• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH IRMAYANTI

H14102039

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

Sukabumi, Propinsi Jawa Barat (dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO).

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah yang kaya akan tempat-tempat wisata dan memiliki kekayaan yang melimpah dalam jenis atau keanekaragaman Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW). Sehubungan dengan hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis peranan sektor pariwisata dalam perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja dan mengkaji kebijakan pemanfaatan potensi sektor pariwisata dalam mempengaruhi perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi.

Penelitian ini menjadikan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat sebagai objek penelitian. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2006. Model analisis yang digunakan adalah model basis ekonomi dengan pendekatan Location Quotient (LQ) dan turunannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pariwisata semakin menunjukkan perannya dalam perekonomian wilayah Kabupaten Sukabumi. Sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi selama tahun analisis merupakan basis ekonomi, baik berdasarkan indikator pendapatan maupun tenaga kerja terlihat dari nilai LQ>1. Besarnya surplus pendapatan dan tenaga kerja selama periode analisis bernilai positif dan berubah setiap tahunnya. Sementara nilai pengganda pendapatan selama periode analisis mengalami peningkatan dan pengganda tenaga kerja cenderung berfluktuasi.

Secara umum kebijakan di sektor pariwisata yang telah dikeluarkan pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi berhubungan positif dengan tingkat pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, terlihat dari hasil analisis sektor basis pada Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa sektor pariwisata merupakan sektor basis baik berdasarkan indikator pendapatan maupun tenaga kerja, selain itu sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan mampu menyediakan lapangan kerja bagi tenaga kerja Kabupaten Sukabumi dan luar Kabupaten Sukabumi, kemudian terlihat juga bahwa nilai pengganda pendapatan sektor pariwisata selama tahun analisis mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata sangat potensial untuk dikembangkan pada wilayah tersebut.

(3)
(4)

Oleh

IRMAYANTI H14102039

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Irmayanti

Nomor Registrasi Pokok : H14102039 Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. NIP. 131 578 814

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872

(6)

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

(7)

Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Panulis anak terakhir dari dua bersaudara, dari pasangan Surahmat dan Widati. Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN 1 Bojonggenteng (1990-1996), SLTPN 2 Jampangkuon (1996-1999) dan dilanjutkan ke SMUN 1 Jampangkulon (1999-2002).

Tahun 2002 penulis di terima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif sebagai pengurus HIPOTESA (2003-2004).

(8)
(9)

hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat”. Pariwisata merupakan topik yang sangat menarik karena diharapkan berdampak positif terhadap pembangunan dan perkembangan pariwisata terutama bagi daerah-daerah tujuan wisata. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Kabupaten Sukabumi. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan masukan, arahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

2. Bapak M. Firdaus, SP. MSi. selaku dosen penguji utama.

3. Ibu Henny Reindhart, SP, MSc. selaku dosen Komisi Pendidikan (Komdik).

4. Pihak Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sukabumi terutama pihak Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) dan Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi, terimakasih atas kerjasamanya dan memberikan kemudahan kepada penulis dalam pencarian data.

5. Keluarga besar penulis (Mamah, Bapak dan A’Tedi) terimaksih atas doa dan dukungan morilnya.

6. Keluarga besar Departemen Ilmu Ekonomi angkatan 39, terimakasih atas motivasi dan dukungannya.

(10)

Bogor, Agusutus 2006

(11)

OLEH IRMAYANTI

H14102039

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

Sukabumi, Propinsi Jawa Barat (dibimbing oleh D.S. PRIYARSONO).

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah yang kaya akan tempat-tempat wisata dan memiliki kekayaan yang melimpah dalam jenis atau keanekaragaman Objek dan Daya Tarik Wisata (ODTW). Sehubungan dengan hal tersebut maka tujuan penelitian ini adalah menganalisis peranan sektor pariwisata dalam perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja dan mengkaji kebijakan pemanfaatan potensi sektor pariwisata dalam mempengaruhi perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi.

Penelitian ini menjadikan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat sebagai objek penelitian. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2006. Model analisis yang digunakan adalah model basis ekonomi dengan pendekatan Location Quotient (LQ) dan turunannya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pariwisata semakin menunjukkan perannya dalam perekonomian wilayah Kabupaten Sukabumi. Sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi selama tahun analisis merupakan basis ekonomi, baik berdasarkan indikator pendapatan maupun tenaga kerja terlihat dari nilai LQ>1. Besarnya surplus pendapatan dan tenaga kerja selama periode analisis bernilai positif dan berubah setiap tahunnya. Sementara nilai pengganda pendapatan selama periode analisis mengalami peningkatan dan pengganda tenaga kerja cenderung berfluktuasi.

Secara umum kebijakan di sektor pariwisata yang telah dikeluarkan pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi berhubungan positif dengan tingkat pendapatan dan penyerapan tenaga kerja, terlihat dari hasil analisis sektor basis pada Kabupaten Sukabumi menunjukkan bahwa sektor pariwisata merupakan sektor basis baik berdasarkan indikator pendapatan maupun tenaga kerja, selain itu sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan mampu menyediakan lapangan kerja bagi tenaga kerja Kabupaten Sukabumi dan luar Kabupaten Sukabumi, kemudian terlihat juga bahwa nilai pengganda pendapatan sektor pariwisata selama tahun analisis mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata sangat potensial untuk dikembangkan pada wilayah tersebut.

(13)
(14)

Oleh

IRMAYANTI H14102039

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Irmayanti

Nomor Registrasi Pokok : H14102039 Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. D.S. Priyarsono, MS. NIP. 131 578 814

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872

(16)

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2006

(17)

Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Panulis anak terakhir dari dua bersaudara, dari pasangan Surahmat dan Widati. Pendidikan formal penulis dimulai dari SDN 1 Bojonggenteng (1990-1996), SLTPN 2 Jampangkuon (1996-1999) dan dilanjutkan ke SMUN 1 Jampangkulon (1999-2002).

Tahun 2002 penulis di terima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif sebagai pengurus HIPOTESA (2003-2004).

(18)
(19)

hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peranan Pariwisata dalam Perekonomian Daerah Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat”. Pariwisata merupakan topik yang sangat menarik karena diharapkan berdampak positif terhadap pembangunan dan perkembangan pariwisata terutama bagi daerah-daerah tujuan wisata. Oleh karena itu, penulis melakukan penelitian dengan topik ini, khususnya di daerah Kabupaten Sukabumi. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan masukan, arahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

2. Bapak M. Firdaus, SP. MSi. selaku dosen penguji utama.

3. Ibu Henny Reindhart, SP, MSc. selaku dosen Komisi Pendidikan (Komdik).

4. Pihak Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sukabumi terutama pihak Badan Perencanaan Daerah (BAPPEDA) dan Dinas Pariwisata Kabupaten Sukabumi, terimakasih atas kerjasamanya dan memberikan kemudahan kepada penulis dalam pencarian data.

5. Keluarga besar penulis (Mamah, Bapak dan A’Tedi) terimaksih atas doa dan dukungan morilnya.

6. Keluarga besar Departemen Ilmu Ekonomi angkatan 39, terimakasih atas motivasi dan dukungannya.

(20)

Bogor, Agusutus 2006

(21)

DAFTAR ISI

(22)

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 38 4.1. Waktu Penelitian ... 38 4.2. Jenis dan Sumber Data ... 38 4.3. Metode Analisis ... 38 4.3.1. Model Basis Ekonomi ... 38 4.3.2. Surplus Pendapatan dan Tenaga Kerja ... 39 4.3.3. Pengganda Basis... 40 4.3.3.1. Pengganda Pendapatan Jangka Pendek ... 41 4.3.3.2. Pengganda Tenaga Kerja Jangka Pendek ... 41 4.4. Definisi Operasional Data ... 41 V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 43 5.1. Analisis Peranan Sektor Pariwisata ... 43 5.2. Kebijakan Pengembangan Sektor pariwisata

(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1.1. Kunjungan Wisman dan Perolehan Devisa dari Tahun 1969-2003 ... 2 1.2. Perkembangan PDB Hotel, Restoran, Hiburan dan Rekreasi

Tahun 1996-2003 ... 4 1.3. Jumlah dan Objek Wisata Menurut Jenisnya di Kabupaten

Sukabumi Tahun 2001 - 2004 ... 5 1.4. Arus Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Sukabumi

Tahun 1997 - 2005 ... 6 3.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama

di Kabupaten Sukabumi Tahun 1998-2003. ... 34 5.1. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi

Berdasarkan Indikator Pendapatan Wilayah Tahun 1998-2003... 43 5.2. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi

Berdasarkan Indikator Tenaga Kerja Tahun 1998-2003 ... 45 5.3. Surplus Pendapatan Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi

Tahun 1998-2003 ... 46 5.4. Surplus Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi

Tahun 1998-2003 ... 48 5.5. Nilai Pengganda Pendapatan Sektor Perekonomian

Kabupaten Sukabumi Tahun 1998-2003... 49 5.6. Nilai Pengganda Tenaga Kerja Sektor Perekonomian

(24)

DAFTAR GAMBAR

(25)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terdiri dari ratusan

pulau-pulau besar dan kecil, beriklim tropis serta memiliki kekayaan alam yang

melimpah sebagai masukan bagi negara. Kekayaan ini pulalah yang menjadi

komoditi ekspor terbesar untuk kepentingan pembangunan perekonomian.

