• Tidak ada hasil yang ditemukan

Remaja putri adalah kelompok produktif yang beresiko tinggi mengalami anemia. Hal ini dikarenakan pada masa remaja terjadi pertumbuhan pesat serta terjadinya menstruasi. Salah satu dampak anemia pada remaja adalah dapat menyebabkan kelelahan (Brown 2011). Pencegahan anemia dapat dilakukan dengan suplementasi besi. Suplementasi besi dapat meningkatkan kadar hemoglobin darah (Risonar et al 2008, Leenstra et al. 2009, Joshi dan Gumastha 2013, Angeles- Agdeppa et al 1997, Sungthong 2002) serta dapat menurunkan/mengurangi kelelahan (Verdon et al. 2003, Dio et al. 2012, Wiludjeng LK 2005). WHO merekomendasikan dosis pemberian suplemen besi pada remaja adalah 1 tablet seminggu (WHO 2011), tetapi Kemenkes menetapkan dosis pemberian 1 tablet setiap minggu dan 1 tablet setiap hari selama 10 hari menstruasi (Depkes 2003). Disisi lain diketahui bahwa keberhasilan program suplementasi tablet besi perlu didukung oleh strategi KIE efektif, sehingga diperlukan pengembangan model suplementasi tablet besi untuk remaja putri di sekolah antara lain dengan disertai pendidikan gizi (Zavaleta et al. 2008, Zulaekah & Widajanti 2010, Dwiriani et al. 2011, Jannah 2013). Oleh karenanya perlakuan suplementasi dibedakan berdasarkan cara pemberian suplemen besi, yaitu 1) mingguan (M), 2) mingguan dan selama menstruasi (M+Mens), 3) mingguan disertai pendidikan gizi (M+PG).

Status anemia yang diukur dengan kadar hemoglobin, dalam suplementasi dipengaruhi oleh tingkat kepatuhan sampel mengonsumsi suplemen tablet. Penelitian Soekarjo et al (2004) menyimpulkan bahwa suplementasi besi tidak merubah kadar Hb, hal ini berhubungan dengan rendahnya tingkat kepatuhan serta adanya efek samping yang dirasakan oleh sampel. Hasil penelitian Basri (2011) faktor yang berpengaruh secara signifikan dengan anemia pada ibu hamil adalah kepatuhan mengonsumsi tablet tambah darah, dengan nilai R square sebesar 0.507. Pendidikan gizi dilaksanakan untuk meningkatkan kepatuhan subjek mengonsumsi suplemen. Penelitian Wiradriyani et al (2013) menyimpulkan bahwa kualitas penyuluhan seperti kejelasan pesan dari petugas kesehatan, berhubungan dengan kepatuhan ibu hamil dalam mengonsumsi tablet besi.

Infeksi kesehatan seperti kecacingan, malaria, HIV/AIDS, dan Tubercolosis diketahui berpengaruh terhadap status besi (Stoltzfus dan Dreyfuss 2004), sehingga riwayat kesehatan subjek diamati. Anemia berhubungan dengan kecacingan pada anak Uganda (Koukounari et al 2006). Disamping itu, riwayat menstruasi juga berhubungan dengan status anemia. Hasil penelitian Prasika (2011) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan negatif dan signifikan antara lama menstruasi terhadap kadar hemoglobin pada remaja siswi SMA Negeri 1 Wonogiri (-0.624, p=0.000)

Status anemia juga dipengaruhi oleh kebiasaan kualitas konsumsi pangan. Remaja putri sering mengalami anemia dikarenakan lebih banyak mengonsumsi makanan nabati dibandingkan hewani, lebih sering melakukan diit karena ingin langsing dan mengalami setiap bulan (Depkes 2001). Kebanyakan remaja yang mempunyai status besi rendah disebabkan oleh kualitas konsumsi pangan yang rendah. Studi yang dilakukan oleh Briawan (2008) pada mahasiswi di Bogor menyimpulkan bahwa hampir 50% mahasiswi biasa makan dua kali sehari, dengan frekuensi konsumsi lauk nabati lebih banyak dibandingkan dengan lauk pangan hewani.

18

Pengetahuan gizi dapat mempengaruhi konsumsi pangan seseorang. Konsumsi pangan individu dipengaruhi karakteritik individu itu sendiri, meliputi pengetahuan gizi, status gizi dan sosial ekonomi keluarga. Kerangka operasional penelitian secara keseluruhan disajikan pada gambar 1.

