• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Kerangka Teori

1. Bank Syariah

Menurut UU Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 pasal 1 ayat 7

“bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank

Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. ”

Pengertian bank syariah berdasarkan UU pasal 2 PBI No.6/24/PBI/2004 tentang bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, mendefinisikan bahwa bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran (Yudiana, 2014:2).

Menurut Soemitro (2009: 61) bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Salah satu kegiatan bank syariah adalah menyalurkan dana melalui pembiayaan.

17

Peran perbankan syariah dalam mengelola dan menyalurkan dana masyarakat disebut dengan istilah pembiayaan seperti yang disebutkan dalam Undang-Undang no.21 tahun 2008 pasal 19 ayat 1. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan (pasal 1) disebutkan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

2. Pembiayaan

Menurut Dahlan (2012:162), pembiayaan (financing) merupakan istilah yang dipergunakan dalam bank syariah, sebagaimana dalam bank konvensional disebut dengan kredit (lending). Dalam kredit,keuntungan berbasis pada bunga (interest based), sedangkan dalam pembiayaan (financing) berbasis pada keuntungan riil yang dikehendaki (margin) ataupun bagi hasil (profit sharing).

Dalam menyalurkan dana, bank syariahdapatmemberikan berbagai bentuk pembiayaan, pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah mempunyai lima bentuk utama, yaitu mudharabah dan musyarakah

(dengan polabagi hasil), murabahah dan salam (dengan pola jual beli) adapula istishna yang hamper sama dengan salam, serta ijarah (dengan pola sewa operasional maupun finansial).

3. Mudharabah

Menurut Karim (2010:204) pembiayaan mudharabah adalah bentuk kontrak antara dua pihak, dimana pihak pertama berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yaitu pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung.

Dalam hal ini, Muhamad (2013:237) menyatakan bahwa akad

mudharabah adalah akad kerjasama antara bank selaku pemilik dana (shahib al maal) dengan nasabah selaku mudharib yang mempunyaikeahlian atau ketrampilan untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal. Hasil dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah yang disepakati.

Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah

adalah :

1) Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha) 2) Objek mudharabah (modal dan kerja)

3) Persetujuan kedua belah pihak (ijab-qabul) 4) Nisbah keuntungan

a. Prosentase

Nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase, bukan dinyatakan dalam nilai nominal tertentu. Misalnya adalah 50:50, 70:30 atau 60:40.

19

Bila bisnis dalam akad mudharabah mengalami kerugian, pembagian kerugian bukan didasarkan aatas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal masing-masing pihak.

c. Jaminan

Mudharib tidak berhak untuk menentukan sendiri mengambil bagian dari keutungan tanpa kehadiran atau sepengetahuan shahibul mal sehingga shahibul mal dirugikan. Untuk menghindari moral hazard dari mudharib yang lalai atau menyalahi kontrak , maka shahibul mal diperbolehkan meminta jaminan tertentu kepada mudharib. Tujuan pengenaan jaminan dalam akad mudharabah adalah untuk menghindari moral hazard mudharib, bukan untuk mengamankan nilai investasi jika mengalami kerugian karena faktor risiko bisnis.

d. Menentukan besarnya nisbah

Besanya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak. Angka besaran nisbah muncul sebagai hasil tawar-menawar antara

shahibul mal dengan mudharib. Dalam praktiknya di perbankan modern, tawar-menawar nisbah antara pemilik modal dengan bank syariah hanya terjadi bagi deposan atau investor dalam jumlah besar, karena mereka ini memiliki daya tawar yang relatif tinggi (Karim,2011:206).

Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, antara lain : 1) Mudharabah muthlaqah

Mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.

2) Mudharabah muqayyadah

Mudharabah muqayyadah atau disebut juga dengan istilah

specified mudharabah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib, dimana si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha (Antonio, 2001:97).

21

Skema pembiayaan mudharabah:

Gambar 2.1Skema Pembiayaan Mudharabah 4. Non Performing Financing (NPF)

Non performing financing adalah pembiayaan bermasalah yang dialami oleh bank, pembiayaan bermasalah ini jelas akan mempengaruhi kinerja bank sebagai lembaga keuangan dan akan berdampak pada laba yang akan didapat oleh bank (Riyadi, 2014:470).

Tabel 2.3 Kriteria Penetapan Peringkat Profil Risiko NPF

Peringkat Keterangan Kriteria

1 Sangat Sehat

2 Sehat

3 Cukup Sehat

4 KurangSehat

5 TidakSehat

Sumber :SuratEdaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP Tahun 2004

5. Profitabilitas (ROE)

Rasio Profitabilitas merupakan suatu rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu. Rasio ini juga dapat memberikan ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu perusahaan yang ditunjukkan dari laba yang dihasilkan dari penjualan ataupun dari pendapatan investasi. Rasio Profitabilitas atau Rasio Rentabilitas ini dibagi menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut:

1) Rentabilitas Ekonomi, yaitu dengan membandingkan laba usaha dengan seluruh modal (modal sendiri dan asing).

2) Rentabilitas usaha (sendiri), yaitu dengan membandingkan laba yang disediakan untuk pemilik dengan modal sendiri. Rentabilitas tinggi lebih penting dari keuntungan yang besar.

Return On Equity (ROE) merupakan salah satu instrument analisis rasio keuangan yang dipergunakan untuk mengukur efisiensi kinerja perusahaan dan tingkat profitabilitas suatu perusahaan. Secara sistematis Return On Equity (ROE) dapat dirumuskan sebagai rasio antara laba bersih setelah pajak terhadap modal sendiri dikali 100%.

23

Semakin tinggi ROE menunjukkan kemampuan perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan tingkat keuntungan yang tinggi bagi para pemegang saham atau investor. Besarnya laba yang dihasilkan oleh perusahaan sangat berpengaruh terhadap besar kecilnya Return On Equity (ROE) pada suatu perusahaan. Semakin tinggi Return On Equity (ROE) maka semakin tinggi pula laba yang akan diperoleh oleh perusahaan dan resiko bermasalah semakin kecil (Kasmir,2010:114).

Dokumen terkait