Pada hakikatnya pembangunan adalah proses perubahan yang terus

menerus berlangsung yang merupakan kemajuan dan perbaikan menuju ke arah

tujuan yang ingin dicapai. Dalam pembangunan itu sendiri terkait masalah

pengolahan dan pemanfaatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya

Alam (SDA). Salah satu SDA yang dapat dimanfaatkan dalam proses

pembangunan perekonomian adalah sektor pariwisata.

Sektor pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian

Indonesia baik sebagai salah satu sumber penghasil devisa maupun sebagai

pencipta lapangan kerja serta kesempatan berusaha. Untuk meningkatkan

kesejahteraan rakyat, pengembangan pariwisata akan terus dilanjutkan dan

ditingkatkan melalui perluasan, pemanfataan sumber, dan potensi pariwisata

nasional, sehingga mendorong dan menggerakkan sektor-sektor ekonomi lainnya.

Menurut Tjitroresmi (2003) pada Pelita V (1989-1994), sektor pariwisata

mencapai puncak pertumbuhannya yaitu sebesar 29,3 persen per tahun, di mana

pada awal Pelita V hanya mampu mendatangkan wisatawan mancanegara

(26)

4.006.312 orang. Pertumbuhan yang cukup signifikan tersebut jelas

menguntungkan perekonomian Indonesia karena devisa yang diperoleh juga

meningkat cukup tajam yaitu dari US$ 1.284,50 juta pada tahun 1989 menjadi

US$ 4.785,26 juta pada tahun 1994 (Statistik Indonesia, 1995). Kondisi ini terus

meningkat hingga mencapai puncak kelesuannya pada tahun 1998.

Tabel 1.1. Kunjungan Wisman dan Perolehan Devisa dari Tahun 1969-2003.

Pertumbuhan (%) Tahun Jumlah Wisman Devisa (Juta

US$) Wisman Devisa

(27)

Jumlah wisman yang berkunjung pada tahun 2000 mencapai 5.064.217

orang dengan perolehan devisa sebesar US$ 5.748,80 juta atau mengalami

peningkatan sebesar 22,05 persen dibanding tahun sebelumnya, sedangkan tahun

2001 mencapai 5.153.620 orang dengan perolehan devisa US$ 5.428,62 juta atau

mengalami penurunan sebesar 6,13 persen dibandingkan tahun 2000. Sementara

itu, untuk tahun 2004 jumlah wisman mengalami pertumbuhan sebesar 19,1

persen dibanding tahun 2003, dengan penerimaan devisa mencapai US$ 4.797,88

juta meningkat 18,85 persen dari penerimaan tahun 2003 sebesar US$ 4.037,03

juta (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2006).

Kontribusi pariwisata dalam penyerapan tenaga kerja menurun dari 8,29

persen pada tahun 2000 menjadi 7,94 persen pada tahun 2003. Penurunan ini

disebabkan terutama oleh menurunnya jumlah wisman yang datang ke Indonesia

akibat serentetan peristiwa yang menjadikan iklim pariwisata di Indonesia kurang

kondusif (Heriawan, 2004).

Peranan pariwisata dalam penerimaan devisa dan penyerapan tenaga kerja

di atas, mengindikasikan bahwa kegiatan kepariwisataan mampu menjadi salah

satu kekuatan pembangunan yang dapat diandalkan dan tetap bertahan, sehingga

kebijaksanaan pembangunan dapat lebih diarahkan pada peningkatan pariwisata

menjadi sektor andalan. Namun demikian, keberhasilan mengelola industri

pariwisata dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti keamanan, situasi politik

dalam negeri, dan beberapa situasi global. Jika keamanan dan situasi politik dalam

negeri suatu negara tidak kondusif, maka secara langsung akan berpengaruh

(28)

semakin menyadarkan pemerintah bahwa kondisi keamanan dalam negeri perlu

dijaga karena berpengaruh terhadap sektor pariwisata yang merupakan tambang

emas dalam mendatangkan devisa negara, sumber lapangan kerja dan akan

menggerakkan roda ekonomi pariwisata termasuk kegiatan sektor-sektor lain yang

terkait, seperti hotel, restoran dan jasa hiburan.

Tabel 1.2. Perkembangan PDB Hotel, Restoran, Hiburan dan Rekreasi Tahun 1996-2003.

Dalam Juta Rupiah

Deskripsi 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Hotel 3.258,4 3.887,4 5.365,6 6.240,7 8.979 9.935 10.456 11.301

Restoran 14.503,6 18.151,2 24.686,0 29.324,2 30.503 33.754 58.627 62.904

Hiburan 1.087,7 1.373,2 2.083,5 2.167,9 4.794 5.412 6.086 6.579

Total 18.849,7 23.411,8 32.135,1 37.732,8 44.276 49.101 75.169 80.784

Sumber: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, 2006.

Berdasarkan Tabel 1.2, Produk Domestik Bruto (PDB) hotel, restoran, dan

hiburan mengalami peningkatan dari tahun 1996-2003, sehingga pendapatan

masyarakat, daerah dan penerimaan negara diharapkan meningkat pula. Dengan

demikian, kebijakan lebih ditujukan pada pengembangan serta pendayagunaan

potensi kepariwisataan nasional untuk dijadikan daya tarik bagi wisatawan, baik

wisatawan nusantara maupun mancanegara.

Mengingat pentingnya peranan sektor pariwisata tersebut, saat ini

pembangunan dan pengembangan objek-objek pariwisata semakin digalakkan.

Hal ini terjadi baik di daerah yang telah menjadi daerah tujuan wisata maupun di

daerah yang berpotensi untuk menjadi daerah tujuan wisata tetapi belum

dikembangkan.

Kabupaten Sukabumi sebagai salah satu daerah yang kaya akan

(29)

mengembangkan potensi kewilayahan yang dimiliki. Potensi kewilayahan

Kabupaten Sukabumi di antaranya adalah potensi wisata. Dalam UU No 9 tahun

1990 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa objek dan daya tarik wisata

adalah sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Terdapat 42 titik objek wisata di

Kabupaten Sukabumi yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi daerah tujuan

wisata domestik maupun mancanegara.

Tabel 1.3. Jumlah dan Objek Wisata Menurut Jenisnya di Kabupaten Sukabumi Tahun 2001-2004.

Sumber: Dinas Kepariwisataan Kabupaten Sukabumi, 2005.

Berdasarkan Tabel 1.3, terlihat bahwa jumlah objek wisata di Kabupaten

Sukabumi mengalami peningkatan dari tahun 2001-2003, sementara tahun 2004

tidak mengalami perubahan jumlah objek wisata. Dengan beragam objek dan daya

tarik wisata yang dimiliki, pada tahun 2005 di daerah Sukabumi juga telah

berkembang unit usaha pariwisata seperti perhotelan yang berjumlah 115 hotel,

restoran atau rumah makan berjumlah 90 dan beberapa toko cenderamata. Hal

tersebut terjadi karena adanya peningkatan jumlah kunjungan ke objek wisata di

Kabupaten Sukabumi. Selain itu Kabupaten Sukabumi merupakan Daerah Tujuan

(30)

Tabel 1.4. Arus Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Sukabumi Tahun 9. 2005 239.184 210.066.235 4.904 6.765 210.317.088 Sumber: Dinas Kepariwisataan Kabupaten Sukabumi, 2001-2005.