Gambar 1. Kerangka penelitian pengaruh pemberian suplemen besi terhadap kadar hemoglobin dan tingkat kelelahan pada remaja putri

: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteiliti

Pengetahuan gizi awal Kepatuhan konsumsi suplemen Karakteristik individu: - Umur - Uang saku - Sosek keluarga - Riwayat menstruasi Konsumsi pangan Perlakuan suplementasi: 1. Mingguan 2. Mingguan + menstruasi 3. Mingguan + pend.gizi

Status Anemia Riwayat kesehatan

Tingkat Kelelahan

19

4 METODE

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini adalah kuasi eksperimental. Intervensi berupa pemberian suplemen besi bentuk tablet (60 mg besi elemental dan 0.25 mg asam folat) selama 14 minggu pemberian. Sampel dikelompokkan dalam tiga perlakuan, yaitu 1) mingguan (M), 2) minggun dan selama menstruasi (M+Mens), serta 3) mingguan disertai pendidikan gizi (M+PG). Penelitian dilakukan di kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat yang memiliki prevalensi anemia tinggi berdasarkan survey cepat anemia remaja Kabupaten Tasikmalaya tahun 2013 (23.2%). Penelitian dilakukan di tiga SMA/sederajat. Pemilihan sekolah dilakukan secara purposive dengan pertimbangan: 1) memiliki prevalensi anemia remaja tinggi berdasarkan survey cepat anemia remaja Kabupaten Tasikmalaya tahun 2013, yaitu Kecamatan Cigalontang (28.3%), Leuwisari (21.7%), dan Sariwangi (20.0%), 2) murid-murid di ketiga sekolah tersebut memiliki keadaan sosial ekonomi budaya yang relatif sama. Alokasi perlakuan pada sekolah dilakukan secara acak sederhana. Protokol pelaksanaan penelitian ini sudah mendapatkan ethical clearance dari komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia No: 166/UN2.F1/ETIK/2015 (Lampiran 1).

Keseluruhan kegiatan penelitian dari mulai persiapan sampai dengan pengumpulan data akhir dilaksanakan selama kurang lebih delapan bulan dari bulan Desember 2014 sampai dengan Juli 2015. Adapun periode suplementasi tablet besi dilakukan selama 14 minggu yaitu dari bulan Maret 2015 sampai Juni 2015. Lama periode pemberian berkurang dari desain awal penelitian (4 bulan/16 minggu) dikarenakan pada minggu ke-15 dan ke-16 siswa sudah melaksanakan ujian akhir semester, sehingga dirasa tidak akan efektif jika pemberian suplemen besi diteruskan. WHO (2011) menyatakan bahwa suplementasi besi selama 12 minggu efektif dalam meningkatkan kadar hemoglobin. Studi Lawless et al. (1994) menunjukkan suplementasi besi selama 14 minggu meningkatkan kadar hemoglobin secara signifikan (3.2 g/L).

Suplemen Besi dan Perlakuan Intervensi

Suplemen besi yang digunakan untuk semua perlakuan pada penelitian ini adalah sama, yaitu suplemen besi program pemerintah yang berupa tablet dengan komposisi 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat. Suplemen besi tersebut tersimpan dalam bungkus sachet, dimana tiap sachet berisi 30 tablet. Tablet besi tersebut merupakan suplemen besi berdasarkan rekomendasi WHO dan digunakan Kemenkes RI untuk program perbaikan gizi besi pada remaja/WUS, ibu hamil dan ibu nifas. Suplemen besi ini didalam bahasa program disebut tablet tambah darah (TTD). Dosis besi 60 mg diketahui efektif meningkatkan kadar Hb pada ibu hamil secara signifikan sekitar 11.2 g/l (Briawan, 2008), 10 g/l (Ekstrom 2001), atau 5.7 g/l (Sungthong et al. 2002). Asam folat berperan dalam perbaikan anemia gizi besi, meskipun tidak ada rekomendasi spesifik untuk dosis penggunannya. Didalam perkembangannya, penggunaan dosis zat besi dan asam folat tersebut tetap

20

dipertahankan oleh INACG/WHO/UNICEF pada rekomendasinya untuk program perbaikan gizi besi. Sebagaimana yang digunakan pada studi Tee et al. (1999) di Malaysia, Sungthong et al. (2002) di Thailand, Soekarjo et al. (2004) di Indonesia, Rissonar et al. (2008) di Filipina, dan Zavaleta et al. (2008) di Peru.

