yang sebesar 38.767 ribu ton, sehingga pemerintah tidak perlu khawatir dengan target produksi beras tahun 2014 mendatang. Namun, hal tersebut belum tentu dapat mencapai target Kementan yang menargetkan surplus beras 10 juta ton. Selisih antara jagung dan kedelai dari target awal (tahun 2010) sampai tahun 2012 masih menunjukkan nilai negatif. Di sisi lain, Indonesia optimis bahwa target produksi jagung 29.000 ribu ton per tahun akan tercapai pada tahun 2014 sehingga Indonesia bisa menjadi negara eksportir jagung. Namun untuk tahun 2012, target sebesar 24.000 ribu ton memang belum bisa tercapai karena produksi hanya mencapai 16.810 ribu ton dikarenakan jumlah produksi jagung masih terpengaruh anomali cuaca tahun lalu. Sedangkan target produksi swasembada kedelai tahun 2014 harus mencapai 2.700 ribu ton. Hal tersebut dirasa tidak realistis mengingat senjang produksi dan target mencapai 1.117 ribu ton pada tahun 2012.

(24)

Tabel 6 Target perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi komoditas pangan strategis, 2010-2014

Komoditas Target Target (%)

2012-2013 2012-2014 2012-2013 2012-2014

Beras

Luas panen (Ha) -505 -1 304 -3.58 -8.83

Produktivitas (Kw/Ha) -0.77 -1.44 -1.51 -2.78

Produksi (Ton) -1 747 -4 279 -4.31 -9.94

Jagung

Luas panen (Ha) -833 -1 033 -17.35 -20.66

Produktivitas (Kw/Ha) -6.78 -10.61 -12.52 -18.29

Produksi (Ton) -9 190 -12 190 -35.35 -42.04

Kedelai

Luas panen (Ha) -899 -1 176 -61.37 -67.51

Produktivitas (Kw/Ha) -1.59 -1.74 -10.36 -11.23

Produksi (Ton) -1 467 -1 917 -65.20 -71.00

Sumber : Kementrian Pertanian, diolah (2013)

Dengan demikian yang menjadi pertanyaan adalah apakah produksi komoditi pangan strategis dapat ditingkatkan dan apakah swasembada komoditi pangan strategis seperti yang diinginkan akan tercapai secara berkelanjutan. Sedangkan masih banyak faktor-faktor yang belum mendukung dalam pencapaian swasembada komoditi pangan strategis. Selain itu, faktor lain yang tidak mendukung yaitu faktor perubahan iklim, anomali iklim saat ini semakin tinggi intensitasnya. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang ingin dijawab dalam penelitian ini, antara lain :

1. Bagaimana proyeksi jumlah produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis di Indonesia sampai tahun 2014?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis di Indonesia, serta implikasinya terhadap swasembada komoditi pangan strategis di Indonesia?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Memproyeksikan produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis di Indonesia sampai tahun 2014.

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis di Indonesia serta implikasinya terhadap swasembada komoditi pangan strategis di Indonesia.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :

(25)

2. Bagi pembaca, tulisan ini semoga bermanfaat sebagai refrensi, penyedia informasi, literatur, dan bahan melakukan penelitian lanjutan.

3. Bagi penulis sendiri, diharapkan penelitian ini dapat menambah pengalaman dan pengembangan wawasan serta dapat dijadikan sebagai aplikasi nyata dari ilmu yang telah didapat selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis produksi dan konsumsi komoditi pangan strategis di Indonesia yang terdiri dari beras, jagung, dan kedelai serta implikasinya terhadap swasembada nasional. Komoditi beras, jagung, dan kedelai dalam penelitian ini adalah beras, jagung, dan kedelai secara umum bukan dengan jenis atau kualitas tertentu.

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini akan diuraikan secara ringkas mengenai pengidentifikasian komoditi strategis serta pembahasan beberapa studi ataupun penelitian yang telah dilakukan para peneliti terdahulu, baik yang menyangkut aspek produksi, konsumsi, model peramalan, faktor-faktor yang memengaruhi, maupun pangan dan pertanian. Selain itu, juga akan dapat diketahui pendekatan apa saja yang digunakan para peneliti terdahulu dalam mempelajari fenomena swasembada, serta kelebihan dan kelemahan pendekatan yang digunakan. Uraian dan bahasan tersebut akan menjadi masukan bagi pengembangan kerangka pemikiran dan penyusunan model dalam penelitian ini.

Komoditi Pangan Strategis

Indonesia memelopori proposal Special Products pada perundingan multilateral dalam naungan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Special Products yang dimaksud adalah sejumlah komoditas strategis yang penting untuk hajat hidup orang banyak, baik dari segi lapangan kerja, maupun jaminan perolehan pangan yang cukup, perlindungan, dan dinamisasi kehidupan desa secara berkelanjutan, serta pertahanan dan stabilitas sosial-politik yang sesungguhnya merupakan tujuan utama pembangunan pertanian, dikecualikan dari agenda perundingan lanjutan liberalisasi dan deregulasi perdagangan produk pertanian.

