• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.8. Kerangka Pemikiran

Untuk kondisi nasional, khususnya pada masa Orde Baru, penanganan masalah sosial (kemiskinan dengan berbagai manifestasinya) cenderung didasarkan pada kebijakan dan program yang sentralistik. Sehingga masalah sosial seringkali tidak lagi dianggap sebagai masalah masyarakat. Dengan kondisi demikian yang berlangsung selama tiga dekade lebih, dewasa ini masyarakat menjadi kurang menyadari masalah sosial yang ada di lingkungannya dan kurang mampu memanfaatkan potensi dan sumber sosial yang ada untuk menangani masalah sosial yang ada tersebut.

Dengan demikian, kondisi masyarakat berada dalam situasi struktural yang tidak memperoleh kesempatan secara bebas menyampaikan aspirasi dan merealisasikan potensi mereka dalam penanganan masalah sosial, sehingga masyarakat berada dalam kondisi yang skeptis dan tidak berdaya (Hikmat, 2003).

Masyarakat yang terbiasa memperoleh program bantuan dari pemerintah tanpa bersusah payah menjadi kurang memiliki inisiatif untuk mengatasi masalahnya sendiri. Di lain pihak, sejak krisis ekonomi melanda Indonesia kemampuan pemerintah untuk memberikan program bantuan kepada masyarakat menjadi berkurang padahal jumlah penyandang masalah kemiskinan justru bertambah.

Di lokasi kajian terdapat sekitar 49,57% penduduknya mengalami masalah kemiskinan. Mereka miskin karena mereka memang sudah tidak tahu lagi apa yang harus dikerjakan untuk meningkatkan penghasilan. Keterampilan mereka di luar pertanian, pertukangan dan berjualan tidak ada, padahal lahan pertanian sebagian besar dimiliki oleh bangsawan kaya dan orang kaya dari luar desa. Artinya mereka memiliki lapangan kerja yang sangat terbatas, padahal mereka harus tetap memperoleh penghasilan untuk menghidupi keluarga mereka yang rata-rata berjumlah empat orang. Akibatnya banyak diantara mereka yang bekerja sebagai buruh tani, buruh bangunan atau buruh serabutan dengan penghasilan yang rendah dan tidak menentu.

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang dirasakan oleh masyarakat Desa Mambalan. Kemiskinan di Desa Mambalan ditandai dengan beberapa keterbatasan antara lain keterbatasan pemilikan lahan pertanian dan ternak, keterbatasan akses pelayanan dan fasilitas publik, keterbatasan akses lapangan kerja, serta keterbatasan penghasilan. Menurut pendapat masyarakat, seseorang dikatakan miskin jika mereka tidak mempunyai penghasilan tetap dan sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang pokok sehari-hari, sedangkan lahan atau ternak yang dimiliki tidak ada.

Secara struktural, kemiskinan di Desa Mambalan disebabkan oleh struktur masyarakat yang tidak seimbang, kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada warga miskin, dan sebagian lagi karena kondisi geografis yang terisolir. Struktur masyarakat yang tidak seimbang tersebut ditandai dengan adanya pelapisan masyarakat yang masih kaku berdasarkan jabatan dan harta yang dimiliki, serta kepemilikan lahan yang tidak merata. Lahan hanya dimiliki oleh sebagaian kecil warga, padahal mata pencaharian penduduk sebagaian besar sebagai petani. Dengan struktur yang demikian tentu saja akan berdampak pada kemampuan masyarakat lapisan bawah untuk memanfaatkan sumber-sumber ekonomi dan pembangunan yang tersedia. Selain itu dari sisis pemerintah sendiri, dengan kondisi warga miskin tersebut menganggap mereka lemah, malas dan perlu dibantu melalui program-program bantuan. Oleh karena itu mereka jarang dilibatkan dalam prencanaan program pembangunan, sehingga program pembangunan yang turun untuk mereka banyak yang tidak menyentuh akar

permasalahan yang mereka alami. Dengan luasnya wilayah Desa Mambalan yang juga berbatasan dengan hutan dan pegunungan menyebabkan sebagian wilayahnya terisolir karena fasilitas transportasi berupa jalan maupun angkutan umum tidak memadai. Dengan demikian kegiatan ekonomi warganya menjadi tidak bisa berkembang cepat karena pema saran hasil pertanian dan perkebunan tidak lancar.