Adapun untuk jenis perlakuan pemberian suplemen besi dibedakan menjadi tiga, yaitu 1) mingguan (M), 2) mingguan dan selama menstruasi (M+Mens), dan 3) mingguan dan pendidikan gizi (M+PG). Perlakuan satu minggu sekali mengacu pada rekomendasi WHO (2011) yang menyebutkan bahwa pemberian suplemen besi secara intermittent (sekali, dua kali, atau tiga kali dalam seminggu dengan hari yang tidak berurutan) telah dijadikan guideline untuk mengurangi anemia pada wanita menstruasi, dengan tambahan positif yaitu tingkat kepatuhan konsumsi suplemen yang baik. Sementara perlakuan mingguan dan selama menstruasi (1 tablet/minggu dan ketika menstruasi diberikan setiap hari selama 10 hari dengan lama pemberian 4 bulan) mengacu pada pemberian yang ditetapkan dan diterapkan oleh Kemenkes dalam program penanggulangan anemia gizi besi pada wanita usia subur termasuk remaja (Depkes 2003). Adapun perlakuan mingguan dan pendidikan gizi merupakan modifikasi peneliti, sebagaimana penelitian sebelumnya (Zavaleta et al. 2008, Zulaekah & Widajanti 2010, Dwiriani et al. 2011, Jannah 2013). Pendidikan gizi yang diberikan berupa peyuluhan gizi mengenai anemia dan suplementasi tablet besi. Metode penyuluhan yang dilakukan yaitu metode ceramah, diskusi dan tanya jawab serta pemberian leaflet. Selanjutnya petugas yang memberikan pendidikan gizi adalah peneliti yang juga merupakan tenaga pelaksana gizi puskesmas, dokter puskesmas, dan bidan puskesmas.

Jumlah dan Teknik Penarikan Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah remaja putri berusia 15-18 tahun di tiga sekolah yaitu sekolah menengah atas (SMA)/sederajat terpilih yang bersedia dijadikan sampel penelitian dengan menandatangani informed consent (Lampiran 2). Untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan skrining menggunakan format skrining kriteria inklusi terhadap semua siswi di masing- masing sekolah (Lampiran 3). Kriteria inklusi sampel antara lain mempunyai siklus menstruasi teratur, tidak sedang mengonsumsi suplemen vitamin dan besi dalam 3 bulan terakhir, tidak menderita penyakit hati, tidak sedang menderita penyakit kronis, tidak menderita penyakit kelainan darah seperti Thalasemia dan Hemofili, tidak mengalami kecelakaan yang mengeluarkan banyak darah selama 3 bulan terakhir, serta tidak melakukan donor darah dalam 3 bulan terakhir, serta memiliki salah satu dari kriteria berikut: 1) didiagnosa anemia hasil pemeriksaan klinis oleh dokter (pemeriksaan mata, kulit dan kuku), 2) frekuensi konsumsi pangan hewani kurang dari 2 kali/minggu.

Jumlah minimum sampel yang ditetapkan untuk penelitian ini menggunakan

asumsi bahwa α=5% (Zα=1.96); power of test=90% (Zβ=1.28); SD (Hb) = 9.5 g/l;

d (ΔHb) = 5.7 g/l (Sungthong et al. 2002). Rumus yang digunakan adalah sebagai

berikut:

2 x 2 σ2

21 Keterangan:

n= Jumlah sampel minimal yang diperlukan

α= Selang kepercayaan β= Kekuatan uji

σ= Simpangan baku kadar hemoglobin d= Peningkatan Kadar Hb

Sehingga diperoleh jumlah minimum sampel 58 orang per perlakuan. Dengan asumsi peserta dropout dari penelitian sebesar 10%, maka jumlah sampel minimal adalah 64 orang. Tahapan penelitian secara lengkap ditampilkan pada Gambar 2. Pada tahap awal dilakukan randomisasi perlakuan di 3 sekolah terpilih. Dari sejumlah N sampel pada saat skrining di masing-masing sekolah, diperoleh sejumlah 63 sampel pada masing-masing sekolah yang memenuhi kriteria inklusi pada saat baseline, dan pada saat endline terdapat masing-masing sebanyak 58 sampel pada kelompok M, 59 kelompok M+Mens dan 58 kelompok M+PG yang bersedia mengikuti kegiatan sampai akhir. Meskipun demikian, karena program suplementasi besi merupakan program wajib bagi remaja putri (rematri) yang telah dicanangkan Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya sebagai upaya penanggulangan anemia, maka semua siswi di ketiga sekolah tersebut juga tetap diberi tablet besi tersebut.