Menurut Simatumpang (2004), ada 6 indikator dan kriteria obyektif sebagai penciri produk strategis antara lain persentase pangsa dalam nilai total produksi pertanian domestik (peranan dalam perekonomian desa), persentase pangsa dalam penyediaan zat gizi, kalori, dan protein (peranan dalam ketahanan pangan), persentase pangsa dalam total serapan tenaga kerja sektor pertanian (peranan dalam pengentasan kemiskinan atau kehidupan penduduk), ketergantungan terhadap impor (kerentanan), insiden banjir impor (kerapuhan), serta tren pertumbuhan (keberlanjutan). Berdasarkan indikator dan kriteria kuantitatif-obyektif, komoditi beras, jagung, dan kedelai merupakan komoditas strategis dalam subsektor tanaman pangan yang amat menentukan keberhasilan dinamisasi perekonomian desa, memantapkan ketahanan pangan, serta mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi penduduk, sehingga dapat mewujudkan tujuan utama pembangunan pertanian. Selain itu, ketiga komoditas tersebut rentan dan rapuh terhadap gejolak pasar internasional. Oleh karena itu, ketiga komoditas tersebut layak dijadikan sebagai komoditas pangan strategis bagi Indonesia.

(27)

secara umum telah mencapai 85% dari target di tahun 20124. Untuk mencapai target tersebut, Indonesia telah menerapkan revitalisasi pertanian di 7 daerah baik ada aspek tanah, benih dan bibit, fasilitas pendukung, sumber daya manusia, petani pembiayaan, lembaga petani, dan teknologi serta industri hilir. Hal ini mendapat apresiasi dari FAO (Food and Agriculture Organization) karena langkah-langkah Indonesia menghadapi krisis pangan akibat kekeringan panjang di beberapa negara penghasil pangan dunia.

Syarat Tumbuh Tanaman Komoditi Pangan Strategis

Tanaman komoditi pangan strategis yang terdiri dari padi, jagung, dan kedelai hampir memiliki kesamaan tumbuh yang sama. Tanaman padi dan jagung mudah beradaptasi dengan lingkungan terutama daerah tropis. Berbeda dengan tanaman kedelai yang pada umumnya kurang cocok di tanam di daerah tropis. Ketiga tanaman tersebut akan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik bila syarat-syarat tumbuh terpenuhi. Faktor iklim dan tanah merupakan faktor yang paling dominan bagi syarat tumbuh tanaman.

Syarat Tumbuh Tanaman Padi

1.Iklim

Tanaman padi dapat hidup dengan baik di daerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Dengan kata lain, padi dapat hidup baik di daerah beriklim panas yang lembab. Suhu yang panas merupakan temperatur yang sesuai bagi tanaman padi, misalnya daerah tropis. Tanaman padi membutuhkan curah hujan yang baik, rata-rata 200 mm/bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan. Sedangkan curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1.500-2.000 mm. Curah hujan yang baik akan membawa dampak positif dalam pengairan, sehingga genangan air yang diperlukan tanaman padi di sawah dapat tercukupi. Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik pada suhu 23 0C ke atas, sedangkan di indonesia pengaruh suhu tidak terasa, sebab suhunya hampir konstan sepanjang tahun. Adapun salah satu pengaruh suhu terhadap tanaman padi yaitu kehampaan pada biji. Daerah antara 0-650 meter dengan suhu antara 26.5-22.5 0C termasuk 96% dari luas tanah di Jawa, cocok untuk tanaman padi. Daerah antara 650-1.500 meter dengan suhu antara 22.5-18.7 0C masih cocok untuk tanaman padi (AAK 2003).

Musim berhubungan erat dengan hujan yang berperan di dalam penyediaan air, dan hujan dapat berpengaruh terhadap pembentukan buah sehingga sering terjadi bahwa penanaman padi pada musim kemarau mendapatkan hasil yang lebih tinggi daripada penanaman padi pada musim hujan, dengan catatan apabila pengairan baik. Pada musim kemarau, peristiwa peyerbukan dan pembuahan tidak terganggu oleh hujan, sehingga persentase terjadinya buah lebih besar, dan produksi menjadi lebih baik. Namun yang perlu diperhatikan ialah adanya

4

(28)

pengairan untuk kebutuhan hidup tanaman padi. Sedangkan pada musim hujan terjadi sebaliknya, proses penyerbukan dan pembuahan sangat terganggu, sebab membukanya bunga padi juga terganggu, maka produksi pada musim hujan relatif lebih rendah walaupun pengairan dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya (AAK 2003).

2.Tanah

Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi yang dapat digunakan sebagai tempat tumbuh suatu tanaman, sebab pada tanah terkandung zat-zat makanan yang diperlukan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Apabila pada tanah hanya tersedia makanan dalam jumlah kecil atau tidak ada sama sekali, akibatnya pertumbuhan tanaman tidak normal, seperti kerdil, merana, dan tidak bisa berproduksi. Di samping itu tanah berperan sebagai tempat tegaknya tanaman dan tempat penyediaan udara, sehingga akar bisa bernafas.

Di Pulau Jawa, padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya antara 18-22 cm, terutama tanah muda dengan pH antara 4-7. Sedangkan lapisan olah tanah sawah, menurut IRRI ialah dengan kedalaman 18cm. Pada lapisan tanah atas untuk pertanian pada umumnya mempunyai ketebalan antara 10-30 cm dengan warna tanah coklat sampai kehitam-hitaman, tanah tersebut gembur. Tanah tersusun dari beberapa macam bahan, sehingga terdapat rongga-rongga halus dalam tanah yang disebut pori-pori tanah berisi air dan udara. Sedangkan kandungan air dan udara di dalam pori-pori tanah masing-masing 25% (AAK 2003).

