• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUKABUMI

3.4. Kondisi Pariwisata Kabupaten Sukabumi

Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah objek wisata di daerah Jawa Barat. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke objek wisata pada tahun 2000

sebanyak 2.676.752 orang kemudian menurun pada tahun 2001 dan tahun 2002 menjadi 1.927.471 orang, tahun 2003 sebanyak 1.440.756 orang, tahun 2004 sebanyak 1.569.430 orang dan pada tahun 2005 meningkat secara drastis menjadi 210.317.088 orang. Hal tersebut berkaitan dengan semakin tertatanya objek wisata di Kabupaten Sukabumi dan semakin gencarnya promosi yang dilakukan hingga menggairahkan bisnis pariwisata (Dinas Kepariwisataan Kabupaten Sukabumi, 2001-2005).

Kontribusi pariwisata dalam PDRB tahun 1998-2003 berturut-turut adalah 142.803,38 juta; 144.777,21 juta; 147.743,38 juta; 154.629,17 juta; 159.604,38 juta dan 163.573,35 juta yang diperoleh dari sektor hotel, restoran dan jasa hiburan. Sedangkan kontribusi pariwisata dalam penyerapan tenaga kerja tahun 1998-2003 berturut-turut adalah 44.286 orang; 51.587 orang; 60.897 orang; 59.198 orang; 55.116 orang dan 58.538 orang, yang berasal dari tenaga kerja yang bekerja di sektor hotel, restoran dan jasa hiburan (BPS Jawa Barat, 1998-2003)

Objek dan daya tarik wisata yang dimiliki Kabupaten Sukabumi diantaranya adalah arung jeram Citarik, arung jeram Cicatih, arung jeram Cimandiri, goa lalay, curug Cibeureum, curug Cimanaracun, curug Pareang, pantai Cibareno, pantai Cibangban, curug Sawer, pantai arang hawu, pantai Citepus, pantai Cikakak, muara Cimandiri, pantai Ciwaru, pantai Ujunggenteng, pangumbahan, Cihaur, pantai Minajaya, Bojongkokosan, Situgunung, gua Siluman, Cipanas Cisolok, pantai Batu Kaca, diving Palabuhanratu, perkebunan teh Goalpara, has farm, perkebunan Bojong Asih, desa wisata, pantai Karang

Hawu, pantai Gado Bangkong, gua Kuta Maneuh, pantai Citepus, dan situ Sukarame.

Akomodasi yang paling banyak di Kabupaten Sukabumi adalah jenis losmen atau penginapan (melati), pada tahun 2005 berjumlah 108 losmen atau penginapan, hotel berbintang berjumlah 7 buah, dan rumah makan berjumlah 90 buah. Selain itu terdapat banyak sarana penunjang kepariwisataan lainnya seperti jogging track, kolam renang, sepeda air, jet sky, tourism car, perahu arung jeram, perahu karet, dan tenda pleton.

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2006.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data sekunder. Data dikumpulkan dari berbagai sumber antara lain: Badan Pusat Statistik (BPS) pusat dan daerah, Bappeda, Dinas Pariwisata, internet, perpustakaan serta sumber-sumber lain yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Data yang dibutuhkan dari data sekunder merupakan data time series tahun 1998-2003. Keseluruhan data yang akan digunakan untuk analisis dalam penelitian ini meliputi: pendapatan wilayah Kabupaten Sukabumi dan Jawa Barat untuk semua sektor, pendapatan wilayah sektor pariwisata Kabupaten Sukabumi dan Jawa Barat, jumlah tenaga kerja total Kabupaten Sukabumi dan Jawa Barat, jumlah tenaga kerja sektor pariwisata Kabupaten Sukabumi dan Propinsi Jawa Barat. Sedangkan data pendukung antara lain berupa potensi-potensi wisata yang ada, kebijaksanaan pengembangan pariwisata dan keadaan umum lokasi penelitian.

