• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.1. Anatomi Organ Genitalia

Organ genitalia pada perempuan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Organ genitalia eksterna

Gambar 2.1. Organ Genitalia Eksterna Perempuan Sumber : R Putz, 2003

Secara umum, dalam proses reproduksi, organ genitalia eksterna berfungsi untuk senggama.13 Berdasarkan gambar 2.1., dapat dilihat bahwa organ genitalia eksterna terdiri atas :

a) Vulva

Bagian ini meliputi semua struktur yang eksternal yang dapat dilihat dari luar, yaitu dari pubis hingga perineum. Struktur eksternal tersebut meliputi mons pubis, labia mayora,

labia minora, klitoris, selaput dara, vestibulum, muara uretra, berbagai kelenjar, dan struktur vaskularisasinya.

b) Mons pubis

Bagian yang disebut juga sebagai mons veneris ini merupakan suatu bagian yang terdapat di atas simfisis pubis yang terlihat menonjol. Setelah pubertas, mons pubis akan ditutupi oleh rambut kemaluan.

c) Labia mayora

Labia mayora disebut juga sebagai bibir-bibir besar. Organ ini terisi oleh jaringan lemak yang terdiri atas bagian kanan dan kiri berbentuk lonjong, dan semakin ke bawah semakin mengecil. Labia mayora analog dengan skrotum pada organ genitalia pria.

d) Labia minora

Labia minora disebut sebagai bibir-bibir kecil. Organ ini berbentuk seperti suatu lipatan tipis dari kulit sebelah dalam dari labia mayora. Kulit tersebut mengandung banyak kelenjar sebasea dan ujung-ujung saraf yang menyebabkan labia minora menjadi sensitif.

e) Klitoris

Organ ini tertutup oleh preputium klitoridis, dan terdiri atas tiga bagian, yaitu glans klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantung klitoris ke os pubis. Organ ini berukuran sebesar kacang hijau, namun sangat sensitif karena penuh dengan ujung saraf.

f) Vestibulum

Vestibulum merupakan suatu bagian berbentuk lonjong. Bagian depan vestibulum dibatasi oleh klitoris, di sebelah kanan dan kiri dibatasi oleh labia minora, dan di bagian belakang dibatasi oleh perineum.

g) Bulbus vestibuli

Pengumpulan vena yang terletak di bawah selaput lendir vestibulum disebut sebagai bulbus vestibuli. Bagian ini mengandung banyak pembuluh darah, dan secara embriologik serupa dengan korpus kavernosum penis pada organ genitalia pria.

h) Introitus vagina

Introitus vagina merupakan sebuah lubang menuju vagina yang memiliki bentuk dan ukuran berbeda-beda. Pada seseorang yang belum pernah melakukan koitus, introitus vagina dilindungi oleh labia minora dan ditutupi oleh selaput dara. i) Perineum

Vulva dan anus dipisahkan oleh suatu jaringan yang disebut sebagai perineum. Perineum sering mengalami laserasi selama proses persalinan, dan sering dengan sengaja dipotong (episiotomi) untuk memperluas jalan lahir.13

2. Organ genitalia interna

Gambar 2.2. Organ Genitalia Interna Perempuan Sumber : R Putz, 2003

Organ-organ yang termasuk dalam genitalia interna berfungsi untuk memfasilitasi proses ovulasi, pembuahan, transportasi blastokista, implantasi, dan tumbuh kembang janin.13 Gambar 2.2. menunjukkan bahwa organ genitalia interna terdiri atas :

a) Vagina

Introitus vagina dengan uterus dihubungkan oleh liang kemaluan, atau disebut sebagai vagina. Vagina berfungsi sebagai liang sanggama dan jalan lahir dalam proses persalinan. Tidak terdapat kelenjar pada vagina, sehingga sekret yang ada dihasilkan oleh kelenjar pada serviks. Selama kehamilan, terjadi hipervaskularisasi pada jaringan ikat di bawah epitel vagina, sehingga dinding vagina tampak livide (kebiru-biruan).

b) Uterus

Uterus merupakan sebuah organ yang berongga dan berukuran sebesar telur ayam pada wanita yang tidak sedang hamil. Organ ini terdiri atas tiga bagian, yaitu fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri. Fundus uteri berbatasan langsung dengan tuba Falopii. Korpus uteri merupakan tempat berkembangnya janin selama kehamilan. Serviks uteri memiliki sebuah saluran yang disebut sebagai kanalis servikalis, dimana terdapat kelenjar-kelenjar serviks yang akan mensekresi mukus. c) Tuba Falopii

