• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DI KOTA SALATIGA TAHUN 2012 – 2013

D. Kerangka Solusi Kekerasan Terhadap Perempuan di Kota Salatiga

Banyak kasus kekerasan terhadap perempuan tidak terungkap karena masih ada anggapan bahwa kasus tersebut adalah masalah privat dan tidak boleh dipublikasikan, sebagian yang lain beranggapan kasus tersebut adalah bagian dari aib keluarga. Paradigma ini yang harus dibongkar dan diubah, dengan harapan para pelaku tidak berani lagi melakukannya. Harapan ke depan ada hubungan yang harmonis, aman dan nyaman dimanapun.

Bapermas sebagai lembaga yang berperan pokok salah satu diantaranya adalah penanggulangan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan, maka beberapa hal yang bisa dilakukan diantaranya adalah menambah intensitas sosialisai sekaligus menjawab atas kritik masyarakat bahwa Bapermas masih sangat kurang dalam sosialisasi kekerasan terhadap perempuan. Secara prefentif beberapa akternatif yang bisa dilakukan adalah dengan cara-cara :

1. Menyelenggarakan pendidikan orangtua untuk dapat menerapkan cara mendidik dan memperlakukan anak-anaknya secara humanis.

2. Mendidik anggota keluarga agar bisa menjaga diri dan terhindar dari berbagai kekerasan didalam rumah maupun diluar rumah.

3. Memberikan pendidikan tentang HAM dan pemberdayaan perempuan. 4. Membiasakan diri menolak kekerasan sebagai jalan menyelesaikan masalah. 5. Mengadakan penyuluhan untuk mencegah kekerasan.

6. Memberikan pembekalan bagi suami, istri, calon suami, dan calon istri bagaimana membina hubungan yang baik dan harmonis.

7. Mendorong dan menfasilitasi pengembangan masyarakat untuk lebih peduli dan responsif terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan yang ada di lingkungannya.

Sedangkan terhadap korban kekerasan, Bapermas dapat menggunakan pendekatan kuratif, yaitu: Memberikan sanksi edukatif kepada pelaku kekerasan; Membawa korban kekerasan ke dokter; Memberikan perlindungan bagi korban kekerasan; Melaporkan kepada yang berwenang; Melakukan konsultasi dengan psikolog; Memberikan pendampingan bagi korban; Peduli pada korban dan tidak menyalahkan.

Cara penanggulangan lainnya dapat dilakukan dengan cara peneguhan dan penguatan peran keluarga dengan edukasi yang ditekankan pada fungsi dan tanggung jawab keluarga sebagaimana diungkapkan Rahmat (1995 : 121) sebagai berikut : 1. Fungsi ekonomis: keluarga merupakan satuan sosial yang mandiri, yang di situ

anggota-anggota keluarga mengkonsumsi barang-barang yang diproduksinya. 2. Fungsi sosial: keluarga memberikan prestise dan status kepada

anggota-anggotanya.

3. Fungsi edukatif: memberikan pendidikan kepada anak-anak dan juga remaja. 4. Fungsi protektif: keluarga melindungi anggota-anggotanya dari ancaman fisik,

ekonomi, dan psiko-sosial.

5. Fungsi religius: keluarga memberikan pengalaman keagamaan kepada anggota-anggotanya.

7. Fungsi afektif: keluarga memberikan kasih sayang dan melahirkan keturunan. Pendalaman dan sosialisasi ketujuh fungsi keluarga dalam bentuk edukasi yang berkesinambungan terhadap masyarakat terutama orang tua (suami dan istri) baik yang dilakukan oleh Bapermas maupun lembaga yang lain, tentu saja akan berdampak luas terhadap penguatan institusi keluarga dan tentu saja dapat mengurangi kasus-kasus kekerasan dalam keluarga. Tidak adanya kekerasan dalam keluarga tentu saja akan menyumbang sumber daya manusia yang positif bagi masyarakat pada masa yang akan datang.

Hasil wawancara penulis terhadap lembaga pegiat perempuan diantaranya LSKAR, KPI dan Warga masyarakat peduli perempuan, penulis mendapat rekumendasi sebagai berikut :

1. Bapermas perlu mendorong jalanya monitoring kasus kekerasan terhadap perempuan dan kasus-kasus lain berdasrkan informasi kepolisian, RSU, Kejaksaan, Kehakiman, LSM, Masyarakat secara lebih baik. Monitoring tahunan ini perlu di launching ke publik untuk membangun kesadaran bersama.