Gambar 2 Tahapan penarikan sampel penelitian pengaruh pemberian suplemen besi terhadap kadar hemoglobin dan tingkat kelelahan pada remaja putri

Randomisasi Perlakuan SMAN Sariwangi Skrining (N=134) SMK Tenjonagara Skrining (N=126) MA Cilenga Skrining (N=98) Kelompok M+PG Baseline (n=63) Sampel akhir n=58 Pindah sekolah=2 Menolak melanjutkan=2 Absen endline=1 Kelompok M Baseline (n=63) Absen endline=3 Menolak melanjutkkan=2 Sampel akhir n=58 Kelompok M+Mens Baseline (n=63) Sampel akhir n=59 Menolak melanjutkkan=2 Efek samping=2

22

Pelaksanaan Intervensi

Penelitian ini didalam pelaksanaanya terintegrasi dengan kegiatan pemberian TTD pada remaja putri yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2014/2015. Oleh karenanya pengadaan tablet intervensi disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya. Jumlah suplemen besi untuk masing-masing sampel pada kelompok M dan M+PG adalah sama yaitu 1 tablet/minggu atau 14 tablet/sampel, sehingga jumlah tablet selama intervensi untuk kedua kelompok perlakuan ini adalah 1.764 tablet. Sedangkan jumlah tablet besi untuk kelompok mingguan dan selama menstruasi (M+Mens) adalah 1 tablet/minggu ditambah 10 tablet selama menstruasi (40 tablet/sampel), sehingga jumlah suplemen selama intervensi adalah 2.520 tablet. Jumlah keseluruhan suplemen besi yang diperlukan untuk intervensi adalah 4.284 tablet.

Program suplementasi besi pada remaja putri di Kabupaten Tasikmalaya dilaksanakan secara terintegrasi dengan kegiatan usaha kesehatan sekolah (UKS) di sekolah. Sehingga pelaksanaan penelitian ini pun melibatkan pihak sekolah. Sebelum melakukan intervensi, dilakukan advokasi dan sosialisasi terlebih dahulu dengan pihak sekolah yang akan bersedia menjadi petugas penanggungjawab distribusi. Selain pihak sekolah, penelitian ini juga akan melibatkan pihak lain seperti tenaga pelaksana gizi dan petugas promosi kesehatan Puskesmas sebagai penanggungjawab pelaksanaan program gizi dan kesehatan di wilayah kecamatan/Puskesmas. Pelatihan yang diberikan berupa materi tentang cara distribusi suplemen besi, cara minum suplemen besi, pemantauan konsumsi suplemen besi, dan pengumpulan data yang diperlukan. Petugas lapangan yang dilibatkan adalah 2 orang di masing-masing sekolah. Petugas ini bertanggungjawab dalam proses distribusi, pemantauan konsumsi suplemen besi, serta pengambilan data di lapangan. Jadwal pemberian suplemen besi untuk masing-masing kelompok ditentukan berdasarkan kesepakatan dengan pihak sekolah. Untuk kelompok M pemberiannya setiap hari sabtu, kelompok M+Mens setiap hari kamis dan kelompok M+PG setiap hari jumat bersamaan dengan kegiatan keputrian. Namun jika jadwal pemberian bertepatan dengan tanggal merah (hari libur), maka jadwalnya dialihkan ke hari lain atau suplemen diberikan satu hari sebelumnya atau setelahnya dan dibawa pulang ke rumah untuk diminum.

Penentuan sampel dilakukan melalui skrining meliputi kriteria inklusi serta faktor resiko penyebab anemia. Setelah diperoleh sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi, kemudian dilakukan pengambilan data baseline termasuk pengisian kuesioner serta pengambilan darah sampel untuk pemeriksaan kadar hemoglobin. Seminggu sebelum suplementasi kepada seluruh sampel diberikan kapsul antihelminth (Albendazole 400 mg) yang diminum di tempat. Hal ini dilakukan untuk mengontrol infeksi kecacingan. Selanjutnya intervensi dilakukan setelah seminggu pemberian obat cacing tersebut. Distribusi suplemen besi dilakukan oleh peneliti dengan dibantu oleh guru sekolah, dan pencatatan konsumsi suplemen dilakukan oleh peneliti disamping secara self reported oleh sampel.