4.3. Metode Analisis 4.3.1. Model Basis Ekonomi

Penelitian dilakukan dengan menggunakan model analisis ekonomi basis, langkah awal dari model ini adalah dengan cara membagi kegiatan ekonomi

suatu wilayah ke dalam dua sektor, yaitu sektor basis atau bukan sektor basis sehingga digunakan metode Location Quotient (LQ). Metode LQ merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional. Dalam hal ini wilayah yang dianalisis adalah wilayah Kabupaten Sukabumi dan wilayah atasnya adalah Propinsi Jawa Barat.

Untuk melihat peranan suatu sektor dalam perekonomian daerah berdasarkan indikator pendapatan dan tenaga kerja, digunakan metode LQ. Budiharsono (2001)memberikan rumusan tentang LQ sebagai berikut:

E

L

e

l

LQ

i i

/

/

=

(4.1) Keterangan :

LQ = Besarnya kuosien lokasi

li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i Kabupaten Sukabumi e = Pendapatan atau tenaga kerja total Kabupaten Sukabumi Li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i Propinsi Jawa Barat E = Pendapatan atau tenaga kerja total Propinsi Jawa Barat

Apabila nilai LQ ≥1, berarti sektor i merupakan sektor basis dan apabila nilai LQ<1, berarti sektor i merupakan sektor nonbasis.

4.3.2. Surplus Pendapatan dan Tenaga Kerja

Perhitungan surplus pendapatan atau tenaga kerja bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai relatif surplus pendapatan atau tenaga kerja dengan

menghitung selisih perbandingan pendapatan atau tenaga kerja sektor i pada wilayah Jawa Barat dengan total pendapatan atau tenaga kerjanya, kemudian dikalikan dengan pendapatan atau tenaga kerja sektor i pada tingkat Kabupaten Sukabumi. Selain itu juga dapat diketahui dengan mencari nilai indeks surplusnya yang kemudian dikalikan dengan pendapatan atau tenaga kerja pada suatu sektor. Tibeout (1986) dalam Budiharsono (2001) memberikan rumusan tentang surplus pendapatan dan tenaga kerja adalah:

( ) (l

i

e L

i

E) l

i

SP= / − / ∗

(4.2)

Keterangan :

SP = Surplus pendapatan atau tenaga kerja

li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i Kabupaten Sukabumi e = Pendapatan atau tenaga kerja total Kabupaten Sukabumi Li = Pendapatan atau tenaga kerja sektor i Propinsi Jawa Barat E = Pendapatan atau tenaga kerja total Propinsi Jawa Barat

Jika SP>0 berarti sektor i mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan kabupaten lain serta memberikan surplus baik pendapatan maupun tenaga kerja bagi masyarakat yang menghasilkannya. Jika SP<0 berarti sektor i tersebut masih kurang dari kebutuhan masyarakat setempat dan perlu mengimpor dari kabupaten lain.

4.3.3. Pengganda Basis

Kegiatan sektor basis akan menggerakkan kegiatan sektor ekonomi lainnya dalam wilayah yang pada akhirnya akan menggerakkan perekonomian wilayah. Kekuatan aktivitas sektor basis dalam menggerakkan sektor lainnya

dilihat dari besarnya koefisien pengganda pendapatan dan kesempatan kerja. 4.3.3.1 Pengganda Pendapatan Jangka Pendek

Tiebout (1962) dalam Tarigan (2005) memberikan rumusan tentang pengganda basis dalam satuan pendapatan sebagai berikut:

) (Y Basis Pendapatan ) (Y Total Pendapatan b t = KP (4.3)

4.3.3.2 Pengganda Tenaga Kerja Jangka Pendek

Koefisien pengganda tenaga kerja dapat dihitung dengan rumus:

) (TK Basis Kerja Tenaga ) (TK Total Kerja Tenaga b t = KT (4.4)

4. 4. Definisi Operasional Data

1. Pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan seseorang untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang dikaitkan dengan tamasya atau rekreasi, tidak ditujukan untuk mencari nafkah atau upah tetapi semata-mata hanya sebagai konsumen di tempat tersebut.

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir (netto) yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

3. Pendapatan sektor pariwisata adalah jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha pariwisata yaitu hotel, restoran dan jasa hiburan.

