• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.3. Kerangka Pemikiran

Pembangunan wilayah pada hakikatnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu wilayah atau region yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial region tersebut, serta tetap menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku (Rahman, 2003). Secara keseluruhan pembangunan wilayah diarahkan pada peningkatan kualitas masyarakat, pertumbuhan dan pemerataan yang optimal, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, dan pada peningkatan pendapatan nyata, kesejahteran sosial serta taraf hidup seluruh lapisan masyarakat. Oleh karena itu, istilah wilayah merupakan hal yang penting

untuk didefinisikan secara tegas terutama dalam menganalisis kegiatan ekonomi di suatu wilayah.

Hanafiah (1988) menyatakan bahwa dalam usaha menetapkan batas-batas wilayah didasarkan pada pengelompokkan atas kriteria tertentu, yaitu:

a. Konsep Homogenitas.

Menurut kriteria homogenitas, wilayah dapat diberikan berdasarkan beberapa persamaan unsur tertentu, seperti unsur ekonomi wilayah, yaitu pendapatan perkapita, kelompok industri maju, tingkat pengangguran atau keadilan sosial politik, seperti identitas wilayah berdasarkan sejarah, budaya dan sebagainya.

b. Konsep Nodalitas

Dalam konsep nodal yang ditekankan adalah perbedaan struktur tata ruang di dalam wilayah di mana terdapat sifat ketergantungan fungsional. Pusat atau kota dan wilayah belakangnya (hiterland) akan saling bergantung, dan tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus-arus penduduk, faktor produksi barang-barang dan pelayanan, atau pun komunikasi dan transportasi.

c. Konsep Administrasi atau Unit Program

Penentuan batas wilayah administrasi atau unit program didasarkan atas perlakuan kebijaksanaan yang seragam, seperti sistim dan tingkat pajak yang sama dan lain sebagainya. Wilayah seperti ini disebut sebagai wilayah perencanaan atau wilayah program.

Lebih lanjut klasifikasi wilayah menurut Hanafiah (1988) dibedakan atas: a. Wilayah Formal

Wilayah yang mempunyai beberapa persamaan dalam beberapa kriteria tertentu. Pada mulanya, klasifikasi wilayah formal didasarkan atas persamaan fisik, seperti topografi, iklim atau vegetasi, kemudian berkembang lebih lanjut dengan pemakaian kriteria ekonomi, seperti adanya wilayah industri dan pertanian bahkan sosial politik.

b. Wilayah Fungsional

Wilayah yang memperlihatkan adanya suatu kekompakkan fungsional, saling tergantung dalam kritertia tertentu. Kadang-kadang dimaksudkan sebagai wilayah nodal atau wilayah polarisasi dan terdiri atas unit-unit heterogen seperti kota besar, kota-kota kecil dan desa-desa yang secara fungsional saling tergantung.

Pengembangan wilayah atau pembangunan wilayah tersebut akan tercapai bila komponen-komponen dalam tersebut aktif, dinamis, tumbuh dan berkembang sehingga akan meningkatkan perekonomian wilayah atau daerah. 2.3.2. Teori Basis Ekonomi

Inti dari model ekonomi basis (economic base model) adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor tersebut berupa barang-barang dan jasa, termasuk tenaga kerja. Akan tetapi dapat juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak (immobile), seperti yang berhubungan dengan aspek geografi, iklim, peninggalan sejarah, atau daerah pariwisata dan

sebagainya. Sektor (industri) yang bersifat seperti ini disebut sektor basis. Tenaga kerja dan pendapatan pada sektor basis adalah fungsi permintaan dari luar (exogeneous), yaitu permintaan dari luar yang mengakibatkan terjadinya ekspor dari wilayah tersebut (Budiharsono, 2001).

Semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam sektor nonbasis. Sektor nonbasis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal. Karena sifatnya yang memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Oleh sebab itu, kenaikannya sejalan dengan pendapatan masyarakat. Dengan demikian, sektor ini terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan tersebut, satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiah adalah sektor basis (Tarigan, 2005).

