• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Dalam sebuah penulisan ilmiah tidak terlepas dari adanya teori yang dijadikan kerangka berpikir di dalam penulisan. Teori yang dimaksud untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu timbul,10 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang menunjukkan ketidakbenarannya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.11

Apabila dikaitkan dengan penelitian ini, maka kerangka teori yang digunakan juga yang berkaitan dengan permasalahan perceraian di luar pengadilan adalah “teori mashlahat yang didukung oleh teori sadd al-zari’ah (preventif)”. Secara etimologi kata mashlahat, jamaknya mashalih berarti sesuatu yang baik, yang bermanfaat dan merupakan lawan dari keburukan atau kerusakan. Mashlahat terkadang disebut dengan mencari yang benar. Esensi mashlahat adalah terciptanya kebaikan dan kesenangan dalam kehidupan manusia serta terhindar dari hal-hal yang dapat merusak kehidupan umum.12

Menurut M. Hasballah Thaib, mashlahat yang dimaksud adalah kemashlahatan yang menjadi tujuan syara’, bukan kemashlahatan yang semata-mata berdasarkan keinginan hawa nafsu manusia.13

10M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: FE UI, 1996), hal. 203.

11M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80.

12 Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung:

Citapustaka Media Perintis, 2013), hal. 36.

13Ibid, hal. 28.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mashlahat ialah guna, faedah14. Kata mashlahat diartikan dengan ladzhzah (rasa enak) dan upaya mendapatkan atau mempertahankannya.15.

Al-Ghazali mengatakan arti yang sebenarnya dari mashlahat adalah menarik kebaikan atau menolak mudharat. Adapun artinya secara istilah yaitu pemeliharaan tujuan syara’, yakni agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Segala sesuatu yang mengandung nilai pemeliharaan atas pokok yang lima ini adalah mashlahat, semua yang menghilangkannya adalah mafsadat dan menolaknya merupakan mashlahat.

Ibnu Sina berkata dalam Kitab Al-Shifa, seharusnya jalan untuk cerai itu diberikan, dan jangan ditutup sama sekali. Karena menutup mati jalan perceraian akan mengakibatkan beberapa bahaya dan kerusakan. Ini antaranya karena jika suami isteri satu sama lain tidak saling mengasihi lagi. Jika terus-terusan dipaksa untuk tetap bersatu antara mereka justru akan tidak baik, pecah dan kehidupannya menjadi kalut.16

Taufiq Rahman menyatakan, perceraian disyariatkan untuk menata kembali perpecahan dan menjaganya dari berbagai gangguan baik dari dalam maupun dari luar. Dalam perceraian terdapat beberapa mashlahat untuk mengadakan perbaikan (islah) dan penyegaran bagi kedua pihak untuk berintrospeksi diri apa keduanya akan meneruskan kembali hubungan berumah tangga atau tidak, dan apa di antara

14Bambang Marhijanto, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Masa Kini, (Surabaya: Penerbit Terang, 1999), hal. 236.

15Ibid.

16Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Bandung: PT. Alma’rif, 1980), hal. 12.

keduanya masih ada rasa saling percaya satu sama lain atau tidak. Hal ini dapat mendorong pihak suami isteri untuk berkumpul kembali mengadakan rujuk dan membina rumah tangga yang lebih baik.17

Teori pendukung dalam penulisan ini digunakan teori saad al-Zari’ah (preventif), yang berarti melakukan suatu pekerjaan yang semula mengandung kemashlahatan untuk menuju suatu kemafsadatan.18

Ibnu Qayyim Al-Jauziyah membagi saad al-zari’ah dalam dua bentuk berdasarkan segi akibat suatu perbuatan yang dilakukan yaitu:19

1. Perbuatan itu membawa suatu kemafsadatan (kerusakan).

Sebagai contoh meminum khamar akan mengakibatkan mabuk, dan mabuk itu merupakan suatu kemafsadatan.

2. Perbuatan itu pada dasarnya dibolehkan atau dianjurkan tetapi dijadikan jalan untuk melakukan suatu perbuatan yang haram, baik dengan sengaja maupun tidak disengaja.

Perceraian merupakan kehancuran sebuah rumah tangga. Perkawinan yang berawal dari cinta dan kasih sayang berubah menjadi kebencian. Dalam Fiqih Islam maupun Kompilasi Hukum Islam tidak ada larangan mengenai perceraian, tetapi harus didahului dengan upaya perdamaian antara kedua belah pihak. Akan tetapi jika perdamaian antara suami isteri tidak terwujud dan perselisihan semakin memuncak, maka perceraian mungkin jalan yang terbaik.

17Taufiq Rahman, Hadis-Hadis Hukum Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), hal. 118.

18Zamakhsyari, Op. Cit., hal. 158.

19Ibid, hal. 156.

Jika pernikahan harus dicatatkan di Kantor Pencatatan Perkawinan, maka perceraian juga harus dicatatkan di Pengadilan Agama bagi muslim agar perbuatan masyarakat yang berkenaan dengan hukum mendapatkan perlindungan hukum yang pasti. Tentunya dengan adanya perlindungan hukum tidak perlu dikhawatirkan hak-hak para pihak-hak akan terlantar begitu saja.

2. Konsepsi

Konsep merupakan unsur pokok dari sebuah penelitian. Penentuan dan perincian konsep ini dianggap sangat penting agar persoalan utama dalam penulisan tidak menjadi kabur. Konsep yang terpilih perlu ditegaskan, agar tidak terjadi salah pengertian mengenai arti konsep tersebut.

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar untuk menyamakan persepsi dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan sebagai berikut:

1. Perkawinan adalah ikatan yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta bertolong-tolongan antara seorang laki-laki dan seorang yang antara keduanya bukan merupakan muhrim.20

2. Perceraian adalah suatu perbuatan hukum dari seorang suami yang dilakukan terhadap isterinya. Perbuatan tersebut dapat membawa akibat hukum yang sangat luas bagi seseorang dan keluarga. Karena itu Islam mensyariatkan bahwa suami yang menjatuhkan thalak itu harus memenuhi syarat-syarat

20Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Jakarta: Attahiriyah, 1993), hal. 353.

sebagai berikut: sudah dewasa, berfikir sehat, mempunyai kehendak bebas dan masih mempunyai hak thalak.21

3. Kompilasi Hukum Islam (KHI) dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sekumpulan hukum-hukum Islam yang dikemas dalam satu bagian secara umum yang mencakup bagian keseluruhan materi tertentu yang biasanya dimuat per bab dan diperjelas Pasal demi Pasal.

4. Fiqih Islam adalah pendapat para ulama tentang masalah hukum sebagai hasil ijtihad para ulama dalam memahami Al-Qur’an atau sunnah.22

Dokumen terkait