Secara kultural, kemiskinan di Desa Mambalan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan karena tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya keterampilan di luar pertanian dan peralatan kerja untuk menunjang pekerjaannya, serta kurangnya penguasaan bahasa baik bahasa Indonesia apalagi bahasa Inggris. Kondisi yang demikian ini tentu saja akan mengurangi nilai kompetitif mereka dalam mencari kerja di kota ataupun menjadi TKI di luar negeri. Selain kondisi ini keluarga miskin di Desa Mambalan juga cepat puas dengan apa yang ada, masih tergantung pada pemerintah, dan mereka merasa lebih rendah (inferior) sehingga bila bertemu dengan orang dari luar lingkungannya mereka malu mengungkapkan keinginannya. Dalam perayaan hari-hari besar agama atau upacara adat mereka melaksanakannya secara besar-besaran dengan biaya besar yang diperoleh dari investasi yang sudah diniatkan untuk acara tersebut, atau menjual ternak yang dimiliki. Selain itu, besarnya jumlah anggota keluarga miskin ini juga memperberat perbaikan ekonomi keluarga, karena banyak yang harus diberi makan dan disekolahkan.

Pada akhirnya kemiskinan komunitas yang disebabkan oleh dimensi struktural dan dimensi kultural tersebut mengakibatkan keterasingan mereka dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik (pemerintahan). Dalam memberikan pelayanan program pembangunan, lembaga pemerintah desa memang tidak membeda -bedakan sasarannya asalkan memenuhi kriteria, namun pengaruh dari struktur sosial yang ada mau tidak mau ikut juga menjadi penentu sasaran pelayanan program pembangunan tadi. Akhirnya, warga yang berpengaruh, aktif di kantor desa dan dekat dengan elit desa, meskipun ia tidak terlalu miskin dapat menikmati pelayanan program pembangunan yang semestinya diperuntukkan bagi orang yang benar-benar membutuhkan (miskin).

Dalam kehidupan sosial masyarakat, pola-pola relasi antar orang, relasi antara orang dengan lembaga pemerintah desa, dan pola relasi antara lembaga pemerintah desa dengan lembaga yang lain juga turut terpengaruh oleh adanya stratifikasi masyarakat dan keadaan kekurangan kaum miskin ini (dimensi struktural dan kultural). Akibatnya pola-pola relasi yang ada dalam masyarakat sedikit-demi sedikit bergeser menjadi pola-pola relasi yang dibentuk oleh faktor ekonomi, timpang, dan menguntungkan yang kaya. Dalam kondisi seperti ini orang yang kaya dihormat, sedangkan yang miskin kurang diperhatikan kerena keberadaanya tidak memiliki pengaruh apa-apa.

Dengan adanya semua kondisi tidak mendukung yang membelenggu warga miskin tersebut menjadikan mereka menjadi tidak berdaya, dan yang lebih parah lagi mereka sudah mulai kehilangan harapannya untuk meningkatkan kondisi kehidupannya (fatalis). Kondisi ketidakberdayaan mereka ini terlihat dari rendahnya tingkat partisipasi mereka dalam kegiatan kemasyarakatan maupun dalam kegiatan pemerintahan (desa). Mereka jarang hadir dalam kegiatan rapat desa ataupun pertemuan di tingkat komunitas. Dengan demikian mereka tidak memiliki pengetahuan dan informasi tentang sumber-sumber ekonomi dan pembangunan, sehingga akses mereka lemah terhadap sumber-sumber tersebut.

