PERAN BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
(BAPERMAS) KOTA SALATIGA DALAM PENANGGULANGAN
KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DI KOTA SALATIGA
TAHUN 2012-2013
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Kewajiban dan Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Dalam Ilmu Syari’ah
O l e h : PUJO WASONO
21209005
JURUSAN SYARIAH
PROGRAM STUDI AHWAL AL SYAKHSHIYYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
MOTTO
أ ﺎـﻣ
ﻦـﯿـﮭـﻣ ّﻻإ ّﻦـﮭـﻧ ﺎــھأ ﺎـﻣو ﻢـﯾﺮــﻛ ّﻻإ ءﺎﺴﻨــﻟا مﺮـﻛ
“Hanya laki-laki mulia yang akan memuliakan perempuan,
dan hanya laki-laki hina yang akan menghinakan perempuan”.
(Ali bin Abi Tholib)
Pintar dan berkemampuan tetapi tidak bisa bekerja sama itu semua akan sia-sia dan percuma, karena dengan kerja sama
maka kekurangan yang ada pada diri kita akan tertutupi oleh kelebihan orang lain.
(Anonim)
PERSEMBAHAN
Skripsi aku persembahkan untuk :
1. Ibunda tersayang atas doa-doamu yang menyertai setiap langkahku 2. Istriku dan anak-anakku tercinta, atas doa dan dukungannya.
ABSTRAK
Pujo Wasono. 2013. Peran Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapermas) Salatiga Dalam Penanggulangan Kekerasan Terhadap Perempuan di Kota Salatiga Tahun 2012-2013. Skripsi. Jurusan Syari’ah. Program Studi Ahwau al-Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Benny Ridwan M. Hum.
Kata Kunci : Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kekerasan Terhadap Perempuan. Bapermas adalah bagian dari satuan organisasi tata kerja Kabupaten / Kota dan Propinsi. Ruang lingkup dan tanggungjawab lembaga meliputi: Pemberdayaan masyarakat, perempuan, keluarga berencana, dan ketahanan pangan. Adapun Bapermas dalam penelitian ini adalah Bapermas kota Salatiga. Pokok masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui mengapa Bapermas Salatiga menjadi lembaga penting dalam upaya menanggulangi kekerasan terhadap perempuan di kota Salatiga; Untuk mengetahui aktifitas Bapermas Salatiga dalam menanggulangi kekerasan terhadap perempuan kota Salatiga tahun 2012-2013; Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi Bapermas Salatiga dalam upaya menanggulangi kekerasan terhadap perempuan di Salatiga tahun 2012-2013.
Beberapa tahapan yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah : penetapan pokok masalah dan tujuan penelitian dilanjutkan dengan mengumpulkan data kekerasan terhadap perempuan dari intansi yang berkaitan serta studi kupustakan sebagai pendukung. Metode yang penulis gunakan adalah observasi, dokumentasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Sedang pendekatan yang digunakan adalah diskriptif kwalitatif. Teori utama yang digunakan adalah “bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia” sebagaimana dijabarkan dalam Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan PBB serta dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
KATA PENGANTAR
Skripsi merupakan kewajiban setiap mahasiswa dalam rangka memperoleh gelar kesarjanaan. Oleh karena itu penulis menyusun skripsi yang berjudul :PERAN BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (BAPERMAS) KOTA SALATIGA DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DI KOTA SALATIGA TAHUN 2012-2013. Dengan selesainya skripsi ini, penulis sangat bersyukur kepada Allah swt. Disamping itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Ag., selaku ketua STAIN Salatiga. 2. Bapak Mubasirun, M.Ag., selaku ketua jurusan STAIN Salatiga.
3. Bapak Illya Muhsin, M.Si., Ketua Progdi Studi al-Ahwal al-Syakhsiyyah STAIN Salatiga.
4. Bapak Benny Ridwan M. Hum. dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini. 5. Bapak dan Ibu dosen dan para civitas akademika lingkungan Jurusan Syari’ah yang
telah dengan sabar dan ikhlas membagi ilmunya.
6. Para dosen, karyawan STAIN Salatiga yang memberikan jalan ilmu dan pelayanan. 7. Teman-teman sekelasku non-reguler angkatan 2009 yang telah menjadi inspirasi,
motivasi, dan penyemangat.
Dengan penuh harap penulis berdoa, semoga bantuan dari semua pihak mendapat imbalan dari Allah SWT. Amin…..
Salatiga, 12 September 2013
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
NOTA PEMBIMBING ... iii
DEKLARASI ... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pokok Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Kegunaan Penelitian ... 4
E. Penegasan Istilah ... 5
F. Telaah Pustaka ... 6
G. Metode Penelitian ... 13
BAB II. TINJAUAN UMUM KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN ... 18
A. Kekerasan Terhadap Perempuan ...………..….. 18
1. Pengertian Kekerasan Terhadap Perempuan ... 18
2. Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan ... 19
B. Sebab-Sebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga ... 24
C. Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan ... 28
1. Dampak Positif ... 28
2. Dampak Negatif ... 28
3. Dampak Negatif Bagi Masyarakat dan Bangsa ... 30
D. Perlindungan Terhadap Korban dan Sanksi Hukum Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan. ... 31
E. Menanggulangi Kekerasan Terhadap Perempuan Prespektif Islam. ... 35
1. Upaya Menanggulangi Kekerasan Terhadap Perempuan ... 35
2. Islam Menentang Kekerasan Terhadap Perempuan ... 37
BAB III. LAPORAN HASIL PENELITIAN ... 42
A. Pentinganya Bapermas Dalam Penanggulangan Kekerasan Terhadap Perempuan di Kota Salatiga ...……….…… 42
1. Gambaran Umum Bapermas Kota Salatiga ... 42
2. Visi dan Misi Bapermas Salatiga ... 43
Dalam Menanggulangi Kekerasan Terhadap Perempuan ... 51
1. Tugas dan Tanggung Jawab Bapermas Salatiga ... 51
2. Hambatan Bapermas Dalam Menanggulangi Kekerasan Terhadap Perempuan di Salatiga ... 54
C. Aktifitas Bapermas Dalam Menanggulangi Kekerasan Terhadap Perempuan ... 56
BAB IV. ANALISIS PERAN BAPERMAS SALATIGA DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DI SALATIGA ... 64
A. Perlindungan Terhadap Kekerasan Fisik, Psikhis, Seksual Dan Penelantaran Keluarga ... 64
B. Memaksimalkan Kinerja dan Tanggungjawab Sebagai Upaya Menanggulangi Tantangan dan Hambatan Bapermas Salatiga ... 67
C. Analisis Aktifitas Bapermas Salatiga Dalam Menanggulangi Kekerasan Terhadap Perempuan ... 70
D. Kerangka Solusi Penaggulangan Kekerasan Terhadap Perempuan di Salatiga ... 74
BAB V. PENUTUP ... 78
A. Kesimpulan ... 78
B. Saran ... 79
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1. Daftar Pegawai Bapermas, Perempuan, KB dan Ketahanan Pangan Kota Salatiga Tahun 2003.
2. Tabel 2. Sosialisasi Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Bapermas Salatiga Pada Tahun 2012-2013.
3. Tabel 3.Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Kota Salatiga Tahun 2012 - 2013. 4. Tabel 4. Kasus Kekerasan Terhadap PerempuanYang Ditangani Bapermas Kota
SalatigaAntara Tahun 2012-2013.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kekerasan terhadap perempuan nampaknya tidak akan pernah berhenti, bahkan semakin menjadi-jadi. Berbagai berita di media massa membuktikan akan hal itu. Ada suami membakar istri sampai tewas, pemukulan dan penyiksaan suami terthadap istri, perdagangangan perempuan baik sebagai tenaga kerja maupun sebagai perempuan penghibur. Kekerasan yang terjadi ternyata bukan hanya sebatas kekerasan fisik, tetapi juga kekeras seksual. Padahal sesungguhnya kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran terhadap hak asasi manusia.