Syarat Tumbuh Tanaman Jagung

1.Iklim

Menurut Warisno (2004), suhu atau temperatur yang dikehendaki tanaman jagung adalah antara 21-30 0C. Akan tetapi, untuk pertumbuhan yang baik bagi tanaman jagung, suhu yang optimum adalah 23-27 0C. Suhu yang terlalu tinggi dan kelembapan yang rendah akan dapat mengganggu proses persarian. Suhu yang rendah (sekitar 15 0C) akan mengakibatkan perkecambahan tertunda sehingga muncul di atas tanah lebih dari tujuh hari. Suhu sekitar 25 0C akan mengakibatkan perkecambahan biji jagung lebih cepat, yaitu kurang dari tujuh hari. Suhu yang tinggi (lebih dari 40 0C) akan mengakibatkan kerusakan embrio sehingga tanaman tidak jadi kekecambah.

Jagung memerlukan air memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan, terutama pada saat berbunga dan pengisian biji. Setelah biji jagung berkecambah, diharapkan hujan tidak terlalu banyak. Semakin bertambah umur tanaman, curah hujan diharapkan semakin banyak dan semakin meningkat sampai semua daun mencapai ukuran penuh. Pada saat keluar malai, kebutuhan air paling banyak, setelah itu, hujan diharapkan berkurang sampai tak ada hujan. Untuk mudahnya curah hujan yang normal untuk pertumbuhan tanaman jagung yang ideal adalah sekitar 85-100 mm/bulan atau 1.000-1.200 mm per tahun, dan yang paling penting adalah distribusinya pada setiap tahap pertumbuhan.

(29)

yang rendah (di bawah naungan misalnya) akan berakibat tanaman jagung tumbuh memanjang (tinggi), tongkolnya ringan, dan bijinya kurang berisi. Jagung dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (daerah pegunungan) yang memiliki ketiggian sekitar 1.000 m atau lebih dari permukaan air laut (dpl). Umumnya jagung yang ditanam di daerah ketinggian kurang dari 800 m dpl akan memberikan hasil yang tinggi. Dan anehnya, jagung yang di tanamn di tanah dengan ketinggian antara 800-1.200 m dari permukaan air laut juga masih bisa berproduksi dengan baik.

Keadaan tinggi tempat erat kaitannya dengan suhu udara, kelembapan, dan intensitas penyinaran matahari. Semuanya itu akan saling mempengaruhi terhadap keadaan fisiologis tanaman jagung. Setiap kenaikan 100, suhu akan turun sekitar setengah sampai satu derajat celcius. Suhu dan intensitas cahaya mempengaruhi proses fotosintesis.

2.Tanah

Jagung tidak begitu memerlukan persyaratan tanah yang khusus, hampir semua jenis tanah dapat ditanami. Akan tetapi jagung yang ditanam pada tanah yang gembur, subur, dan kaya akan humus dapat memberikan hasil yang baik. Tanah yang mengandung bahan organik cukup banyak akan membuat tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik asalkan ph-nya sesuai. Tanah yang paling baik untuk ditanami jagung hibrida adalah tanah lempung berdebu, lempung berpasir, atau lempung. Derajat keasaman tanah (pH) yang paling baik untuk tanaman jagung adalah ph 5.5-7.0. Pada pH netral, unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman jagung banyak tersedia di dalamnya (Warisno 2004).

Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai

1.Iklim

Di indonesia kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut (dpl). Meskipun demikian telah banyak varietas kedelai dalam negeri ataupun kedelai introduksi yang dapat beradaptasi dengan baik di dataran tinggi (pegunungan) ±1.200 m dpl. Hasil penelitian balai penelitian tanaman pangan menunjukkan bahwa varietas orba dan galunggung mempunyai adaptasi yang luas sehingga dapat ditanam pada ketinggian ±1.100 m dpl. Demikian pula uji coba pengembangan varietas kedelai edamane dan kedelai hitam (koramame) pada umumnya cocok ditanam di dataran tinggi antara 1.000-1.200 m dpl.

(30)

2.Tanah

Tanaman kedelai menurut Rukmana dan Yunarsih (2001) mempunyai daya adaptasi yang luas terhadap berbagai jenis tanah. Berdasarkan kesesuaian jenis tanah untuk pertanian, maka tanaman kedelai cocok ditanam pada jenis tanah aluvial, regosol, grumosol, latosol, dan andosol. Hal yang penting diperhatikan dalam pemilihan lokasi atau lahan untuk penanaman kedelai adalah tata air (drainase) dan tata udara (aerasi) tanahnya baik, bebas dari kandungan atau wabah nematoda, dan reaksi tanah (pH) 5.0-7.0. Pada tanah yang asam (di bawah pH 5.0) perlu dilakukan pengapuran (liming) dengan kapur pertanian.

Kebijakan Pangan dan Ketahanan Pangan

Kebijakan pangan meliputi (1) Kebijakan pangan fokus pada pangan, khususnya makanan pokok yg esensial bagi kelangsungan hidup manusia; (2) Kebijakan pangan mencakup juga kecukupan konsumsi pangan dari populasi suatu negara, tidak hanya sekedar produksi pangan; (3) Kebijakan pangan mencakup koreksi ketidakseimbangan antara ketersediaan pangan dan kapasitas masyarakat yang berbeda dlm mengakses pangan; dan (4) Kebijakan pangan memandang masalah kemiskinan dan ketidakseimbangan pendapatan dari risiko yang mereka hadapi dalam penyebaran kurang gizi dan kelaparan di berbagai sektor masyarakat.

