• Tidak ada hasil yang ditemukan

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 1 Konsep Usahatan

Definisi usahatani telah banyak diuraikan oleh beberapa pakar. Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di suatu tempat atau permukaan bumi yang diperlukan untuk produksi pertanian (Mosher 1968, diacu dalam Mubyarto 1989). Sementara Rifai (1980), diacu dalam Hernanto (1996) mendefinisikan usahatani sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Usahatani sebagai organisasi dimaksudkan bahwa usahatani harus ada yang mengorganisir dan ada yang diorganisir, yang mengorganisir usahatani adalah petani dibantu oleh keluarga dan yang diorganisir adalah faktor-faktor produksi yang dikuasai. Soekartawi (2006) menjelaskan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan usahatani adalah memperoleh hasil produksi yang optimal agar menghasilkan pendapatan yang maksimal.

Suratiyah (2008) mengklasifikasikan usahatani menurut corak dan sifat, organisasi, pola, dan tipe usahataninya. Penjelasan mengenai klasifikasi usahatani tersebut adalah sebagai berikut:

1) Corak dan Sifat

Berdasarkan corak dan sifat, usahatani dibagi menjadi usahatani subsisten dan usahatani komersil. Usahatani subsisten adalah usahatani yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sedangkan usahatani komersil adalah usahatani yang ditujukan untuk memperoleh keuntungan dan telah memperhatikan kualitas dan kuantitas produk.

2) Organisasi

Berdasarkan organisasi, usahatani dibagi menjadi 3, yakni usahatani individual, kolektif, dan kooperatif. Usahatani individual adalah usahatani yang seluruh proses dikerjakan oleh sendiri beserta keluarga. Usahatani kolektif adalah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu

kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan. Usahatani kooperatif adalah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok.

3) Pola

Berdasarkan polanya, usahatani dibagi menjadi usahatani khusus, tidak khusus dan campuran. Usahatani khusus merupakan usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja. Usahatani tidak khusus merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama namun terdapat batas yang tegas. Usahatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas yang tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi.

4) Tipe

Berdasarkan tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa jenis usahatani berdasarkan komoditas yang diusahakan, seperti: usahatani ayam, usahatani kambing, dan usahatani jagung.

Dalam usahatani, proses produksi dapat berjalan dengan baik apabila semua faktor-faktor produksi yang mendukung kegiatan produksi tersebut sudah terpenuhi. Terdapat empat faktor produksi yang selalu ada dalam usahatani, yaitu tanah (lahan), modal, tenaga kerja, dan manajemen. Keempat faktor produksi tersebut mempunyai fungsi yang berbeda namun saling terkait satu sama lain. 1) Tanah atau Lahan

Pada umumnya di Indonesia tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lainnya dan distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata (Hernanto 1996). Tanah memiliki sifat di antaranya: luas relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindahtangankan dan atau diperjualbelikan. Menurut Soekartawi (2002), luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha yang pada akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian. Akan tetapi pentingnya faktor produksi tanah, bukan saja dilihat dari segi luas atau sempitnya lahan, tetapi juga segi lain, misalnya aspek kesuburan tanah, macam penggunaan lahan, dan topografi.

2) Modal

Modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta pengelolaan menghasilkan produk pertanian. Hernanto (1996) membedakan modal berdasarkan sifatnya yaitu modal tetap dan modal bergerak. Modal tetap adalah modal yang tidak habis pakai pada satu periode produksi, seperti tanah dan bangunan. Modal bergerak adalah jenis modal yang habis atau dianggap habis dalam satu periode proses produksi. Berdasarkan sumbernya modal dapat dibedakan menjadi modal milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit bank, pelepas uang, famili, dan lain-lain), hadiah warisan, usaha lain, dan kontrak sewa.

3) Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan pelaku dalam usahatani yang bertugas menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Tiga jenis tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani yaitu tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik (Hernanto 1996). Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan usahatani. Tenaga kerja usahatani dapat diperoleh dari dalam maupun luar keluarga. Dalam analisa ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja (Soekartawi 2002). Skala usaha akan mempengaruhi besar-kecilnya tenaga kerja yang dibutuhkan dan juga menentukan jenis tenaga kerja yang diperlukan.

4) Manajemen

Hernanto (1996) menggambarkan manajemen usahatani sebagai kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian seperti yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas usahanya.

Keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal (Hernanto 1996). Faktor internal terdiri dari petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga, dan jumlah keluarga. Faktor internal ini dapat dikendalikan oleh petani itu sendiri. Sementara faktor eksternal terdiri dari sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani, fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani.