Kekerasan terhadap kaum perempuan sesungguhnya ibarat gunung es. Puncaknya saja yang nampak, atau hanya beberapa kasus yang terekpos, selebihnya ribuan kasus kekerasan terhadap perempuan terpendam dan tak terekpos, apalagi memperoleh keadilan. Padahal kekerasan terhadap perempuan adalah masalah serius, tetapi kurang mendapat tanggapan serius dari masyarakat.
Untuk melindungi perempuan dari berbagai tindak kekerasan maka muncul berbagai produk hukum. Hal ini dapat dilihat dari ditetapkannya sejumlah instrumen-instrumen hukum internasional yang isinya berhubungan dengan upaya penghentian tindak kekerasan terhadap perempuan, antara lain dapat dilihat sebagai berikut :
Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women
(1979); Vienna Declaration and Programme of Action (1993); Declaration on the
Elimination of Violence Against Women (1993); Beijing Declaration and Platform
For Action (1995)
Indonesia sebagai peserta konvensi memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan hasil konvensi yang dituangkan dalam perundang-undangan, kebijakan, program dan tindakan. Realisasi dari komitmen itu diantaranya adalah ditetapkannya UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Luluhima, 2006 : 85).
Maraknya kekerasan terhadap perempuan dengan berbagai akibatnya juga menggugah kesadaran sebagian masyarakat dan lembaga, baik pemerintah maupun non pemerintah untuk berikhtiar mengurangi terjadinya kekerasan terhadap perempuan, sebab mengurangi dan menghilangkan kekerasan terhadap perempuan berarti pula upaya peningkatan kualitas peradaban manusia.
”melakukan koordinasi dan fasilitasi penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga dan perempuan; mewujudkan peningkatan kualitas hidup perempuan; memfasilitasi pendampingan, advokasi dan konseling korban kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan”.
Di Kota Salatiga Bapermas dibentuk berdasarkan Peraturan Walikota Salatiga No. 55 / 2011 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas, Pejabat Struktural, Pada Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja. Untuk mengetahui secara lebih luas peran Bapermas Kota Salatiga dalam upaya menanggulangi kekerasan terhadap perempuan, penulis akan mengkajinya dalam sebuah dengan judul : PERAN BADAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (BAPERMAS) KOTA SALATIGA DALAM PENANGGULANGAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DI KOTA SALATIGA TAHUN 2012-2013.
B. Pokok Masalah.
Ada tiga pokok masalah yang penulis ajukan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Mengapa Bapermas Salatiga menjadi lembaga yang penting dalam upaya
menanggulangi kekerasan terhadap perempuan di kota Salatiga ?
2. Bagaimana aktifitas Bapermas Salatiga dalam menanggulangi kekerasan
terhadap perempuan kota Salatiga tahun 2012-2013 ?
3. Apa hambatan-hambatan Bapermas Salatiga dalam upaya menanggulangi kekerasan terhadap perempuan di kota Salatiga tahun 2012-2013 ?
Merujuk pada pembahasan latar belakang dan fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui mengapa Bapermas Salatiga menjadi lembaga penting dalam upaya menanggulangi kekerasan terhadap perempuan di kota Salatiga.
2. Untuk mengetahui aktifitas Bapermas Salatiga dalam menanggulangi kekerasan terhadap perempuan kota Salatiga tahun 2012-2013.
3. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi Bapermas Salatiga dalam upaya menanggulangi kekerasan terhadap perempuan di Salatiga tahun 2012-2013.
D. Kegunaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian diharapkan akan memberi manfaat, baik secara teoritik maupun secara praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritik.
Manfaat teoritik dari penulisan skripsi ini adalah menambah wawasan dan pengetahuan penulis tentang berbagai persoalan yang berhubungan dengan kekerasan terhadap perempuan.
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktisnya adalah memberikan tambahan wacana bagi dunia akademis, masyarakat dan lebih khusus Bapermas dalam upayanya menanggulangi kekerasan terhadap perempuan di Kota Salatiga.
Untuk lebih mudah memahami judul skripsi di atas, maka ada beberapa istilah yang perlu penulis jelaskan, yaitu:
1. Badan Pemberdayaan Masyarakat.
Badan Pemberdayaan Masyarakat adalah bagian dari satuan organisasi tata kerja Kabupaten / Kota dan Propensi yang ruang lingkup tanggungjawabnya meliputi: Pemberdayaan masyarakat, perempuan, keluarga berencana, dan ketahanan pangan. Adapun Bapermas dalam penelitian ini adalah Badan Pemberdayan Masyarakat kota Salatiga sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Walikota Salatiga No. 55 Tahun 2011 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas, Pejabat Struktural, Pada Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja.
Beberapa tugas pokok Badan Pemberdayaan Perempuan di atas antara lain: melakukan koordinasi dan fasilitasi penanganan korban kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan; untuk mewujudkan peningkatan kualitas hidup perempuan; memfasilitasi pendampingan, advokasi dan konseling korban kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan.
2. Kekerasan Terhadap Perempuan
lingkup rumah tangga” (UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga pasal 1). Kekerasan terhadap perempuan dalam penelitian ini adalah Kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di wilayah Salatiga tahun 2012-2013 dan kasusnya ditangani oleh Bapermas kota Salatiga.
F. Telaah Pustaka
Pembahasan kekerasan terhadap perempuan maupun kekerasan dalam rumah tangga dengan berbagai variasinya sudah banyak yang membahasnya, diantaranya dapat dilihat sebagai berikut :
1. Sri Mulyati berjudul Kekerasan Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga Menurut UU No. 23 Tahun 2004 dan Hukum Islam (Studi Putusan Pengadilan Negeri
Salatiga No: 116/Pid.B/PN.Sal/2005 dan No: 20/Pid.B/PN. Sal/2006), STAIN
Salatiga 2007. Kesimpulannya antara lain menjelaskan Pertama; Kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk tindak kekerasan yang mengakibatkan rasa sakit atau penderitaan terhadap perempuan termasuk ancaman, menghambat, mengekang, meniadakan kenikmatan dan mengabaikan hak asasi manusia yang mengakibatkan penderitaan secara fisik, psikologis atau seksual, baik yang terjadi di area publik maupun domistik
Kedua; Bentuk-bentuk kekerasan dapat berupa: kekerasan fisik (physical
abuse), kekerasan psikis (emotional or psykologikal abose), kekerasan seksual
(sexual abuse), kekerasan ekonomi (economical abuse). Ketiga; Persoalan UU
hukum tersebut, yakni penghormatan terhadap martabat manusia, kaitannya dengan hak-hak suami istri dalam rumah tangga serta anti kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Dalam undang-undang sudah jelas ketentuan pidananya, sedang dalam hukum Islam tidak ditentukan pidananya bagi mereka yang melakukan kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga, akan tetapi kembali pada konsep perkawinan yaitu sakinah, mawadah, warahmah. Dari sini jelaslah bahwa kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga menurut UU PKDRT dan Hukum Islam tidak diperbolehkan.
2. Dalam skripsi Eni Kusrini Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga Menurut PKDRT (Studi Kasus di Polres
Salatiga Tahun 2004-2006) STAIN Salatiga 2006 diantaranya memberikan
Ketiga; Perlindungan hukum yang diberikan terhadap korban adalah : kepolisian akan memberikan perlindungan dengan cara menerima laporan dari pihak korban atau keluarganya; melakukan penyelidikan terhadap pelaku tindak kekerasan; kepolisian menjelaskan hak-hak korban dan melakukan penangkapan apabila pelaku tindak kekerasan melanggar penetapan perlindungan dari pengadilan; vonis hukuman bagi pelaku sesuai dengan penetapan dari pengadilan. Keempat; Perlindungan yang diberikan oleh Polres Salatiga sudah sesuai dengan UU KDRT No. 23 Tahun 2004. Dimulai dari melaporkan tindak kekerasan sudah sesuai dengan pasal 16. Untuk penyidikan sudah sesuai dengan pasal 21 b, mengamankan korban jika ada ancaman dari pelaku, memberikan konseling untuk penguatan korban, dan melakukan penangkapan terhadap tersangka.
