• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pikir

Dalam dokumen ROSITA Nomor Induk Mahasiswa : (Halaman 50-98)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Kerangka Pikir

Dalam penelitian ini, penulis mengakat karya sastra sebagai bahan penelitia yaitu mengkaji dua novel yang sama-sama menyusun tema pernikahan poligami dan konflik kehidupan sosial, kedua novel yang dimaksud adalah Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Hadiah Cinta Dari Istambu Karya Fairuz Abadi.

Penulis meneliti dekonstrksi sosial dalam Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Hadiah Cinta Dari Istambu Karya Fairuz Abadi untuk dianalisi sehingga menemukan hasil penelitian.

Adapun kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada bagan kerangka pikir berikut:

Puisi Prosa

Dekonstruksi Sosial dalam Novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Novel Hadiah Cinta

dari Istanbul Karya Fairuz Abadi KARYA SASTRA

Novel

Analisis

Temuan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Faruk (2012:17) pendekatan penelitian adalah cara untuk memperoleh pengetahuan mengenai objek tertentu dan karenanya harus sesuai dengan kodrat keberadaan objek itu sebagaimana yang dinyatakan oleh teori. Untuk dapat menghasilkan suatu penelitian yang baik harus sesuai dengan kenyataan adanya objek yang bersangkutan, sesuai dengan apa yang disebut sebagai kodrat keberadaan objek itu (Faruk, 2012:23).

Penelitian ini bersifat studi pustaka yang disajikan secara deskriptif kualitatif. Desain penelitian kualitatif ini dipilih karena data penelitian berupa kata, kalimat maupun paragraf yang menggambarkan adanya figur perempuan serta perjuangannya dalam mewujudkan kehidupan yang layak secara sosial. Baik berupa kalimat-kalimat maupun paragraf-paragraf akan dianalisis menggunakan metode deskriptif. Data yang dimaksud adalah kutipan dari isi cerita dalam novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Hadiah Cinta dari Istanbul Karya Fairuz Abadi yang mengandung aspek figur perempuan serta perjuangnya dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga dalam menghadapi segelumit cobaan tanpa harus bercerai sebagai solusi.

novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Hadiah Cinta dari Istanbul Karya Fairuz Abadi, merupakan komplikasi dari kisah

41

hidup tokoh dalam cerita yang menggambarkan nilai sosial. Dengan demikian, penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji unsur struktural novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Hadiah Cinta dari Istanbul Karya Fairuz Abadi.

B. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan dalam mengumpulkan data yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan. Data yang dimuat dalam karya tulis ini berasal dari data-data literatur yang bermacam-macam di antaranya: buku teks, skripsi, jurnal, tesis, artikel, laporan ilmiah, dan sebagainya yang bersifat ilmiah yang relevan dengan masalah yang dikaji. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik baca dan teknik catat.

Kedua tekni tersebut di uraikan sebagai berikut:

1. Teknik Baca

Teknik ini dilakukan dengan membanca literatur dan sumber data utama penelitian serta membaca dengan teliti novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Hadiah Cinta dari Istanbul Karya Fairuz Abadi. Pembacaan novel dilakukan dengan cara seksama dari awal hingga akhir cerita secara berurutan sehingga ditemukan bagian-bagian yang menggambarkan bentuk kehidupan sosial dalam kedua novel tersebut.

2. Teknik Catat

Teknik catat dilakukan dengan mencatat semua hasil analisis menganai dekonstruksi sosial kehidupan tokoh dalam novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Hadiah Cinta dari Istanbul Karya Fairuz Abadi.

C. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah seperangkat cara yang merupakan perpanjangan pikiran karena berfungsi untuk mencari hubungan antara data yang tidak akan pernah dinyatakan sendiri oleh data yang bersangkutan (Faruk, 2012:25). Data penelitian ini dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif, yakni semata-mata berdasarkan data yang ada atau fenomena yang secara empiris diuraikan apa adanya.

Tahap anallisis data penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Membaca kemudian memahami secara menyeluruh isi atau teks dalam novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Hadiah Cinta dari Istanbul Karya Fairuz Abadi.