Secara geografis posisi Kabupaten Sukabumi sangat strategis karena: (1)

Letak Kabupaten Sukabumi yang berada diantara Ibukota Negara Jakarta dan

Ibukota Propinsi Jawa Barat; (2) Kabupaten Sukabumi memiliki kekayaan yang

melimpah dalam jenis atau keanekaragaman Objek dan Daya Tarik Wisata

(ODTW) yang meliputi wisata Gunung, Rimba, Laut, Pantai, dan Sungai

(GURILAPS). Adanya kegiatan pariwisata di daerah ini diharapkan menciptakan

kesempatan kerja yang dapat menyerap sejumlah besar tenaga kerja dan

memberikan kontribusi tersendiri terhadap pendapatan daerah setempat.

1.2. Perumusan Masalah

Pariwisata sebagai salah satu komoditi ekspor terus meningkat perannya

dalam perekonomian negara maupun daerah. Sektor pariwisata mempunyai

potensi besar sebagai sumber devisa andalan sehingga mendorong pemerintah

(31)

Heriawan (2004) menjelaskan bahwa kegiatan pariwisata merupakan

kegiatan yang multisektor, yang dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi permintaan

dan sisi penawaran. Pariwisata dari sisi permintaan (demand-side tourism) yaitu

permintaan atas barang dan jasa yang muncul karena adanya kegiatan pariwisata,

sedangkan pariwisata dari sisi penawaran (supply-side tourism) memfokuskan

pada struktur output barang dan jasa yang disediakan oleh unit-unit ekonomi

untuk memenuhi permintaan konsumsi wisatawan, serta investasi dan promosi

terkait pariwisata yang dilakukan pemerintah atau swasta.

Jadi sektor inti (core) dari pariwisata mencakup hotel, restoran, jasa

hiburan dan rekreasi, transportasi domestik dan lokal, biro perjalanan (Heriawan

2004). Sektor-sektor tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan, baik

pendapatan negara maupun pendapatan daerah dan dapat menyerap sejumlah

tenaga kerja. Demikian halnya dengan daerah Kabupaten Sukabumi yang

berusaha memanfaatkan kondisi ini, namun permasalahannya apakah pemanfaatan

sektor pariwisata tersebut telah mampu meningkatkan perekonomian daerah

berdasarkan indikator pendapatan dan penyerapan tenaga kerja.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan bahwa masalah yang akan

dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah peranan sektor pariwisata dalam perekonomian daerah

Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja?

2. Kebijakan apa sajakah yang sejauh ini telah diterapkan oleh Pemda

(32)

Berdasarkan permasalahan di atas maka ruang lingkup penelitian ini, yaitu

menjadikan Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat sebagai objek penelitian.

Indikator yang digunakan untuk melihat peranan pariwisata terhadap

perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi yaitu pendapatan daerah dan

penyerapan tenaga kerja. Selain itu, konsep pariwisata dibatasi dengan pendekatan

(proksi) pada usaha pariwisata yaitu hotel, restoran dan jasa hiburan.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tujuan yaitu:

1. Menganalisis peranan sektor pariwisata dalam perekonomian daerah

Kabupaten Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja.

2. Mengkaji kebijakan pemanfaatan potensi sektor pariwisata dalam

mempengaruhi perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Penulis, sebagai pembelajaran mengenai bagaimana cara menganalisis

peranan sektor pariwisata dalam perekonomian daerah Kabupaten

Sukabumi berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja.

2. Pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi, untuk dijadikan acuan dalam

(33)

3. Pihak-pihak atau instansi lain yang akan melakukan penelitian mengenai

peranan pariwisata dalam perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Pengertian Pariwisata

Istilah pariwisata berasal dari bahasa sansekerta yang secara etimologi

bahasa berasal dari 2 (dua ) suku kata yaitu pari dan suku kata wisata. Pari berarti banyak atau berkali-kali, berputar-berputar atau lengkap, sedangkan wisata berarti perjalanan atau bepergian. Berdasarkan uraian tersebut pariwisata diartikan

sebagai suatu perjalanan yang dilakukan berkali-kali. Dalam hal ini secara

lengkap diartikan sebagai suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara

waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan

tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk

berusaha dan mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk

menikmati kegiatan pertamasyaan dan rekreasi (pemanfaatan waktu luang untuk

istirahat, santai dan bersenang-senang guna mengembalikan dan meningkatkan

kesegaran dan kesehatan jasmani dan rohani sebagai akibat dan aktivitas

pekerjaan sehari-hari) atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam

(Sihite, 2000).

Menurut Undang-Undang RI No. 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan di

jelaskan bahwa kepariwisataan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan

penyelenggaraan pariwisata. Sedangkan pariwisata sendiri diartikan sebagai

segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata (suatu bentukkan dan atau

(35)

atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat tertentu) termasuk

pengusahaan objek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha yang terkait di bidang

tersebut.

Marpaung (2000) menjelaskan bahwa pariwisata adalah perpindahan

sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan

rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktivitas dilakukan selama mereka tinggal

di tempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Definisi-definisi diatas memperlihatkan bahwa pariwisata menyangkut

alasan tujuan melakukan perjalanan. Oleh karena itu, pengertian pariwisata

meliputi kegiatan pengaturan, dan penyediaan berbagai keperluan bagi seseorang

yang melakukan perjalanan (wisatawan).

2.1.2. Pengertian Wisatawan

Istilah wisatawan berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari kata

wisata yang berarti perjalanan dan wan untuk menyatakan orang dengan profesinya, keahliannya, keadaannya, jabatannya atau kedudukan seseorang.

Secara sederhana, wisatawan berarti orang yang melakukan perjalanan. Secara

lengkap World Tourism Organization (WTO) dan International Union of Office Travel Organization menjelaskan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara di luar tempat tinggalnya didorong oleh satu atau

beberapa keperluan tanpa bermaksud memperoleh penghasilan di tempat yang

dikunjungi yang tinggal paling sedikit 24 jam, akan tetapi tidak lebih dari enam

bulan di tempat yang dikunjungi dengan maksud kunjungan antara lain: berlibur,

(36)

pertemuan, konferensi kunjungan alasan kesehatan, belajar dan keagamaan (BPS,

2004).

Departemen pariwisata menjelaskan bahwa wisatawan adalah setiap orang

yang melakukan perjalanan dan menetap untuk sementara di tempat lain selain

tempat tinggalnya untuk salah satu atau beberapa alasan selain mencari pekerjaan

(Marpaung, 2000).

Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa wisatawan

adalah orang yang melakukan perjalanan:

a. Lebih dari 24 jam.

b. Tinggal untuk sementara waktu.

c. Jauh dari tempat tinggalnya semula.

d. Tidak untuk mencari nafkah atau mendapatkan upah di tempat atau di

negara yang dikunjunginya.

Sihite (2000) membagi wisatawan ke dalam 2 kelompok besar, yaitu:

a. Wisatawan dalam negeri atau wisatawan nusantara (wisnu), yaitu warga

negara suatu negara yang mengadakan perjalanan wisata di dalam

lingkungan negara tersebut (tidak melewati batas negara lain).

b. Wisatawan luar negeri atau wisatawan mancanegara (wisman), yaitu

warga negara suatu negara yang mengadakan perjalanan wisata keluar

lingkungan dari negaranya (memasuki negara lain).

2.1.3. Pendapatan Daerah

Pembangunan suatu daerah dapat berhasil dengan baik apabila didukung

(37)

pengambilan keputusan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.

Dalam menyusun perencanaan pembangunan yang baik perlu menggunakan

data-data statistik yang memuat informasi tentang kondisi riil suatu daerah pada saat

tertentu, sehingga kebijaksanaan dan strategi yang telah dimonitor dan dievaluasi

hasil-hasilnya.

Salah satu indikator ekonomi makro yang biasanya digunakan untuk

mengevaluasi hasil-hasil pembangunan di suatu daerah dalam lingkup kabupaten

dan kota adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten atau kota

menurut lapangan usaha (Industrial Origin), baik PDRB atas dasar harga berlaku

maupun atas dasar harga konstan.

PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh

seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai

barang dan jasa akhir (netto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. PDRB

atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang

dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun dan dapat digunakan

untuk melihat pergerseran dan struktur ekonomi. Sedangkan PDRB atas dasar

harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang

menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar dan dapat

digunakan untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.

2.1.4. Kesempatan Kerja

Departemen Tenaga Kerja (1994), memberikan pengertian kesempatan

kerja sebagai lapangan pekerjaan atau kesempatan yang tercipta untuk bekerja

(38)

mencakup lapangan pekerjaan yang sudah diisi dan semua lapangan pekerjaan

yang masih lowong. Adanya pekerjaan yang masih lowong tersebut (mengandung

arti adanya kesempatan) akan membutuhkan sejumlah tenaga kerja (Syuhada,

1998).

Di Indonesia pengertian tenaga kerja (manpower) mencakup penduduk

yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang mencari pekerjaan dan yang

melakukan kegiatan ini seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga.

Simanjuntak (1985) menjelaskan pengertian tenaga kerja dan bukan tenaga kerja

hanya oleh batas umur. Di Indonesia dipilih batas umur minimum 10 tahun tanpa

batas umur maksimum, dengan demikian tenaga kerja Indonesia dimaksudkan

sebagai penduduk yang berumur 10 tahun atau lebih. Penduduk berumur di bawah

10 tahun digolongkan sebagai bukan tenaga kerja. Pemilihan 10 tahun sebagai

batas umur minimum adalah berdasarkan kenyataan bahwa dalam umur tersebut

sudah banyak penduduk berumur muda terutama di desa-desa yang sudah bekerja

atau mencari pekerjaan. Namun, seiring dengan berkembangnya program

pemerintah wajib belajar 9 tahun, maka anak-anak sampai umur dengan 14 tahun

akan berada di sekolah. Dengan kata lain, jumlah penduduk yang bekerja dalam

batas umur tersebut akan sangat kecil, sehingga batas umur minimum lebih tepat

dinaikkan menjadi 15 tahun keatas.

Dumairy (1996) membedakan tenaga kerja (manpower) ke dalam dua

kelompok yaitu angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja (non labor

force). Termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia

(39)

tidak bekerja dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan

angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak

bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan; yakni

orang-orang yang kegiatannya bersekolah (pelajar, mahasiswa), mengurus rumah

tangga (maksudnya ibu-ibu yang bukan wanita karir), serta menerima pendapatan

tetapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya (pensiunan,

penderita cacat yang diperoleh).

Biro Pusat Statistik (2003) memberikan suatu definisi tentang angkatan

kerja yaitu penduduk usia kerja yang:

1. Bekerja, yaitu mereka yang melakukan pekerjaan dengan maksud

memperoleh pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling

sedikit satu jam secara berturut-turut selama seminggu lalu, termasuk

kedalamnya adalah mereka yang bekerja atau membantu memperoleh

pendapatan atau keuntungan tanpa menerima upah.

2. Mempunyai pekerjaan tetapi tidak bekerja, yaitu mereka yang mempunyai

pekerjaan tetapi selama seminggu yang lalu tidak bekerja karena berbagai

hal. Contohnya pegawai pemerintah atau swasta yang sedang tidak masuk

kerja karena cuti, sakit dan mogok.

3. Mencari pekerjaan, yaitu kegiatan seseorang yang tidak bekerja dan pada

saat survei orang tersebut sedang mencari pekerjaan, baik mereka yang

belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan atau

mereka yang sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau

(40)

Biro Pusat Statistik (2003) memberikan suatu definisi yang tidak termasuk

ke dalam angkatan kerja yaitu penduduk usia kerja yang:

1. Sekolah, yaitu mereka yang melakukan kegiatan bersekolah formal, dari

pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi selama seminggu yang lalu.

2. Mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang mengurus rumah tangga tanpa

mendapatkan upah, misalnya ibu rumah tangga. Sebaliknya pembantu

rumah tangga yang mendapat upah walaupun pekerjaannya mengurus

rumah tangga dianggap bekerja.

3. Kegiatan lainnya, yaitu kegiatan selain yang disebutkan di atas, misalnya

mereka yang sudah pensiun dan orang-orang cacat jasmani yang tidak

dapat melakukan pekerjaan.

2.1.5. Peranan Pariwisata terhadap Pendapatan Daerah

Pariwisata merupakan industri jasa yang diyakini dapat mendorong

perekonomian suatu daerah bahkan dunia, hal ini disebabkan industri pariwisata

terkait dengan industri-industri lainnya seperti industri perhotelan, restoran dan

jasa hiburan.

Dalam perkembangannya, pariwisata dilihat dari aspek ekonomi

merupakan penghasil utama devisa negara non migas. Pada tahun 2004,

penerimaan devisa melalui sektor pariwisata mencapai US$ 4.797,88 juta yang

disumbangkan dari angka kunjungan sebesar 4,8 juta wisman. Jika dilihat dari

aspek kewilayahan, sektor pariwisata telah mendorong tumbuh dan

berkembangnnya kawasan-kawasan pariwisata dan pusat-pusat pelayanan yang

(41)

pedesaan bahkan kawasaan terpencil di pedalaman maupun yang akan mendorong

terciptanya pendapatan daerah.

Peran dan kontribusi signifikan tersebut telah semakin mengukuhkan

pariwisata sebagai sektor strategis yang memiliki potensi dan memiliki peluang

sangat besar untuk dikembangkan dan berperan penting bagi perekonomian

negara dan daerah.

Sebagai gambaran kontribusi sektor pariwisata tahun 1998-2003 di

Kabupaten Sukabumi pada PDRB sebesar Rp. 913.130,87 juta yang diperoleh dari

sektor hotel, restoran, dan jasa hiburan. Dari penjelasan tersebut dapat

disimpulkan bahwa sektor pariwisata berperan penting dalam pendapatan daerah.

Sihite (2000) menjelaskan bahwa kegiatan pariwisata mempunyai dampak

positif, yaitu:

a. Hubungan yang baik antara bangsa dan negara.

b. Membuka kesempatan kerja serta perluasan lapangan pekerjaan bagi

masyarakat.

c. Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat.

d. Merangsang dan menumbuhkan kebudayaan asli.

e. Merangsang dan menumbuhkan aktivitas ekonomi masyarakat.

f. Menambah dan meningkatkan pendapatan atas devisa negara.

g. Menambah dan meningkatkan pendapatan daerah setempat.

h. Membantu dan menunjang gerak pembangunan, baik penyediaan sarana

(42)

2.1.6. Peranan Pariwisata terhadap Kesempatan Kerja

Pariwisata merupakan sektor basis dalam perekonomian daerah, salah

satunya berperan penting dalam peningkatan kesempatan kerja. Hartono (1974)

dalam Murdianto (1991) menjelaskan bahwa penciptaan kesempatan kerja dari

sektor pariwisata bersifat langsung dan tidak langsung. Penciptaan kesempatan

kerja yang bersifat langsung dan sangat menonjol adalah di bidang perhotelan,

suatu industri jasa yang bersifat padat karya (relatif terhadap modal yang ditanam)

dan rumah makan. Hal ini tidak lain karena usaha-usaha tersebut relatif sulit

dipenuhi, dikarenakan sifat pekerjaannya yang menuntut paduan antara

pendidikan dan pengalaman. Selain itu, berkembangnya pariwisata akan berakibat

ganda pada sektor lain, seperti pertanian, peternakan, kerajinan rakyat,

permodalan, dan industri yang produknya diperlukan untuk menunjang

perkembangan wisata (khususnya hotel dan restoran), ini merupakan

bentuk-bentuk kesempatan kerja yang tidak langsung.