3. Skripsi Wiwik Sartini dengan judul Pelayanan ”Dyah Rekso Utami” Terhadap
Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Fakultas Dakwah IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta 2009 memberikan kesimpulan diantaranya sebagai berikut:
Pertama; Sebab-sebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan adalah : adanya
budaya patriarki; ekonomi yang timpang; dan adanya penyelewengan. Kedua;
dengan Departemen Sosial yang bergerak di bidang ketrampilan dan pelatihan.
Ketiga; hambatan-hambatan yang dihadapi adalah: kurangnya kesadaran korban
untuk melaporkan tindak kekerasan yang dialaminya; korban enggan menceritakan perihal tindak kekerasan yang dialaminya; tidak lengkapnya data korban, adanya rasa kuatir korban jika suami ditahan maka siapa yang akan menghidupi keluarganya; korban dibayangi harus mengeluarkan biaya yang cukup besar; kurangnya kesigapan petugas.
4. Fitria Awwalin dalam skripsi Kekerasan Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga
(Studi Komparatif Terhadap Hukum Islam Dengan UU No. 23 Tahun 2004)
STAIN Salatiga 2005, memberikan kesimpulan diantaranya sebagai berikut :
Pertama; Kekerasan terhadap perempuan secara umum dapat diartikan sebagai
suatu perbuatan atau tindakan yang melanggar, menghambat, meniadakan kenikmatan dan pengabaikan hak asasi perempuan serta perbuatan tersebut dapat mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis. Termasuk didalamnya ancaman, paksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik dalam kehidupan individu, berkeluarga, bermasyarakat maupun bernegara. Kedua; bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri dalam lingkup rumah tangga dapat dikatagorikan menjadi empat macam: kekerasan fisik, kekerasan psikhis, kekerasan seksual dan kekerasan ekonomi.
Ketiga; Islam mengecam segala bentuk penindasan, diskriminasi dan
(keluarga). Pemahaman yang bias terhadap teks al Qur`an dan al Hadist mengenai masalah di atas dapat dimaklumi mengingat faktor kondisi sosio kultural yang melatar belakangi pemikiran masyarakat. Oleh karena itu sebuah rumah tangga harus dibangun dengan prinsip-prinsip antara lain : 1) Peinsip musyawarah dan demokrasi; 2) Prinsip penciptaan rasa aman, nyaman, dan tenteram dalam kehidupan keluarga; 3) Prinsip menghindari kekerasan; 4) Prinsip bahwa hubungan suami istri adalah sebagai patner; 5) Prinsip keadilan. Jika salah satu dari prinsip di atas tidak dijalankan, maka akan terjadi ketimpangan yang mengakibatkan kaburnya nilai-nilai manusiwi yang mestinya termanifestasi dalam keluarga.
Keempat; Sepatutnya kita menyambut gembira dengan hadirnya UU No.
23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, sebab dengan adanya undang-undang tersebut para korban kekerasan dalam rumah tangga memiliki payung hukum untuk mendapatkan keadilan ditengah kentalnya nuansa ideologi patriarkhi.
Kelima; Dalam hubungan dengan KDRT, hukum Islam dan UU KDRT
pemberdayaan (dari lingkaran kekerasan yang selama ini membuat perempuan tidak berdaya); pemulihan (dari perempuan yang dinistakan menjadi individu yang merdeka, terhormat, bermartabat di mata Tuhan dan Manusia).
Sebuah semangat yang mengarah pada tujuan yang sama, yaitu penolakan terhadap segala bentuk kekerasan terutama yang mengarah pada perempuan. Hal ini secara tidak langsung ”merubah” citra Islam, dari agama yang ”sangat dekat” dengan kekerasan menjadi agama yang peduli pada perempuan sebagai manusia yang sering mendapat kekerasan karena kondisi yang ”terlanjur” melemahkan posisi perempuan.
5. Dalam skripsi Ketidakadilan Jender Dalam Rumah Tangga (Studi Analisis Surat
An Nisa` Ayat 34) ditulis oleh Mukhlis Fajar Taufiq STAIN Salatiga 2005
meberikan kesimpulan diantarnya : Pertama; Jender (kenis kelamin sosial) peran yang diberikan masyarakat (sitem sosial) kepada laki-laki dan perempuan yang dikonstroksikan secara sosial maupun kultural, peran tersebut dapat dipertukarkan pada waktu, tempat, serta situasi yang melingkupinya.
Kedua; Konsep keadilan atau kesetaraan jender dalam Islam adalah : 1)
dengan amalan yang sholeh, maka keduanya harus menjalin kerja sama, saling melengkapi dan menyempurnakan kekurangan yang lain. 3) Semua tindakan yang dilakukan, baik laki-laki maupun perempuan akan mendapat balasan yang setimpal, tanpa membedakan jenis kelamin pelakunya.
Ketiga; Konsep Qowwam dalam relasi antara laki-laki dan perempuan
dalam rumah tangga yang terkandung dalam Q.S. An Nisa` : 34. harus dipahami dalam konteks sosial ayat tersebut diturunkan. Dengan kata lain kepemimpinan dalam rumah tangga tidak bersifat mutlak atau permanen dengan laki-laki. Siapapun (laki-laki atau perempuan yang telah dewasa) dapat menjadi pemimpin asalkan mampu menunjukkan kelebihannya (tentu saja dalam tataran kemanusiaan dan juga keagamaan – ketaqwaan), seperti mampu memberikan nafkah kepada keluarganya, mampu memberikan ”pencerahan” baik dalam hal pengetahuan maupun keagamaan..
Lima skrpsi di atas pada umumnya membahas kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga dengan segala variasinya. Sedang dalam skripsi penulis yang menjadi kajian utamanya adalah kekerasan terhadap perempuan di luar rumah tangga, yakni kekerasan dalam pacaran (KDP) serta traficcing
(perdagangan perempuan) sebagaimana yang ditangani Badan Pemberdayaan Masyarakat Salatiga tahun 2012-2013.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian diskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, dan gejala-gejala lainnya, maksudnya yaitu dengan mempertegas hipotesa-hipotesa lama atau baru dalam rangka menyusun teori baru (Soekanto, 1986 : 10). Alasan menggunakan penelitian diskriptif ini adalah untuk memberikan gambaran dan segala sesuatu yang berhubungan dengan peran Bapermas dalam penanggulangan kekerasan terhadap perempuan di Kota Salatiga.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, penulis berusaha hadir langsung menjumpai beberapa orang yang ada kompetensinya dalam penelitian ini. Diantaranya penanggungjawab kegiatan Bapermas Kota Salatiga, beberapa orang korban kekarasan terhadap perempuan, serta Polres Salatiga bidang Perlindungan Perempuan dan Anak.
3. Lokasi dan Obyek Penelitian
Sesuai dengan judul skripsi yang penulis ajukan, maka lokasi penelitian penulis adalah Bapermas Kota Salatiga, dan obyeknya adalah Kekerasan terhadap perempuan yang ditangani yang ditangani lembaga tersabut pada tahun 2012-2013.
a. Sumber data primer, diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak Bapermas
Kota Salatiga dan beberapa orang korban yang melaporkan kasusnya.
b. Sumber data sekunder, diperoleh dari arsip data kekerasan terhadap pada Bapermas Kota Salatiga, studi pustaka, arsip-arsip lain yang berhubungan dengan pokok masalah, serta Undang-Undang RI No. 23 Tahun 2004.
5. Metode Pengumpulam Data a. Metode Dokumentasi.
Metode Dokumentasi adalah metode penelitian data bersandar pada dokumen tertulis; buku, agenda, arsip-arip, dan lain-lain (Arikunto, 1998 : 131). Metode ini digunakan untuk mengetahui data tentang kekerasan terhadap perempuan yang masuk pada Bapermas kota Salatiga.
b. Studi Pustaka.
Studi pustaka yaitu mempelajari dan menganalisa berbagai literatur kepustakaan yang berhubungan dengan pokok persoalan yang dibahas. Studi kepustakaan ini amat penting karena untuk mempertajam kerangka teoritik serta analisis terhadap pokok permasalahan.
c. Metode Wawancara.