Pada akhirnya tingkat kemandirian mereka juga sangat rentan. Hal ini bisa terlihat dari sumber daya seperti lahan, program pembangunan untuk masyarakat dan kredit perbankan yang tidak bisa mereka manfaatkan, hilangnya inovasi, rendahnya kreativitas dan produktivitas, serta pada akhirnya sulit untuk mewujudkan keswadayaanya sebagai anggota komunitas yang terdiri dari manusia -manusia yang sebenarnya memiliki daya, harkat dan martabat, serta hak yang sama dengan warga komunitas yang lain.

Untuk lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran pemberdayaan komunitas miskin di Desa Mambalan ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1: Kerangka Pemikiran Pemberdayaan Komunitas Miskin di Desa Mambalan. Kemiskinan Komunitas Struktur Masyarakat yang tidak seimbang. Kebijakan Pemerintah yang tidak berpihak pada warga miskin. Keterasingan warga miskin dalam kehidupan sosial dan politik (pemerintahan). . Tingkat Keberdayaan Komunitas Miskin. Tingkat Kemandirian: - Keswadayaan. - Kreativitas. - Inovasi. - Produktivitas. Tingkat P artisipasi: - Kehadiran. - Usulan, Kritik, Saran. - Perencanaan. - Pelaksanaan. - Pemeliharaan. Kondisi Geografis yang terisolir. Kurangnya pengetahuan, keterampilan, penguasaan bahasa dan peralatan kerja.

Fatalis, boros, tergantung dan inferior. Jumlah anggota keluarga

Berdasarkan semua kondisi ini maka dilakukan kajian keadaan komunitas dan penyusunan program bersama-sama dengan komunitas yang kemudian menghasilkan suatu lembaga swadaya lokal sebagai wadah partisipasi bagi setiap warga komunitas. Dengan adanya wadah lembaga tersebut diharapkan dapat diperkuat kelembagaan lokal yang dimiliki masyarakat melalui pertemuan rutin mingguan warga untuk membahas permasalahan yang ada dan cara-cara yang bisa ditempuh untuk mengatasinya.

Diharapkan dengan adanya pelembagaan kegiatan pertemuan ini, komunitas dapat melakukan proses pemahaman diri (konsientisasi) mengenai keberadaan mereka, permasalahan mereka, hak-hak mereka, potensi dan sumber yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi permasalahan yang ada, dan kemudian merencanakan suatu program bersama, melaksanakan, mengevaluasi dan memelihara hasil-hasilnya.

Setelah mereka memahami posisi, hak-hak, permasalahan dan sumber- sumber yang bisa dimanfaatkan komunitas juga bisa mengadakan pendekatan kepada pemerintah desa untuk membuat kebijakan yang mendukung partisipasi dan kemandirian komunitas dalam meningkatkan kondisi kehidupannnya sendiri. Dalam hal ini pemerintah desa juga perlu diyakinkan bahwa lembaga swadaya lokal ini dibentuk bukan untuk menyaingi atau menentang keberadaan pemerintah desa, melainkan untuk membantu meringankan tugas pemerintah desa dalam pembangunan. Dengan demikian secara tidak langsung akan membawa nama baik kepala desa yang telah berhasil da lam membina warganya untuk melaksanakan pembangunan secara swadaya.

Selain itu pengurus lembaga swadaya lokal ini juga perlu mendekati dinas instansi terkait untuk membuat kebijakan yang lebih fleksibel, yang mendukung perencanaan dari bawah dalam pelaksanaan proyek pembangunan fisik maupun proyek pengadaan bantuan kepada komunitas.

3.1. Lokasi dan Waktu Kajian

Kajian Lapangan dilaksanakan di Desa Mambalan Kecamatan Gunungsari Kabupaten Lombok Barat Propinsi NTB, yang dimulai sejak Praktek Lapangan I (dilaksanakan pada tanggal 9 Nopember sampai dengan 1 Desember 2004), kemudian dilanjutkan dengan Praktek Lapangan II (dilaksanakan pada tanggal 21 Pebruari sampai dengan 5 Maret 2005), dan untuk Kerja Lapangan dalam rangka Kajian Pengembangan Masyarakat ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2005.