Sebagai gambaran penyerapan tenaga kerja sektor pariwisata di Kabupaten

Sukabumi pada tahun 1998-2003 sebanyak 329.522 orang, yang berasal dari

tenaga kerja yang bekerja di sektor hotel, restoran dan jasa hiburan. Dari

penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa sektor pariwisata selain berperan

penting sebagai sumber pendapatan daerah tetapi berperan penting juga dalam

(43)

2.1.7. Pengembangan Pariwisata sebagai Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana pemerintah

daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta

untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan

kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) di wilayah tersebut. Setiap upaya

pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk

mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus

bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah dengan berbagai potensi

sumberdaya yang dimilikinya. Dengan mengunakan sumberdaya-sumberdaya

yang ada pemerintah daerah harus mampu menaksir potensi sumberdaya yang

diperlukan untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan perekonomian

daerah. Pariwisata merupakan salah satu bentuk dari potensi sumberdaya yang

dapat dikembangkan menjadi satu unit ekonomi. Dengan adanya kegiatan

pariwisata ini akan terjadi interaksi antara satu sektor dengan sektor lainnya.

Selanjutnya kegiatan pariwisata ini, apabila dikelola dan dikembangkan secara

profesional maka akan dapat menciptakan multipler effect (efek pengganda) dalam perekonomian daerah yang bersangkutan (Azaman,2001).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 tahun 1990 tentang pariwisata,

tujuan pengembangan pariwisata adalah untuk menciptakan multipler effect, diantaranya adalah: (1) Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan

(44)

meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; dan (3) Mendorong

pendayagunaan produksi nasional.

Seperti halnya Kabupaten Sukabumi, dalam upaya pengembangan

pariwisata berbagai kebijakan bidang kepariwisataan terus dikeluarkan dan

dilaksanakan guna mencapai tujuan dan sasaran pengembangan kepariwisataan.

Pada tahun 2005, Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi mengeluarkan

kebijakan di sektor pariwisata yaitu ”Meningkatkan Kualitas Sapta Pembangunan

Kawasan Pariwisata Terpadu”.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian Heriawan (2004) tentang ”Peranan dan Dampak Pariwisata

pada Perekonomian Indonesia Suatu Pendekatan Model I-O dan SAM”

menunjukkan bahwa pariwisata merupakan sektor yang strategis dan potensial

bagi perekonomian Indonesia karena peranannya yang cukup signifikan dalam

mendorong pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, perolehan devisa,

dan pengembangan ekonomi daerah. Hasil analisis multipler I-O, sektor-sektor

yang terkait pariwisata seperti restoran, hotel, angkutan, dan jasa umumnya

memiliki kemampuan (daya penyebaran) tinggi dalam mendorong pertumbuhan

sektor-sektor lainnya, tetapi sebaliknya memiliki responsi (derajat kepekaan)

rendah terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain, sedangkan besarnya peranan

pariwisata dalam output nasional tahun 2000 dan 2003 adalah 8,40 persen dan

5,81 persen. Penurunan ini disebabkan karena menurunnya transaksi ekonomi

(45)

Sementara itu, kontribusi pariwisata pada PDB nasional adalah 7,83 persen dan

5,39 persen, lebih rendah dari kontribusi pariwisata pada output nasional.

Selanjutnya kontribusi pariwisata pada lapangan kerja nasional mencapai 8,29

persen dan 7,94 persen lebih tinggi dibanding kontribusinya pada output

nasional, yang berarti pola pengeluaran pariwisata cenderung pada

produk-produk yang memiliki daya serap tenaga kerja lebih tinggi dibanding pola

permintaan akhir secara umum.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Oktavianti (2005), yaitu tentang

”Peranan Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia Sebelum dan Sesudah

Krisis Ekonomi”, menggunakan tabel I-O 1995 dan 2000. Pengagregasian

sektoral hanya dilakukan hingga 25 sektor utama sebagai sektor yang diagregasi,

di mana sektor pariwisata diturunkan dari sektor rekreasi dan hiburan. Hasil

analisis tabel I-O tahun 1995 sebelum krisis dan tahun 2000 setelah krisis

klasifikasi 25 sektor, terlihat bahwa sektor industri pariwisata terhadap

perekonomian Indonesia cukup berperan penting. Sektor pariwisata memiliki

peranan terhadap pembentukan struktur permintaan output pada masa sebelum

krisis ekonomi tahun 1995 sebesar Rp. 4,267 miliar. Sedangkan untuk tahun

2000 setelah krisis sebesar Rp. 10,135 miliar. Ditinjau dari kontribusinya

terhadap pembentukan nilai tambah bruto tahun 1995 sebesar Rp. 2,204 miliar

meningkat menjadi Rp. 4,514 miliar pada tahun 2000. Berdasarkan analisis

dampak penyebarannya, secara umum nilai koefisien penyebaran sektor

pariwisata relatif lebih besar dibandingkan nilai kepekaan penyebarannya, baik

(46)

Penelitian Bahri (2005) tentang ”Identifikasi Sektor-Sektor Sumber

Pertumbuhan Perekonomian Kota Bekasi” menunjukkan bahwa selama tahun

analisis 2000-2002, Kota Bekasi memiliki lima sektor basis yaitu sektor industri

pengolahan, sektor bangunan dan konstruksi, sektor perdagangan hotel dan

restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi dan sektor keuangan persewaan

dan jasa perusahaan, yang diukur melalui pendapatan wilayah. Sektor-sektor

tersebut dianggap dapat menghasilkan barang dan jasa selain untuk memenuhi

permintaan pasar domestik juga dapat memenuhi kebutuhan luar wilayah,

melalui perdagangan antar wilayah.

Jadi, perbedaan dengan penelitian terdahulu terletak pada lokasi

penelitian, alat analisis yang digunakan, dan ruang lingkup penelitian.

2.3. Kerangka Pemikiran 2.3.1. Pembangunan Wilayah

Pembangunan wilayah pada hakikatnya adalah pelaksanaan pembangunan

nasional di suatu wilayah atau region yang disesuaikan dengan kemampuan fisik

dan sosial region tersebut, serta tetap menghormati peraturan

perundang-undangan yang berlaku (Rahman, 2003). Secara keseluruhan pembangunan

wilayah diarahkan pada peningkatan kualitas masyarakat, pertumbuhan dan

pemerataan yang optimal, perluasan kesempatan kerja dan berusaha, dan pada

peningkatan pendapatan nyata, kesejahteran sosial serta taraf hidup seluruh

(47)

untuk didefinisikan secara tegas terutama dalam menganalisis kegiatan ekonomi

di suatu wilayah.

Hanafiah (1988) menyatakan bahwa dalam usaha menetapkan batas-batas

wilayah didasarkan pada pengelompokkan atas kriteria tertentu, yaitu:

a. Konsep Homogenitas.

Menurut kriteria homogenitas, wilayah dapat diberikan berdasarkan

beberapa persamaan unsur tertentu, seperti unsur ekonomi wilayah, yaitu

pendapatan perkapita, kelompok industri maju, tingkat pengangguran atau

keadilan sosial politik, seperti identitas wilayah berdasarkan sejarah,

budaya dan sebagainya.

b. Konsep Nodalitas

Dalam konsep nodal yang ditekankan adalah perbedaan struktur tata

ruang di dalam wilayah di mana terdapat sifat ketergantungan fungsional.

Pusat atau kota dan wilayah belakangnya (hiterland) akan saling

bergantung, dan tingkat ketergantungan ini dapat dilihat dari arus-arus

penduduk, faktor produksi barang-barang dan pelayanan, atau pun

komunikasi dan transportasi.

c. Konsep Administrasi atau Unit Program

Penentuan batas wilayah administrasi atau unit program didasarkan atas

perlakuan kebijaksanaan yang seragam, seperti sistim dan tingkat pajak

yang sama dan lain sebagainya. Wilayah seperti ini disebut sebagai

(48)

Lebih lanjut klasifikasi wilayah menurut Hanafiah (1988) dibedakan atas:

a. Wilayah Formal

Wilayah yang mempunyai beberapa persamaan dalam beberapa kriteria

tertentu. Pada mulanya, klasifikasi wilayah formal didasarkan atas

persamaan fisik, seperti topografi, iklim atau vegetasi, kemudian

berkembang lebih lanjut dengan pemakaian kriteria ekonomi, seperti

adanya wilayah industri dan pertanian bahkan sosial politik.

b. Wilayah Fungsional

Wilayah yang memperlihatkan adanya suatu kekompakkan fungsional,

saling tergantung dalam kritertia tertentu. Kadang-kadang dimaksudkan

sebagai wilayah nodal atau wilayah polarisasi dan terdiri atas unit-unit

heterogen seperti kota besar, kota-kota kecil dan desa-desa yang secara

fungsional saling tergantung.