Tahun 1970-an, negara berkembang mengalami kekurangan pangan, sehingga tujuan utamanya adalah swasembada pangan. Hal tersebut dikarenakan masyarakat tidak seharusnya kelaparan karena ketidakcukupan supply pangan, kasus kelaparan tersebut biasanya karena tidak memiliki kontrol yang cukup atau akses terhadap pangan. Adanya kasus kelaparan tersebut mengakibatkan setiap negara mengembangkan pendekatan terpadu terhadap masalah pangan dan nutrisi: ketahanan pangan (food security)5.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, Pasal 1 Ayat 17

menyatakan bahwa: “ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan

rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau”. Ketahanan pangan adalah

terpenuhinya pangan, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun kesesuaian dengan sosio kultur, dapat dijangkau secara fisik maupun ekonomi, dan dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan individu, setiap waktu, untuk sehat, tumbuh dan produktif. Unsur utama dari ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan yang cukup, distribusi yang menjamin setiap individu dapat mengakses, serta mengkonsumsi yang menjamin setiap individu memperoleh asupan zat gizi dengan jumlah dan keseimbangan yang cukup. Menurut Arifin (2005) dan Sholahuddin (2009), pengkajian aspek keseimbangan dalam ketahanan pangan menekankan pada 3 dimensi penting, yaitu:

1. Ketersediaan dan kecukupan pangan juga mencakup kuantitas dan kualitas bahan pangan agar setiap individu dapat terpenuhi standar kebutuhan kalori

5

(31)

dan energi untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari, melalui:

a. Produksi sendiri dengan cara memanfaatkan dan alokasi sumberdaya alam, manajemen dan pengembangan sumberdaya manusia serta aplikasi dan penguasaan teknologi yang optimal.

b. Impor dari negara lain asal tidak terlalu berlebihan dan dibenarkan oleh peraturan yang berlaku atau tidak dalam keadaan larangan impor dengan menjaga cadangan devisa negara dari sektor pereknomian untuk menjamin kesehatan neraca keseimbangan.

2. Aksesibilitas masyarakat terhadap pangan dapat dijelaskan misalnya dengan proporsi pengeluaran rumah tangga terhadap bahan pangan merupakan salah satu indikator ketahanan pangan di tingkat rumah tangga tersebut. Semakin besar pangsa pengeluaran rumah tangga terhadap bahan pangan, semakin rendah ketahanan pangan rumah tangga yang bersangkutan.

3. Stabilitas harga pangan menjadi salah satu hal yang penting dalam ketahanan pangan karena dapat menimbulkan konsekuensi ekonomi, politik, dan sosial kemasyarakatan yang berat. Negara berkembang,termasuk Indonesia umumnya melakukan intervensi kebijakan untuk menjaga atau mengurangi tingkat fluktuasi harga agar tidak terlalu besar.

Menurut Sholahuddin (2009) konsep ketahanan pangan merupakan realitas yang harus dicapai oleh bangsa Indonesia. Salah satu agenda penting untuk meningkatkan ketahanan pangan saat ini adalah mengurangi impor pangan strategis, mencegah penyelundupan dan memacu ekspor pangan yang memiliki keunggulan kompetitif, serta melakukan diversifikasi pangan. Di samping itu, swasembada harus terus diperjuangkan karena ketergantungan impor pangan strategis dapat membahayakan stabilitas nasional dan pemerintah harus melakukan proteksi pada komoditi pangan strategis. Dengan demikian, usaha pencapaian swasembada dan peningkatan ketahanan pangan menjadi salah satu fokus pembangunan karena pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar, kualitas pangan yang dikonsumsi akan menentukan kualitas sumberdaya manusia suatu bangsa, keterkaitan pangan ke depan dan ke belakang.

Swasembada Pangan

Ketersediaan pangan memiliki 2 sisi, yaitu sisi pasokan pangan dan sisi kebutuhan pangan penduduk. Pada sisi pasokan, ketersediaan pangan terkait dengan kapasitas produksi dan perdagangan (impor/ekspor) pangan. tergantung pada kapasitas produksi yang dimilikinya, sumber pasokan pangan suatu negara dapat bersumber dari produksi domestik, impor atau kombinasi produksi domestik dan impor. Kapasitas produksi pangan merupakan fungsi gabungan serangkaian faktor, meliputi: luas lahan, agroklimat, infrastruktur, dan teknologi. Semakin besar kapasitas produksi pangan yang dimiliki semakin kecil ketergantungannya pada sumber impor atau bahkan tidak bergantung sama sekali (swasembada).

(32)

sebagai kemampuan untuk memenuhi segala kebutuhan pangan. Pangan bahan-bahan makanan yang di dalamnya terdapat hasil pertanian, perkebuban, dan lain-lain. Jadi swasembada pangan adalah keadaan dimana suatu negara dapat memenuhi tingkat permintaan akan suatu bahan makanan sendiri tanpa perlu melakukan impor dari pihak luar. Swasembada domestik butuh biaya tinggi dan metode yang inefisien dalam mencapai ketahanan pangan dari sisi produksi. Swasembada bukan merupakan syarat perlu dan syarat cukup dalam ketahanan pangan. Suatu negara tidak harus dalam kondisi swasembada pangan, karena impor bisa menutupi perbedaan produksi dan konsumsi dalam negeri. Swasembada belum menunjukkan kondisi cukup, karena walaupun berswasembada bisa terdapat kondisi tidak yang tidak tahan pangan, dikarenakan kurangnya control atau akses terhadap pangan. The ASEAN Food Security Information and Training Center menyarankan rasio cadangan pangan terhadap kebutuhan domestik minimal sebesar 20% untuk menstabilkan ketersediaan pangan sepanjang tahun6.