Saluran di antara uterus dan ovarium disebut sebagai tuba Falopii. Tuba Falopii terbagi menjadi empat bagian, yaitu pars interstisialis, pars ismika, pars ampullaris, dan infundibulum. Fungsi utama tuba Falopii adalah menyalurkan ovum atau zigot setelah terjadinya fertilisasi menuju uterus.

d) Ovarium

Ovarium disebut juga sebagai indung telur, karena berfungsi untuk penyimpanan dan pematangan folikel menjadi ovum yang siap mengalami ovulasi. Selain itu, ovarium juga berperan dalam sintesis hormon estrogen dan progesteron.13

2.1.2. Regulasi Hormonal Siklus Menstruasi

Gambar 2.3. Siklus Menstruasi Sumber : Lauralee S, 2010

Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium bersama-sama memegang regulasi pematangan folikel dan ovulasi melalui sistem yang disebut dengan hypothalamus-pituitary-ovarian axis. Hipotalamus menghasilkan gonadotropin-releasing hormone (GnRH) secara pulsatil setiap 90 menit. GnRH yang dihasilkan oleh hipotalamus akan merangsang hipofisis untuk melepaskan follicle-stimulating hormone

(FSH) dan luteinizing-hormone (LH). FSH akan memacu pematangan folikel selama fase folikular dan membantu LH memicu sekresi hormon steroid dari ovarium. Selain berperan dalam steroidogenesis, LH juga memegang peranan penting dalam proses ovulasi yang bergantung pada LH surge.13

Gambar 2.3. menunjukkan bahwa selama siklus menstruasi, siklus ovarium terdiri atas tiga fase berikut :

a) Fase folikular

Kadar FSH dan LH yang tinggi pada awal fase akan memicu perkembangan folikel yang kemudian menghasilkan satu folikel dominan. Perkembangan folikel menyebabkan produksi estrogen (terutama estradiol) oleh sel granulosa semakin meningkat.

b) Ovulasi

Kadar estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan sekresi LH. Hal ini menyebabkan tingginya kadar LH, sehingga terbentuk suatu puncak kadar LH (LH surge) yang memicu pecahnya folikel, atau dikenal sebagai proses ovulasi. c) Fase luteal

Sisa folikel yang telah pecah di ovarium akan mengalami luteinisasi dan membentuk korpus luteum. Hadirnya korpus luteum menyebabkan estrogen dan progesteron terus-menerus dihasilkan. Peningkatan kedua hormon tersebut memicu uterus mempertahankan lapisan endometrium superfisial untuk mempersiapkan implantasi bila terjadi fertilisasi. Jika tidak terjadi fertilisasi, maka pada akhir fase luteal akan terjadi regresi korpus

luteum, sehingga kadar estrogen dan progesteron menurun drastis. Hal ini memicu terjadinya pelepasan lapisan endometrium superfisial, atau dikenal sebagai proses menstruasi. Jika terjadi fertilisasi, maka trofoblas dapat menghasilkan gonadotropin yang akan mempertahankan korpus luteum agar tidak terjadi regresi, sehingga produksi estrogen dan progesteron dapat terus berlanjut.13

2.1.3. Perubahan Hormonal dan Keputihan pada Kehamilan

Selama kehamilan, terjadi berbagai perubahan fisiologis di dalam tubuh ibu, salah satunya adalah perubahan hormonal. Perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan bertujuan untuk menunjang pertumbuhan janin selama di dalam kandungan.1

Setelah terjadinya fertilisasi dan implantasi, akan segera terbentuk plasenta yang kemudian berperan sebagai organ endokrin. Salah satu fungsi plasenta adalah menghasilkan hormon steroid.13 Hormon steroid terdiri atas :

a) Progesteron

Sumber utama sintesis progesteron adalah kolesterol LDL (low density lipoprotein) yang masuk ke dalam sitoplasma sel-sel trofoblas dengan cara endositosis. Kadar progesteron plasma maternal meningkat secara linear dari 40 ug/ml pada trimester I, menjadi lebih dari 175 ug/ml pada trimester III.1 Peningkatan kadar progesteron selama kehamilan dapat memicu peningkatan kekentalan mukus serviks.13

b) Estrogen

Estrogen yang dihasilkan oleh plasenta sebagian besar berasal dari konversi prekursor androgen maternal dan adrenal janin. Kolesterol dikonversi menjadi pregnenolon sulfat di plasenta yang kemudian dikonversi kembali menjadi dehidroepiandrosteron sulfat (DHEA-S). DHEA-S kemudian mengalami metabolisme lebih lanjut menjadi estron (E1), dan melalui testosterone menjadi estradiol (E2), serta estriol (E3).1