Pengembangan wilayah atau pembangunan wilayah tersebut akan tercapai

bila komponen-komponen dalam tersebut aktif, dinamis, tumbuh dan

berkembang sehingga akan meningkatkan perekonomian wilayah atau daerah.

2.3.2. Teori Basis Ekonomi

Inti dari model ekonomi basis (economic base model) adalah bahwa arah

dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Ekspor

tersebut berupa barang-barang dan jasa, termasuk tenaga kerja. Akan tetapi dapat

juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap

barang-barang tidak bergerak (immobile), seperti yang berhubungan dengan

(49)

sebagainya. Sektor (industri) yang bersifat seperti ini disebut sektor basis. Tenaga

kerja dan pendapatan pada sektor basis adalah fungsi permintaan dari luar

(exogeneous), yaitu permintaan dari luar yang mengakibatkan terjadinya ekspor

dari wilayah tersebut (Budiharsono, 2001).

Semua kegiatan lain yang bukan kegiatan basis termasuk ke dalam sektor

nonbasis. Sektor nonbasis adalah untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal.

Karena sifatnya yang memenuhi kebutuhan lokal, permintaan sektor ini sangat

dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat setempat. Oleh sebab itu,

kenaikannya sejalan dengan pendapatan masyarakat. Dengan demikian, sektor ini

terikat terhadap kondisi ekonomi setempat dan tidak berkembang melebihi

pertumbuhan ekonomi wilayah. Atas dasar anggapan tersebut, satu-satunya

sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan

alamiah adalah sektor basis (Tarigan, 2005).

Analisis basis dan nonbasis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah

(PDRB) ataupun lapangan kerja. Misalnya, penggabungan lapangan kerja basis

dan lapangan kerja nonbasis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk

wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan

pendapatan sektor nonbasis merupakan total pendapatan wilayah tersebut. Di

dalam suatu wilayah dapat dihitung berapa besarnya lapangan kerja basis dan

nonbasis, dan apabila kedua angka itu dibandingkan, dapat dihitung nilai rasio

(base ratio)dan kemudian dapat dipakai untuk menghitung nilai pengganda basis

(base multiplier). Rasio basis adalah perbandingan antara banyaknya lapangan

(50)

dalam satu wilayah terdapat 3.000 lapangan kerja yang terdiri atas 1.000

lapangan kerja basis dan 2.000 lapangan kerja nonbasis. Dengan demikian, rasio

basis (base ratio) adalah 1 : 2 artinya, setiap satu lapangan kerja basis tersedia

dua lapangan kerja nonbasis.

Menurut Budiharsono (2001), untuk mengetahui apakah suatu sektor

merupakan sektor basis atau nonbasis dapat digunakan beberapa metode, yaitu:

1. Metode pengukuran langsung

Metode pengukuran langsung dapat dengan survei langsung untuk

mengidentifikasi sektor mana yang merupakan sektor basis. Metode ini dapat

menentukan sektor basis dengan tepat, akan tetapi metode ini memerlukan biaya,

waktu dan tenaga kerja yang banyak.

2. Metode pengukuran tidak langsung

a) Metode melalui pendekatan asumsi

Semua sektor industri primer dan manufaktur adalah sektor basis.

Sedangkan sektor jasa adalah nonbasis. Pada wilayah tertentu yang

luasnya relatif kecil dan tertutup, maka metode ini cukup baik bila

digunakan. Akan tetapi pada banyak kasus, dalam suatu kelompok

industri bisa merupakan sektor basis juga merupakan sektor

nonbasis.

b) Metode Location Quotient (LQ)

(51)

pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional. Dalam bentuk rumus dituliskan

sebagai berikut:

li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i di wilayah analisis e = Pendapatan atau tenaga kerja total di wilayah analisis Li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i di tingkat nasional E = Pendapatan atau tenaga kerja total di tingkat nasional

Apabila nilai LQ≥1, maka sektor (industri) tersebut merupakan sektor basis. Sedangkan bila LQ<1, maka sektor (industri) tersebut merupakan sektor nonbasis.

Kelemahan metode ini adalah kegagalannya untuk menghitung

ketidakseragaman permintaan dan produktivitas nasional secara

menyeluruh. Kemudian mengabaikan fakta bahwa sebagian produksi

nasional adalah untuk orang asing yang tinggal di wilayah tersebut

(Budiharsono, 2001). Lebih lanjut Glasson (1977) mengemukakan

kelemahan LQ yaitu: kekurangan yang bersifat teknis, seperti unit pengukuran, metode identifikasi, dan pemilihan unit wilayah.

(52)

serta bermanfaat dalam usaha memahami struktur ekonomi suatu

wilayah. Teori ini juga berfungsi sebagai titik tolak yang penting

bagi model-model yang lebih komplek (Glasson, 1977). Selain itu

Richardson (1977) mengemukakan bahwa kelebihan LQ adalah (1) Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung (2) Metode LQ tidak mahal dan dapat diterapkan kepada data historis untuk mengetahui trend serta dapat menghasilkan suatu taksiran mengenai kegiatan basis.

Asumsi yang digunakan dalam penggunaan metode LQ menurut Budiharsono (2001) adalah: (1) Penduduk di wilayah yang

bersangkutan mempunyai pola permintaan wilayah sama dengan

pola permintaan nasional; (2) Permintaan wilayah akan sesuatu

barang akan dipenuhi terlebih dahulu oleh produksi wilayah,

kekurangannya di impor dari wilayah lain.

c) Metode kombinasi

Metode kombinasi antara pendekatan asumsi dan metode LQ. d) Metode kebutuhan minimum

Metode kebutuhan minimum melibatkan penyeleksian sejumlah

wilayah yang sama dengan wilayah yang diteliti, dengan

menggunakan distribusi minimun dari tenaga kerja regional

(53)

Dari keempat metode di atas, Glasson (1978) dalam Budiharsono (2001)

(54)

Perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi

Pembangunan Wilayah

Sektor Pariwisata

Model Basis Ekonomi (LQ≥1 Basis)

Pendapatan Tenaga Kerja

Surplus Pendapatan/Tenaga Kerja

PenggandaPendapatan/Tenaga Kerja

Pertumbuhan Ekonomi Wilayah

Analisis kebijakan

Kebijakan

Keterangan:

: Keterkaitan

(55)

2.4. Hipotesis Penelitian

1. Sektor Pariwisata di Kabupaten Sukabumi merupakan sektor basis

berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja, serta mempunyai

kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan daerah dan kesempatan

kerja.

2. Kebijakan pengembangan sektor pariwisata mempunyai peran penting

dalam perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi.

(56)

III. GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUKABUMI

3.1. Keadaan Geografis

Kabupaten Sukabumi secara geografis terletak antara 60 57-70 Lintang

Selatan dan 1060 49’–1070 00’ Bujur Timur dengan luas daerah 4.128 km2 atau

14,39 persen dari luas wilayah Jawa Barat atau 3,01 persen dari luas Pulau Jawa,

bahkan wilayah Kabupaten Sukabumi merupakan Kabupaten terluas se-Jawa Bali.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.66 Tahun 1998, diinstrusikan bahwa

Kabupaten Sukabumi harus memiliki pusat pemerintahan di wilayah Kabupaten

sendiri dan pindah dari pusat pemerintahan Kotamadya Sukabumi, sehingga pusat

pemerintahan Kabupaten Sukabumi di pindahkan ke Kecamatan Palabuhanratu

meskipun sebagian besar kantor pemerintahan masih ada yang berdomisili di

Kecamatan Cisaat. Menurut tata letak, batas-batas Kabupaten Sukabumi adalah:

Sebelah Utara : Kabupaten Bogor

Sebelah Barat : Kabupaten Lebak dan Samudera Indonesia

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

Sebelah Timur : Kabupaten Cianjur

Pada tahun 2004 wilayah kepemerintahan yang berada di Kabupaten

Sukabumi terdiri dari 45 kecamatan, 340 desa, 3 kelurahan, 2.996 RW dan 11.499

RT. Pembangunan dan penataan masyarakat desa atau kelurahan yang dilakukan

oleh Pemerintah daerah (Pemda) setempat beserta jajarannya selama tahun 2004,

menghasilkan suatu perubahan pada kondisi desa atau kelurahan yang berada di

(57)

daerah perkotaan ada 62 desa atau kelurahan dan sisanya yaitu 281 desa

merupakan kategori pedesaan (Kabupaten Sukabumi dalam Angka, 2004/2005).