Wawancara penulis lakukan terhadap penaggungjawab kegiatan penanggulangan kekarasan terhadap perempuan pada Bapermas Kota Salatiga serta orang-orang yang berkompeten dalam pokok permasalahan. 6. Analisis Data
Dalam menganalisis hasil data yang diperoleh pada penelitian ini digunakan metode analisis deskriptif kualitatif, yakni berupa penjelasan kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati dari hasil penelitian (Moleong, 2001 : 3). Pendekatan ini penulis gunakan untuk menganalisis berbagai aktifitas Bapermas dalam penanggulangan kekerasan terhadap perempuan di Kota Salatiga.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menghindari ketidakakuratan data yang telah diperoleh dalam penelitian, penulis akan mengkonfirmasikannya terhadap berbagai pihak yang berkaitan. Misal; data jumlah kekerasan terhadap perempuan yang diperoleh dari Bapermas akan dikonfirmasikan terhadap bagian Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Salatiga atau Pengedilan Negeri Salatiga yang secara hukum menjadi bagian dari dua lembaga ini. Bila perlu validitas data akan dipertajam dengan wawancara dengan korban dan pelaku kekerasan terhadap perempuan yang kasusnya sampai ditanagani praktisi hukum.
8. Tahap-tahap Penelitian
a. Pemilihan pokok masalah yang menurut penulis menarik, problematis, dan terjangkau oleh penulis, yakni kekerasan terhadap perempuan.
b. Mengumpulkan data kekerasan terhadap perempuan dari intansi yang berkaitan, yaitu Bapermas Salatiga dan PPA Polres Salatiga.
c. Penyususunan proposal penelitian dilanjutkan permohonan ijin penelitian. d. Studi kepustakaan dan pengumpulan referensi yang berkaitan dengan pokok
permasalahan dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian.
e. Tahap akhir penelitian ini adalah penyusunan laporan hasil penelitian dengan beberapa analisisnya untuk kemudian diujikan.
H. Sistimatika Penulisan
Skripsi ini secara garis besar terdiri dari tiga bagian: bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. Pada bagian awal skripsi berisi tentang; cover luar, cover dalam, Lembar Lembar Pengesahan, Persetujuan Pembimbing, Deklarasi, Motto, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Tabel.
Pada bagian isi skripsi didalamnya terdiri dari lima bab. Keseluruhannya dapat dilihat sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan yang menguraikan; Latar Belakang Masalah, Pokok Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penjelasan Istilah, Telaah Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Skripsi.
Perempuan; Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan; Perlindungan Terhadap Korban dan Sangsi Hukum Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan; Menanggulangi Kekerasan Terhadap Perempuan Prespektif Islam.
Bab III : Laporan Hasil Penelitian, berisi tentang : Gambaran Umum Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Salatiga; Tugas dan Tanggung Jawab Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Salatiga; Kekerasan Terhadap Perempuan di Kota Salatiga Tahun 2012-2013.
Bab IV : Analisis Peran Badan Pemberdayaan Masayarakat Salatiga dalam Kasus Terhadap Perempuan di Kota Salatiga Tahun 2012-2013.
Bab V : Penutup, yang berisi tentang ; Kesimpulan dan saran
BAB II
TINJAUAN UMUM KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN
A. Kekerasan Terhadap Perempuan.
1. Pengertian Kekerasan Terhadap Perempuan.
Kekerasan t erhadap perempuan adalah ” set iap perbuat an t erhadap
seseorang t erut ama perempuan, yang berakibat t imbulnya kesengsaraan at au
penderit aan secara fisik, seksual, psikologis, dan at au penelant aran rumah
t angga t ermasuk ancaman unt uk melakukan perbuat an, pemaksaan, at au
perampasan kemerdekaan secara melaw an hukum dalam lingkup rumah
t angga” (UU No. 23 Tahun 2004 t ent ang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga pasal 1). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Suharso, 2009 : 240)
kat a kekerasan diart ikan diant arnya sebagai ” perbuat an seseorang at au
kelompok yang menyebabkan cidera at au mat inya orang lain at au
menyebabkan kerugian fisik maupun non fisik” . Dalam deklarasi Penghapusan
Kekerasan Terhadap Perempuan PBB pada pasal 1 disebut kan bahw a yang
dimaksud kekerasan t erhadap perempuan adalah :
” set iap t indakan berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat berakibat
kesengsaraan at au penderit aan perempuan secara fisik, seksual, dan psikologis,
kemerdekaan secara sew enang-w enang, baik yang t erjadi didepan umum at au
dalam kehidupan pribadi” .(Zuhriani, 2011 : 4).
2. Bentuk-Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan.
Secara umum kasus- kasus kekerasan terhadap perempuan yang pernah terjadi adalah: kekerasan terhadap istri, perkosaan, kekerasan dalam pacaran, pelecehan seksual, kekerasan dalam keluarga, dan perdagangan perempuan dan anak (Rifka Annisa, tt. 11). Adapun bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan diantaranya meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Kekerasan fisik berupa pemukulan, tamparan, penjambaan dan segala tindakan yang menyerang fisik atau menyebabkan luka fisik perempuan. b. Kekerasan psikologis, berupa umpatan, ejekan, cemoohan, dan segala
tindakan yang mengakibatkan tekanan psikologis termasuk ancaman dan pengekangan yang berakibat pada gangguan mental dan jiwa seperti adanya trauma, hilangnya kepercayaan diri, dan berbagai akibat negatif lainnya. c. Kekerasan seksual berupa; perkosaan, pelecehan seksual, hingga pemaksaan
hubungan seksual dalam perkawinan (marital rape) maupun incest.
d. Ekonomi; berupa tidak diberikannya nafkah bagi perempuan yang berstatus ibu rumah tangga untuk kebutuhan hidup sehari-hari, dilarang bekerja, dipaksa untuk bekerja, diekploitasi secara ekonomi ( Rifka An Nisa, tt. 6-7).
Menurut E Kristi Poewandari dalam Achie Sudiarti Luhulima memberi penjelasan bahwa bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan mencakup ”pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga atau hubungan intim”. (2000 : 11). Penjelasan singkatnya sebagai berikut :
a. Pelecehan Seksual.
Maksud pelecehan seksual adalah ”sifat pelaku seksual yang tidak diinginkan atau tindakan yang didasarkan pada seks yang menyinggung si penerima” (Rohan Kollier, 1998 : 3). Pada umumnya pelecehan seksual bisa berbentuk gurauan-gurauan porno, komentar-komentar tentang bentuk tubuh perempuan, merendahkan dan mengarah pada pemikiran seksual, sentuhan-sentuhan yang tidak dikehendaki, sampai pada pemaksaan melakukan tindakan seksual. Tindak kekerasan dapat secara langsung dikaitkan dengan ancaman posisi kerja perempuan. Dapat pula dikaitkan dengan posisi formal, tetapi memunculkan ketakutan-ketakutan dan dampak-dampak psikologis, fisik dan sosial bagi korban (Luluhima, 2000 : 11).
b. Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Hubungan Intim.
dikehendaki, sampai memaksa istri berhubungan dengan orang lain atau memaksa sebagai pelacur (2001 : 7).
Ita F. Nadia dalam Nathalie Kollman (1988 : 2) memberi penjelasan bahwa bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan meliputi hal-hal berikut: ”Pelecehan seksual: fisik dan non fisik; Pemukulan perempuan oleh pasangan hidupnya; Perkosaan; Sunat pada bayi atau anak perempuan; Pelanggaran hak reproduksi : pemasangan alat KB secara paksa”.