Diantara ketiga kelompok perlakuan tersebut, satu kelompok perlakuan diberikan intervensi tambahan berupa pendidikan gizi. Pendidikan gizi yang diberikan berupa peyuluhan gizi mengenai anemia dan suplementasi tablet besi. Metode penyuluhan yang dilakukan yaitu metode ceramah, diskusi dan tanya jawab

23 serta pemberian leaflet. Untuk intervensi pendidikan gizi, dipersiapkan alat bantu penyuluhan (infocus, layar infocus, komputer, bahan materi penyuluhan dalam bentuk slide power point, dan alat pengeras suara). Selanjutnya petugas yang memberikan pendidikan gizi adalah peneliti yang juga merupakan tenaga pelaksana gizi puskesmas, dokter puskesmas, dan bidan puskesmas. Materi bulan pertama mengenai pengertian, penyebab, gejala dan dampak anemia pada remaja disampaikan oleh dokter. Materi bulan ke-2 mengenai kebutuhan zat gizi pada remaja terutama besi, pangan sumber zat besi dan inhibitornya disampaikan oleh peneliti/tenaga pelaksana gizi. Materi bulan ke-3 mengenai pentingnya suplemen besi dan program penanggulangan anemia pada remaja disampaikan oleh bidan desa (Lampiran 4). Selain handout pendidikan gizi, juga diberikan leaflet (Lampiran 5).

Untuk menjaga kepatuhan konsumsi suplemen besi (compliance), dilakukan berbagai upaya diantaranya sosialisasi pada awal kegiatan, penjelasan pada saat pengumpulan data baseline, diusahakan suplemen besi langsung diminum di depan petugas, reminder melalui pesan sms terutama untuk konsumsi tablet selama menstruasi pada kelompok M+Mens dan sampel yang membawa pulang suplemen ke rumah karena sedang berpuasa, verifikasi kepada teman sekelas, serta monitoring dilakukan seminggu sekali melalui pengisian formulir kepatuhan konsumsi suplemen besi yang diisi secara self reported (lampiran 6). Formulir self reported konsumsi suplemen besi berisi data laporan apakah suplemen besi yang diberikan dikonsumsi atau tidak, manfaat yang dirasakan sampel selama seminggu setelah mengonsumsi suplemen besi, keluhan/efek samping yang dirasakan sampel setelah mengonsumsi suplemen besi, alasan tidak mengonsumsi suplemen besi yang diberikan (jika ada suplemen yang tidak dikonsumsi), serta pencatatan mengenai jenis dan banyaknya multivitamin lain selain suplemen besi yang diberikan yang juga dikonsumsi oleh sampel selama penelitian.

Untuk mengontrol faktor confounding terhadap perubahan kadar hemoglobin, maka sampel dengan beberapa kondisi seperti mengalami kecelakaan yang banyak mengeluarkan darah, melakukan donor darah, serta mengalami sakit infeksi atau kronis selama intervensi langsung dikeluarkan. Monitoring penyakit infeksi atau kronis dilakukan menggunakan formulir morbiditas (keluhan sakit) reponden yang diisi secara self reported setiap satu bulan sekali (Lampiran 7). Formulir tersebut berisi jenis dan lama penyakit kronis atau infeksi yang diderita sampel selama satu bulan terakhir selama intervensi.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi karakteristik sampel (umur, uang saku, riwayat menstruasi, status gizi, sosial ekonomi keluarga dan konsumsi pangan), kepatuhan konsumsi suplemen besi, status anemia, dan tingkat kelelahan. Data tersebut dikumpulkan melalui pengisian dan wawancara menggunakan kuesioner, pengukuran langsung, dan analisis laboratorium. Sebelum mengisi kuesioner, sampel diberikan penjelasan terlebih dahulu mengenai cara pengisiannya. Kuesioner yang telah diisi kemudian diverifikasi pada waktu akan dikumpulkan untuk memastikan semua kuesioner diisi. Data dikumpulkan pada saat baseline dan endline. Pada saat baseline, seluruh data dikumpulkan kecuali data kepatuhan konsumsi tablet besi. Kemudian pada saat endline dilakukan

24

pengumpulan data kembali, kecuali data karakteristik sampel umur, riwayat menstruasi, status gizi, sosial ekonomi keluarga.