Bentuk topografi wilayah Kabupaten Sukabumi pada umumnya meliputi

permukaan yang bergelombang di daerah selatan dan bergunung di daerah bagian

utara dan tengah, dengan ketinggian berkisar antara 0 - 2.960 m. Menurut aspek

kemampuan tanah (kedalaman efektif dan tekstur), daerah Kabupaten Sukabumi

sebagian besar bertekstur tanah sedang (tanah lempung). Kedalaman tanahnya

dapat dikelompokkan menjadi dua golongan besar yaitu kedalaman tanah sangat

dalam (lebih dari 90 cm) dan kedalaman tanah kurang dangkal (kurang dari 90

cm). Kedalaman tanah sangat dalam tersebar di bagian utara, sedangkan

kedalaman tanah kurang dalam tersebar di bagian tengah selatan. Hal ini

mengakibatkan wilayah bagian utara lebih subur dibandingkan wilayah bagian

selatan. Jenis tanah di bagian utara pada umumnya terdiri dari tanah latosol,

andosol dan regosol. Pada bagian tengah pada umumnya terdiri dari tanah latosol

dan podsolik, sedangkan bagian selatan sebagian besar terdiri dari tanah laterit,

grumosol, podsolik dan alluvial. Kabupaten Sukabumi beriklim tropis dengan

curah hujan setahun sebesar 1.885 mm dari 116 hujan pada tahun 2004, suhu

udara berkisar 19,60 -31,20C dengan suhu rata-rata 240C dan kelembaman

rata-rata sebesar 90 persen. (Kabupaten Sukabumi dalam Angka, 2004/2005).

3.2. Keadaan Demografis

Jumlah penduduk dan angkatan kerja merupakan salah satu aset

(58)

Besarnya jumlah penduduk akan membawa implikasi tertentu, terutama terhadap

persebaran dan jumlah densitasnya. Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi pada

tahun 2004 adalah 2.230.411 jiwa yang terdiri dari 1.144.663 laki-laki dan

1.085.748 perempuan dengan jumlah keluarga sebanyak 563.885 rumah tangga.

Jumlah penduduk terbesar di wilayah Kabupaten Sukabumi terdapat di kecamatan

Cisaat sebanyak 108.065 jiwa atau sebesar 4,85 persen dari seluruh penduduk

Kabupaten Sukabumi, sedangkan penduduk paling sedikit terdapat di kecamatan

Cidolog sebanyak 18.401 jiwa atau sebesar 0,82 persen dari jumlah penduduk

seluruhnya (Kabupaten Sukabumi dalam Angka, 2004/2005).

Sementara itu, jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan

utama di Kabupaten Sukabumi, dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Kabupaten Sukabumi Tahun 1998-2003.

No Sektor 1998 1999 2000 2001 2002 2003

1. Pertanian 294863 436140 370689 431428 372056 392529 2. Pertambangan dan

penggalian

6246 8660 6556 2838 3074 1854

3. Industri pengolahan 77763 99157 91864 97824 121636 101739 4. Listrik, gas dan air

minum

1515 1102 480 - - 3149

5. Bangunan/kontruksi 43978 40555 39678 57441 41736 39313 6. Perdagangan, hotel &

restoran

119113 140097 165936 158937 146853 155527

7. Angkutan dan komunikasi

62055 62197 72955 70278 66309 64318

8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

1711 946 1602 6093 4938 646

9. Jasa-jasa 72085 66940 60815 52189 58391 68170

10. Lainnya - 551 - 651 - 604

Total 679329 857065 810575 877679 814993 827849

(59)

3.3. Struktur Perekonomian Wilayah

Struktur perekonomian Kabupaten Sukabumi secara kuantitatif dapat

digambarkan dengan besarnya persentase nilai tambah dari masing-masing sektor

terhadap nilai total PDRB atas dasar harga yang belaku dan atas dasar harga

konstan. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan PDRB dapat di telaah sebelum

dan sesudah memperhitungkan pengaruh harga.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku untuk

Kabupaten Sukabumi secara umum dari tahun 2000-2004 meningkat dari 5,6

triliun rupiah pada tahun 2000; 6,6 triliun rupiah pada tahun 2001 menjadi 7,5

triliun rupiah pada tahun 2002 dan melonjak pada tahun 2003 menjadi 8,27 triliun

rupiah, serta pada tahun 2004 menjadi 9,19 triliun rupiah (BPS Kabupaten

Sukabumi, 2000-2004/2005).

Demikian pula PDRB atas dasar harga konstan 1993 dari tahun 2000-2004

secara umum ada kenaikan yaitu 2,25 triliun rupiah tahun 2000, tahun 2001

sebesar 2,39 triliun rupiah, tahun 2002 sebesar 2,53 triliun rupiah dan terus naik

menjadi 2,66 triliun rupiah pada tahun 2003, dan terakhir tahun 2004 meningkat

menjadi 2,82 triliun rupiah yang memperlihatkan bahwa tingkat perekonomian

Kabupaten Sukabumi terus membaik (BPS Kabupaten Sukabumi,

2000-2004/2005).

3.4. Kondisi Pariwisata Kabupaten Sukabumi

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah objek wisata di daerah

(60)

sebanyak 2.676.752 orang kemudian menurun pada tahun 2001 dan tahun 2002

menjadi 1.927.471 orang, tahun 2003 sebanyak 1.440.756 orang, tahun 2004

sebanyak 1.569.430 orang dan pada tahun 2005 meningkat secara drastis menjadi

210.317.088 orang. Hal tersebut berkaitan dengan semakin tertatanya objek wisata

di Kabupaten Sukabumi dan semakin gencarnya promosi yang dilakukan hingga

menggairahkan bisnis pariwisata (Dinas Kepariwisataan Kabupaten Sukabumi,

2001-2005).

Kontribusi pariwisata dalam PDRB tahun 1998-2003 berturut-turut adalah

142.803,38 juta; 144.777,21 juta; 147.743,38 juta; 154.629,17 juta; 159.604,38

juta dan 163.573,35 juta yang diperoleh dari sektor hotel, restoran dan jasa

hiburan. Sedangkan kontribusi pariwisata dalam penyerapan tenaga kerja tahun

1998-2003 berturut-turut adalah 44.286 orang; 51.587 orang; 60.897 orang;

59.198 orang; 55.116 orang dan 58.538 orang, yang berasal dari tenaga kerja yang

bekerja di sektor hotel, restoran dan jasa hiburan (BPS Jawa Barat, 1998-2003)

Objek dan daya tarik wisata yang dimiliki Kabupaten Sukabumi

diantaranya adalah arung jeram Citarik, arung jeram Cicatih, arung jeram

Cimandiri, goa lalay, curug Cibeureum, curug Cimanaracun, curug Pareang,

pantai Cibareno, pantai Cibangban, curug Sawer, pantai arang hawu, pantai

Citepus, pantai Cikakak, muara Cimandiri, pantai Ciwaru, pantai Ujunggenteng,

pangumbahan, Cihaur, pantai Minajaya, Bojongkokosan, Situgunung, gua

Siluman, Cipanas Cisolok, pantai Batu Kaca, diving Palabuhanratu, perkebunan

(61)

Hawu, pantai Gado Bangkong, gua Kuta Maneuh, pantai Citepus, dan situ

Sukarame.

Akomodasi yang paling banyak di Kabupaten Sukabumi adalah jenis

losmen atau penginapan (melati), pada tahun 2005 berjumlah 108 losmen atau

penginapan, hotel berbintang berjumlah 7 buah, dan rumah makan berjumlah 90

buah. Selain itu terdapat banyak sarana penunjang kepariwisataan lainnya seperti

(62)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2006.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder. Data

dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain: Badan Pusat Statistik (BPS) pusat

dan daerah, Bappeda, Dinas Pariwisata, internet, perpustakaan serta

sumber-sumber lain yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Data yang

dibutuhkan dari data sekunder merupakan data time series tahun 1998-2003. Keseluruhan data yang akan digunakan untuk analisis dalam penelitian ini

meliputi: pendapatan wilayah Kabupaten Sukabumi dan Jawa Barat untuk semua

sektor, pendapatan wilayah sektor pariwisata Kabupaten Sukabumi dan Jawa

Barat, jumlah tenaga kerja total Kabupaten Sukabumi dan Jawa Barat, jumlah

tenaga kerja sektor pariwisata Kabupaten Sukabumi dan Propinsi Jawa Barat.