Tabel 1

Jadwal Kajian Pengembangan Masyarakat Tahun 2004/2005.

2004 2005

No. Jadwal Kegiatan

11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1. Pemetaan Sosial 2. Evaluasi Program 3. Penyusunan Proposal Kajian 3. Pelaksanaan Kajian 4. Penulisan Laporan 5. Seminar dan Ujian 3.2. Metode Kajian

Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah penelitian kualitatif, dengan menggunakan strategi studi kasus terhadap warga miskin agar bisa memaha mi masalah kajian secara mendalam, menyeluruh dan rinci. Adapun

teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: wawancara mendalam, pengamatan berperanserta, dan kajian dokumen. Penyusunan programnya menggunakan metode PRA dengan menggunakan teknik diskusi kelompok.

3.2.1. Sasaran dan Sampling

Sasaran dalam kajian ini adalah warga miskin di Desa Mambalan, dengan menggunakan teknik sampling purposive sampling, yaitu menentukan sample dengan pertimbangan tertentu yang dipandang dapat memberikan data secara maksimal (Arikunto, 2002). Teknik sampling ini digunakan untuk menarik sample dengan sengaja (non random), karena alasan-alasan diketahuinya sifat-sifat sampel itu. Purposive sampling ini merupakan teknik penarikan sampel yang berdasarkan penilaian atau tujuan-tujuan dari penilaian yang dilakukan oleh pengkaji. Tujuan itu akan bersifat khusus.

Dalam hal ini responden yang dipilih adalah warga miskin di Desa Mambalan yang memenuhi kriteria, termasuk perempuan dan anak-anak. Sedangkan informannya terdiri dari tokoh masyarakat yang peduli dengan masalah kemiskinan, kepala dusun dan aparat desa khususnya kepala desa, sekretaris desa dan Kaur Pembangunan. Termasuk juga yang menjadi informan adalah petugas dari dinas instansi terkait yang telah melaksanakan program pembangunan/proyek di lokasi kajian dan pendamping program yang diangkat dari warga setempat.

3.2.2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode:

1. Wawancara Mendalam, dilakukan terhadap responden dan informan guna mengumpulkan data primer berupa informasi mengenai pengalaman hidup, pendapat mereka tentang pelaksanaan program pembangunan di lingkungannya, faktor yang mendukung dan menghambat mereka berpartisipasi dalam proses pembangunan yang ada (Tabel 2).

Tabel 2

Rincian Responden, Informan dan Cara Pengumpulan Data

No. Tujuan Kajian Variabel Data dan

Informasi Sumber Data Metode Rekaman 1. Menganalisa karakteristik dan penyebab kemiskinan di lokasi kajian. Penghasilan, Pemilikan, Pendidikan, Keterampilan, Kesehatan, akses sumber, hubungan sosial. Karakteristik dan penyebab kemiskinan. Warga miskin dan tokoh masyarakat. Wawancara, pengamatan berperan serta dan kajian dokumen. Catatan harian dan dokumen. 2. Menganalisa potensi, sumber , dan kelembagaan lokal untuk mengatasi masalah kemiskinan. Jml penddk, keterampilan, luas lahan, peranan lembaga lokal, relasi dalam komunitas. Kependudukan Pekerjaan, Lahan, kelembagaan lokal. Warga miskin, tokoh masyarakat dan aparat desa. Wawancara, pengamatan berperan- serta dan kajian dokumen. Catatan harian dan dokumen. 3. Menganalisa faktor-faktor penting yang mempengaruhi partisipasi dan kemandirian komunitas miskin. Kehadiran, masukan, keterlibatan, inovasi, kreativitas, produktivitas, swadaya.. Proses pemberdayaan, permasalahan dan potensi komunitas miskin. Warga miskin, tokoh masyarakat dan petugas dinas instansi terkait. Wawancara, pengamatan berperan- serta dan kajian dokumen. Catatan harian. 4. Perancangan Program Pemberdayaan Komunitas Miskin. Fenomena kemiskinan, akses sumber, dan pengalaman program pemberdayaan. Masalah, potensi, dan program pemberdayaan yang telah dilaksanakan. Warga miskin, tokoh masyarakat dan aparat desa. Diskusi Kelompok. Catatan proses dan dokumen.