2. Mengidentifikasi data yang berkaitan dengan dekonstruksi sosial dalam novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Hadiah Cinta dari Istanbul Karya Fairuz Abadi.

3. Merumuskan kesimpulan tentang unsur struktural dalam novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Hadiah Cinta dari Istanbul Karya Fairuz Abadi.

D. Pengecekan Keabsahan Temuan

Agar diperoleh temuan yang reliable, dilakukan pengecekan terhadap keabsahan data hasil temuan. Pengecekan keabsahan data dilakukan triangulasi data, yakni dengan mendiskusikan hasil temuan tersebut dengan teman sejawa, melakukan perbandingan dengan hasil penelitian serupa, berkonsultasi dengan dosen pembimbing, serta menyusuaikan data temuan dengan teori yang digunakan, dalam hal ini teori kritik dekonsruksi.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang beriontasi pada pencapaian tujuan melalui pebahasan masalah. Oleh karena itu, penelitian ini membutuhkan data yang dimiliki keabsahan sebagai sarana pembahasan masalah. Keseluruhan data yang akan dianalisis berdasarkan metode digunakan dalam rangka mengungkapkan dekonstruksi sosial dalam novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Hadiah Cinta dari Instanbul Karya Fairuz Abadi dengan mengutip bebera bagian yang menunjukan kebenaran analisis.

Pada pencapaian tujuan penelitian ini digunakan kriteria pengukuran variabel yang telah ditentukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui dekonstruksi sosial dalam novel Surga yang tak dirindukan karya Asma Nadia dan hadiah cinta dari Instambul karya Fairuz Abadi dengan mengutip beberapa bagian yang menunjukan kebenaran analisis.

Langkah yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah mengklafisikasi dekonstruksi sosial yang terdapat dalam novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia dan Hadiah Cinta dari Instanbul Karya Fairuz Abadi.

45

1. Dekonstruksi Sosial dalam Novel Surga yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia

Adapun dekonstruksi yang terdapat dalam novel Surga yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia seperti pada kutipan berikut:

“Bunda, Bunda kenapa?”. Nadia mengulang pertanyaan. Istana Bunda serasa runtuh, Sayang... Arini mengginggit bibir. Gila kalau dia sampai curhat pada anak-anak.tidak, seorang ibu tidak boleh kehilangan kontrol diri. Arini menarik napas panjang. Matanya dikerjap-kerjapkan seakan kelilipan. Lalu dengan senyum lebar yang seakan dipaksakan, arini merengkuh tiga permata hatinya.

‘Bunda tidak apa-apa, Sayang...”. (SYTD, 2015: 11)

Kutipan di atas mengilustrasikan pergolakan batin Arini yang berusaha terlihat tegar di hadapan anak-anaknya dengan tetap tersenyum walau hatinya menangis lantaran rumah tangganya yang dia anggap sebagai istanah terindah harus hancur karena kehadiran wanita asing bagi keluarganya. Arini merasa tertekan namun tidaklah mungkin bagi Arini melibatkan anak-anaknya untuk turut larut dengan luka batinnya, cukuplah ia telan sendiri getirnya penghianatan suaminya tanpa harus menghalangi senyum manis ketiga buah hatinya dengan terus tegar dihadapan mereka untuk menutupi kenyataan.

“Arini merasa hatinya terbakar, meski angin semilir dari jendela kamar yang terbuka, juga kolom ikan di belakang rumah yang sesekali mengantarkan kecipak ikan mas, mengirimnya kesejukan.

Tetap saja, rasanya tidak ada yang mendinginkan hatinga saat ini.

Nadia membuat perjuangan Arini untuk bersikap biasa-biasa saja menjadi semakin berat. Ah... Apakah dia sudah kehilangan akal sehat hingga hanya lewat tatapan mata dia merasa mereka bercakap-cakap? Dia dan gadis kecilnya?

Bunda luka? Sayang.

Kenapa

Sebab Ayah...

Kenapa dengan Ayah?