Data karakteristik sampel yang dikumpulkan melalui pengisian kuesioner meliputi umur, uang saku, riwayat menstruasi (usia mendapat menstruasi pertama, siklus menstruasi, lama menstruasi), sosial ekonomi keluarga (pendidikan orang tua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga), dan pengetahuan gizi anemia. Sedangkan data karakteristik sampel yang dikumpulkan melalui pengukuran langsung adalah status gizi antropometri (berat badan dan tinggi badan), serta data status anemia yang diperoleh melalui pemeriksaan laboratorium hemoglobin darah. Sebelum dilakukan pengukuran antropometri peserta diminta untuk mengenakan baju seminimal mungkin, melepaskan jaket, mengeluarkan isi saku/kantong baju/celana, dan tidak mengenakan sepatu, sandal dan topi. Untuk pengukuran berat badan menggunakan timbangan digital, sementara pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise. Pengambilan darah pada awal dan akhir suplementasi dilakukan pada pagi (06.30 – 08.30). Sampel darah diambil sebanyak 20 µl melalui pembuluh darah kapiler yang diambil oleh tenaga kesehatan yang terlatih dari rumah sakit umum daerah (RSUD) Kabupaten Tasikmalaya. Selanjutnya analisis kadar Hb dilakukan di laboratorium RSUD Kabupaten Tasikmalaya dengan metode cyanmethemoglobin menggunakan spektrofotometer (Lampiran 8).

Pemeriksaan kesehatan dilakukan oleh seorang dokter yang meliputi pemeriksaan fisik, anamnesa keluhan dan riwayat penyakit. Data Riwayat kesehatan dikumpulkan melalui pengisian oleh sampel dan kemudian diverifikasi oleh dokter. Data konsumsi pangan dikumpulkan dengan metode food frequency quetionare (FFQ) semi kuantitatif. Pengambilan data konsumsi dilakukan oleh peneliti dengan dibantu oleh tenaga lapang pelaksana gizi yang kompeten dan enumerator. Data konsumsi pangan dikumpulkan pada saat baseline dan selama suplementasi.

Data kepatuhan menunjukkan jumlah suplemen besi yang dikonsumsi sampel. Data ini dikumpulkan setiap minggu, dan diakumulasikan pada saat endline. Data kepatuhan dikumpulkan menggunakan kartu kepatuhan konsumsi suplemen sampel. Kartu kepatuhan dibuat per bulan, dan sampel mengisinya berdasarkan self reported. Selain itu sampel juga diminta mengisi formulir tentang manfaat yang dirasakan, keluhan yang ditimbulkan, sakit yang dialami dan obat- obatan/suplemen yang dikonsumsi. Data tingkat kelelahan yang meliputi kelelahan fisik dan kelelahan mental diukur secara subjektif menggunakan kuesioner.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang sudah dikumpulkan diolah dan dianalisis menggunakan software Microsoft Excell 2010 dan SPSS versi 17.0. Sebelum dilakukan uji statistik lanjut, seluruh variabel hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk statistik elementer (rataan, standar deviasi, rentang dan frekuensi). Skala pengukuran variabel-variabel penelitian secara keseluruhan disajikan pada tabel 3. Tingkat pengetahuan gizi anemia diperoleh dari jumlah skor jawaban dari 10 pertanyaan terbuka, meliputi pengertian anemia, dampak anemia dan akibat yang ditimbulkan, kebutuhan zat besi dan peranannya dalam tubuh, pangan sumber zat besi dan inhibitornya, dan tablet besi. Skor untuk setiap jawaban berkisar antara 0 sampai 10 tergantung ketepatan

25 jawaban. Kemudian skor yang diperoleh dijumlahkan dan diklasifikasikan menjadi tiga tingkat yaitu kurang (< 60% ), sedang (60-80%) dan baik (> 80%) (Khomsan 2000).