Peningkatan kadar estrogen menyebabkan kadar air dalam mukus serviks meningkat.13 Selain itu, peningkatan kadar estrogen diketahui akan meningkatkan produksi glikogen oleh sel-sel epitel vagina. Glikogen merupakan sumber bahan makanan mikroorganisme di vagina. Peningkatan glikogen menyebabkan lingkungan vagina menjadi lebih memungkinkan bagi pertumbuhan mikroorganisme patogen, sehingga meningkatkan risiko terjadinya keputihan patologis.12

Gambar di bawah ini merupakan grafik perubahan kadar hormon estrogen dan progesteron selama kehamilan :

Gambar 2.4. Kurva Perubahan Kadar Estrogen dan Progesteron Selama Kehamilan

Sumber : Matthew B & Sallie B, 2002

Berdasarkan gambar 2.4., diketahui bahwa kadar estrogen dan progesteron relatif meningkat sejak awal kehamilan hingga kehamilan berakhir. Produksi estrogen yang dominan adalah produksi estradiol (E2).13 Peningkatan kadar estradiol mulai terlihat sejak usia gestasi 11 minggu, kemudian terus meningkat hingga usia gestasi 24 minggu, lalu sedikit menurun untuk kemudian meningkat kembali.3 Berdasarkan hal

tersebut, maka peneliti memutuskan untuk memilih populasi penelitian dengan usia gestasi 11-24 minggu.

2.1.4. Keputihan

2.1.4.1. Kondisi Normal Vagina

Vagina dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. Bersama dengan flora normal vagina, lapisan tersebut bertanggung jawab dalam mempertahankan kelembaban vagina, dan berperan dalam mekanisme pertahanan nonspesifik vagina terhadap infeksi mikroorganisme. Vagina dapat mensekresi glikogen yang kemudian diubah oleh flora normal menjadi asam laktat. Mekanisme ini menyebabkan keasaman vagina stabil pada pH 3,8-4,5. Keasaman vagina tersebut merupakan salah satu mekanisme proteksi terhadap infeksi, karena menyebabkan mikroorganisme patogen tidak dapat hidup pada lingkungan tersebut.15

Flora normal vagina didominasi oleh Lactobacillus sp.

Kebanyakan bakteri ini memproduksi hidrogen peroksida yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri lainnya. Selain

Lactobacillus sp., beberapa bakteri lain juga merupakan flora normal vagina, seperti Streptococcus sp., beberapa bakteri anaerob, dan beberapa bakteri gram negatif.15

Keputihan merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan produksi sekret oleh serviks uteri, sehingga kemudian keluar melalui vagina.2,4 Keputihan terbagi menjadi dua jenis, yaitu keputihan fisiologis dan patologis.15

2.1.4.2. Keputihan Fisiologis

Keputihan yang fisiologis ditandai dengan sekret yang berwarna bening, tidak menimbulkan bau yang menyengat, iritasi, maupun rasa nyeri.15

Keputihan fisiologis dapat ditemukan pada beberapa keadaan, yaitu bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari, waktu di sekitar menstruasi, hasrat seksual, siklus haid, kehamilan, penggunaan pil kontrasepsi, dan stress.15

2.1.4.3. Keputihan Patologis

Keputihan patologis biasanya ditandai dengan sekret vagina yang berwarna keruh atau kuning atau kuning kehijauan, berbau tidak sedap, disertai lesi atau iritasi vagina, dispareunia, gatal, dan perdarahan. Penderita juga dapat mengeluhkan sistitis yang berupa disuria eksternal akibat lesi vulva.15

Berdasarkan mekanisme terjadinya, keputihan patologis dapat dibedakan menjadi keputihan patologis yang infeksius dan non-infeksius.15

a) Keputihan patologis infeksius

Disebabkan oleh infeksi mikroorganisme :

 Bakteri : Gardanerrella vaginalis, Chlamidia trachomatis, Neisseria gonorhoae, dan Gonococcus.