3.1.2. Konsep Fungsi Produksi

Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang atau jasa. Pada suatu proses produksi, fungsi produksi menunjukkan berapa output yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah variabel input yang berbeda. Soekartawi

et al. (1986) mendefinisikan fungsi produksi sebagai hubungan fisik antara masukan (input) dan produksi. Beberapa input seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya akan mempengaruhi jumlah output yang diperoleh.

Dapat dimisalkan Y adalah produksi dan Xi adalah input ke-i, maka besar kecilnya Y juga tergantung dari besar kecilnya X1, X2, X3, ..., Xm yang dipakai. Hubungan Y dan X secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut:

Y = f (X1, X2, X3, ..., Xm)

Fungsi produksi yang telah diketahui dapat digunakan untuk menduga hasil produksi dan dapat pula dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi input yang terbaik. Soekartawi et al. (1986) menjelaskan bahwa terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam memilih bentuk aljabar fungsi produksi, yaitu:

1) Bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekat keadaan usahatani sebenarnya.

2) Bentuk fungsi produksi yang digunakan mudah diukur atau dihitung secara statistik.

3) Fungsi produksi mudah diartikan secara ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut.

Hernanto (1996) mengungkapkan bahwa melalui fungsi produksi dapat dilihat secara nyata bentuk hubungan dari faktor produksi yang digunakan untuk memperoleh sejumlah produksi, dan sekaligus menunjukkan produktivitas dari

hasil itu sendiri. Hubungan input dan output tersebut dapat digambarkan dari produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR).

PM menunjukkan banyaknya penambahan atau pengurangan output Y yang dihasilkan dari setiap penambahan satu-satuan input X, dengan kondisi input lainnya tetap. Hubungan Y dan X ini dapat terjadi dalam tiga situasi, yaitu bila PM konstan, bila PM menurun, dan bila PM meningkat (Soekartawi 2002). PM konstan dapat diartikan bahwa setiap tambahan satu-satuan unit input X dapat menyebabkan tambahan satu-satuan unit output Y secara proporsional. Bila terjadi suatu peristiwa tambahan satu-satuan unit input X menyebabkan satu-satuan unit output Y yang menurun atau decreasing productivity, maka PM menurun. Sebaliknya, bila penambahan satu-satuan unit input X menyebabkan satu-satuan output Y yang semakin meningkat secara tidak proporsional, maka disebut dengan

increasing productivity yang menyebabkan PM meningkat. Produk Marjinal (PM) = Perubahan Output Perubahan Input = y xi

Produk rata-rata adalah perbandingan antara output total dengan input produksi. Dimana output total atau produk total (PT=Y) adalah jumlah output yang diperoleh dalam proses produksi.

Produk Rata-rata (PR) = Ouput Total Input Total = Y xi

Dengan mengaitkan PT, PM, dan PR maka hubungan input dan ouput akan lebih informatif. Artinya, dengan cara seperti itu akan dapat diketahui elastisitas produksi yang sekaligus juga akan diketahui apakah proses produksi yang sedang berjalan dalam keadaan elastisitas produksi yang rendah atau sebaliknya. Elastisitas produksi (Ep) adalah presentase perubahan dari output akibat dari presentase perubahan dari input.

Ep = y/y x/x = y x x y = PM PR

Gambar 1 menunjukkan bahwa kurva produksi terbagi menjadi tiga daerah (stage), yaitu stage I dimana sepanjang tahap ini PR terus naik, stage II dimana terjadi penurunan PR saat PM positif, dan stage III dimana terjadi penurunan PR saat PM negatif dan PT mulai turun.

Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Sumber: Soekartawi (2002)

Stage I dimulai dari penggunaan X sebesar 0 unit sampai PR mencapai maksimum dan berpotongan dengan PM. Daerah ini memiliki nilai elastisitas produksi lebih besar dari satu (Ep > 1), dimana PT meningkat pada tahapan

increasing rate dan PR juga meningkat. Kondisi tersebut terjadi saat nilai PM lebih besar dari nilai PR. Petani belum mencapai keuntungan maksimum karena masih mampu memperoleh sejumlah produksi jika menambah sejumlah input tertentu. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah irrasional atau inefisien.

Stage II dimulai pada PR maksimum dan berakhir pada PM = 0, dengan nilai elastisitas produksi (0 < Ep < 1). Dalam keadaan demikian, tambahan sejumlah input tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang diperoleh atau mengalami penambahan hasil produksi yang semakin menurun

Y

Stage I Stage II Stage III

TP Ep>1 0<Ep<1 Ep<0 Y PR PM X1 X2 X3

(decreasing rate). Penggunaan input pada daerah ini telah optimal sehingga disebut daerah rasional atau efisien.