5. Tenaga kerja sektor pariwisata adalah jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan di sektor pariwisata.

6. Tenaga kerja total di kabupaten atau propinsi adalah jumlah penduduk yang berusia 10 tahun keatas, yang bekerja menurut lapangan kerja utama.

7. Kuosien Lokasi (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat wilayah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total wilayah dengan pangsa relatif pendapatan (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional terhadap pendapatan (tenaga kerja) nasional.

8. Pengganda basis pendapatan atau tenaga kerja adalah besarnya pendapatan atau tenaga kerja seluruh masyarakat untuk setiap satu unit kenaikan pendapatan atau tenaga kerja di sektor basis.

9. Kegiatan basis adalah semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah untuk pasar domestik daerah itu maupun pasar luar daerahnya. Sedangkan kegiatan nonbasis adalah kegiatan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Peranan Sektor Pariwisata

Sektor perekonomian di suatu wilayah diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu sektor basis dan sektor nonbasis. Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi merupakan sektor basis dan nonbasis digunakan metode Location Quotient (LQ) yang merupakan perbandingan tentang besaran peranan suatu sektor (industri) di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor (industri) secara nasional (wilayah atasnya).

Untuk mengetahui besarnya sektor dalam perekonomian yang memberikan kesempatan kerja sebanyak-banyaknya maka digunakan indikator tenaga kerja, sedangkan bila keperluannya untuk mengetahui tingkat pendapatan daerah maka indikator pendapatan lebih tepat digunakan. Hasil analisis LQ menurut indikator pendapatan dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Indikator Pendapatan Wilayah Tahun 1998-2003.

No Sektor 1998 1999 2000 2001 2002 2003 1. Pertanian 2,61 2,41 2,39 2,36 2,64 2,83 2. Pertambangan dan penggalian 1,06 1,29 0,69 0,75 0,79 0,84 3. Industri pengolahan 0,28 0,27 0,42 0,43 0,44 0,44 4. Listrik, gas dan air minum 0,29 0,26 0,29 0,30 0,29 0,35 5. Bangunan/kontruksi 0,38 0,39 0,40 0,45 0,45 0,64 6. Perdagangan* 0,79 0,79 0,87 0,85 0,77 0,75 7. Angkutan dan komunikasi 1,10 1,11 1,25 1,23 1,13 1,08 8. Keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan

1,37 1,30 1,17 1,10 1,02 0,93

9. Jasa-jasa** 1,64 1,67 1,72 1,71 1,60 1,42

10. Pariwisata 1,74 1,74 1,86 1,69 1,70 1,64

Sumber : BPS Jawa Barat dan BPS Kabupaten Sukabumi, 1998-2003 (diolah). Keterangan :

* : Perdagangan meliputi perdagangan besar dan eceran.

** : Jasa-jasa meliputi pemerintahan umum, swasta (sosial kemasyarakatan, perorangan dan rumah tangga).

Berdasarkan Tabel 5.1, nilai LQ sektor pariwisata dengan indikator pendapatan menunjukkan bahwa selama periode analisis yaitu tahun 1998-2003 merupakan sektor basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Sukabumi, terlihat dari nilai LQ>1. Nilai koefisien LQ sektor pariwisata berdasarkan indikator pendapatan wilayah pada tahun 1998 dan 1999 adalah 1,74 dan tahun 2000 adalah 1,86 kemudian meningkat menjadi 1,69 dan 1,70 pada tahun 2001 dan 2002, dan kemudian menurun menjadi 1,64 pada tahun 2003.

Sektor pariwisata sebagai sektor basis berarti bahwa sektor basis ini menghasilkan barang dan jasa selain mampu memenuhi kebutuhan permintaan pasar di dalam wilayah Kabupaten Sukabumi sendiri juga dapat diekspor ke luar wilayah, baik melalui perdagangan antar wilayah maupun perdagangan antar pulau dan bahkan perdagangan luar negeri. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pariwisata mempunyai peranan yang cukup besar bagi Kabupaten Sukabumi dari segi pendapatan wilayah.