 Jamur : Candida albicans.

 Protozoa : Trichomonas vaginalis.

 Virus : Herpes Virus dan Human Papilloma Virus. b) Keputihan patologis non-infeksius

Dapat disebabkan oleh polip serviks, neoplasma serviks, materi yang tertinggal (misalnya tampon atau pasca terminasi kehamilan), trauma, vaginitis atrofik, reaksi alergi (misalnya akibat pembasuhan vagina), dan membersihkan vagina dengan sabun, terutama produk antibakteri.

Keputihan patologis pada wanita hamil yang paling sering terjadi adalah infeksi berupa vaginosis bakterial, trikomoniasis, dan kandidiasis.5

1. Vaginosis Bakterial a. Epidemiologi

Vaginosis bakterial merupakan infeksi genital yang paling sering terjadi di antara infeksi-infeksi yang lain. Frekuensi terjadinya vaginosis bakterial meningkat pada tingkat sosial ekonomi yang rendah, dan berkurang pada tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi. Sekitar 50% wanita aktif seksual mengalami infeksi Gardnerella vaginalis, namun hanya sedikit yang menimbulkan gejala. Ditemukannya

Gardnerella vaginalis sering diikuti dengan infeksi lain yang ditularkan melalui hubungan seksual.16 b. Etiologi

Organisme penyebab vaginosis bakterial bersifat kompleks, dan biasanya dihubungkan dengan infeksi Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis, Mobiluncus sp., dan bakteri-bakteri anaerob.17

Gardnerella vaginalis merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak berkapsul, tidak bergerak, dan bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini memberikan hasil negatif pada uji katalase, uji oksidase, reduksi nitrat, dan uji indol.8

c. Patogenesis

Vaginosis bakterial merupakan suatu sindrom klinis yang diakibatkan oleh perubahan komposisi flora normal vagina. Flora normal vagina yang seharusnya didominasi oleh Lactobacillus sp.

digantikan oleh pertumbuhan berlebihan mikroorganisme lainnya.6

Dapat terjadi simbiosis antara Gardnerella vaginalis sebagai pembentuk asam amino dan kuman anaerob serta bakteri fakultatif lain dalam vagina yang mengubah asam amino menjadi amin, sehingga menaikkan pH sekret vagina sampai suasana yang menyenangkan bagi pertumbuhan Gardnerella vaginalis. Beberapa amin dapat mengiritasi kulit dan menambah pelepasan sel epitel, serta dapat menyebabkan sekret vagina menjadi berbau.8

d. Manifestasi klinis

Sekitar 50% penderita vaginosis bakterial bersifat asimtomatik.8 Bila bergejala, biasanya vaginosis bakterial ditandai dengan sekret vagina yang keruh, encer, berwarna putih abu-abu hingga kekuning-kuningan, dengan bau busuk atau amis. Bau semakin bertambah setelah hubungan seksual.5

Berdasarkan penelitian di beberapa negara berkembang, vaginosis bakterial dapat menimbulkan beberapa komplikasi pada kehamilan, antara lain adalah kelahiran prematur, ketuban pecah dini, korioamnionitis, dan endometritis postpartum.6

e. Diagnosis

Pada pemeriksaan pH, akan ditemukan peningkatan pH vagina menjadi >4,5. Pemeriksaan menggunakan larutan KOH 10% menyebabkan sekret vagina akan mengeluarkan bau amis akibat produksi amin oleh Gardnerella vaginalis. Diagnosis vaginosis bakterial ditegakkan berdasarkan pH vagina, bau amis (whiff test), dan ditemukannya clue cells pada pemeriksaan mikroskopik. Clue cells merupakan sel-sel epitel vagina yang disel-selubungi oleh biofilm bakteri.15,18