Dalam pertumbuhan ekonomi nasional sangat tinggi, ketahanan pangan mempunyai pengaruh yang erat pada ketahanan nasional. Menurut Sholahuddin (2009) sisi pasokan atau produksi, fokus upaya pencapaian swasembada dan ketahanan pangan dilaksanakan dalam bentuk:

1. Peningkatan produksi beras untuk meraih kembali swasembada beras secara nasional

2. Peningkatan produksi komoditas palawija, khususnya jagung dan kedelai guna mendukung pengembangan insdustri pakan domestik dan pengolahan pangan sumber protein nabati.

3. Peningkatan produksi perikanan, peternakan dan hortikultura utama untuk meningkatkan keanekaragaman, keseimbangan dan kualitas konsumsi pangan dan gizi masyarakat.

Hampir semua pemerintah di dunia, baik di negara berkembang maupun negara maju, selalu melakukan kontrol dan intervensi terhadap komoditas pangan strategis seperti beras untuk ketahanan pangan dan stabilitas politik.

Model-model Peramalan Time Series Komoditi Strategis

Pada dasarnya metode peramalan diklasifikasikan menjadi model kuantitatif (objektif) dan model kualitatif (subjektif). Prosedur peramalan kualitatif melibatkan pengalaman, judgements maupun opini dari sekelompok orang yang pakar di bidangnya. Sedangkan model kuantitatif melibatkan analisis statistik terhadap data-data yang lalu (Firdaus 2011). Evaluasi dan peramalan masa depan swasembada beras dapat dilakukan dengan perhitungan nilai penduga parameter setiap persamaan dalam suatu model ekonometrika (Mulyana 1998). Keterkaitan permintaan, penawaran, dan harga beras dapat dirumuskan dengan model dinamis dalam bentuk persamaan simultan. Daya prediksi model ekonometrika penawaran dan permintaan beras dalam penelitian ini telah diuji dengan suatu simulasi dasar untuk periode sampel pengamatan tahun 1984-1996. Serupa dengan penelitian

6

(33)

Mulyana, pada kajian mengenai produksi dan konsumsi beras terhadap swasembada yang dilakukan oleh Hessie (2009), penggunaan model persamaan simultan ekonometrika dapat menjelaskan perkembangan produksi dan konsumsi beras di Indonesia dari tahun ke tahun yang berfluktuasi dengan kecenderungan mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hasil proyeksi produksi dan konsumsi beras di Indonesia tahun 2009-2013 menunjukan bahwa Indonesia defisit beras hingga tahun 2010 dan surplus beras terjadi pada tahun 2011 sehingga swasembada beras Indonesia dapat tercapai.

Penggunaan model-model peramalan meliputi 2 langkah, yaitu analisis deret data dan seleksi model peramalan yang paling cocok dengan deret data tersebut. Pada beberapa studi terdahulu menggunakan metode time series, model yang sering dipakai adalah naive, average, trend, smoothing, exponential, dekomposisi, ARIMA, SARIMA. Melihat keadaan perkedelaian saat ini, Yuwanita (2006) mencoba meramalkan beberapa tahun ke depan produksi dan konsumsi kedelai dengan berbagai model peramalan time series untuk mendapatkan model peramalan terbaik. Hasil penelitiannya menunjukkan model terbaik untuk meramalkan produksi dan konsumsi kedelai adalah model ARIMA.

Berbeda dengan Yuwanita, Aldillah (2006) yang meneliti tentang peramalan permintaan dan penawaran jagung nasional. Mereka berpendapat bahwa model ARIMA mempunyai tingkat keakuratan yang lebih tinggi dari model-model peramalan time series lainnya. Menurut Hanke (2003), metodologi Box-Jenkins mengacu pada himpunan prosedur untuk mengidentifikasikan, mencocokan, dan memeriksa model ARIMA dengan data deret waktu. Peramalan mengikuti langsung dari bentuk model disesuaikan. Sehingga dengan konsep inilah penggunaan ARIMA lebih tepat digunakan untuk data dalam penelitian ini dibandingkan dengan teknik peramalan lainnya (Hanke 2003). Dari hasil peramalan menunjukan bahwa permintaan jagung selalu melebihi penawaran, maka kondisi neraca jagung nasional selalu mengalami defisit hingga tahun 2015. Serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Aldillah, Maretha (2008) yang meneliti mengenai produksi dan konsumsi kedelai nasional, hanya menggunakan model ramalan ARIMA untuk ramalan produksi dan konsumsi kedelai. Penelitian Yuwanita dan Maretha mengenai analisis kedelai menunjukan hasil yang sama, yaitu Indonesia akan mencapai swasembada kedelai pada tahun 2015 karena nilai produksi (skenario) lebih besar daripada nilai hasil prediksi konsumsi.

Dari beberapa model peramalan yang telah digunakan dalam penelitian di atas, penelitian ini akan mencoba menggunakan seluruh model peramalan time series. Alasan menggunakan keseluruhan model mulai dari model naive, model trend, model rata-rata, model penghalusan, model dekomposisi, dan model ARIMA dimaksudkan untuk melihat model terbaik yang nantinya akan digunakan untuk meramal. Penentuan model terbaik dilihat dari nilai mean square error (MSE) terkecil apabila dibandingkan dengan model lainnya.