Arini Diam. Menggigit bibir. Menahan suara hati agar tak terbaca Nadia.” (SYTD, 2015:41-42)

Layaknya bekuan lilin duka Arini masih sebagaimana hari kemarin tapi lidahnya seakan keluh berterus terang kepada Nadia, gadis kecil yang seakan terus mengejar kebisuan Arini untuk jujur kepadanya dengan sikapnya, air mata Sang Bunda yang Nadia semakin tidak mengerti dengan usianya yang masih belia. Kepolosan dan tatapan binar bola mata gadis kecil itu membuat Arini semakin tak mampu lagi membisu, bahwasanya Ayahnya telah menghianati mereka. Sebagai seorang ibu, Arini adalah sosok istri yang sabar, pengertian dan bertanggung jawab, selalu memikirkan matang-matang setiap keputusannya, mengutamakan kepentingan keluarga daripada kepentingan dan keegoisan sendiri. Arini sadar dia telah menjadi seorang ibu, tempat berbasuh peluh bagi anaknya mustahil rasanya mencurahkan kekalutan hatinya kepada anak-anaknya dengan berkata jujur saja atas apa yang telah terjadi. Tetapi luka yang dirasanya malah menyebar dan menggerogoti semangat hidup seperti sel-sel kanker merongrong seorang penyakit.

“Aku tenggelam. Kuputuskan untuk melawan rasa kantuk sekuat mungkin. Aku, Mei Rose, telah bersumpah untuk tidak membiarkan orang lain memperlakukanku seperti Rey dulu. Tidak tanpa kehendakku.” (SYTD, 2015: 101).

Kutipan di atas menunjukkan sosok Mey Rose yang mengalami trauma atas hubungannya dengan Ray sehingga membuat keputusan untuk

tidak mengenal laki-laki lagi dalam hidupnya. Trauma dengan masa lalu yang kelam.

“Sabtu, Lima belas juli. Hari itu tak mungkin kulupakan seumur hidup. Kali pertama kuketahui sesuatu tumbuh di rahimku dan menjadi bagian dari tubuhku. Anak dari lelaki jahanam yang coba kubunuh dari ingatan. Sungguh, janin yang berusia hampir empat bulan itu melemparkanku pada rahasia tuan yang lain. Itu jika Dia ada” (SYTD, 2015:103-104)

Kutipan di atas menunjukan sikap perempuan yang hampir tak percaya lagi adanya kemungkinan lain di luar dugaannya dengan takdir Tuhan. Kehamilan yang menjadi doa-doa harapan bagi seorang wanita mandul justeru menjadi musuh baginya karena janin yang ia kandung adalah dari lelaki yang memerkosanya.

“Arini menangis diam-diam. Setelahnya, perempuan itu merasa tubuhnya sakit dan dicabik-cabik sebab membiarkan semuannya terjadi di luar keinginan, meski pras melakukannya dengan lembut.

Dia tidak bisa melabrak suaminya, tidak juga cukup keberanian untuk menelpon perempuan yang telah menjadi madunya, betapa pun kuat keinginan itu. Apa lagi yang bisa dialakukan? Mengadu pada ibu? Tidak. Arini tak sampai hati mengganggu ketenangan masa tua ibu. Atau mengadu pada ustadzah tempatnya mangaji?

Perempuan yang merelakan suaminya menikah lagi dengan ikhlas dan melawan jembatan Shiratal Mustaqim dengan kecepan luar biasa. Teman-teman satu pengajian hafal betul kalimat itu, pengobatan lara istri-istri yang dipoligami. (SYTD, 2015: 111) Berdasarkan kutipan di atas, dapat disimpulkan watak tokoh Arini adalah seorang istri yang tidak gampang menceritakan masalah rumah tangganya kepada orang lain meskipun kepada ibu kandungnya sendiri.

Meski kemarahan, kesedihan, kekalutan, dan kalang-kabut tengah merajai batin dan pikirannya karena ia baru tahu telah memiliki madu tanpa keinginannya, Arini masih mampu menahan emosi baik kepada madunya

lebih-lebih kepada suaminya tercinta. Masih ia jaga penghormatannya kepada Pras, lelaki yang telah menjadikannya ratu dalam hatinya.

Keberanianya cukup Arini tumpahkan pada bulir air mata dan membiarkan luka itu menanah dalam dirinya, bagi Arini hanya air mata yang melukiskan segala gejolak perasaannya.