2. Pengamatan Berperanserta, dilaksanakan di lokasi Kerja Lapangan terhadap kondisi fisik keluarga miskin, kebiasaan sehari-hari mereka, serta hubungannya dengan lembaga-lembaga pelayanan dan fasilitas publik.

3. Kajian Dokumen, dilakukan terhadap arsip-arsip yang berhubungan program pembangunan yang diperoleh dari berbagai Stakeholders, seperti:

b. Pendamping Program yang berada di desa, berupa data perkembangan program.

c. Petugas Dinas Intansi Penanggung Jawab Program, berupa buku pedoman pelaksanaan program.

4. Diskusi Kelompok, dilakukan untuk memperoleh pendapat dan saran peserta dalam proses perancangan program.

3.2.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan te rus menerus. Data kualitatif bersumber dari wawancara mendalam dan pengamatan berperan serta. Data tersebut kemudian dianalisis dengan melalui tahapan :

1. Reduksi data, yaitu melakukan pemilihan, penggolongan dan penyederhanaan data “kasar” yang muncul dalam catatan-catatan tertulis di lapangan. Data- data tersebut tentu saja dipusatkan pada masalah kemiskinan dan pemberdayaan.

2. Penyajian data, yaitu upaya untuk menampilkan sekumpulan data dan informasi dalam bentuk yang sederhana dan mudah dipahami melalui tebel, gambar dan alur masalah.

3. Penarikan kesimpulan, yaitu tahap menjawab permasalahan dan tujuan kajian namun dengan tetap melakukan triangulasi untuk meyakinkan validitas kesimpulan yang dibuat. Dengan demikian dapat dibuat rekomendasi program untuk pemecahan masalah.

3.3. Metode Perancangan Program

Perancangan program merupakan lanjutan dari kegiatan pengkajian keadaan masyarakat yang dilakukan untuk mengidentifikasi masalah, kebutuhan dan potensi dengan menggunakan teknik-teknik PRA (Parcipatory Rural Appraisal atau metode pengkajian keadaan desa secara partisipatif). Hasil kajian

tersebut dijadikan bahan untuk menyusun Rencana Kegiatan yang sederhana, jelas dan wajar. Artinya, bentuk rancangan itu benar-benar dapat dilaksanakan oleh masyarakat dengan dukungan dari lembaga mitra yang mempunyai hubungan kerja dengan Desa Mambalan.

Adapun tujuan dari penyusunan rencana kegiatan ini adalah: (1) Memfasilitasi masyarakat untuk menyusun kegiatan mereka sendiri berdasarkan masalah, kebutuhan dan potensi yang dimiliki; (2) Mendapatkan perencanaan dari komunitas lokal sendiri (keluarga miskin) yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah ataupun LSM sebagai bahan perencanaan program lembaga itu sendiri di Desa Mambalan.

Dalam kegiatan perancangan program ada beberapa tahapan kegiatan yang dilalui yaitu:

A. Persiapan

Perancangan program merupakan kegiatan yang cukup besar, dengan melibatkan cukup banyak peserta dan memerlukan waktu yang memadai. Oleh karena itu persiapan yang sebaik -baiknya perlu dilakukan. Tahap persiapan ini ter diri dari:

1. Persiapan Bahan-Bahan Perencanaan

Seluruh informasi hasil kajian dengan teknik-teknik PRA dikumpulkan oleh Tim PRA dan dikaji bersama. Untuk mempermudah proses perencanaan, dibuat tulisan masing-masing pada selembar kertas besar, mengenai:

• Berba gai data yang terkumpul dari seluruh penerapan teknik.