Tinjauan Faktor-faktor yang Memengaruhi Komoditi Pertanian

(34)

pasar pada tingkat harga tertentu. Beberapa faktor yang memengaruhi penawaran suatu komoditas adalah harga komoditas yang bersangkutan, harga faktor produksi, tingkat teknologi, pajak dan subsidi. Ambarinanti (2007) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi beras Indonesia terdiri dari luas areal panen padi Indonesia, harga dasar gabah, pupuk urea, dan curah hujan.

Al-Mudatsir (2009) menjelaskan faktor-faktor yang memengaruhi luas areal panen kacang kedelai yaitu harga kacang kedelai, harga jagung, harga kacang tanah, luas areal teririgasi, dan luas areal panen sebelumnya. Sedangkan faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah harga pupuk, upah buruh, dan produktivitas tahun sebelumnya. Hasil penelitian Purnamasari (2006) menunjukan luas areal panen tanaman kedelai dipengaruhi secara nyata oleh harga riil kedelai domestik, harga riil jagung, dan luas areal panen tahun sebelumnya, dimana respon luas areal panen elastis terhadap perubahan harga riil kedelai domestik dan harga riil jagung dalam jangka panjang. Sedangkan Produktivitas tanaman kedelai dipengaruhi oleh curah hujan, harga riil jagung, dan produktivitas tahun sebelumnya.

Timor (2008) menunjukan bahwa peningkatan produksi jagung di Indonesia disebabkan oleh peningkatan luas areal dan produktivitas jagung. Luas areal mengalami peningkatan secara fluktuatif dan terkonsentrasi di Pulau Jawa, disamping itu terjadi pergeseran dari lahan kering ke lahan sawah beririgasi pada musim kemarau. Produktivitas jagung di Indonesia masih relatif rendah karena sistem usaha tani belum optimal, yaitu sebagian besar petani masih menggunakan benih varietas jagung lokal, penggunaan pupuk yang belum berimbang, dan masih terbatasnya penggunaan pestisida untuk pengendalian hama.

Permintaan merupakan jumlah suatu komoditi yang ingin dibeli oleh konsumen rumah tangga (Lipsey et al. 1986). Hal ini berbeda dengan faktor-faktor yang berpengauh terhadap penawaran, menurut Jumini (2008) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa ada empat variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan bawang putih impor ke Indonesia, yaitu harga bawang putih lokal, konsumsi bawang putih lokal, produksi bawang putih dalam negeri, dan harga bawang putih impor. Sedangkan Priyanti (2012) diketahui bahwa faktor-faktor yang memengaruhi permintaan rumah tangga terhadap cabai merah yaitu jumlah anggota keluarga, harga beli, pendapatan rumah tangga, frekuensi pembelian, tempat pembelian, dan suku.

(35)

KERANGKA PEMIKIRAN

Dalam bab ini akan dikemukakan kerangka pendekatan untuk menganalisis dan menjawab permasalahan peramalan produksi dan konsumsi komoditi strategis dalam rangka pencapaian swasembada seperti yang telah dirumuskan pada pendahuluan, yaitu mengenai konsep hubungan atau keterkaitan di antara produksi, konsumsi, dan peramalan. Untuk mengetahui hubungan kuantitatif dari kerangka pendekatan tersebut, akan diuraikan pula beberapa teori rumusan fungsional yang relevan dengan masing-masing komponen tersebut.

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari penelusuran teori yang relevan dengan permasalahan yang menjadi topik kajian ini, yaitu konsep produksi, konsep konsumsi, dan konsep peramalan. Adapun kerangka pemikiran teoritis yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan pada subbab berikut ini.

Konsep Produksi

Lipsey et al. (1986) mengatakan bahwa produksi adalah tindakan dalam membuat komoditi, baik berupa barang maupun jasa. Dalam pertanian, proses produksi begitu kompleks dan terus menerus berubah seiring dengan kemajuan teknologi. Secara umum produksi diartikan sebagai setiap kegiatan atau usaha manusia untuk menghasilkan atau menciptakan, menambah nilai guna suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Tidak ada produk yang dihasilkan dengan menggunakan satu input. Dalam produksi banyak digunakan input-input untuk menghasilkan output.

Fungsi produksi merupakan hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi. Masukan seperti pupuk, tanah, tenaga kerja, modal, dan ikim yang mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Tidak semua masukan yang dipakai untuk dianalisis, hal ini tergantung dari penting tidaknya pengaruh masukan itu terhadap produksi. Jika bentuk fungsi produksi diketahui, maka informasi harga dan biaya yang dikorbankan dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi masukan yang terbaik. Ada banyak hubungan input-output dalam pertanian karena tingkat dimana input diubah menjadi output akan berbeda-beda diantara tipe tanah, hewan, teknologi, curah hujan dan faktor lainnya. Tiap hubungan input output menggambarkan kuantitas dan kualitas dari sumberdaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk tertentu. Lipsey et al. (1986) juga mengatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fungsi yang memperlihatkan output maksimum yang dapat diproduksi oleh setiap input dan oleh kombinasi berbagai input.

(36)

dalam tabel; dalam bentuk grafik atau diagram; dan dalam bentuk persamaan aljabar. Hubungan antara input dan output ini dapat diformulasikan oleh sebuah fungsi produksi, yang dalam bentuk matematis bisa ditulis: Q = f(K,L), dimana Q mewakili tingkat Output yang dihasilkan selama suatu periode tertentu, K mewakili barang modal, dan L mewakili tenaga kerja. Simbol f menggambarkan bentuk hubungan dari perubahan input menjadi output. Hubungan fisik antara faktor produksi dengan produksi dapat digambarkan dalam suatu proses produksi seperti Gambar 3.