“Masih banyak cerita lain. Indri teman satu pengajian Arini, sejak suaminya menikah lagi dengan gadis berusia tujuh belas tahun,, terpaksa menjual rumah dan hidup mengontrak. Semata-mata karena istri kedua suaminya terus merong-rong ingin punya sendiri. Dan bisik-bisik tetangga melulu menyalahkan pihak perempuan. “Yadi tidak mungkin menikah lagi kalau si Pur bisa merawat diri. Salah si Indri yang tidak masak dari dulu. Cinta Zaman sekarangkan dari mata turun ke perut. Ah si Ina itu pasti servisnya nggak oke, makanya suaminya nikah lagi. Semua salah perempuan, tidak ada yang mepermasahkan keadilan yang telah dipermainkan dan diletakkan di bawah nafsuh laki-laki.”

Kutipan di atas mengilustrasikan renungan-renungan diri Arini tentang kehidupannya yang telah memiliki madu sebagaimana sebelumnya adalah momo baginya memiliki madu jelas akan tercampakkan, Arini belum menemukan jawaban yang tepat sebab apa suaminya menikah lagi, hanya menerka-nerka sebagaimana bisik-bisik tetangga yang pernah ia dengar bahwa suami menikah lagi karena serba kekurangan istri, ataukah memang suaminya adalah lelaki buas yang tergoda wanita lain yang lebih cantik, lebih muda, lebih menggoda mata suaminya. Padahal yang ia tahu semua perempuan nyaris menyerahkan semua pengabdian dan memilih setia di sisi suami mereka bahkan jika lelaki itu sakit dan tidak bisa memenuhi kewajiban sebagai suami.

“Lama sekali nggak online.” Andika Prasetya membuka inbox e-mail-nya.

“Nggak dengar gosib dong?” Arman menghampiri.

“Buka e-mail-mu, semua orang dapat.”

“Dapat apa?”

“E-mail dari perempuan aneh!” komentar Arman lagi.

“Hmm...” Pras membaca baris demi baris di layar komputer.

Tercengung sebentar.

“Gimana menurutmu? layak dicoba?” Arman mengedipkan mata, menggodanya.

“Kupikir hanya hoax.” Andika Prasetya menutup e-mail aneh yang nyelonong ke komputernya. (SYTD, 2015: 128)

Kutipan di atas menunjukkan pengaruh sosial media (sosmed) semakin ke depan. Informasi dan berita terkini lebih cepat didapatkan.

Sosmed menjadi trand perbincangan kekinian di semua lapisan kalangan.

Sosmed lebih dari makanan yang punya durasi waktu berselang, berita-berita baik itu fakta, opini, bahkan hoax sekalipun menjadi perbincangan empuk di manapun, kapanpun, dan oleh siapapun dalam dunia maya sosmed.

“Semua bermula pada kecelakaan lalu lintas. Sedan hujau metalik dalam kecepatan penuh melompat hingga menabrak bahu jalan.

Benturan yang melompatkan tubuh penumpangnya. Gadis dalam kebaya pengantin putih yang kini penuh darah.

Pras masih ingat kepanikannya saat menggendong tubuh tak sadarkan diri itu ke dalam mobil dan membawanya ke rumah sakit terdekat.

“Anda suaminya?” belum sempat Pras membuka mulut, perawat itu kembali bicara.

“Bayi di kandungan harus cepat diselamatkan. Kami perlu bapak menandatangani surat persetujuan untuk operasi. Menit-menit berlalu, Pras berulang kali bangkit dan mondar-mandir di ruang tunggu. Padahal dia berjanji kepada nak-anak dan Arini untuk pulang cepat. Ini kali pertama Pras mengalahkan keluarga untuk orang lain ” (SYTD, 2015: 179-180)

“Pras ingin menjelaskan posisi sebenarnya. Bahwa dia bukanlah suami pasien, bukan pula pihak keluarga. Dia hanya orang yang kebetulan lewat, tetapi lelaki itu tidak bisa menjeda keterangan

panjang lebar si perawat yang melintas dan tampak tergesa-gesa.