• Berbagai potensi yang terkumpul dari seluruh penerapan teknik. Berdasarkan pengalaman, masyarakat senang bila diminta mempersiapkan bahan yang akan disampaikannya sendiri pada pertemuan di desa.

2. Penyepakatan Waktu

Waktu pertemuan penyusunan rencana kegiatan tentu saja disepakati dengan masyarakat agar waktu pertemuan tidak mengganggu waktu kerja

mereka. Kita tidak bisa sehari penuh melakukan pertemuan dengan masyarakat. Waktu yang diperlukan kemudian dibagi dalam 3 hari, yang meliputi:

• Hari pertama untuk persentasi seluruh hasil temuan dan pengoganisasian masalah

• Hari kedua untuk kajian alternatif pemecahan masalah dan pilihan kegiatan

• Hari ketiga untuk penyusunan rencana kegiatan. 3. Persiapan Teknis

Persiapan teknis yang dilakukan antara lain adalah:

• Menyepakati jadwal pertemuan dengan masyarakat

• Mengundang berbagai kelompok masyarakat untuk hadir dalam pertemuan (bisa dengan lisan atau dengan undangan tertulis)

• Mempersiapkan tempat pertemuan (yang agak luas)

• Mempersiapkan konsumsi (kopi/teh, makanan kecil)

• Mempersiapkan alat-alat dan bahan seperti: kartu-kartu, kertas besar, lem, selotip dan alat tulis.

B. Pelaksanaan Pleno Desa

1. Pembukaan, Penyampaian Maksud dan Tujuan

Setelah peserta pertemuan desa berkumpul, ‘pimpinan rombongan’ Tim PRA menyampaikan kembali maksud dan tujuan dari pertemuan ini. Selain itu dari pemuka masyarakat, seperti kepala desa dan wakil tokoh masyarakat menyampaikan sambutan singkat kepada masyarakat mengenai adanya kegiatan penerapan PRA ini.

2. Penyajian Seluruh Hasil Informasi

Pengkaji (ketua Tim PRA) menyampaikan seluruh hasil kajian kepada peserta pertemuan. Hasil kajian disampaikan dalam bentuk rangkuman, dan menyampaikan masalah-masalah utama yang ditemukan di desa serta

potensi yang ada. Setiap penyajian didiskusikan bersama oleh peserta pertemuan.

3. Pengorganisasian Masalah.

Masalah-masalah yang muncul di masyarakat akan sangat beraneka ragam, meskipun kajian hanya menekankan pada masalah kemiskinan. Masalah kemiskinan yang muncul banyak berkaitan dengan bidang-bidang lain seperti lingkungan alam, sosial, budaya, kebijakan pemerintah dan lain- lain. Oleh karena itu tidak mungkin menangani semua masalah yang dihadapi sekaligus pada saat yang bersamaan. Dengan demikian perlu dilakukan ‘seleksi’ dengan proses pengorganisasian masalah dengan cara : a. Pengumpulan Masalah

Setelah penyajian seluruh hasil kajian, masalah-masalah yang muncul kemudian ditampilkan seluruhnya di atas kertas lebar yang ditempelkan di dinding. Masalah-masalah ini da pat saja dikurangi apabila peserta mengusulkan agar sejumlah masalah di ‘drop’ karena tidak layak dibahas. Biasanya pada saat pengkajian hubungan sebab- akibat masalah, muncul tampilan masalah-masalah baru.

a. Pengelompokan Masalah

Tujuan dilakukannya pengelompokkan masalah ini antara lain adalah:

• Menyederhanakan tampilan seluruh permasalahan di desa.

• Mendiskusikan pembidangan pembangunan desa.

• Mendiskusikan bidang/aspek kehidupan yang mana di desa yang paling banyak masalah.

Langkah-langkahnya:

• Pengelompokan masalah dilakukan dengan cara menyatukan masalah-masalah yang dianggap berada dalam satu topik.

• Menulis masing-masing masalah di atas kartu-kartu, sehingga proses pengelompokan ini lebih mudah dilakukan.