Gambar 3 Kurva PT, PR, dan PM Sumber: Nicholson (1998)

Keterangan : X : Hasil produksi a : PM maksimum

Y : Faktor produksi b : PR maksimum

PT : Produk total c : MP = 0

PR : Produk rata-rata PM : Produk Marjinal

Proses alokasi faktor produksi yang efisien dapat dianalisis melalui Gambar 3 yang menunjukkan 3 tahap penting dari gerakan perubahan nilai produk total, yaitu:

1. Tahap I, sampai pada saat kondisi produk rata-rata maksimum. Sering disebut sebagai daerah rasional atau kenaikan hasil yang selalu bertambah. Pada tahap ini keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat ditingkatkan dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak, dengan asumsi cukup tersedia faktor produksi.

2. Tahap II, antara produk rata-rata sampai saat produk marjinal sama dengan 0. Tahap ini juga sering disebut sebagai daerah rasional atau kenaikan hasil tetap.

Y

X 0

a

Y

X 0

PT c

b

Tahap I

PR

PM Tahap

II

(37)

Pada tahap ini keuntungan maksimum akan tercapai karena faktor produksi telah digunakan secara maksimum.

3. Tahap III, saat produk marjinal sudah bernilai kurang dari 0. Tahap III merupakan daerah irrasional atau kenaikan hasil negatif. Pada tahap ini menggambarkan bahwa pemakaian faktor produksi sudah tidak efisien.

Nicholson (1998) menyatakan bahwa fungsi produksi memeperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal (K) dan Tenaga kerja (L). Fungsi produksi dapat digambar dalam 2 dimensi, yaitu dengan menggunakan map isoquant. Sebuah isoquant berarti catatan penggunaan kombinasi input-input yang menghasilkan output yang sama. Pada kurva Q, penggunaan kombinasi input antara modal (K) dan Tenaga kerja (L) berbeda-beda tetapi menghasilkan output yang sama. Semakin kurva isoquant bergeser ke kanan (dari Q1 ke Q2 ke Q3), maka kombinasi penggunaan input (K dan L) semakin meningkat.

Gambar 4 Map isoquant Sumber: Nicholson (1998)

Konsep Konsumsi

Secara umum konsumsi diartikan sebagai setiap kegiatan memkai, menggunakan atau menikmati barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan. Penentuan pengeluaran atau belanja konsumen sangat penting dalam analisis tingkat Output perekonomian suatu negara. Pengeluaran atau belanja konsumen sebagian besar ditentukan oleh penghasilan pribadi, perkiraan konsumen terhadap masa depan, kekayaan, dan tingkat harga. Konsumsi tidak mungkin dilakukan oleh kebanyakan individu yang tidak mempunyai penghasilan dari pekerjaan atau melalui transfer dari pemerintah atau dunia bisnis, maka penghasilan pribadi menjadi hal penting dari variabel-variabel konsumsi (Salvatore 2009). Perubahan pendapatan disposabel berhubungan erat dengan perubahan konsumsi per kapita. Konsumsi tidak terlalu bereaksi terhadap gejolak pendapatan jangka pendek, sebaliknya gejolak pendapatan jangka panjang mempengaruhi perubahan konsumsi (Hill 2008).

Konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga memiliki porsi (sekitar 70%) terbesar dalam total pengeluaran agregat (Hill 2008; Rahardja 2008). Konsumsi merupakan sejumlah barang yang digunakan lagsung oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Konsumsi pada saat ini hampir bisa diprediksi dengan sempurna dari konsumsi periode sebelumnya ditambah sedikit pertumbuhan.

K

L 0

Q1 Q2

(38)

Teori konsumsi modern memprediksi bahwa kenaikan pajak kontemporer, yang kemudian akan menurunkan pendapatan disposabel, akan memiliki sedikit dampak pada konsumsi dan oleh karenanya sedikit dampak pula pada permintaan agregat.

Teori Keynesian awal, menyatakan bahwa konsumsi pendapatan sekarang bergerak dalam pola yang sama tanpa berusaha memisahkan antara perubahan pendapatan sementara dengan perubahan tetap. Keynes membuat dugaan-dugaan tentang fungsi konsumsi berdasarkan introspeksi dan observasi kausal. Dalam Mankiw (2003), 3 dugaan-dugaan Keynes tersebut antara lain:

1. Kecenderungan menkonsumsi marjinal, yaitu jumlah yang dikonsumsi dari setiap dolar tambahan adalah antara nol dan satu.

2. Rasio konsumsi terhadap pendapatan disebut kecenderungan mengkonsumsi rata-rata turun ketika pendapatan naik.

3. Pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peran penting.

Berdasarkan 3 dugaan tersebut, fungsi konsumsi Keynes ditulis sebagai berikut: C = C0 + cY, C0 > 0, 0 < c < 1,

Dimana C adalah konsumsi, Y adalah pendapatan disposabel, C0 adalah konstanta, dan c adalah kecenderungan mengkonsumsi marjinal. Fungsi konsumsi adalah hubungan antara konsumsi dengan pendapatan disposabel, dan menganggap konstan faktor-faktor penentu konsumsi yang lain yang bukan berasal dari penghasilan. Fungsi konsumsi berasumsi bahwa perilaku konsumsi individu pada periode tertentu berhubungan dengan pendapatan pada periode tersebut. Perubahan faktor-faktor penentu konsumsi yang bukan berasal dari penghasilan mengubah pula hubungan antara konsumsi dengan pendapatan disposabel.