Stage III merupakan daerah dimana PM pada posisi negatif dan turun secara tajam serta PR dan PT berada pada kondisi menurun, dengan nilai elastisitas lebih kecil dari nol (Ep < 0). Pada daerah ini upaya penambahan sejumlah input akan merugikan bagi petani karena akan menurunkan produksi. Penggunaan input dalam jumlah berlebih menyebabkan daerah ini sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional.

3.1.3. Konsep Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Metode stochastic frontier adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi relatif suatu usahatani (Seiford dan Thrall 1990, diacu dalam Coelli et al. 2005). Dalam metode tersebut digunakan data hasil survei untuk menentukan produksi frontier terbaik. Dugaan stokastik berkaitan dengan pengukuran kesalahan acak (random error) yang meliputi dugaan fungsi produksi frontier dimana keluaran dari suatu usahatani merupakan fungsi dari faktor-faktor produksi, kesalahan acak, dan inefisiensi.

Greene (1993), diacu dalam Sukiyono (2005) menjelaskan bahwa model produksi frontier dimungkinkan untuk menduga atau memperkirakan efisiensi relatif suatu kelompok atau usahatani tertentu yang didapatakan dari hubungan antara produksi dan potensi produksi yang dapat dicapai. Karakterisitik model produksi frontier untuk menduga efisiensi teknis adalah adanya pemisah dampak dari goncangan peubah eksogen terhadap keluaran melalui kontribusi ragam yang menggambarkan efisiensi teknis (Giannakas et al. 2003, diacu dalam Sukiyono 2005). Dengan demikian, metode frontier dapat menduga ketidakefisienan suatu proses produksi tanpa mengabaikan galat dari modelnya.

Aigner et al. (1977); Meeusen & van den Broeck (1977), diacu dalam Coelli et al. (2005) menjelaskan bahwa fungsi produksi stochastic frontier

merupakan fungsi produksi yang dispesifikasi untuk data silang (cross-sectional data) yang memiliki dua komponen error term, yaitu random effects (vi) dan inefisiensi teknis (ui). Secara matematis, fungsi produksi stochastic frontier dapat ditulis dalam persamaan berikut:

ln yi = xi + (vi - ui); i = 1,2,3,...,N dimana:

yi = produksi yang dihasilkan pada waktu ke-i xi = vektor input yang digunakan pada waktu ke-i

= vektor parameter yang akan diestimasi

vi = variabel acak yang bebas dan secara identik terdistribusi normal (independent-identically distributed, iid.) N (0, v2), berkaitan dengan faktor eksternal (iklim, hama)

ui = variabel acak non negatif yang diasumsikan iid., yang menggambarkan inefisiensi teknis dalam produksi, dengan sebaran bersifat setengah normal

N (0, u2)

Model yang dinyatakan dalam persamaan di atas disebut sebagai fungsi produksi stochastic frontier karena nilai output dibatasi oleh variabel acak (stochastic), yaitu nilai harapan dari xiβ + vi atau exp(xiβ + vi). Random error (vi) dapat bernilai positif dan negatif dan begitu juga output stochastic frontier

bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp(xiβ).

Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Sumber: Coelli et al. (2005)

Struktur dasar dari model stochastic frontier dapat dilihat pada Gambar 2. Sumbu x mewakili input dan sumbu y mewakili output. Komponen dari model

x y

xi xj

yi yj

Fungsi produksi, y=f(exp(xβ))

Output frontier (yj*) exp(xjβ+vj), jika vj < 0 Output frontier (yi*)

frontier yaitu f(xβ), digambarkan sesuai asumsi diminishing return to scale, dimana jika variabel faktor produksi dengan jumlah tertentu ditambahkan secara terus-menerus dengan jumlah yang tetap maka akhirnya akan tercapai suatu kondisi dimana setiap penambahan satu unit faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang semakin menurun.