Selain menggunakan indikator pendapatan wilayah, untuk menganalisis sektor ekonomi yang menjadi sektor basis di Kabupaten Sukabumi digunakan juga indikator pendekatan tenaga kerja. Dengan indikator tenaga kerja diperoleh hasil perhitungan LQ pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2. Nilai LQ Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi Berdasarkan Indikator Tenaga Kerja Tahun 1998-2003.

No Sektor 1998 1999 2000 2001 2002 2003 1. Pertanian 1,35 1,61 1,54 1,40 1,51 1,36 2. Pertambangan dan penggalian 1,32 1,53 1,38 0,80 0,83 0,30 3. Industri pengolahan 0,70 0,70 0,66 0,66 0,70 0,77 4. Listrik, gas dan air minum 0,59 0,42 0,19 - - 1,10 5. Bangunan/kontruksi 1,10 1,03 1,02 1,21 0,98 0,97 6. Perdagangan* 0,62 0,55 0,66 0,65 0,66 0,66 7. Angkutan dan komunikasi 1,31 1,10 1,15 1,17 1,12 1,08 8. Keuangan, persewaan dan

jasa perusahaan

0,25 0,09 0,30 0,45 0,40 0,06

9. Jasa-jasa** 0,77 0,55 0,54 0,56 0,61 0,69

10. Pariwisata 1,36 1,20 1,39 1,27 1,43 1,44

Sumber : BPS Jawa Barat dan BPS Kabupaten Sukabumi, 1998-2003 (diolah). Keterangan :

* : Perdagangan meliputi perdagangan besar dan eceran.

** : Jasa-jasa meliputi pemerintahan umum, swasta (sosial kemasyarakatan, perorangan dan rumah tangga).

Berdasarkan Tabel 5.2, diketahui bahwa terdapat beberapa sektor ekonomi yang menjadi sektor basis berdasarkan indikator tenaga kerja, dan dapat diketahui bahwa sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang menjadi sektor basis selama tahun analisis, terlihat dari nilai LQ>1. Nilai LQ>1 menunjukkan bahwa sektor pariwisata merupakan kegiatan basis, artinya bahwa pariwisata di Kabupaten Sukabumi secara proposional dapat menyediakan lapangan kerja melebihi porsi sektor pariwisata tersebut di Propinsi Jawa Barat.

Dengan membandingkan kedua indikator tersebut dapat disimpulkan bahwa sektor pariwisata sebagai sektor basis selama tahun analisis baik berdasarkan indikator pendapatan maupun tenaga kerja sama besarnya. Hal ini mengindikasikan bahwa secara kumulatif sektor perekonomian di Kabupaten Sukabumi sama-sama banyak menghasilkan pendapatan dan menyerap tenaga kerja dibandingkan perekonomian di Propinsi Jawa Barat

Sektor ekonomi yang menjadi sektor basis akan memberikan surplus pendapatan dan surplus tenaga kerja yang positif (SP>0). Apabila nilai SP>0, maka sektor tersebut mampu memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dan kabupaten lain serta memberikan surplus baik pendapatan maupun tenaga kerja bagi masyarakat yang menghasilkannya. Jika SP<0 berarti sektor tersebut masih kurang dari kebutuhan masyarakat setempat dan perlu mengimpor dari kabupaten lain. Besarnya surplus pendapatan dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Surplus Pendapatan Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi Tahun 1998-2003.