Banyak faktor yang memengaruhi besarnya pengeluaran konsumsi rumah tangga. Menurut Rahardja (2008), faktor-faktor yang dapat memengaruhi tingkat konsumsi antara lain:

1. Faktor-faktor ekonomi

Berdasarkan faktor-faktor ekonomi, ada beberapa hal yang menentukan tingkat konsumsi, yaitu pendapatan rumah tangga, kekayaan rumah tangga, jumlah barang konsumsi tahan lama dalam masyarakat, tingkat bunga, perkiraan tentang masa depan, dan kebijakan pemerintah mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan.

2. Faktor-faktor demografi atau kependudukan

Yang mencakup dalam faktor-faktor kependudukan adalah jumlah penduduk dan komposisi penduduk. Dilihat dari jumlah penduduk yang banyak akan memperbesar pengeluaran konsumsi secara menyeluruh, walaupun pengeluaran rata-rata per orang atau per keluarga relatif rendah. Pengaruh komposisi penduduk terhadap peningkatan konsumsi apabila makin banyak penduduk yang berusia kerja atau usia produktif, semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, dan makin banyak penduduk yang tinggal diperkotaan. 3. Faktor-faktor nonekonomi

(39)

makan, perubahan etika, dan tata nilai karena ingin meniru kelompok masyarakat lain yang dianggap ideal akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi masyarakat.

Konsep Peramalan

Peramalan merupakan kegiatan untuk memerkirakan apa yang akan terjadi. Peramalan dapat menjadi alat bantu yang penting dalam perencanaan yang efektif dan efisien serta bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pengambilan keputusan manajemen (Makridakis et al. 1999). Peramalan penting dalam berbagai situasi perencanaan dan pengambilan keputusan. Ramalan-ramalan yang terutama sangat berguna adalah tentang faktor-faktor perekonomian yang dapat berfungsi sebagai latar belakang bagi semua perencanaan dan pengambilan keputusan yang berlangsung dalam berbagai fungsi yang biasanya disebut sebagai skenario dasar perekonomian yang dipergunakan dalam penganggaran dan perencanaan lainnya. Perubahan yang diproyeksikan dalam harga, biaya, tingkat pertumbuhan, dan sebagainya merupakan unsur-unsur penting dalam asumsi bersama. Menurut Makridakis (1999), persyaratan data untuk berbagai metode peramalan meliputi:

1. Data digunakan untuk menentukan pola perilaku beberapa variabel yang didasarkan pada pengamatan historis

2. Data yang digunakan untuk menyediakan nilai yang akan datang dari variabel bebas yang termasuk dalam suatu model kausal.

Sedangkan Hanke (2003) mengatakan bahwa bagian tersulit dan cukup memakan waktu adalah tahap mengumpulkan data yang baik dan dapat diandalkan, karena salah satu faktor yang mempengaruhi keakuratan suatu ramalan adalah data yang digunakan. Berikut merupakan kriteria data yang baik:

1. Data hendaknya dapat diandalkan (reliable) dan akurat. Penanganan yang sesuai harus dilakukan pada data yang dikumpulkan dari sumber-andal dengan memperhatikan keakuratannya

2. Data hendaknya relevan. Data harus mewakili keadaan dimana data tersebut digunakan.

3. Data hendaknya konsisten. Ketika data yang berkaitan dengan definisi berubah, penyesuaian perlu dilakukan untuk memepertahankan konsistensi pola historis.

4. Data hendaknya tepat waktu. Data yang dikumpulkan, dirangkum, dan dipublikasikan berdasarkan ketepatan waktu akan memberikan nilai tertinggi bagi forecaster.

Gambar

Gambar 1 Perkembangan jumlah penduduk Indonesia, tahun 1971-2010
Tabel 2 Inflasi tahunan di Indonesia, 2009-2012 (dalam %)
Tabel 3 Ekspor dan impor pertanian Indonesia menurut sub sektor, 2009-2012 (dalam US$ 000)
Gambar 2 Fluktuasi harga beras, jagung, dan kedelai September 2011–Maret 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kambing Kejobong muda dan dewasa saat masa pemulihan membutuhkan waktu selama 14 hari, lamanya waktu untuk pulih disebabkan karena ternak sedang beradaptasi dengan

17 Berdasarkan analisis di dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa variabel impor, FDI, dan harga minyak dunia berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia

Untuk menentukan jumlah mikroba suatu bahan dapat dilakukan dengan bermacam-macam cara, tergantung pada bahan dan jenis mikroba yang ditumbuhkan atau

Sterilisasi dengan pemanasan uap meliputi pemanasan air sampai menghasilkan uap dalam ruang autoklaf yang tertutup dan uap lembab yang panas. Karena sistem tertutup uap yang

departemen kontroler (atau karyawan yang tidak terkait dengan prosuder penerimaan kas) mencocokkan penerimaan kas dengan membandingkan dokumen berikut ini: (1) salinan dari

Perguruan tinggi diharapkan untuk mengembangkan dan memfasilitasi pelaksanaan program Merdeka Belajar dengan membuat panduan akademik. Program-program yang dilaksanakan

Bab II berisi analisis bentuk -bentuk narsisisme yang terdapat dalam lirik -lirik karya G-Dragon dari tahun 2012 sampai 2013, sesuai dengan teori yang digunakan, yaitu teori

hubungan antara derajat kaki diabetes kalsifikasi Wagner dengan nilai ABI, sehingga semakin berat komplikasi penyakit arteri perifer semakin berat derajat kaki