Sedang menurut Rosalia Sciortino kekerasan terhadap perempuan sangat bervariasi, diantaranya: kekerasan secara fisik dan psikologis, pemukulan terhadap pasangan atau pacar atau suami, pelecehan seksual baik fisik atau non fisik, paksaan keluarga berencana, pemotongan alat kelamin, dan penganiayaan serta pembunuhan (Kollman, 1998 : 4)
Hesti R. Wijaya juga menjelaskan bahwa lingkup tindak kekerasan terhadap perempuan meliputi hal-hal sebagai berikut : Kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dalam keluarga dan tindak kekerasan yang berkaitan dengan eksploitasi; Pemerkosaan dan gangguan seksual, intimidasi di tempat kerja dan pemaksaan prostitusi; Kekerasan yang dilakukan oleh atau diampuni oleh Negara (Kollmann, 1998, : 24).
a. Kekerasan fisik, yait u perbuat an yang mengakibat kan rasa sakit , jat uh sakit
at au luka berat (pasal 6). Bisa juga dijelaskan dengan ” kekerasan nyat a
dapat dilihat dan dirasakan oleh t ubuh, seringkali berupa penghilangan
kesehat an at au kemampuan normal t ubuh, sampai pada penghilangan
nyaw a seseorang” .
b. Kekerasan psikhis, yait u ” perbuat an yang mengakibat kan ket akut an,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan unt uk bert indak, rasa
t idak berdaya, dan/ at au penderit aan psikis berat pada seseorang” (pasal 7).
At au kekerasan yang memiliki sasaran rohani at au jiw a, juga dapat
mengurangi bahkan menghilangkan kemampuan normal.
c. Kekerasan seksual, yait u ” set iap perbuat an yang berupa pemaksaan
hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual secara t idak w ajar
dan/ at au t idak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain
unt uk kekerasan seksual meliput i (pasal 8) :
1) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
2) Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup
rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9).
Dalam t injaun sosiologis, kekerasan t erhadap perempuan dalam
t indakannya t ernyat a ada beberapa fariasinya, yait u :
1. Kekerasan Individual, maksudnya kekerasan individual adalah kekerasan
yang dilakukan oleh individu kepada sat u at au lebih individu yang lain.
2. Kekerasan Kolekt if, yait u kekerasan yang dilakukan oleh banyak individu
at au massa. Pelakunya adalah massa, dan korbannya adalah massa
t ermasuk juga individu. Ini bisa dilihat misalnya dalam sebuah peperangan
at au pemberont akan dimana banyak perempuan menjadi korban
penganiayaan dan pemerlosaan.
3. Kekerasan St rut ural, kekerasan ini t erjadi bukan karena dilakukan oleh
individu at au sekelompok orang, namun oleh sist em, hukum, ekonomi dan
t at a kebiasaan yang ada di masyarakat . Akibat dari kekerasan st ruct ural
dapat mempengaruhi fisik dan jiw a (Luhulima, 2000, 11).
Kekerasan terhadap perempuan sebenarnya sudah menjadi bagian tak terpisahkan dalam sejarah kehidupan manusia. Karena keterbatasan wawasan akan makna dan norma kehidupan, maka kekerasan dianggap sebagai suatu yang lumrah, bahkan menjadi bagian dari kehidupan sosial budaya masyarakat.Namun demikian tindak kekerasan yang terjadi terhadap perempuan tidak terjadi begitu saja, tapi ada beberapa faktor yang melatar belakanginya, antara lain :
a. Aspek Sosial-budaya
Nilai sosial budaya dalam masyarakat ternyata memberi andil yang kuat dalam terjadinya kekerasan dalam rumah tanga. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut :
1) Adanya pandangan perempuan hanya sebagai konco wingking (jw).
2) Persepsi pada masyarakat bahwa kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga atau diluar rumah tangga harus ditutupi. Ketika masyarakat memiliki persepsi seperti itu, korban kekerasan terhadap perempuan akan menjadi rahasia keluarga sehingga mereka tidak mau melaporkan kepada pihak yang berwenang dan akhirnya kekerasan tersebut terus berlanjut. 3) Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
4) Kebiasaan masyarakat mendidik anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani, dan tidak toleran.
5) Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
6) Adanya budaya patriarki: Perempuan telah ditanamkan kepatuhan dan
pembenaran atas kekerasan yang telah dilakukan. Suami memaksa istri untuk melakukan hal-hal yang tidak disukai atau bahkan menyakiti hati istri, namun, banyak istri yang beranggapan bahwa ini adalah bentuk kepatuhan istri kepada suami sehingga tidak menyadari bahwa ini adalah bentuk kekerasan psikologis terhadap dirinya.
b. Aspek ekonomi.
Dilihat dari aspek ekonomi, kekerasan terhadap perempuan terutama dalam rumah tangga bisa disebabkan karena:
1) Kemiskinan. Perempuan sebagai istri yang terlalu bergantung akan
membuat suami semena-mena. Karena dia merasa bahwa istrinya tidak bisa berbuat apa-apa tanpa dia, sehingga suami bisa berbuat kekerasan kepada istrinya.
2) Pendapatan istri lebih besar daripada suami: Jika pendapatan istri lebih besar daripada suami, dapat terjadi kecemburuan antara suami dan istri, sehingga suami merasa disepelekan dan melakukan kekerasan. Hal ini juga dipengaruhi oleh psikologi suami. Karena istri merasa berpenghasilan cukup, maka ia juga cenderung ingin menentukan langkah hidupnya sendiri atau sebagai perempuan mandiri yang kadang mengambil keputusan tanpa pertimbangan suami.
4) Suami hanya menunggu hasil kerja dari istri dan merelakan istrinya di
eksploitasi demi uang. (Sismanto; 2010 : 2). c. Aspek politik
Aspek politik adalah menyangkut berbagai kebijakan publik yang menyangkut kepentingan perempuan yang selama ini disinyalir kurang peduli terhadap perempuan. Misalnya mengenai upah buruh dibedakan antara laki-laki dengan perempuan, minimnya perempuan yang menempati jabatan-jabatan penting di berbagai lembaga, baik pemerintah maupun swasta, padahal tidak sedikit perempuan yang sanggup dan mampu memegang jabatan tersebut.
Aspek politik ini ternyata memberi kontribusi cukup besar kekerasan yang terjadi terhadap perempuan. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai aktifitas yang tema utamanya mengusung “pengarusutamaan gender”, yakni keharusan memberi porsi tertentu terhadap perempuan dalam sektor publik, misalnya pada ranah eksekutif dan legeslatif. (Julia, 2004 : 29)
Strauss A. Murray mengidentifikasi dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga sehingga memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) diantaranya sebagai berikut:
a.. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki, dimana aki-laki dianggap superioritas sumber daya dibandingkan perempuan, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan perempuan.
c. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi. Diskriminasi dan
perempuan (istri) tergantung terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan.
d. Beban pengasuhan anak: Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung mengasuh anak. Ketika terjadi hal tidak diharapkan terhadap anak, suami menyalahkan istri sehingga tejadi kekerasan.
e. Perempuan sebagai anak-anak: Konsep perempuan sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan keleluasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban perempuan. Laki-laki sebagai seorang bapak merasa punya hak untuk melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
f. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki: Posisi perempuan sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan dari suami, diterima sebagai pelanggaran hukum, tapi penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang dikemukakan penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga.
C.Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan
Setiap kekerasan, khususnya kekerasan terhadap perempuan pasti menimbulkan suatu dampak bagi dirinya korban, orang lain, ataupun pelaku. Dampaknya bisa positif, bisa juga berdampak negatif.
Meskipun kekerasan terhadap perempuan termasuk dalam tindak kriminalitas, tetapi ada dampak positif yang ditimbulkan, diantaranya korban kekerasan bisa mengendalikan kesadarannya untuk lebih membuka mata terhadap bentuk-bentuk kekerasan yang dialami. Selain itu, masyarakat juga bisa melihat akibatnya, sehingga bisa mengambil pelajaran.