Dalam Juta Rupiah No Sektor 1998 1999 2000 2001 2002 2003 1. Pertanian 153.463,18 155.532,50. 148.474,55 162.826,16 193.068,38 210.427,52 2. Pertambangan dan penggalian 327,61 966,28 -1.879,13 -1.401,50 -1.122,48 -814,74 3. Industri pengolahan -50.062,50 -48.059,26 -84.435,22 -90.337,99 -94.809,16 -98.900,86 4. Listrik, gas dan air

minum -382,98 -446,03 -481,30 -547,13 -609,04 -688,02 5. Bangunan/ kontruksi -685,81 -643,26 -634,30 -612,12 -704,54 -735,06 6. Perdagangan* -7.910,77 -8.403,72 -4.252,78 -4.929,400 -8.215,28 -9.135,91 7. Angkutan dan komunikasi 690,74 850,82 1.665,09 1.662,25 1.070,41 741,52 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

1.390,45 1.190,56 730,72 472,86 60,49 -418,86

9. Jasa-jasa** 19.065,86 20,112.12 19.638,46 20.202,07 18.427,23 115.289,64

10. Pariwisata 4.418,56 4.457,35 4.474,97 4.081,13 4.131,85 3.925,62 Sumber : BPS Jawa Barat dan BPS Kabupaten Sukabumi, 1998-2003 (diolah).

Keterangan :

* : Perdagangan meliputi perdagangan besar dan eceran.

** : Jasa-jasa meliputi pemerintahan umum, swasta (sosial kemasyarakatan, perorangan dan rumah tangga).

Berdasarkan Tabel 5.3, besarnya surplus pendapatan sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi selama tahun analisis bernilai positif dan berubah setiap tahunnya. Nilai surplus yang positif menunjukkan bahwa sektor pariwisata tersebut telah mampu memenuhi kebutuhan masyarakatnya dan mempunyai surplus yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan dari sektor nonbasis, sedangkan surplus yang negatif selama tahun analisis menunjukkan bahwa

sektor-sektor tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan untuk itu perlu mengimpor dari kabupaten lain.

Surplus pendapatan sektor pariwisata pada tahun 1998 sebesar Rp.4.418,56 juta, tahun 1999 sebesar Rp.4.457,35 juta, tahun 2000 sebesar Rp.4.474,97 juta, kemudian menurun menjadi Rp.4.081,13 juta pada tahun 2001, dan meningkat lagi pada tahun 2002 menjadi Rp.4.131,85 juta dan menurun menjadi Rp.3.925,62 juta pada tahun 2003. Ketidakstabilan nilai surplus pendapatan selama periode analisis disebabkan oleh ketidakstabilan politik dan keamanan Indonesia selama tahun 1998-2003 seperti meningkatnya tingkat kriminalitas sepanjang tahun 1998, tragedi World Trade Center (WTC) tahun 2001, pemboman bali tahun 2002, serta munculnya fenomena berjangkitnya penyakit SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) dan teror bom di Jakarta yang terjadi pada tahun 2003. Hal tersebut membawa dampak pada jumlah kunjungan wisman dan wisnus ke Indonesia termasuk ke daerah Kabupaten Sukabumi. Jumlah kunjungan wisman dan wisnus ke Kabupaten Sukabumi selama tahun 1998-2003 cenderung menurun sehingga berpengaruh pada sektor hotel, restoran dan jasa hiburan yang mengakibatkan penurunan pada lama menginap wisatawan dan penurunan jumlah konsumsi makanan dan minuman, yang akhirnya berpengaruh pada tingkat pendapatan wilayah.

Selain menggunakan indikator pendapatan, sektor ekonomi yang menjadi sektor basis akan memberikan surplus tenaga kerja sehingga indikator yang digunakan adalah tenaga kerja. Perhitungan surplus tenaga kerja bertujuan untuk mengetahui besarnya nilai relatif surplus tenaga kerja dengan menghitung selisih

perbandingan tenaga kerja sektor i pada wilayah Jawa Barat dengan total tenaga kerjanya, kemudian dikalikan dengan tenaga kerja sektor i pada tingkat Kabupaten Sukabumi. Besarnya surplus tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Surplus Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Kabupaten Sukabumi Tahun 1998-2003. No Sektor 1998 1999 2000 2001 2002 2003 1. Pertanian 3.287,91 83.698,13 59.481,48 61.042,51 57.507,59 49.258,05 2. Pertambangan dan penggalian 13,96 30,30 14,63 -2,36 -2,34 -10,10 3. Industri pengolahan -3.864,74 -4.907,51 -5.479,17 -5.702,49 -7.870,65 -3.737,61