Gambar 2 menjelaskan aktivitas produksi dari dua petani yang diwakili simbol i dan j. Petani i menggunakan input sebesar xi dan menghasilkan output sebesar yi, sedangkan petani j menggunakan input sebesar xj dan menghasilkan output sebesar yj. Berdasarkan output batas, terlihat bahwa output frontier petani i melampaui fungsi produksi f(xβ) sedangkan nilai output frontier petani j berada di bawah fungsi produksi f(xβ). Hal tersebut dapat terjadi karena aktivitas produksi petani i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel vi bernilai positif. Sebaliknya, aktivitas produksi petani j dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan dimana variabel vj bernilai negatif. Output frontier i dan j tidak dapat diamati atau diukur karena random error dari keduanya tidak teramati. Output frontier yang tak teramati tersebut dapat berada di atas atau di bawah bagian deterministik dari model stochastic frontier, sedangkan output yang teramati hanya dapat berada di bawah bagian deterministik dari model stochastic frontier. Output yang teramati dapat berada di atas fungsi deterministik

frontiernya apabila random error bernilai positif dan lebih besar dari efek inefisiensinya (misalnya yi > exp(xiβ) jika vi > ui) (Coelli et al. 2005).

3.1.4. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi

Dalam usahatani, peranan hubungan input atau faktor produksi dengan output merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Peranan input bukan saja dapat dilihat dari segi macamnya atau tersedianya dalam waktu yang tepat, tetapi juga dapat ditinjau dari segi efisiensi penggunaan faktor produksi tersebut. Petani yang rasional akan bersedia menambah input tertentu selama nilai tambah yang dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar dibandingan dengan tambahan biaya yang diakibatkan oleh penambahan sejumlah input tersebut.

Farrel (1957), diacu dalam Coelli et al. (2005) mengungkapkan bahwa efisiensi terdiri atas dua komponen, yaitu efisiensi teknis dan efisiensi alokatif.

Efisiensi teknis memperlihatkan kemampuan usahatani atau perusahaan untuk memperoleh hasil yang maksimal dari penggunaan sejumlah faktor produksi tertentu. Sementara efisiensi alokatif memperlihatkan kemampuan usahatani atau perusahaan dalam menggunakan faktor produksi secara proporsional pada tingkat harga dan teknologi tertentu. Penggabungan efisiensi teknis dan efisiensi alokatif akan menghasilkan efisiensi ekonomi.

Gambar 3 menunjukkan hubungan efisiensi teknis dan alokatif dengan pendekatan input. Garis SS’ menunjukkan kurva isoquant yang menghubungkan titik-titik kombinasi optimum dari sejumlah input satu (x1) dengan input lainnya (x2) untuk menghasilkan sejumlah produksi tertentu. Sedangkan garis AA’ menunjukkan kurva isocost yaitu garis yang menghubungkan titik-titik kombinasi penggunaan input satu (x1) dengan input lainnya (x2) yang didasarkan pada tersedianya biaya modal.

Gambar 3. Efisiensi Teknis dan Alokatif Sumber: Coelli et al. (2005)

Titik Q pada kurva merupakan titik yang efisien secara teknis karena titik tersebut berada pada kurva isoquant. Jarak sepanjang QP adalah inefisiensi teknis, sehingga sejumlah faktor produksi sepanjang garis tersebut dapat dikurangi tanpa mengurangi jumlah produk yang dihasilkan. Secara matematis, efisiensi teknis (TE) ditulis sebagai TEi = 0Q/0P.

Notasi i menunjukkan nilai efisiensi teknis dengan pendekatan orientasi input. Nilai TEi menunjukkan derajat efisiensi teknis yang dapat dicapai dimana

x1/y x2/y O A Q’ A’ Q P S R S’

besaran nilainya berkisar antara 0 dan 1. Jarak sepanjang RQ pada kurva adalah inefisiensi alokatif yang menunjukkan biaya yang dapat dikurangi untuk mencapai efisiensi alokatif. Adapun nilai efisiensi alokatif dirumuskan sebagai AEi = 0R/0Q.

Efisiensi ekonomis dicapai pada saat kurva isocost bersinggungan dengan kurva isoquant. Efisiensi ekonomis ditunjukkan oleh titik Q’ yang merupakan perpaduan antara efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Selain itu kurva QQ’ juga merupakan kurva isoquant yang menunjukkan kondisi efisien secara penuh. Secara matematis efisiensi ekonomis dirumuskan sebagai berikut :

EE = TE x AE = (0Q/0P) x (0R/0Q) = 0R/0P

Penggunaan faktor produksi yang tidak efisien dapat menyebabkan senjang produktivitas antara produktivitas yang seharusnya dan produktivitas riil yang dihasilkan petani. dalam menangani masalah tersebut diperlukan penelitian untuk mengetahui sumber-sumber inefisiensi tersebut (Soekartawi 2002). Sumber- sumber inefisiensi dapat diuji melalui dengan dua alternatif pendekatan (Daryanto 2002, diacu dalam Khotimah (2010). Pendekatan pertama adalah prosedur dua tahap, yang mana tahap pertama terkait pendugaan terhadap skor efisiensi (efek inefisiensi) bagi individu perusahaan dan tahap kedua merupakan pendugaan terhadap regresi dimana skor efisiensi (ineifisiensi duaan) dinyatakan sebagai fungsi dari variabel sosial ekonomi yang diasumsikan mempengaruhi efek inefisiensi. Pendekatan kedua adalah prosedur satu tahap, dimana efek inefisiensi dalam stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang dianggap relevan dalam menjelaskan inefisiensi dalam proses produksi.