2. Dampak Negatif
Dampak negatif kekerasan terhadap perempuan khusunya dalam rumah tangga bisa dijelaskan sebagai berikut :
a. Dampak negatif bagi korban:
Korban kekerasan dalam rumah tangga biasanya akan mengalami dampak jangka panjang dan dampak jangka pendek. Dampak jangka pendek bisa dilihat dari segi fisik dan psikologi. Dari segi fisik, biasanya korban akan mengalami luka-luka akibat kekerasan yang dilakukan oleh suaminya. Dari segi psikologis, biasanya korban merasa sangat marah, jengkel, merasa bersalah, malu dan terhina. Gangguan emosi ini biasanya menyebabkan terjadinya kesulitan tidur (insomnia) dan kehilangan nafsu makan (lost apetite), cemas, depresi berat.
bahkan bisa menyebabkan ketidakmampuan seorang ibu untuk merespon kebutuhan anaknya.
b. Dampak negatif bagi anak.
Kekerasan dalam rumah tangga mempunyai dampak negatif bagi anak, apalagi untuk anak usia dini. Misalnya, anak melihat secara langsung kekerasan yang dilakukan ayah kepada ibunya, kemungkinan akan mengalami depresi. Ia juga berpotensi melakukan kekerasan jika telah menikah, karena pada umumnya anak akan meniru tingkah laku orang tuanya. Ia juga akan melakukan hal-hal yang membahayakan bagi teman sebayanya, contohnya menggigit, dan memukul.
Bila anak dalam masa perkembangannya tumbuh dalam suasana yang sering terjadi kekerasan, biasanya mendapat sedikit perhatian dari orang tuanya, sehingga prestasi belajarnya menurun. Pada masa remaja atau dewasa, ia akan merasa tidak nyaman di rumah, sehingga dia akan lari pada hal-hal negatif, misal, minuman keras, narkoba. Anak akan merasa tidak aman, walau berada dirumahnya sendiri. Ia akan memiliki rasa takut dan kehawatiran jika suatu saat mereka jadi korbannya juga, sehingga hidup mereka tidak akan tentram.
c. Dampak negatif bagi masyarakat dan bangsa.
dibutuhkan lapangan kerja, sehingga menyebabkan pengangguran meningkat. Pada tahapan selanjutnya sudah pasti juga akan meningkatkan angka kemiskinan.
Perempuan sebagai istri, karena kekerasan dalam rumah tangga biasanya mengurus anaknya sendirian dan biasanya hanya hidup dengan sedikit materi yang ditingglkan, bahkan biasanya tidak ada sama sekali sehingga menjadi problem moral dan sosial tersendiri bagi masyarakat dan lingkungan. Pada dataran warga masyarakat bawah, bila mereka tidak sanggup mengatasinya, maka akan menambah daftar warga miskin baru.
Anak-anak korban kekerasan dalam rumah tangga biasanya tumbuh dalam suasana psyikologis tidak aman sehingga cenderung akan melakukan tindakan-tindakan berlawanan dengan norma susila dan keagamaan, misalnya pencurian, perampokan, penipuan sebagai jalan terakhir mempertahankan kehidupan mereka. Bila tidak ada kebersamaan mengatasinya, maka siklus kekerasan akan terus berlanjut ke generasi yang akan datang, dan anggapan keliru bahwa pria lebih baik dari wanita akan terus berkembang.
D. Perlindungan Terhadap Korban dan Sanksi Hukum Pelaku Kekerasan Terhadap Perempuan
penegasan akan perlindungan terhadap korban serta sangsi hukum terhadap pelaku kekerasan. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 10 yang menyatakan bahawa korban kekerasan berhak mendapatkan :
a. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat,
lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
b. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
d. Pendampingan oleh Pekerja Sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses
pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. e. Pelayanan bimbingan rohani.
Pada pasal 39 juga ditegaskan bahwa untuk pemulihan, korban berhak mendapatrkan pelayanan darai : tenaga kesehatan; pekerja sosial; relawan pendamping; dan/atau pembimbing rohani. Pada pasal 40 juga ditegaskan: (1) Tenaga kesehatan wajib memeriksa korban sesuai dengan standar profesinya. (2) Dalam hal korban melakukan perawatan, tenaga kesehatan wajib memulihkan dan merehabilitasi kesehatan korban.
Dalam Kit ab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) t idak mengenal ist ilah
kekerasan t erhadap perempuan. KUHP menggunakan ist ilah penganiayaan yang
merupakan jenis perilaku yang menggunakan kekerasan sepert i yang diat ur dalam
pasal 351-355 KUHP, sedangkan pasal 356 ayat (1) mengat ur t ent ang t ambahan
hukuman sepert iga jika penganiayaan it u dilakukan t erhadap ibunya, bapaknya
yang sah, ist erinya/ suaminya. Pasal 89 KUHP menyebut kan bahw a yang dinamakan
melakukan kekerasan adalah “ membuat orang menjadi pingsan at au t ak berdaya
lagi (lemah)” . M elakukan kekerasan art inya menggunakan t enaga atau kekuat an
jasmani yang t idak kecil dan secara t idak sah, misalnya memukul dengan t angan
at au dengan segala macam senjat a, menyepak, m enendang dan lain-lain.
Adapun unsur-unsur kekerasan sepert i yang sering dikemukakan dalam
set iap perumusan kekerasan dalam KUHP terdiri dari: “ didahului dengan
kekerasan” mengandung pengert ian bahw a kekerasan at au ancaman kekerasan ini
dipergunakan sebelum dilakukan kejahat an pokok yang dimaksudkan
mempersiapkan diri bagi si pelaku (Soedart o, 1981 : 113). Secara sederhana
kekerasan mengakibat kan korban menderit a, luka berat , secara fisik maupun
ment al, meninggal dunia, hart a miliknya berpindah t angan karena paksaan dan
kehormat annya dirusak.
Adapun pasal-pasal yang dit erapkan nagi pelaku kekerasan diant aranya
1. Pasal 285, pasal 286, pasal 288, pasal 289, pasal 290, pasal 291, pasal 293, pasal
295, pasal 296, dan pasal 297 Bab XIV KUHP t ent ang kejahat an kesusilaan
2. Pasal 328, pasal 330, pasal 332, pasal 333, pasal 335, pasal 336 Bab XVIII KUHP
t ent ang kejahat an t erhadap kemerdekaan orang.
3. Pasal 338, pasal 339, pasal 340, pasal 347 Bab XIX KUHP t ent ang kejahat an
t erhadap nyaw a.
4. Pasal 351, Pasal 352, pasal 354, pasal 355, pasal 356 Bab XX KUHP t ent ang
penganiayaan.
5. Pasal 368 Bab XXIII KUHP t ent ang pemerasan dan pengancaman
Dalam UU No. 23 Tahun 2004 sangksi hukum terhadap pelaku kekerasan dalam rumah tangga diantaranya termaktub pada pasal 44, yaitu :
“(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkungan rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000. (lima belas juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp. 30.000.000. (tiga puluh juta rupiah). (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp. 45.000.000. (empat puluh lima juta rupiah). (4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000. (lima juta rupiah)”.
“setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp. 36.000.000. (tiga puluh enam juta rupiah)”.
Terhadap orang yang melakukan pemaksaan hubungan seksual terhadap salah
seorang dalam lingkungan rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu, Pasal 47 memberi ancaman sebagai berikut : “setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya untuk melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp. 12.000.000. (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp. 300.000.000. (tiga ratus juta rupiah)”.
Ancaman pidana lebih berat, yakni penjara maksimal 20 (dua puluh ) tahun
dan denda mencapai lima rataus juta rupiah akan diterapkan terhadap orang yang melanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan 47. Hal ini sebagaimana ditegaskan pada Pasal 48 berikut :
“Dalam hal perbuatan sebagaiman dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahu tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp. 25.000.000. (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp. 500.000.000. (lima ratus juta rupiah)”.
Melihat beberapa Pasal yang telah dikutip di atas, sanksi hukum terhadap pelaku kekerasan dalam rumah tangga ternyata sudah cukup berat, namun kenyataannya kekerasan terus membawa korban, baik yang diungkapkan maupun yang tidak. Hal ini harus menjadi pekerjaan bersama untuk menjaga dan menjadikan tatanan masyarakat yang lebih harmonis dan berkeadilan.