4. Listrik, gas dan air minum -2,37 -1,94 -1,22 - - 1,11 5. Bangunan/ kontruksi 257,24 59,30 34,25 655,92 -48,60 -55,08 6. Perdagangan* -5.059,56 -7.666,21 -7.067,13 -6.270,66 -5.465,66 -5.860,60 7. Angkutan dan komunikasi 1.327,28 401,45 857,80 819,67 586,08 356,47 8. Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan -13,19 -10,74 -7,33 -52,08 -44,61 -8,12 9. Jasa-jasa** -2.227,10 -4.251,90 -3.789,89 -2.453,93 -2.644,72 -2.475,20 10. Pariwisata 766,87 510,35 1.290,63 860,68 1.120,23 1.264,50 Sumber : BPS Jawa Barat dan BPS Kabupaten Sukabumi, 1998-2003 (diolah).

Keterangan :

* : Perdagangan meliputi perdagangan besar dan eceran.

** : Jasa-jasa meliputi pemerintahan umum, swasta (sosial kemasyarakatan, perorangan dan rumah tangga).

Besarnya surplus tenaga kerja sektor pariwisata di Kabupaten Sukabumi selama tahun analisis bernilai positif dan berubah setiap tahunnya. Nilai surplus yang positif ini menunjukkan bahwa sektor pariwisata mampu menyediakan lapangan kerja bagi tenaga kerja yang ada di Kabupaten Sukabumi dan dari luar Kabupaten Sukabumi. Sedangkan sektor lain yang memiliki nilai surplus negatif selama tahun analisis menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut belum mampu menyediakan lapangan kerja bagi tenaga kerja di Kabupaten Sukabumi dan untuk itu perlu mengimpor dari kabupaten lain.

Surplus tenaga kerja sektor pariwisata tertinggi terjadi pada tahun 2000 yaitu sebanyak 1.291 orang, sedangkan surplus tenaga kerja terendah terjadi pada tahun 1999 yaitu sebanyak 510 orang. Penurunan surplus tenaga kerja pada tahun 1999 diduga disebabkan oleh terjadinya serentetan peristiwa yang terjadi di dalam negeri.

Menurut konsep ekonomi basis, kegiatan sektor basis akan menggerakkan kegiatan sektor ekonomi lainnya dalam wilayah di mana pada akhirnya akan menggerakkan perekonomian wilayah. Kekuatan aktivitas sektor basis dalam menggerakkan sektor lainnya dilihat dari besarnnya koefisien pengganda pendapatan dan kesempatan kerja. Koefisien pengganda pendapatan atau tenaga kerja dapat dihitung dengan membagi total pendapatan atau tenaga kerja wilayah Kabupaten Sukabumi dengan pendapatan atau tenaga kerja suatu sektor wilayah tersebut (sektor basis). Nilai pengganda pendapatan dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Nilai Pengganda Pendapatan Sektor Perekonomian Kabupaten

Sukabumi Tahun 1998-2003.

No Sektor Ekonomi Basis 1998 1999 2000 2001 2002 2003

1. Pertanian 2,81 2,74 2,97 2,91 2,85 2,86

2. Angkutan dan komunikasi 15,42 15,25 16,44 16,39 16,57 16,67

3. Jasa-jasa** 6,36 6,30 6,93 7,02 7,19 7,25

4. Pariwisata 13,77 13,81 15,22 15,49 15,86 16,27

Sumber : BPS Jawa Barat dan BPS Kabupaten Sukabumi, 1998-2003 (diolah). Keterangan :

** : Jasa-jasa meliputi pemerintahan umum, swasta (sosial kemasyarakatan, perorangan dan rumah tangga).

Pada Tabel 5.5, terdapat empat sektor ekonomi basis berdasarkan indikator pendapatan yaitu sektor pertanian, sektor angkutan dan komunikasi, sektor jasa-jasa dan sektor pariwisata, hal ini dikarenakan selama periode analisis yaitu tahun 1998-2003 keempat sektor tersebut memiliki nilai LQ>1. Ini menunjukkan keempat sektor inilah yang dapat dihitung nilai pengganda

pendapatannya. Nilai pengganda pendapatan sektor pariwisata selama tahun analisis tahun 1998-2003 tidak konstan, yaitu 13,77; 13,81; 15,22; 15,49; 15,86; dan 16,27. Ini berarti bahwa setiap Rp.1.000.000 di sektor pariwisata maka pendapatan wilayah secara berturut-turut meningkat sebesar Rp.13.770.000; Rp.13.810.000; Rp.15.220.000; Rp.15.490.000; Rp.15.860.000; dan Rp.16.270.000.