Model inefisiensi yang digunakan pada penelitian ini merujuk pada model Coelli et al. (2005). Dalam mengukur inefisiensi teknis digunakan variabel ui yang diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N (μ, σ2). Nilai parameter distribusi (µ) efek inefisiensi teknis dapat diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut :

μ = δ0 + Zitδ + wit

dimana Zitpada perhitungan tersebut adalah variabel penjelas, δ adalah parameter skalar yang dicari, dan wit adalah variabel acak.

3.1.5. Konsep Pendapatan Usahatani

Usahatani merupakan kegiatan ekonomi sehingga analisis pendapatan usahatani sangat penting dilakukan untuk mengukur keberhasilan kegiatan ekonomi tersebut. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan seluruh pengeluaran. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, sedangkan pengeluaran usahatani adalah nilai korbanan yang dicurahkan dalam proses produksi atau disebut juga sebagai biaya. Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu pendapatan tunai usahatani dan pendapatan total usahatani.

Pendapatan tunai usahatani merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai, dihitung dari selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) merupakan nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan pengeluaran tunai usahatani (farm payment) merupakan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani. Penerimaan dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang berbentuk benda.

Pendapatan total usahatani merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Penerimaan total usahatani (total farm revenue) adalah penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi nilai penjualan hasil, nilai penggunaan untuk konsumsi keluarga, dan jumlah penambahan inventaris. Pengeluaran atau biaya total usahatani adalah semua biaya yang dikeluarkan dalam usahatani, baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan seperti penyusutan dan nilai tenaga kerja keluarga.

Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya atau besarnya tidak tergantung pada faktor-faktor produksi yang digunakan dan jumlah produksi yang diperoleh, contohnya pajak. Sementara biaya tidak tetap atau biaya variabel besarnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang diperoleh, meliputi biaya untuk sarana produksi.

Alat analisis yang dapat digunakan untuk mengukur pendapatan usahatani adalah analisis R/C atau return cost ratio. Analisis R/C akan menunjukkan

besarnya penerimaan usahatani yang diperoleh petani untuk setiap satuan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Selain itu, nilai R/C juga dapat menjadi alat ukur kelayakan suatu usahatani. Suatu usahatani dikatakan layak jika usahatani tersebut memperoleh balas jasa yang sesuai atau dengan kata lain penerimaan usahatani yang diperoleh dapat menutupi semua pengeluaran usahatani. Nilai R/C lebih besar dari satu, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya. Sebaliknya nilai R/C lebih kecil dari satu, maka setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya. Jika nilai R/C sama dengan satu, maka tambahan biaya yang dikeluarkan akan sama besar dengan tambahan penerimaan yang didapat sehingga diperoleh keuntungan normal. Nilai R/C dapat dihitung atas biaya tunai (riil) dan biaya total.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Paprika merupakan salah satu komoditi eksklusif yang bersifat komersial. Permintaan akan komoditi yang berasal dari Amerika Latin ini sangat tinggi, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Menjamurnya restauran-restauran dan hotel yang menyajikan menu makanan asing di dalam negeri, memberikan peluang pasar yang begitu lebar bagi komoditi paprika. Sementara untuk pasar luar negeri, paprika sebagian besar diekspor ke Singapura.

Desa Pasirlangu Kecamatan Cisarua merupakan sentra produksi paprika hidroponik di Kabupaten Bandung Barat. Hampir seluruh petani paprika di desa tersebut membudidayakan paprika di bawah naungan (protected cultivation) berupa rumah plastik dengan menggunakan sistem hidroponik. Peluang pasar paprika Desa Pasirlangu sangat besar karena diserap oleh pasar dalam negeri dan juga ekspor. Permintaan paprika untuk ekspor mencapai 10 ton per minggu, sementara petani di Desa Pasirlangu baru mampu memenuhi pasokan paprika sebanyak 4-6 ton.