E. Menanggulangi Kekerasan Terhadap Perempuan Prespektif Islam.
1. Upaya Menanggulangi Kekerasan Terhadap Perempuan
Ada beberapa langkah yang bisa diterapkan dalam rangka menanggulangi kekerasan dalam rumah tangga, diantaranya sebagaimana dikemukan Zuhriani (2011 : 93-96) berikut :
a. Pre-Emptif
Pengertian pre-emtif adalah menduduki lebih dahulu atau memiliki lebih dahulu (Jhon M. Echol dan Hasan Shadiliy, 1992 : 443). Maka maksud dari tahap ini adalah kepemilikan terhadap UU No. 23 Tahun 2004, secara terlebih sebagai bahan rujukan terhadap berbagai tindakan yang menyangkut kekerasan terhadap perempuan mulai dari penyusunan kebijakan, pelaksanaan dan tindak lanjutnya.
tersebut adalah: “mencegah segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga; melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga; menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; memelihara kerukunan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera”.
b. Preventif
Pengertian kata preventif adalah tindakan pencegahan (Jhon M. Echols dan Hassan Sadiliy, 1992 : 446). Maksud dari tahap ini adalah berbagai tindakan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Pada tahap ini langlah-langkah yang bisa dilakukan diantaranya :
1) Memberikan penyuluhan tentang kasus kekerasan terhadap perempuan kepada masyarakat, hal ini dilakukan agar masyarakat mengetahui bahwa melakukan tindakan kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga maupun perempuan pada umumnya merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum dan akan mendapatkan sanksi.
3) Ceramah atau penyuluhan ini dilakukan agar para siswa mengetahui
bahwa jika ada anggota keluarga atau rumah tangganya melakukan tindak kekerasan maka perbuatan tersebut merupakan tindakan yang melawan hukum dan mendapat sanksi.
c. Represif
Pengertian dari kata represif adalah melakukan tindakan-tindakan menindak (Jhon M. Echols dan Hassan Sadiliy, 1992 : 476). Langkah represif ini dalam aplikasinya adalah tindakan-tindakan yang dilakukan guna menindak pelaku kekerasan terhadap perempuan. Pada tahap ini biasanya dilakukan oleh Kepolisian, Bapermas, ataupun lembaga lain yang terkait dengan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
2. Islam Menentang Kekerasan Terhadap Perempuan
Untuk melengkapi kajian di atas dalam rangka menanggulangi kekerasan terhadap perempuan, dibawah ini akan dikemukan prinsip-prinsip keadilan Islam dalam hubungan dengan perewmpuan dan kehidupan berumah tangga.
Pertaman; Islam sangat menentang kekerasan dalam bentuk apapun. Hal ini
diawali dari prinsip yang diajarkan Islam dalam membangun rumah tangga, yaitu
mawaddah, rahmah dan adalah (kasih, sayang dan adil). Dalam al-Qur'an
ة دﻮـﻣ ﻢـﻜﻨـﯿـﺑ ﻞـﻌﺟو ﺎﮭـﯿﻟإ اﻮـﻨﻜﺴﺘـﻟ ﺎﺟاوزأ ﻢـﻜﺴـﻔﻧ أ ﻦـﻣ ﻢﻜـﻟ ﻖـﻠـﺧ نأ ﮫـﺘــﯾأ ﻦِﻣَو
نوﺮـﻜﻔـﺘـﯾ ٍمﻮـﻘـﻟ ﺖـــﯾ ﻵ ﻚـﻟ ذ ﻰﻓ ّن إ ﺔـﻤـﺣرو
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (Q. S. Ar-rum: 21).
Pada ayat lain Allah juga berfirman sebagai berikut :
ﺎـﻌـﻤـﻃو ﺎـﻓﻮــﺧ هﻮــﻋ د او ﺎـﮭــﺤـﻠـﺻ إ ﺪــﻌـﺑ ض ر ﻷا ﻰــﻓ او ﺪــﺴﻔــﺗ ﻻو
ﻦﯿـﻨـﺴـﺤـﻤــﻟا ﻦـﻣ ﺐــﯾﺮــﻗ ﮫﻠـﻟا ﺔـﻤـﺣر ن إ
.
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo`alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”(Q.S. al-A’râf, :56).
hukum-hukum, ayat-ayat serta sabda Nabi yang sering salah dipahami dan digunakan sebagai dalih dalam beberapa kasus kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga. Dalam Q.S. An-Nisa' : 34 ditegaskan sebagai berikut :
ﺎﻤﺑو ﺾـﻌـﺑ ﻰﻠﻋ ﻢـﮭﻀـﻌﺑ ﷲا ﻞـّﻀﻓ ﺎﻤﺑ ءﺂـﺴﻨـﻟ ا ﻰﻠﻋ ناﻮـﻣ ّﻮــﻗ ل ﺎﺟّﺮﻟا
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuz nya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”.
Dalam tataran praktik, banyak kalangan masyarakat yang memilih pendapat pertama sehingga banyak sekali kasus-kasus pemukulan isteri yang melampau batas-batas yang telah digariskan. Kasus-kasus ini tidak sedikit yang mengatasnamakan ‘kebolehan’ dari Islam.
Pandangan ini harus dirubah dan diganti dengan pendapat kedua yang mengatakan bahwa “pemukulan terhadap istri, apapun bentuknya, adalah pelanggaran terhadap ajaran kasih sayang dan anjuran keluarga sakinah,
mawaddah wa rahmah, dan `adalah” seabagaimana yang ditegaskan al-Qur’an.
Pandangan ini sesuai dengan hadis Nabi s.a.w. yang diriwayatkan Abdullah bin Zam’ah, bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya aku tidak senang (benci) terhadap lelaki yang memukul istrinya ketika dia marah, padahal bisa saja
setelah itu menggaulinya pada hari yang sama”. (Ibn ‘Arabi, juz I, : 420).
Dalam riwayat lain Rasulullah s.a.w. mengatakan “Mereka suami yang
suka memukul isteri bukanlah orang-orang yang baik”. (Riwayat Abu Dawud). Imam Ali bin Abi Thalib ra. juga mengatakan:
ﻦـﯿـﮭـﻣ ّﻻإ ّﻦـﮭـﻧ ﺎــھأ ﺎـﻣو ﻢـﯾﺮــﻛ ّﻻإ ءﺎﺴﻨــﻟا مﺮـﻛأ ﺎـﻣ
“Hanya laki-laki mulia yang akan memuliakan perempuan, dan hanya laki-laki hina yang akan menghinakan perempuan”.
menghormati, menyayangi, dan saling mencintai. Itulah fondasi dasar sebuah keluarga dalam Islam. Maka kekerasan terhadap perempuan sangat dicela Islam dan sangat bertentangan dengan nilai-nailai keislaman.
BAB III
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Pentinganya Bapermas Dalam Penanggulangan Kekerasan Terhadap Perempuan di Kota Salatiga.
1. Gambaran Umum Badan Pemberdayaan Masyarakat Kota Salatiga
Bapermas dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 tanggal 6 Juni 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Inspektorat dan Lembaga Teknik Daerah Provinsi Jawa Tengah. Sedang Bapermas Salatiga dibentuk berdasarkan Peraturan Walikota Salatiga Nomor 55 / 2011 tentang Tugas Pokok, Fungsi, Uraian Tugas, Pejabat Struktural, Pada Lembaga Teknik Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja.
Pembentukan Bapermas Salatiga tidak bisa dilepaskan dari kehadiran undang-undang diantaranya sebagai berikut :
a. UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
b. PP RI Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Penyelenggaraan dan Kerja Sama
Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tangga. (hasil wawancara dengan Indianingsih Wardani, Kasubid Pengarusutamaan Gender dan Kualitas Hidup Perempuan).
d. Surat Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463-05/384/2012 tanggal 10 September 2012 tentang Tim Pengelola Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Sebelum Bapermas lahir, lebih khusus P2TP2A (Pengelola Pusat
Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak), beberapa persoalan yang menyangkut korban tindak kekerasan berbasis gender dan anak di wilayah Kota Salatiga. ditangani oleh Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DINSOSNAKERTRANS) berdasarkan Surat Keputusan Walikota Walikota Salatiga Nomor 460.05/16/2007 dan Keputusan Kepala Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Salatiga.