• Menempel kartu-kartu satu per satu saling berdekatan bila dianggap sebagai satu kelompok masalah. Tempelkan dengan selotip kecil agar mudah dipindah (dikoreksi).

• Menyepakati bersama setiap penempelan kartu masalah tersebut, jangan sampai ditentukan oleh pendapat seseorang yang dominan.

• Apabila pengelompokan itu sudah dianggap tepat, baru kartu-kartu itu dilem dengan kuat.

• Menuliskan di atas kartu berwarna lain, nama topik untuk setiap kumpulan masalah (misalnya: masalah hutan, masalah pertanian, masalah kesehatan, masalah pemasaran, dan lain-lain).

b. Kajian Hubungan Sebab-Akibat Masalah

Tujuan kajian hubungan sebab-akibat masalah antara masalah-masalah yang ada, yaitu:

• Mengkaji masalah-masalah apa yang menjadi penyebab dari masalah yang lain.

• Mengkaji masalah yang paling banyak menyebabkan masalah lainnya, yang disebut sebagai AKAR MASALAH.

• Mengkaji masalah-masalah apa yang menjadi akibat dari masalah yang lain.

Manfaat kajian hubungan sebab-akibat antara lain adalah:

• Masyarakat dapat melihat permasalahan yang mereka hadapi secara menyeluruh dalam bentuk visual (bagan hubungan sebab- akibat).

• Masyarakat dapat menilai permasalahan itu sebagai suatu keadaan yang tidak bisa dipisah-pisah, sehingga perlu dipecahkan bersama. Langkah-langkah pelaksanaanya meliputi:

• Menempelkan kartu-kartu satu per satu saling berdekatan bila dianggap memiliki hubungan sebab-akibat. Untuk memudahkan

dimulai dengan masalah-masalah yang berada dalam satu kelompok (satu topik).

• Menempelkan dengan selotip kecil agar mudah dipindah (dikoreksi).

• Menyepakati bersama setiap penempelan kartu masalah tersebut, jangan sampai ditentukan oleh pendapat seseorang yang dominan.

• Setelah pengelompokan itu sudah dianggap tepat, baru kartu-kartu itu dilem dengan kuat.

c. Pengurutan Prioritas masalah

Bagian terpenting dari Pleno Desa adalah penyepakatan prioritas masalah yang dirasakan paling penting dan juga memiliki potensi (sumber daya) untuk merancang kegiatan yang benar-benar bisa dilaksanakan. Langkah-langkahnya adalah:

• Dari hasil analisis pohon masalah, kemudian dipilih sejumlah masalah yang paling penting untuk dicantumkan di dalam tabel prioritas masalah.

• Mendiskusikan alasan-alasannya dan menyepakati pilihan tersebut (jangan ditentukan oleh seseorang yang dominan), diminta pendapat dari banyak pihak.

• Setelah sejumlah masalah utama terpilih, kemudiaan dilakukan penilaian untuk mengurutkan masalah utama tersebut (prioritas masalah) dengan Teknik Bagan Urutan (Matriks Ranking).

Untuk menyepakati pemilihan masalah maupun untuk menentukan prioritas masalah hasil seleksi tersebut, diperlukan kriteria-kriteria yang disepakati bersama. Kriteria -kriteria yang digunakan untuk membuat prioritas masalah adalah: mendesak, merupakan masalah utama (akar masalah), dirasakan oleh banyak orang, adanya ketersedian potensi dan sumberdaya, serta dapat membantu meningkatkan pendapatan.

4. Pembahasan Alternatif -alternatif Kegiatan

Berdasarkan bagan prioritas masalah di atas, masyarakat mengembangkan gagasan kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Oleh karena suatu masalah dapat saja dipecahkan melalui berbagai cara, maka masyarakat diajak untuk memilih kegiatan yang paling mungkin dilaksanakan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, misalnya dengan mengkaji kebutuhan alat dan bahan, serta modal untuk masing-masing pilihan yang ada dibandingkan dengan sumberdaya

Dokumen terkait