• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori yang digunakan dalam menganalisa objek penelitian adalah perubahan masyarakat harus diikuti oleh perubahan hukum.36 Dalam kehidupan bermasyarakat

kebutuhan akan hukum sangat diperlukan untuk menjaga agar terjaganya kehidupan masyarakat yang tertib dan aman. Oleh karena itu untuk menjaga perubahan masyarakat di bidang hukum tetap teratur harus diikuti dengan pembentukan norma- norma sehingga dapat berlangsung secara tertib dan harmonis.

      

36

Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berhubungan yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu.37 Fungsi teori adalah untuk

menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.38

Dalam hal penulisan tesis ini memakai teori perkembangan hukum karena saat sekarang ini yang semakin berkembang dan kebutuhan hidup manusia yang semakin tinggi sehingga terjadi perubahan-perubahan peraturan yang ada di dalam masyarakat.

Menurut Mochtar Kusumaatmadja, pengembangan Ilmu Hukum yang bercirikan Indonesia tidak saja dilakukan dengan mengoper begitu saja ilmu-ilmu hukum yang berasal dari luar dan yang dianggap modern, tetapi juga tidak secara membabi buta mempertahankan yang asli. Keduanya harus berjalan secara selaras. Selanjutnya dengan mengilhami dari teori Law as a Tool of Social Engineering dari ajaran Roscoe Pound yang beraliran Sociological Jurisprudence Mochtar Kusumaatmadja menghasilkan teori hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat.39

Namun dalam perkembangannya pada masa sekarang ini objek yang menjadi jaminan kredit dapat disewakan kepada pihak ketiga jika dengan persetujuan dari pihak kreditur (Bank). Ada kelonggaran peraturan yang diberikan kepada debitur dari       

37

J. J. H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, dialihbahasakan oleh Arief Sidharta, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1999), Hal. 2.

38

J. J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Azas-Azas, editor M. Hisyam, (Jakarta : FE UI, 1996), Hal. 203.

39

Lili Rasyidi dan Bernard Arief Sidharta, Filsafat Hukum : Madzhab dan Refleksinya, (Bandung : Rosdakarya, 1994), Hal. 111.

pihak kreditur (Bank) karena kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi yang membutuhkan dana segar guna kelangsungan usahanya dan keberadaan masyarakat yang semakin dinamis pada saat ini.

Pembangunan yang dilaksanakan tentu saja pembangunan yang memiliki pijakan hukum yang jelas, bisa dipertanggungjawabkan, terarah serta proporsional antara aspek fisik (pertumbuhan) dan non fisik. Apabila diteliti, semua masyarakat yang sedang membangun selalu dicirikan oleh perubahan. Bagaimanapun kita mendefinisikan pembangunan itu dan apapun ukuran yang kita pergunakan bagi masyarakat dalam pembangunan. Peranan hukum dalam pembangunan adalah untuk menjamin bahwa perubahan itu terjadi dengan suasana damai dan teratur.40

Istilah “pembaharuan hukum” sebenarnya mengandung makna yang luas mencakup sistem hukum.41 Dalam prosesnya, pembangunan ternyata ikut membawa

konsekuensi terjadinya perubahan-perubahan atau pembaharuan pada aspek-aspek sosial lain termasuk di dalamnya pranata hukum. Artinya, perubahan yang dilakukan (dalam bentuk pembangunan) dalam perjalanannya menuntut adanya perubahan- perubahan dalam bentuk hukum. Perubahan hukum ini memiliki arti yang positif

      

40

Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan Nasional, (Bandung : Bina Cipta, 1986), Hal. 1.

41

Lawrence M. Friedman, American Law, WW Norton & Company, New York, 1930, Pg. 5- 6, (Mulhadi : Relevansi Teori Sociological Jurisprudence Dalam Upaya Pembaharuan Hukum di Indonesia, 2005, USU Repository 2006).

dalam rangka menciptakan hukum baru yang sesuai dengan kondisi pembangunan dan nilai hukum masyarakat.42

Teori Sociological Jurisprudence yang dikemukakan oleh Roscoe Pound, ia mengatakan bahwa hukum sebagai suatu unsur dalam hidup masyarakat harus memajukan kepentingan umum.43 Artinya hukum harus dilahirkan dari konstruksi

hukum masyarakat yang dilegalisasi oleh penguasa. Ia harus berasal dari konkretisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Kemajuan pandangan Pound dibandingkan dengan ahli-ahli sebelumnya, ia lebih banyak menekankan arti dan fungsi pembentukan hukum. Dimana hal itu bisa dilihat dari pernyataan di atas yaitu bahwa hukum harus memajukan kepentingan umum. Statement inilah yang dikenal dengan teorinya “Law as a Tool of Social

Engineering” (hukum sebagai alat atau sarana rekayasa atau pembaharuan sosial).44

Di dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas-asas sebagai pendukung dari teori yang telah dipaparkan di atas yaitu :

1. Asas Kebebasan Mengadakan Perjanjian (Asas Kebebasan Berkontrak)

Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia. Di dalam hukum perjanjian nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu memelihara keseimbangan ini tetap perlu       

42

Abdul Hakim Nusantara dan Nasroen Yasabain, Pembangunan Hukum : Sebuah Orientasi

(Pengantar Editor) Dalam Beberapa Pemikiran Pembangunan Hukum di Indonesia, (Bandung :

Alumni, 1980), Hal. 2.

43

Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta : Kanisius, 2001), hal. 180.

44

Roscoe Pound, An Introduction To the Philosophy of Law, (New Heaven, Yale University Press, 1954), pg. 47, ( Mulhadi : Relevansi Teori Sociological Jurisprudence Dalam Upaya Pembaharuan Hukum di Indonesia, 2005, USU Repository 2006).

dipertahankan, yaitu “pengembangan kepribadian” untuk mencapai kesejahteraan dan kepribadian hidup lahir dan batin yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat.

2. Asas Konsensualisme

Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1320 dan 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan keinginannya (will), yang dirasakan baik untuk menciptakan perjanjian. Asas ini sangat erat hubungannya dengan asas kebebasan mengadakan perjanjian.

3. Asas Kekuatan Mengikat

Di dalam suatu perjanjian terkandung suatu asas mengikat. Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata-mata terbatas pada apa yang diperjanjikan, akan tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan serta moral.

4. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan merupakan kelanjutan dari asas persamaan. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur memikul pula beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Dapat dilihat di sini bahwa kedudukan kreditur yang kuat diimbangi dengan kewajibannya untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.

5. Asas Kepastian Hukum

Perjanjian sebagai suatu figur hukum harus mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikat perjanjian itu yaitu sebagai Undang- Undang bagi para pihak.45

Jika nantinya di dalam proses kredit debitur mengalami kemacetan kredit maka pihak kreditur disini adalah Bank dapat mengeksekusi objek yang dijaminkan debitur tersebut sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan, yang nantinya ditentukan lebih lanjut oleh Pengadilan.

Dokumen terkait