2. Visi dan Misi Bapermas Salatiga.
Dalam setiap lembaga atau organisasi, baik yang berorientasi laba maupun nir laba, selalu membutuhkan visi dan misi sebagai penopang dan pemberi arah derap langkah organisasi. Hal demikian juga berlaku pada Bapermas Kota Salatiga.
... apa yang dihayalkan” (Suharso, 2009 : 631), maka untuk memperjelas visi tersebut perlu dijabarkan dalam bentuk misi.
Istilah misi atau mission (Engglish) dalam Kamus Inggris Indonesia salah satu terjemahannya adalah ”tugas yang harus dikerjakan dalam hidup” (Jhon M. Echols dan Hassan Shadily, 2000 : 383). Adapun misi Bapermas Salatiga adalah :
a. Meningkatkan kualitas hidup perempuan dan anak.
b. Menghapus segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. c. Mengembangkan Pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) di
berbagai bidang pembangunan.
Dalam pelaksanaan visi dan misi mulia di atas, Bapermas Salatiga tidak sendiri bekerja sendiri, tetapi bekerja sama dengan instansi dan organisasi lain, baik dari pemerintahan maupun organisasi sosial kemasyarakatan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang memiliki kepedulian terhadap persoalan kekerasan dalam rumah tangga.
Kerja sama dengan lembaga-lembaga tersebut didasarkan pada SK Walikota Nomor 463-05/384/2012 tanggal 10 September 2012 tentang Tim Pengelola Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Tim ini memiliki tanggung jawab atas kelancaran pelayanan pengelolaan pusat pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan anak di wilayah kota Salatiga. (Surat Keputusan dapat dilihat secara lengkap dalam lampiran).
3. Sumber Daya Manusia Bapermas Salatiga
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Organisasi Dan Tatat Kerja Lembaga Teknis Daerah, Kantor Daerah, Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu, Dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Salatiga, perangkat organisasi terdiri atas:
a. Kepala Badan
Kepala badan berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah yang mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang pemberdayaan masyarakat, perempuan, keluarga berencana dan ketahanan pangan.
Sekretaris berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala badan yang mempunyai tugas pokok memberikan pelayanan teknis administratif meliputi pengelolaan urusan, kerumahtanggaan, perlengkapan, pemeliharaan, kearsipan, ketatalaksanaan, kehumasan, perpustakaan, penyusunan rencana kegiatan, evaluasi dan pelaporan, serta mengkoordinasikan kegiatan dilingkungan Badan.
c. Bidang Pemberdayaan Masyarakat
Mempunyai tugas melaksanakan rencana kegiatan dan pengembangan dibidang pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan lembaga kemasyarakatan, peningkatan perekonomian masyarakat dan penanggulangan kemiskinan serta melakukan pengendalian, penilaian, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan.
d. Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Mempunyai tugas melaksanakan penyediaan bahan rencana dan program, pelaporan, evaluasi bidang pemberdayaan perempuan, pelaksanaan pelayanan administrasi dan teknis, fasilitasi, pengembangan system, perlindungan hukum hak-hak perempuan dan anak, pengarusutamaan gender dan pembinaan program pemberdayaan perempuan, pengarusutamaan gender dan perlindungan anak.
Mempunyai tugas menyiapkan bahan rencana kegiatan dan melaksanakan pembinaan, pengaturan kegiatan dalam rangka pendekatan pada institusi yang ada di masyarakat yang telah ada sengaja diberikan dalam rangka pengembangan keluarga berencana serta melakukan pengendalian, penilaian, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan.
f. Bidang Keluarga Sejahtera
Mempunyai tugas menyiapkan bahan rencana kegiatan dan melaksanakan pembinaan, pengaturan kegiatan dalam rangka pendekatan pada institusi yang ada di masyarakat yang telah ada sengaja diberikan dalam rangka pengembangan keluarga sejahtera serta melakukan pengendalian, penilaian, monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan.
g. Bidang Ketahanan Pangan
Mempunyai tugas menyusun rencana kegiatan teknis, melaksanakan koordinasi sistem ketahanan pangan serta melakukan pengendalian, penilaian dan monitoring serta evaluasi atas pelaksanaan kegiatan. Masing-masing bidang dipimpin oleh Kepala Bidang dan dibantu oleh Subbidang serta dilengkapi oleh Unit Pelaksana dari tiap-tiap Bidang.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini disajikan secara lengkap daftar tabel pegawai Bapermas Kota Salatiga beserta jabatannya untuk periode tahun 2013 :
18 Ir. Agus Ridwan Santosa, M. Si. NIP. 19680812 199603 1 004 Hidup Anak Pada Bid. PP & PPA. Staf Sub Bag Perencanaan,
Staf Sub Bid Pereko. Masyarakat dan Penaggulangan Kemiskinan Pada Bidang Permas.
Staf Sub Bid Pelayanan KB Kes. Reproduksi pada Bidang KB Staf Sub Bid Perl. Anak & Pen. Kualitas Hidup Anak
Staf Sub Bid Pengarusutamaan Gender & Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan
36 Staf Sub Bid Pelayanan KB Kes. Reproduksi pada Bidang KB
Staf Sub Bid. Ketersediaan & Distribusi Pangan pada Bid
Staf Sub Bid. Ketersediaan & Distribusi Pangan pada Bid Menanggulangi kekerasan terhadap perempuan di Salatiga tahun 2012-2013.
Berencana, dan ketahanan Pangan mempunyai tuga pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pemberdayaan
masyarakat, perempuan, keluarga berencana dan ketahanan pangan”. Salah satu sub bagian dari bidang tersebut adalah Bidang Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak. Tugas pokok bidang ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 72 ayat 1 Peraturan Walikota Salatiga No. 55/2011, yaitu :
“Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mempunyai tugas pokok melaksanakan penyediaan bahan, rencana dan program, pelaporan, evaluasi bidang pemberdayaan perempuan, pelaksanaan pelayanan administrasi dan teknis, fasilitasi, pengembangan sistem perlindungan hukum hak-hak perempuan dan anak, pengarus utamaan gender dan pembinaan program pemberdayaan perempuan, pengarus utamaan gender dan perlindungan anak”.
Secara lebih spesifik Subbidang Pengarusutamaan Gender dan Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan mempunyai tugas pokok menyiapkan rencana kegiatan dan melaksnaan bahan penyusunan kegiatan pembinaan, pedoman dan petunjuk teknis kegiatan peningkatan peran perempuan (Pasal 74 ayat 1). Uraian tugas pokok subbidang adalah sebagaimana tertuang dalam Pasal 74 ayat 2 :
b. Menyusun konsep perumusan kebijakan teknis dan prosedur kerja sesuai
bidang tugas sebagai pedoman pelaksanaan tugas;
c. Mengumpulkan dan mengolah data serta menyiapkan bahan penyusunan kebijakan pelaksanaan pengarusutamaan gender.
d. Melaksanakan fasilitasi penguatan kelembagaan dan pengembangan mekanisme pengarusutamaan gender pada lembaga pemerintah dan para pemangku kepentingan.
e. Melakukan koordinasi dan fasilitasi penanganan korban kekerasan dakan rumah tangga terhadap perempuan untuk mewujudkan peningkatan kualitas hidup perempuan;
f. Memfasilitasi pendampingan, advokasi dan konseling korban kekerasan
dalam rumah tangga terhadap perempuan;
g. Melakukan koordinasi dan fasilitasi dalam pencegahan perdagangan orang dan perempuan;
h. Menganalisis perencanaan anggaran yang responsif gender dan pengembangan materi Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) dan Pengarusutamaan Gender;
i. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan perlindungan perempuan terutama terhadap kekerasan tenaga kerja perempuan, perempuan lanjut usia, dan penyandang cacat;
j. Menyiapkan bahan dan melaksanakan koordinasi dengan instansi terkait