Sama sekali tidak menduga bahwa peristiwa hari itu akan mengantarnya pada episode kehidupan yang tidak terbayangkan sebelumnya: menikah lagi.” (SYTD, 2015: 181)

Kedua kutipan di atas mengilustrasikan awal mula Pras menikah lagi, peristiwa yang mengantarkan Pras pada cerita hidup baru dengan wanita asing yang menurutnya serba kebetulan, terhempit kebingungan yang memaksanya menikahi wanita tersebut karena keadaannya yang kritis dan harus dioprasi dengan syarat harus ada tandatangan pihak keluarga. Padahal bagi Pras hanya ingin menolong wanita dari kecelakaan maut. Pras adalah sosok suami penyayang, mencintai istri dan anak-anaknya dengan sepenuh hati. Tak terbisit dalam dirinya untuk melanggar janji kepada anak-anak dan istrinya Arini. Janji sebagai seorang ayah dan suami untuk setia.

“Menebak-nebak apa yang akan dikatakan Pras, setelah anak-anak tidur, membuat pikirannya tak menentu....”

“Benar, Arini. Saya telah menikah lagi.” (SYTD, 2015: 186)

Mau tidak mau, suka tidak suka, Arini harus mendengar kalimat pahit yang menjadi fatwa jujur untuk membenarkan semua dugaannya bahwa suaminya telah menikah lagi. Dugaan atas penghiatan Pras selama ini yang diam-diam membangun syurga kedua dengan wanita lain telah terjawab sendiri oleh Pras tanpa harus bersusah payah Arini mencari lagi cara yang menyulitkannya untuk bertanya kebenaraan bahwasanya ia telah memiliki madu, istri baru Pras di luar sana yang telah lama mengusik ketengan hati Arini.

“Tapi harus dicatat, Rin. Saya tidak pernah menelantarkan istri pertama, juga anak-anak. Semua kebutuhan mereka tetap saya penuhi.”

Kutipan di atas mengilustrasikan ungkapan pembelaan seorang laki-laki yang berpoligami bahwa dirinya cukup mampu memenuhi semua kebutuhan para istri dan anak-anaknya dengan seimbang. Artinya, menurut laki-laki itu, adalah sunnah beristri lebih dari satu dan memenuhi kewajibannya sebaik mungkin untuk berlaku adil dengan sebagaimana bunyi potongan ayat dalam Qur’an Surah An-Nisa ayat 3 sebagai berikut:

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat.

Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Al-Qur’an:

78).

[265] berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. [266]

Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat Ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh para nabi sebelum nabi Muhammad s.a.w. ayat Ini membatasi poligami sampai empat orang saja.

“Bagaimana? Suka yang mana?” Arini memandang brosur yang diberikan suaminya dengan kepala mendidih.

“Ada berbagai warna, Sayang. Kalau setuju, Mas mau pilihkan warna pink.” Honda Jazz. Itulah hal penting yang ingin disampaikan pada Arini malam ini. Pras membelikan istrinya sebuah sedan... Mobil, cinta, dan Nyonya Prasetya kedua. Dan begitu saja, Arini tertawa. Terpingkal-pingkal hingga matanya berair.” (SYTD, 2015: 189-190)

Kutipan di atas mengilustrasikan perbincangan Pras dengan Arini.

Perhatian Pras kepada Arini masih sama, panggilan lambang cintanya masih mesra dengan kata sayang pengganti nama sebenar istrinya. Bahkan semakin bertambah cintanya kepada Arini dengan membelikan Honda Jazz. Namun, hati Arini tidak dapat membohongi kenyataan yang tengah mendombrak rumah tangga mereka yang seolah-olah Pras tampak acuh dan tidak perduli serta terlihat tidak tahu bagaimana anggapan Arini dengan semua pemberiannya. Apapun hadiah dari Pras hanya pencitraan, Biar sedemikian jujur Pras, itu semua hanyalah sebuah kemunafikan terdengar di telinga istrinya, bahkan di mata Arini perhatian Pras hanya sebuah pencintraan. Lengkap sudah hadiah dari Pras hingga membuat Arini menertawakan apa yang disuguhi suaminya, hadiah cinta hingga nyonya Prasetya baru sebutan renyah bagi madunya yang masih berkecamung dalam batin Arini kalimat tanya “mengapa ini semua terjadi?” yang ia hanya lukiskan dalam tawa tak wajar di hadapan suaminya untuk menutupi kecurigaan Pras bahwa sebenarnya ia menolak apapun bentuk perhatian dari Pras, toh semua itu tak mampu menjadi obat atas lukanya, justeru menamba keresahan. Arini hanya ingin rumah tangganya hanya ada dia, Pras dan anak-anaknya tanpa Nyonya Pras baru