Nilai koefisien pengganda pendapatan sektor pariwisata selama tahun analisis mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan cenderung terjadinya penurunan perubahan pendapatan sektor pariwisata selama tahun analisis walaupun terdapat beberapa tahun mengalami peningkatan perubahan pendapatan. Penyebab lain diduga karena pada periode analisis kondisi politik dan keamanan Indonesia yang tidak stabil akibat serentetan peristiwa yang membawa dampak pada penurunan jumlah kunjungan wisatawan ke Indonesia bahkan ke daerah termasuk ke daerah Kabupaten Sukabumi, terlihat dari jumlah kunjungan wisatawan ke Kabupaten Sukabumi (Tabel 1.4). Penurunan jumlah kunjungan ini mengakibatkan jumlah pendapatan yang diterima mengalami penurunan.

Dampak kesempatan kerja dari sektor basis suatu wilayah dapat dihitung dengan nilai koefisien pengganda dari sektor tersebut. Besarnya nilai koefisien pengganda tenaga kerja dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5.6. Nilai Pengganda Tenaga Kerja Sektor Perekonomian Kabupaten

Sukabumi Tahun 1998-2003.

No. Sektor Ekonomi Basis 1998 1999 2000 2001 2002 2003

1. Pertanian 2,30 1,97 2,19 2,03 2,19 2,11

2. Angkutan dan komunikasi 10,95 13,62 11,11 12,49 12,29 12,87

3. Pariwisata 15,34 16,61 13,31 14,83 14,79 14,14

Sumber : BPS Jawa Barat dan BPS Kabupaten Sukabumi, 1998-2003 (diolah).

Pada Tabel 5.6, terdapat tiga sektor ekonomi basis berdasarkan indikator tenaga kerja yaitu sektor pertanian, sektor angkutan dan komunikasi dan sektor pariwisata, hal ini dikarenakan selama periode analisis yaitu tahun 1998-2003 ketiga sektor tersebut memiliki nilai LQ>1. Ini menunjukkan ketiga sektor inilah yang dapat dihitung nilai pengganda tenaga kerjanya. Nilai pengganda tenaga kerja sektor pariwisata dari tahun 1998-2003 berturut-turut adalah 15,34; 16,61; 13,31; 14,83; 14,79; dan 14,14. Ini berarti bahwa setiap 1000 orang tenaga kerja di sektor pariwisata maka tenaga kerja total wilayah secara berturut-turut meningkat sebanyak 15.340 orang, 16.610 orang, 13.310 orang, 14.830 orang, 14.790 orang, dan 14.140 orang. Nilai koefisien pengganda tenaga kerja cenderung berfluktuasi, hal ini disebabkan jumlah penyerapan tenaga kerja sektor pariwisata selama tahun analisis berfluktuasi juga.

5.2. Kebijakan Pengembangan Sektor Pariwisata di Kabupaten Sukabumi Dalam setiap sistem perekonomian, pemerintah senantiasa mempunyai peranan penting. Adam Smith dalam Mangkoesoebroto (2001) mengemukakan teori bahwa pemerintah hanya mempunyai tiga fungsi, yaitu:

1. Fungsi pemerintah untuk memelihara keamanan dalam negeri dan pertahanan.

2. Fungsi pemerintah untuk meyelenggarakan peradilan.

3. Fungsi pemerintah untuk menyediakan barang-barang yang tidak disediakan oleh swasta, seperti jalan-jalan, dam-dam dan lain sebagainya. Selain itu, Mangkoesoebroto (2001) mengemukakan bahwa dalam perekonomian modern peranan pemerintah diklasifikasikan dalam 3 golongan besar, yaitu :

1. Peranan Alokasi.

Peranan pmerintah dalam bidang alokasi adalah untuk mengusahakan agar alokasi sumber-sumber ekonomi dilaksanakan secara efisien .