2. Perlu dibangun kesadaran bersama bahwa kekerasan terhadap perempuan bukan urusan domistik keluarga, tetapi merupakan pelanggaran serius terhadap Hak Azazi Manusia. Hal ini harus dipromosikan kepada masyarakat diintegrasikan dalam kurikulum sekolah, training, rekruitmen pegawai dan pejabat publik 3. Penanggulangan kasus kekerasan terhadap perempuan harus tuntas dalam arti

setelah penanggulangan kasus, baik legal maupun ilegal. Ada pendampingan korban karena para korban biasanya mengalami trauma pasca kejadian.

4. Perlu sosialisasi terus menerus tentang Undang-Undang PKDRT sampai masyarakat paling bawah.

5. Perlunya kepedulian bersama dari berbagai pihak terhadap kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan baik yang dilaporkan maupun tidak.

Beberapa himbauan di atas akan bermakna bila ditindaklanjuti dalam aksi nyata seluruh warga masyarakat. Namun bila berbagai himbauan dan temuan diabaikan terutama oleh para pemangku kepentingan, kekerasan terhadap perempuan akan selalu menjadi ancaman yang menakutkan dalam sebuah keluarga.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil Penelitian dan Analisis dari Bab I sampai Bab IV maka dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut:

1. Kasus kekerasan terhadap perempuan dengan berbagai variasinya masih sering terjadi di wilayah Salatiga. Hal ini bisa dilihat dari laporan yang masuk ke Bapermas Kota Salatiga. Melihat fenomena demikian, maka keberadaannya Bapermas dalam upaya penaggulangan Kekerasan Terhadap Perempuan di Kota Salatiga sangat dibutuhkan

2. Pada tahun 2012 Bapermas telah mensosialisasikan UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Runah Tangga kepada 250 orang di wilayah kelurahan Kecandran, Kalicacing, Dukuh dan Mangunsari terdiri dari : utusan kelurahan, lembaga agama dan masyarakat serta PKK. Pada tahun 2013 sosialisasi dilakukan di wilayah : Kelurahan Noborejo, Kelurahan Cebongan, Kelurahan Randuacir, Kelurahan Ledok, Kelurahan Tegalrejo, Kelurahan Kumpulrejo. Peserta terdiri dari : utusan kelurahan, lembaga agama dan masyarakat serta PKK dengan jumlah peserta 88 orang. Adapun kasus yang berhasil ditangani pada tahun 2012 berhasil ada 2 (dua) kasus kekerasan fisik dan psikhis, dan pada tahun 2013 ada 2 (dua) kasus, yaitu kekerasan dalam pacaran (KDP) dan traficking (perdagangan perempuan).

3. Ada beberapa hambatan yang dihadapai Bapermas dalam upaya menangani kasus kekerasan terhadap perempuan di Salatiga, yaitu :

a. Faktor ekstern (dari luar Bapermas), yaitu : Korban kurang terbuka dalam memberikan keterangan serta tidak konsekwen dengan laporan yang diberikan sebagai akibat dari adanya ancaman dari pelaku; Hambatan lainnya adalah masyarakat tidak atau kurang peduli terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan yang dialami oleh tetangganya; Masyarakat atau tetangga kadangkala tidak mau menjadi saksi dalam kasus kekerasan terhadap perempuan.

b. Faktor dari dalam lembaga Bapermas (intern), yaitu : Kurangnya peran Pemerintah daerah dalam mendukung biaya (anggaran); Keterbatasan sumber daya manusia (SDM); belum tersedianya rumah aman (shelter); Terbatasnya upaya penyelesaian yang dilakukan oleh Bapermas dalam menangani kasus korban kekerasan terhadap perempuan; Sarana dan prasarana belum berfungsi secara efektif untuk mendukung aktivitas Bapermas dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan di Kota Salatiga.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti merumuskan beberapa saran yang dapat dijadikan bahan masukan dalam mengurangi jumlah kekerasan terhadap perempuan yaitu:

1. Banyak masyarakat yang kurang mengetahui tentang Undang-undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga termasuk didalamnya kekerasan terhadap perempuan, maka pihak-pihak yang peduli terhadap perlindungan korban kekerasan terhadap perempuan perlu meningkatkan sosialisasinya ke berbagai lapisan masyarakat.

2. Agar perempuan tidak menjadi korban, maka mereka diharapkan bisa mengetahui tentang hak dan kewajibannya. Korban juga harus lebih berani menceritakan dan melaporkan tentang tindak kekerasan yang menimpanya, serta tidak lagi memandang kekerasan terhadap perempuan sebagai aib keluarga yang harus ditutup-tutupi.

3. Dalam mengatasi kendala berasal dari faktor intenal, maka diharapkan kerjasama yang sudah dilakukan dengan berbagai pihak harus tetap dijaga dan ditingkatkan. Sedangkan kendala berasal dari faktor eksternal, yakni korban dan pelaku, perlu adanya kesadaran masing-masing pihak agar dalam penanganan kasus bisa mendapatkan solusi yang tepat dan maksimal.