2. Trikomoniasis a. Epidemiologi

Trikomoniasis merupakan infeksi saluran urogenital bagian bawah yang dapat terjadi pada wanita maupun pria, namun insidensi lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Penularan umumnya terjadi melalui hubungan seksual. Namun, penularan juga bisa terjadi melalui pakaian, handuk, atau berenang. Maka, trikomoniasis sering dijumpai pada orang dengan aktivitas seksual yang tinggi.8

b. Etiologi

Penyebab trikomoniasis adalah Trichomonas vaginalis, suatu parasit berbentuk filiformis, berukuran 15-18 mikron, mempunyai 4 flagela, dan bergerak seperti gelombang. Parasit ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan dapat hidup dalam suasana pH 5-7,5.8

c. Patogenesis

Masa tunas Trichomonas vaginalis rata-rata 4 hari hingga 3 minggu. Parasit ini mampu menimbulkan reaksi inflamasi pada dinding saluran urogenital dengan cara invasi sampai jaringan epitel dan subepitel. Dapat ditemukan nekrosis dari lapisan subepitel yang menjalar hingga permukaan epitel. Parasit ini hidup di dalam vagina dan uretra dengan memanfaatkan sisa-sisa sel, bakteri, dan benda lain yang ada di dalam sekret vagina.8

d. Manifestasi klinis

Pada kasus yang akut, akan timbul manifestasi berupa sekret vagina seropurulen berwarna kekuning-kuningan atau kehijauan, berbau tidak enak, dan berbusa.16 Dinding vagina tampak kemerahan dan sembab. Kadang terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks yang dikenal sebagai strawberry appearance, karena tampak sebagai jaringan granulasi berwarna merah. Gejala yang timbul dapat disertai dispareunia, perdarahan pascacoitus, dan perdarahan diluar siklus menstruasi.8

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya trikomoniasis selama kehamilan dapat menimbulkan komplikasi berupa kelahiran prematur, berat bayi lahir rendah (BBLR), dan ketuban pecah dini.20

e. Diagnosis

Diagnosis trikomoniasis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskopik dari sediaan sekret vagina, pemeriksaan kultur, tes antigen, dan DNAprobe.15,18

3. Kandidiasis a. Epidemiologi

Kandidiasis bertanggung jawab atas jutaan kunjungan pasien ke dokter umum setiap tahunnya. Setelah berusia 25 tahun, diperkirakan setengah dari wanita pernah memeriksakan diri ke dokter minimal satu kali akibat kandidiasis. Namun, kandidiasis lebih jarang ditemukan pada anak perempuan yang belum pubertas dan pada wanita setelah menopause.15 Angka kejadian kandidiasis lebih tinggi pada wanita hamil, dan diduga berhubungan dengan peningkatan kadar

estrogen dan deposisi glikogen di vagina. Pada wanita hamil, terjadinya kandidiasis sering bersifat rekuren.10 b. Etiologi

Kandidiasis disebabkan oleh infeksi jamur

Candida albicans. Jamur ini bersifat Gram positif, saprofit, berbentuk bulat hingga oval, dan berkembang biak dengan blastospora.10

c. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang khas adalah terbentuknya sekret vagina yang menggumpal dan berwarna putih kental. Gejala lain yang muncul adalah gatal dengan intensitas sedang hingga berat disertai rasa terbakar, kemerahan, dan bengkak di daerah genital.15

d. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis sekret vagina dan kultur jamur.15,18

2.1.5. Higienitas Organ Genitalia Wanita

Higienitas organ genitalia adalah usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan dengan memelihara kebersihan organ genitalia.21

Indonesia merupakan daerah dengan iklim tropis. Iklim tropis mengakibatkan udara cenderung panas dan lembab, sehingga sering membuat banyak berkeringat, terutama di bagian tubuh yang tertutup dan di daerah lipatan kulit, salah satunya adalah pada organ genitalia. Kondisi ini menyebabkan mikroorganisme patogen menjadi mudah menginfeksi dan berkembang biak, sehingga terjadilah keputihan patologis.21

Berikut ini adalah cara memelihara kebersihan organ genitalia pada wanita :

1. Menjaga kebersihan organ genitalia eksterna dengan cara membasuhnya menggunakan air bersih, terutama setelah buang air besar dan buang air kecil. Cara membasuh yang benar adalah dari arah depan (vagina) ke belakang (anus). Cara membasuh yang salah, misalnya dari arah belakang ke depan, akan menyebabkan mikroorganisme yang ada di sekitar anus terbawa ke vagina.

2. Mengeringkan organ genitalia eksterna menggunakan handuk bersih atau tisu kering setelah dibasuh menggunakan air bersih. 3. Menyiram kloset duduk terlebih dahulu sebelum digunakan untuk

mencegah infeksi mikroorganisme yang menempel pada kloset. 4. Meminimalkan frekuensi penggunaan sabun pembersih vagina.