lagi. Kebahagian yang ia impikan bukan dari hadiah mewah berupa mobil tetapi cukup kesetian Pras.

“Beberapa banyak pilihan yang dipunyai seorang istri, ketika tahu ada perempuan lain mencoba mendekati suami mereka dan membahayakan perkawinan? Pilihan pertama adalah bangkit dari kesedihan. Hadapi sang Suami... Pilihan berikutnya. Kemas air matamu, Rin. Larilah ke pangkuan Ibu. Sejak dulu, Ibu selalu menjadi tempat terbaik menumpahkan segalanya.” (SYTD, 2015:

200)

Kutipan di atas merepresentasikan tokoh Arini yang sedang membatin untuk memperjuangkan haknya sebagai seorang istri yang berhak bangkit dan tidak terpuruk, masih banyak pilihan dan alasan bagi Arini merjuangkan perkawinannya agar tidak kandas tanpa ada kata cerai, meski air mata masih saja tumpah ia masih punya Ibu tempatnya mengadu, Ibu sebagai sandaran piluh, Ibu adalah sosok terhebat yang bisa menjadi teman untuk memberikan solusi terbaik baginya.

“Datangi, itu yang paling tepat. Perempuan zaman sekarang agresif, Rin. Labrak dan harus segera dilakukan sebelum dia menguasai suami kita. Di antara keempat teman sekosnya dulu, Sita yang paling ekspresif. Betul, Arini mengenal Sita cukup lama.” (SYTD, 2015: 201)

Arini lebih banyak mendengarkan untuk tahu bagaimana seharusnya ia bertindak. Sebagai sahabat yang lama menjalin hubungan baik, sosok Sita sangat perduli dengan Arini dan suaminya tidak langsung menuding semua yang telah terjadi semata-mata adalah kesalahan suami Arini, zaman telah banyak menceritakan wanita-wanita sekarang suka menggoda suami orang. Menurut Sita, apa salahnya membela diri, menyelamatkan rumah tangga dan merampas kembali kebahagiaan yang

direbut perempuan lain di luar sana, kata-kata Sita seolah menyihir Arini untuk sesegera mungkin mengembalikan suaminya dalam kehidupannya.

“Tingkahnya sudah keterlaluan.Tiap saat mengirim SMS dan menelpon ponsel Bang Ilham. Aku Gak bisa tinggal diam, kan?”

“Lalu?”

“Lalu aku telepon perempuan itu. Bilang ada paket untuk dia, mau diantarkan ke mana. Dari situ aku tahu alamatnya...”

“kalimatmu nggak “ngakhwat, Sita,” Arini memotong setengah meledek... terlintas bayangan Benny yang dipergoki Lia di kamar tidur dengan sekertaris cantinya. Kejadian yang membawa Lia pada keputusasaa panjang yang berbuntut perceraian.” (SYTD, 2015: 201-202)

“Satu hal yang aku nggak ngerti,” di samping Arini, Sita menyambung pembicaraannya, “Bang Ilham kan biasa aja. Kayak nggak. Ganteng nggak. Kok, ya, dikejar-kejar. Kalau kamu baca SMS-SMS yang dia kirim untuk Bang Ilham, pasti kepingin

“Satu hal yang aku nggak ngerti,” di samping Arini, Sita menyambung pembicaraannya, “Bang Ilham kan biasa aja. Kayak nggak. Ganteng nggak. Kok, ya, dikejar-kejar. Kalau kamu baca SMS-SMS yang dia kirim untuk Bang Ilham, pasti kepingin

Dalam dokumen ROSITA Nomor Induk Mahasiswa : (Halaman 50-98)

Dokumen terkait