Sedangkan data pendukung antara lain berupa potensi-potensi wisata yang ada,

kebijaksanaan pengembangan pariwisata dan keadaan umum lokasi penelitian.

4.3. Metode Analisis 4.3.1. Model Basis Ekonomi

Penelitian dilakukan dengan menggunakan model analisis ekonomi basis,

(63)

suatu wilayah ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis atau bukan sektor basis

sehingga digunakan metode Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa

relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional. Dalam hal ini wilayah yang dianalisis adalah

wilayah Kabupaten Sukabumi dan wilayah atasnya adalah Propinsi Jawa Barat.

Untuk melihat peranan suatu sektor dalam perekonomian daerah

berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja, digunakan metode LQ. Budiharsono (2001)memberikan rumusan tentang LQ sebagai berikut:

E

li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i Kabupaten Sukabumi e = Pendapatan atau tenaga kerja total Kabupaten Sukabumi Li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i Propinsi Jawa Barat E = Pendapatan atau tenaga kerja total Propinsi Jawa Barat

Apabila nilai LQ ≥1, berarti sektor i merupakan sektor basis dan apabila nilai LQ<1, berarti sektor i merupakan sektor nonbasis.

4.3.2. Surplus Pendapatan dan Tenaga Kerja

Perhitungan surplus pendapatan atau tenaga kerja bertujuan untuk

(64)

menghitung selisih perbandingan pendapatan atau tenaga kerja sektor i pada wilayah Jawa Barat dengan total pendapatan atau tenaga kerjanya, kemudian

dikalikan dengan pendapatan atau tenaga kerja sektor i pada tingkat Kabupaten Sukabumi. Selain itu juga dapat diketahui dengan mencari nilai indeks

surplusnya yang kemudian dikalikan dengan pendapatan atau tenaga kerja pada

suatu sektor. Tibeout (1986) dalam Budiharsono (2001) memberikan rumusan

tentang surplus pendapatan dan tenaga kerja adalah:

( ) (

l

i

e

L

i

E

)

l

i

SP

=

/

/

(4.2)

Keterangan :

SP = Surplus pendapatan atau tenaga kerja

li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i Kabupaten Sukabumi e = Pendapatan atau tenaga kerja total Kabupaten Sukabumi Li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i Propinsi Jawa Barat E = Pendapatan atau tenaga kerja total Propinsi Jawa Barat

Jika SP>0 berarti sektor i mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan kabupaten lain serta memberikan surplus baik pendapatan maupun

tenaga kerja bagi masyarakat yang menghasilkannya. Jika SP<0 berarti sektor i tersebut masih kurang dari kebutuhan masyarakat setempat dan perlu mengimpor

dari kabupaten lain.

4.3.3. Pengganda Basis

Kegiatan sektor basis akan menggerakkan kegiatan sektor ekonomi

lainnya dalam wilayah yang pada akhirnya akan menggerakkan perekonomian

(65)

dilihat dari besarnya koefisien pengganda pendapatan dan kesempatan kerja.

4.3.3.1 Pengganda Pendapatan Jangka Pendek

Tiebout (1962) dalam Tarigan (2005) memberikan rumusan tentang

pengganda basis dalam satuan pendapatan sebagai berikut:

)

4.3.3.2 Pengganda Tenaga Kerja Jangka Pendek

Koefisien pengganda tenaga kerja dapat dihitung dengan rumus:

)

4. 4. Definisi Operasional Data

1. Pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan seseorang untuk sementara

waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang dikaitkan dengan tamasya

atau rekreasi, tidak ditujukan untuk mencari nafkah atau upah tetapi

semata-mata hanya sebagai konsumen di tempat tersebut.

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan

jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu

daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (netto)

yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

3. Pendapatan sektor pariwisata adalah jumlah pendapatan yang diperoleh

dari usaha pariwisata yaitu hotel, restoran dan jasa hiburan.

(66)

5. Tenaga kerja sektor pariwisata adalah jumlah tenaga kerja yang

dibutuhkan di sektor pariwisata.

6. Tenaga kerja total di kabupaten atau propinsi adalah jumlah penduduk

yang berusia 10 tahun keatas, yang bekerja menurut lapangan kerja

utama.

7. Kuosien Lokasi (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan

(tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional.

8. Pengganda basis pendapatan atau tenaga kerja adalah besarnya

pendapatan atau tenaga kerja seluruh masyarakat untuk setiap satu unit

kenaikan pendapatan atau tenaga kerja di sektor basis.

9. Kegiatan basis adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun

penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah untuk pasar

domestik daerah itu maupun pasar luar daerahnya. Sedangkan kegiatan

nonbasis adalah kegiatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan

(67)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Peranan Sektor Pariwisata

Sektor perekonomian di suatu wilayah diklasifikasikan menjadi dua

golongan, yaitu sektor basis dan sektor nonbasis. Untuk mengetahui potensi

aktivitas ekonomi merupakan sektor basis dan nonbasis digunakan metode

Location Quotient (LQ) yang merupakan perbandingan tentang besaran peranan suatu sektor (industri) di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor (industri)

secara nasional (wilayah atasnya).

Untuk mengetahui besarnya sektor dalam perekonomian yang memberikan

kesempatan kerja sebanyak-banyaknya maka digunakan indikator tenaga kerja,

sedangkan bila keperluannya untuk mengetahui tingkat pendapatan daerah maka

indikator pendapatan lebih tepat digunakan. Hasil analisis LQ menurut indikator pendapatan dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Indikator Pendapatan Wilayah Tahun 1998-2003.

No Sektor 1998 1999 2000 2001 2002 2003

1. Pertanian 2,61 2,41 2,39 2,36 2,64 2,83

2. Pertambangan dan penggalian 8. Keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan

1,37 1,30 1,17 1,10 1,02 0,93

9. Jasa-jasa** 1,64 1,67 1,72 1,71 1,60 1,42

10. Pariwisata 1,74 1,74 1,86 1,69 1,70 1,64

Sumber : BPS Jawa Barat dan BPS Kabupaten Sukabumi, 1998-2003 (diolah). Keterangan :

* : Perdagangan meliputi perdagangan besar dan eceran.

Gambar

Tabel 1.1. Kunjungan Wisman dan Perolehan Devisa dari Tahun 1969-2003.
Tabel 1.2. Perkembangan PDB Hotel, Restoran, Hiburan dan Rekreasi Tahun 1996-2003.
Tabel 1.3. Jumlah dan Objek Wisata Menurut Jenisnya di Kabupaten Sukabumi Tahun 2001-2004
Tabel 1.4. Arus Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Sukabumi Tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Panjang Ruas Jalan Berdasarkan Status dan Hirarki Di Kota Bandung (lanjutan). NAMA RUAS JALAN

Misalnya, perawat UGD yang mengambil sampel laboratorium jika dokter memberi instruksi pemasangan infus pada pasien yang seharusnya adalah analis, pengerjaan sampel

nilai signifikan untuk pengaruh Lingkungan Kampus dan Pembelajaran Kewiraushaan secara simultan (bersama) terhadap Keinginan Berwirausaha pada Mahasiswa adalah sebesar F

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan umur masak polong, maka plasma nutfah kedelai yang diuji dapat dipilah ke dalam empat kelompok, yaitu berumur genjah (70–79

Gagasan yang ingin diwujudkan dalam Desain Kompleks Studio Photography Etnik Kalimantan Timur Di Samarinda ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan para masyarakat

Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing

kista, berbentuk bulat-bulatan kecil berdiameter antara 200-350 mikron dengan warna kelabu kecoklatan. Kista yang berkualitas baik akan menetas sekitar 18-24 jam

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah yang disingkat dengan BAPEDALDA adalah Badan Pemerintah yang menjadi pembahasan pokok dalam penelitian ini disamping badan-badan