2. Peranan Distribusi

Peranan lain pemerintah adalah sebagai distribusi pendapatan atau kekayaan. Distribusi pendapatan tergantung dari pemilihan faktor-faktor produksi, permintaan dan penawaran faktor produksi, sistem warisan dan kemampuan memperoleh pendapatan.

3. Peranan Stabilisasi

Selain peranan alokasi dan distribusi, pemerintah mempunyai peranan utama sebagai alat stabilisasi peerkonomian. Perekonomian yang sepenunhnya diserahkan kepada sektor swasta akan sangat peka terhadap goncangan keadaan yang akan menimbulkan pengangguran dan inflasi. Dalam dunia modern, pemerintah diharapkan peranannya semakin besar dalam mengatur jalannya perekonomian. Dalam hal ini pemerintah mempunyai peranan untuk mengatur, memperbaiki atau mengarahkan aktivitas sektor swasta terutama dalam mengelola sumberdaya-sumberdaya yang ada. Pemerintah dan

swasta bersama-sama membentuk suatu pola kemitraan untuk mengembangkan sumberdaya yang dimiliki yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian.

Pariwisata merupakan salah satu sumber daya yang dapat di manfaatkan dan dikembangkan dalam proses pembangunan guna meningkatkan pendapatan daerah dan penyerapan tenaga kerja. Ada beberapa daerah yang menjadikan sektor pariwisata menjadi unggulan pendapatan asli daerahnya, seperti halnya Kabupaten Sukabumi yang berusaha memanfaatkan kondisi ini. Pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi berupaya meningkatkan peranan pariwisata dalam perekonomian daerah yang direalisasaikan dalam berbagai kebijakan. Kebijakan merupakan suatu ketetapan yang memuat prinsip-prinsip untuk mengarahkan cara-cara bertindak yang dibuat secara terencana dalam mencapai tujuan tertentu.

Kebijakan yang berkaitan dengan sektor pariwisata Kabupaten Sukabumi yaitu:

1. Kebijakan pengembangan potensi sumberdaya ekonomi. a. Program penataan dan pengembangan kepariwisataan. b. Program pengembangan pemasaran pariwisata.

2. Kebijakan pemantapan kinerja pemerintah.

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan aparat pariwisata (penyelenggara Dinas budaya dan pariwisata (Disbudpar) Jawa Barat). 3. Kebijakan pemantapan pembinaan kesadaran hukum.

Sosialisasi sadar wisata di kalangan masyarakat. 4. Kebijakan pengembangan infrastruktur.

Koordinasi dengan Dinas Perhubungan dan Bina Marga. 5. Kebijakan peningkatan partisipasi masyarakat.

Bantuan stimulan kepada Badan penyelamat wisata tirta (Balawista), PHRI, Kelompok penggerak pariwisata (kompepar), Komite Peduli Pariwisata Sukabumi (KPPS).

Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi juga, pada tahun 2005 telah mengeluarkan kebijakan di sektor pariwisata yaitu meningkatkan kualitas Sapta Pembangunan Kawasan Pariwisata Terpadu, yang direalisasikan ke dalam tujuh program, yaitu:

1. Membina dan mengembangkan objek dan daya tarik wisata. 2. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). 3. Sadar wisata dibudayakan berdasarkan Sapta Pesona. 4. Meningkatkan peran swasta dan menetapkan iklim usaha. 5. Meningkatkan dan memperluas aksesibilitas.

6. Menggencarkan pemasaran dan promosi.

7. Memantapkan kelembagaan dan pengaturan serta kerja sama lintas sektoral.

Secara umum kebijakan di sektor pariwisata yang telah dikeluarkan

Dokumen terkait