• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Menurut pendapat Otje Salman dan Anton F Susanto, teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.28

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan toritis.29

Tujuan kerangka teori menurut Soerjono Soekanto adalah :

1. Untuk lebih mempertajam atau mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

2. Mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi.

3. Teori biasanya merupakan ikhtiar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.

28HR.Otje Salman S dan Anton F Susanto,Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal. 23.

4. Memberikan kemungkinan mengadakan proyeksi terhadap fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin fakta tersebut akan muncul lagi pada masa-masa mendatang.

5. Teori-teori memberikan petunjuk-petunjuk pada kekurangan-kekurangan yang ada pada pengetahuan peneliti.30

Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.31

Pada pembahasan ini akan dibahas tentang perlindungan hukum atas lambang Palang Merah di Indonesia ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu Pasal 6 ayat (3) huruf (b), dimana Direktorat Jenderal HaKI akan menolak permohonan pendaftaran merek yang menyerupai sebagian atau seluruhnya lambang Palang Merah karena merupakan lambang milik lembaga internasional yang diakui keberadaannya di Indonesia. Akan tetapi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Pasal 6 ayat (3) huruf (b) hanya mengatur penolakan pendaftaran, sedangkan peniruan lambang Palang Merah yang tidak terdaftar tidak diatur secara khusus. Hal ini menjadi permasalahan serius manakala banyak kasus peniruan lambang Palang Merah yang tidak terdaftar sangat banyak terjadi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Pasal 76

30Soerjono Soekanto,Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum,CV. Rajawali, Jakarta, 1982, hal. 143.

31

dan 77, mengharuskan Palang Merah Indonesia mengajukan gugatan pada pengadilan niaga atas pelanggaran lambang Palang Merah.

Rancangan Undang-Undang Lambang telah dibuat sejak tahun 2005, namun sampai dengan sekarang belum disahkan Dewan Perwakilan Rakyat. Walaupun demikian, sebagian aturan perlindungan lambang terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual tercantum pada Konvensi Jenewa I 1949 telah diratifikasi Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang ratifikasi seluruh Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1664)32 tentang pengaturan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang telah diterima pada konferensi Internasional ke 20 di Wina dan telah direvisi oleh Council Of Delegates di Budapest tahun 1991 terutama pada Pasal 16-24, konvensi Jenewa I Tahun 194933. Perhimpunan nasional harus bersama dengan Pemerintah dalam hal ini harus memutuskan ketentuan-ketentuan baik penggunaan lambang baik penggunaan Protektif / perlindungan (protectif use) dan penggunaan indikatif/pengenal(indicatif use).

Berdasarkan pemikiran tersebut, teori yang menyatakan bahwa hukum sebagai aturan yang bisa menunjang, meningkatkan, mengatur, menyuguhkan cara mencapai tujuan melalui sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M.

32Seven Audi Sapta, op. Cit., hal lampiran.

Friedman yang dikenal dengan teori sistem hukum34. Sistem hukum dalam pandangan Friedman terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure) merupakan kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi-instansi penegak hukum. Komponen substansi hukum (legal substance) merupakan aturan-aturan, norma-norma dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun, dan komponen budaya hukum (legal culture) merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan pendapat tentang hukum35.

Friedman mengatakan bahwa tegaknya peraturan-peraturan hukum tergantung kepada budaya masyarakatnya, yaitu sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, pandangan-pandangan, pikiran-pikiran, sikap-sikap dan harapan-harapan. Sehingga yang dimaksud dengan budaya hukum disini adalah persepsi masyarakat terhadap hukum, bagaimana peran hukum dalam masyarakat, apakah hukum itu hanya sebagai alat untuk menjaga harmoni, ketertiban dan stabilitas, atau hukum itu berisi perlindungan terhadap hak-hak individu.36

34Pembangunan Sistem Hukum Indonesia Menurut Friedman, http://noniasmimou-mimou.blogspot.com/2010/10/pembangunan-sistem-hukum-indonesia. html, diunduh pada tanggal 14 Nopember 2012

35Teori Hukum, http://abdulganilatar.blogspot.com/2011/06/teori-hukum.html, diunduh pada tanggal 14 Nopember 2012.

36

Lawrence M. Friedman,American Law,W.W. Norton & Company, New York-London, 1984, hal.5-8.

Substansi hukum menunjukkan kondisi dan kontradiksi di dalam undang-undang merek sendiri. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, dalam hal ini menelaah aturan ancaman pidana untuk pelanggaran Pasal 6 ayat (3) huruf (b) bagi pemilik merek yang belum terdaftar seperti halnya lambang Palang Merah di Indonesia. Lambang Palang Merah adalah lambang milik lembaga internasional yang diakui keberadaanya di Indonesia melalui Keppres RIS Nomor 25 Tahun 1950.

Sedangkan pada struktur hukum, sangat diharapkan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan lambang Palang Merah di Indonesia oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal HaKI maupun penyidik Polisi sebagai upaya perlindungan hukum dari pemerintah terhadap peniruan, penggunaan maupun memakai secara sembarangan lambang Palang Merah di Indonesia tanpa izin tertulis karena lambang tersebut telah diakui keberadaannya di Indonesia.

Kemudian hubungan dengan masyarakat yang merupakan sistem yang ketiga yakni budaya hukum, menurut Friedman melengkapi aktualisasi suatu sistem hukum, yang menyangkut dengan nilai-nilai, sikap, pola perilaku para warga masyarakat dan faktor nonteknis yang merupakan pengikat sistem hukum tersebut. Masyarakat umum di Indonesia masih banyak yang belum mengetahui bahwa lambang Palang Merah mempunyai aturan dalam penggunaanya dan jika menggunakannya harus memperoleh izin tertulis terlebih dahulu dari organisasi PMI. Pola pikir masyarakat di Indonesia masih sangat sederhana dimana jika tidak ada teguran dari pihak berwajib yaitu kepolisian, maka tindakan tersebut boleh dilakukan yang artinya tidak

ada larangan. Organisasi PMI dalam hal ini sangat aktif dalam melakukan diseminasi (penyebarluasan) maupun sosialisasi aturan penggunaan lambang Palang Merah ke masyarakat. Khusus bagi badan hukum yang menggunakan lambang Palang Merah tanpa izin, maka PMI akan melakukan teguran secara tertulis dan melakukan advokasi perihal aturan penggunaan lambang tanpa melibatkan pihak berwajib (kepolisian ataupun Ditjen HaKI).

Dokumen terkait