Analisis basis dan nonbasis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah (PDRB) ataupun lapangan kerja. Misalnya, penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja nonbasis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor nonbasis merupakan total pendapatan wilayah tersebut. Di dalam suatu wilayah dapat dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan nonbasis, dan apabila kedua angka itu dibandingkan, dapat dihitung nilai rasio (base ratio)dan kemudian dapat dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis (base multiplier). Rasio basis adalah perbandingan antara banyaknya lapangan kerja nonbasis yang tersedia untuk setiap satu lapangan kerja basis. Misalnya,

dalam satu wilayah terdapat 3.000 lapangan kerja yang terdiri atas 1.000 lapangan kerja basis dan 2.000 lapangan kerja nonbasis. Dengan demikian, rasio basis (base ratio) adalah 1 : 2 artinya, setiap satu lapangan kerja basis tersedia dua lapangan kerja nonbasis.

Menurut Budiharsono (2001), untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau nonbasis dapat digunakan beberapa metode, yaitu: 1. Metode pengukuran langsung

Metode pengukuran langsung dapat dengan survei langsung untuk mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi metode ini memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak.

2. Metode pengukuran tidak langsung a) Metode melalui pendekatan asumsi

Semua sektor industri primer dan manufaktur adalah sektor basis. Sedangkan sektor jasa adalah nonbasis. Pada wilayah tertentu yang luasnya relatif kecil dan tertutup, maka metode ini cukup baik bila digunakan. Akan tetapi pada banyak kasus, dalam suatu kelompok industri bisa merupakan sektor basis juga merupakan sektor nonbasis.

b) Metode Location Quotient (LQ)

Metode LQ merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif

pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional. Dalam bentuk rumus dituliskan sebagai berikut: E L e l LQ i i / / = (2.1) Keterangan:

LQ = Besarnya kuosien lokasi

li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i di wilayah analisis e = Pendapatan atau tenaga kerja total di wilayah analisis Li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i di tingkat nasional E = Pendapatan atau tenaga kerja total di tingkat nasional

Apabila nilai LQ≥1, maka sektor (industri) tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ<1, maka sektor (industri) tersebut merupakan sektor nonbasis.

Kelemahan metode ini adalah kegagalannya untuk menghitung ketidakseragaman permintaan dan produktivitas nasional secara menyeluruh. Kemudian mengabaikan fakta bahwa sebagian produksi nasional adalah untuk orang asing yang tinggal di wilayah tersebut (Budiharsono, 2001). Lebih lanjut Glasson (1977) mengemukakan kelemahan LQ yaitu: kekurangan yang bersifat teknis, seperti unit pengukuran, metode identifikasi, dan pemilihan unit wilayah.

Selain kelemahan yang dimiliki, konsep LQ juga memiliki beberapa kelebihan yaitu tetap relevan dalam analisa dan perencanaan regional

serta bermanfaat dalam usaha memahami struktur ekonomi suatu wilayah. Teori ini juga berfungsi sebagai titik tolak yang penting bagi model-model yang lebih komplek (Glasson, 1977). Selain itu Richardson (1977) mengemukakan bahwa kelebihan LQ adalah (1) Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung (2) Metode LQ tidak mahal dan dapat diterapkan kepada data historis untuk mengetahui trend serta dapat menghasilkan suatu taksiran mengenai kegiatan basis.

Asumsi yang digunakan dalam penggunaan metode LQ menurut Budiharsono (2001) adalah: (1) Penduduk di wilayah yang bersangkutan mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan pola permintaan nasional; (2) Permintaan wilayah akan sesuatu barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah, kekurangannya di impor dari wilayah lain.

c) Metode kombinasi

Metode kombinasi antara pendekatan asumsi dan metode LQ. d) Metode kebutuhan minimum

Metode kebutuhan minimum melibatkan penyeleksian sejumlah wilayah yang sama dengan wilayah yang diteliti, dengan menggunakan distribusi minimun dari tenaga kerja regional bukannya distribusi rata-rata.

Dari keempat metode di atas, Glasson (1978) dalam Budiharsono (2001) menyarankan untuk menggunkan metode Location Quotient (LQ) dalam menentukan apakah sektor tersebut basis atau tidak.

Perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi

Pembangunan Wilayah

Sektor Pariwisata

Model Basis Ekonomi (LQ≥1 Basis)

Pendapatan Tenaga Kerja

Surplus Pendapatan/Tenaga Kerja

PenggandaPendapatan/Tenaga Kerja Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Analisis kebijakan Kebijakan Keterangan: : Keterkaitan

Dokumen terkait