Vagina sudah memiliki mekanisme alami untuk menjaga kondisi fisiologisnya. Seringnya penggunaan sabun pembersih vagina menyebabkan matinya flora normal vagina, sehingga kuman patogen dapat menginfeksi dan berkembang biak.

5. Menghindari penggunaan pantyliner yang terlalu sering. Gunakanlah pantyliner ketika dibutuhkan, misalnya saat terjadi keputihan yang cukup banyak. Bila harus menggunakan pantyliner, maka gunakanlah yang tidak berparfum agar tidak terjadi iritasi. Selain itu, ketika digunakan, pantyliner harus sering diganti.

6. Mengganti pakaian dalam secara teratur juga penting untuk menjaga higienitas organ genitalia. Penggantian pakaian dalam minimal dilakukan dua kali dalam sehari, misalnya ketika mandi pagi dan sore, sehingga kelembaban yang berlebihan dapat dicegah. 7. Menggunakan pakaian dalam dengan bahan yang menyerap keringat, seperti katun, sehingga organ genitalia tidak terlalu lembab.

8. Menghindari penggunaan celana dalam yang ketat, karena dapat menyebabkan organ genitalia menjadi lembab, berkeringat, dan akhirnya menjadi mudah terinfeksi mikroorganisme.19,22

2.1.6. Perilaku

Perilaku adalah respon seseorang terhadap suatu stimulus yang dapat berupa tindakan atau praktik, di mana orang lain dapat dengan mudah melihat atau mengamatinya.23

2.1.6.1.Bentuk Perilaku

Berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus yang diberikan, perilaku terbagi menjadi dua :

1. Perilaku tertutup

Respon terhadap stimulus secara terselubung disebut sebagai perilaku tertutup, yang dapat berupa perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran, atau sikap. Perilaku tertutup tidak dapat dengan jelas diamati, karena sifatnya tersirat.

2. Perilaku terbuka

Respon terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka disebut sebagai perilaku terbuka, yang dituangkan dalam bentuk tindakan atau praktik. Sifat respon yang terbuka menyebabkan orang lain dapat dengan mudah mengamati.21,24,25

2.1.6.2.Determinan Perilaku

Setelah mendapatkan stimulus yang sama, setiap orang dapat memberikan respon perilaku yang berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhinya disebut sebagai determinan perilaku. Ada dua jenis determinan perilaku :

a) Faktor Internal

Faktor-faktor berupa karakteristik individu yang bersangkutan yang biasanya bersifat bawaan termasuk dalam faktor internal. Contoh faktor internal meliputi tingkat kecerdasan, tingkat emosional, dan jenis kelamin.

b) Faktor Eksternal

Faktor lingkungan, baik lingkungan fisik, ekonomi, politik, dan sebagainya termasuk dalam faktor eksternal. Faktor eksternal biasanya menjadi faktor mendominasi terbentuknya perilaku seseorang.21,22,23

2.1.6.3.Proses Terjadinya Perilaku

Proses terbentuknya perilaku baru pada diri seseorang terdiri atas beberapa langkah berikut ini :

a. Awareness

Pemberian stimulus pada awalnya mungkin tidak disadari oleh seseorang. Ketika orang tersebut mulai menyadari adanya stimulus, kejadian tersebut dikenal sebagai awareness.

b. Interest

Setelah menyadari adanya stimulus, maka seseorang akan mulai tertarik pada stimulus tersebut. Hal ini disebut sebagai

interest. c. Evaluation

Tahap ini ditandai dengan individu yang mulai menimbang-nimbang mengenai baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d. Trial

Trial merupakan kondisi di mana seseorang sudah mulai mecoba perilaku baru.

e. Adoption

Setelah melewati empat tahap di atas, maka akhirnya seseorang memiliki perilaku yang baru yang sesuai dengan pengetahuan, sikap, dan kesadarannya terhadap stimulus. Ketika hal tersebut terjadi, maka tahap ini disebut sebagai tahap

2.2. Kerangka Konsep

Gambar 2.5. Kerangka Konsep

Kehamilan

Usia gestasi11-24 minggu

Kadar estrogen dan progesteron meningkat signifikan Keputihan fisiologis Keputihan patologis Infeksi mikroorganisme

Perilaku hygiene organ genitalia eksterna

Dokumen terkait