4. Dalam upaya penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan, diharapkan agar mereka (klien) mengetahui tentang hak-haknya sebagai korban. Mereka juga berhak mendapat informasi mengenai proses hukum serta pendampingan hukum. Karena pihak P2TP2A menyerahkan semua keputusan ditangan klien, maka korban diharapkan bisa berpikir dengan matang sebelum mengambil keputusan agar tidak terjadi penyesalan dikemudian hari.

5. Untuk Unit Pelaksana Teknis Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) : Dalam memberikan pelatihan keterampilan kepada korban, P2TP2A diharapkan dapat terus meningkatkan kinerjanya dan menambah fasilitas yang sudah ada, sehingga korban yang sebagian besar perempuan dapat mengembangkan kemampuannya di berbagai keterampilan untuk meningkatkan kemandirian korban secara ekonomi.

6. Untuk korban : Korban yang datang dan melapor ke Bapermas diharapkan bisa terbuka mengenai kasusnya agar mudah dalam memberikan pelayanan sehingga bisa disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan korban itu sendiri. Selain itu, korban juga diharapkan bisa menjadi penggerak di masyarakat agar korban bisa lebih berani melaporkan tindak kekerasan yang terjadi pada dirinya yang selama ini masih disembunyikan oleh korban sehingga sulit untuk diungkap ke publik. 7. Untuk masyarakat : Diharapkan dapat ikut berperan dalam menangani dan

mencegah terjadinya kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan cara ikut berpartisipasi mensosilalisasikan UU No. 23 tahun 2004 tentang PKDRT kepada masyarakat yang belum mengetahui.

8. Untuk Badan Pemberdayaan Perempuan Kota Salatiga diharapkan dapat ikut berperan aktif dalam memberikan penyuluhan dan sosialisasi ke berbagai lapisan masyarakat. Selain itu, karena UPT P2TP2A adalah wadah pemberdayaan perempuan, maka dalam melaksanakan tugas diharapkan dapat memberikan fasilitas yang diperlukan untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan serta kasus lain yang berhubungan dengan perempuan dan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur`an dan Terjemahnya. 1971, Jakarta, Depag RI.

Ansori, Helmi. dkk.. 2004. Pedoman Konseling Perkawinan, Departemen Agama RI.

Buku Panduan Keluarga Muslim. 2007. Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian

Perkawinan, Semarang: Depag Propinsi Jawa Tengah.

Hasyim, Syafiq. 2001. Hal-Hal Yang Tak Terpikirkan Tentang Isu-Isu Keperempuan

Dalam Islam. Bandung: Mizan.

Hidayat, dkk., 2009. Wajah Kekerasan, Yogyakarta, Rifka Annisa Women Crisis Centre.

Jhon M. Echol dan Hasan Shadily. 1992. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia. Kamil, Taufiq. 2004. Pedoman Konseling Perkawinan. Jakarta: Depag RI.

Kollier, Rohan. 1998. Pelecehan Seksual Hubungan Dominasi Mayoritas dan Minoritas.

Emi N. Hariaty, pent., Yogyakarta: Tiara Wacana.

Kolliman, Natalie (ed.), 1989, Kekerasan Terhadap Perempuan, Jakarta : Lembaga Konsumen Indonesia.

Kekerasan Terhadap Perempuan Berbasis Gender. Yogyakarta: Rikka Annisa

Women`s Crisis Center.

Luluhima, Achi Sudiarti. Ed. 2000. Pemahaman Bentuk-Bentuk Kekerasan Tindak

Kekerasan Terhadap Wanita dan Alternatif Pemecahannya. Bandung: Alumni.

Murata, Sachiko. 2001. Lebih Jelas tentang Mut’ah, Perdebatan Sunni dengan Syi’ah. Budi Santosa (pent), Jakarta, Raja Grafindo Persada.

R. Soesilo, 1980. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Bandung:Karya Nusantara.

Suharso dan Ana Retnoningsih. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya.

Zuhriani, Lutfiana. 2011. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Sebuah Tinjauan Yuridis.

Salatiga: STAIN Salatiga Press.

PERUNDANG – UNDANGAN

Undang-Undang Rebublik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 tenteng Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Peraturan Daerah nomor 7 tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Inspektorat dan Lembaga Teknik Daerah Provinsi Jawa Tengah.

Surat Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463-05/384/2012 tanggal 10 September 2012 tentang Tim Pengelola Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).

Peraturan Walikota Salatiga No. 55/2011 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas, Pejabat Struktural, Pada Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja.

Lampiran 6.