Tabel 3 Skala pengukuran variabel-variabel penelitian

No Variabel Kategori Referensi

1 Pengetahuan gizi Kurang : < 60% Sedang : 60-80% Baik : > 80% (Khomsan 2000) 2 Pendidikan orang tua SD SMP/MTS SMA/SMK/sederajat Diploma/S1

3 Besar keluarga Kecil (≤ 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (> 7 orang (BKKBN 2009) 4 Status Gizi (IMT/U) Sangat kurus (Z < -3SD) Kurus (-3 SD≤ Z ≤ -2 SD) Normal (-2SD < Z ≤ +1 SD) Gemuk (+1SD <Z≤ +2 SD) Obesitas (Z >+2SD) (WHO 2007)

5 Kebiasaan makan Frekuensi makan lengkap per hari 1 kali

2 kali 3 kali

Kebiasaan sarapan per minggu Tidak pernah (0 kali) Jarang (1-2 kali)

Kadang-kadang (3-4 kali) Sering (5-6 kali)

Setiap hari 6 Konsumsi pangan

sumber zat besi

Porsi size anjuran PUGS Lauk hewani 3p (150 g/hr) Lauk nabati 3p (150 g/hr) Sayur 3 p (300 g/hr) Buah 4 p (200 g/hr) Nasi 5p (00 g/hr) (WNPG 2012)

7 Bioavailabilitas Fe Penyerapan rendah (< 10%) Penyerapan sedang (10-15%) Penyerapan tinggi (≥ 15%) (Soekatri & Kartono 2014) 8 Tingkat kepatuhan suplemen

tidak patuh: angka kepatuhan <80% Patuh: angka kepatuhan ≥80% 9 Status Anemia Anemia berat : Hb < 8 g/dl

Anemia Sedang : Hb=8.0-10.9 g/dl Anemia Ringan : Hb=11.0-11.9 g/dl

Tidak anemia : Hb ≥ 12 g/dl

26

Pendidikan orang tua sampel dikelompokkan dalam SD, SMP, SMA, Diploma/S1. Pendapatan per kapita keluarga diperoleh dari total pendapatan keluarga per bulan dibagi jumlah anggota keluarga. Besar keluarga diukur dari jumlah anggota keluarga. Kriteria besar keluarga menurut BKKBN (2009) dibedakan atas keluarga kecil jika jumlah anggota ≤ 4 orang, sedang jika jumlah anggota 5-7 orang, serta besar jika jumlah anggota keluarga > 7 orang.

Riwayat menstruasi berupa umur menarche sampel berdasarkan usia sampel pertama kali mendapat menstruasi, siklus mentruasi diukur dengan waktu sejak awal menstruasi bulan lalu hingga awal menstruasi bulan berikutnya (dalam hari), serta lama menstruasi adalah jumlah hari menstruasi sampel setiap satu siklus menstruasi. Data status gizi diperoleh dengan mengolah data antopometri berat badan dan tinggi badan menggunakan WHO AnthroPlus. Untuk mengukur status gizi remaja digunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan WHO (2007) yaitu sangat kurus (Z < -3SD), kurus (-3 SD≤

Z ≤ -2 SD), normal (-2SD < Z ≤ +1 SD), gemuk (+1SD <Z≤ +2 SD) dan obesitas (Z >+2SD).

Data konsumsi terdiri dari kebiasaan makan dan kebiasaan konsumsi pangan. Kebiasaan makan meliputi frekuensi makan lengkap per hari yang dikategorikan menjadi 1 kali, 2 kali dan 3 kali, serta kebiasaan sarapan dalam seminggu (tidak pernah=0 kali, jarang=1-2 kali, kadang-kadang 3-4 kali, sering=5-6 kali, dan setiap hari). Sedangkan kebiasaan konsumsi pangan adalah frekuensi konsumsi sampel terhadap jenis pangan yang berpengaruh terhadap penyerapan zat besi. Frekuensi dihitung berdasarkan berapa kali mengonsumsi makanan tersebut dalam satu minggu selama satu bulan terakhir dan dikelompokkan menjadi 0 kali, 1-2 kali, 3-4 kali, 5-6 kali, dan setiap hari. Selain frekuensi makan, juga dilakukan perhitungan terhadap jumlah konsumsi zat gizi yang disinyalir mempengaruhi penyerapan zat besi (protein, besi, vitamin A, vitamin C dan asam folat). Data frekuensi konsumsi beberapa bahan pangan dikonversi ke dalam satuan gram, dan dihitung rata-rata konsumsi zat gizi harian contoh. Pengolahan data konsumsi zat

Dokumen terkait