• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan manusia ditengah-tengah masyarakat selalu berkembang dan diikuti oleh perubahan-perubahan, hal ini disebabkan karena bergesernya kurun waktu dan semakin berkembangnya tingkat pengetahuan dan juga makin meningkatnya taraf penghidupan masyarakat.

Dengan adanya peningkatan taraf penghidupan masyarakat dan meningkatnya tingkat kecerdasan serta semakin banyaknya lapangan usaha yang tersedia diberbagai bidang, maka semakin diperlukan keahlian dan administrasi yang sempurna, baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga mengakibatkan bertambah banyak permintaan akan jasa notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh pemerintah, sebagaimana diatur dalam Reglement op het notaris ambt in

Indonesia, ordonansi 11 Januari 1860, yang mulai berlaku Tuntutan pada 1 Juli 1860. Adapun penyebab kebutuhan masyarakat akan jasa Notaris sebagai pembuat akta semakin meningkat dalam kehidupan sehari-hari, dikarenakan semakin banyaknya orang atau badan hukum melakukan perjanjian-perjanjian yang dituangkan dalam bentuk akta. Demikian juga dengan halnya suatu perjanjian, sangat memerlukan akan adanya jasa seorang Notaris. Hal ini didasarkan pada pemenuhan kebutuhan masyarakat yang maju dan komplek, sehingga timbullah hak dan kewajiban mereka dan mereka menginginkan adanya aturan yang mengatur hak dan

kewajiban tersebut demi adanya kepastian hukum, sehingga diperlukan adanya pengaturan dalam perjanjian sewa menyewa tersebut, yang mana perjanjian ini dibuat dengan akta notaris yang mempunyai kekuatan hukum yang otentik.

Tuntutan kehidupan yang semakin kompleks dan modern tersebut memaksa setiap individu dalam masyarakat mau tidak mau, suka atau tidak suka menginginkan adanya kepastian, terutama kepastian hukum, sehingga setiap individu dapat menentukan hak dan kewajibannya dengan jelas dan terstruktur”1.

Akta otentik sebagai alat bukti yang mengikat dan sempurna mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis, kegiatan di bidang perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan meningkatnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional maupun global. Dengan demikian melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban untuk menjamin kepastian hukum.

Kepastian hukum tersebut dalam masyarakat dibutuhkan demi tegaknya ketertiban dan keadilan. Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat, dan setiap anggota masyarakat akan saling berbuat sesuka hati serta bertindak main hakim sendiri. Keberadaan seperti ini menjadikan kehidupan berada dalam suasana kekacauan sosial 2.

1

Moh.Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, LP3S, Jakarta,2006,hal.63

2

M.Yahya Harahap, Pembahasan,Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Edisi Kedua, Jakarta, 2006, hal.76

Salah satu hubungan hukum itu adalah dalam bentuk perjanjian. ”Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain untuk melakukan sesuatu”3.

Perjanjian merupakan salah satu pranata hukum dalam sistem hukum Indonesia. Pranata hukum ini berfungsi sebagai alat pengikat hubungan hukum satu subjek hukum dengan subjek hukum lainnya dalam melakukan berbagai perbuatan hukum. Perjanjian diartikan sebagai suatu peristiwa dimana seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal 4.

”Notaris dikenal sebagai orang yang dipercaya para pihak untuk merumuskan isi dan maksud perjanjian yang dibuat oleh para pihak”.5

”Adanya kesadaran manusia akan pentingnya hukum khususnya dalam hal membuat perjanjian semakin jelas yaitu dengan menuangkan semua keinginan dan perbuatan yang akan dilakukan dalam suatu akta yang dibuat oleh pejabat yang ditunjuk untuk membuat perjanjian, yakni Notaris”6.

”Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”7

”Notaris sebagai salah satu profesi hukum merupakan satu dari beberapa elemen dalam pelaksanaaan hukum yang sebagian wewenangnya adalah menerbitkan suatu dokumen yang berupa akta dengan kekuatan sebagai akta otentik.8

Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Akta otentik ialah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau di

3

R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT.Intermassa, Jakarta,1976, hal.15

4

R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1992, hal.1

5

Budi Untung, Visi Global Notaris, Andi, Yogyakarta, 2001, hal.2

6

A. Kohar, Notaris dalam Praktek, Alumni, Bandung, 1983, hal. 6

7

Undang –Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

8

hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta itu dibuat.

Keistimewaan suatu akta otentik merupakan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya, artinya jika seseorang mengajukan akta resmi kepada Hakim sebagai alat bukti, maka hakim harus menerima dan mengganggap apa yang tertulis dan termuat dalam akta tersebut merupakan peristiwa yang sungguh-sungguh telah terjadi dan hakim tidak dapat memerlukan untuk penambahan pembuktian lainnya.

Apa yang diperjanjikan dan dinyatakan dalam akta tersebut seperti apa yang diperjanjikan dan dinyatakan oleh para pihak sebagai yang dilihat dan didengar oleh Notaris, terutama mengenai tanggal akta, tanda tangan didalam akta, identitas yang hadir dan tempat akta itu dibuat merupakan kekuatan pembuktian formal, sedangkan kekuatan pembuktian materil adalah menyangkut isi atau materi dari akta tersebut. 9

Akta Otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan oleh para pihak kepada Notaris. Namun demikian Notaris juga mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa apa yang termuat dalam akta Notaris adalah sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara memberi penjelasan sehingga menjadi jelas isi akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak yang menandatangani akta tersebut. Dengan demikian para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak isi akta Notaris yang akan ditanda tanganinya.

9

I.G.Rai Widjaya, Merancang suatu kontrak ( contract drafting), Edisi REVISI, Kesain Blanc, Bekasi- Indonesia, 2004, hal 13

Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 telah mengatur secara rinci mengenai jabatan umum yang dijabat oleh Notaris, dan dalam Undang-undang tersebut juga mengatur tentang bentuk dan sifat akta Notaris, serta tentang Minuta Akta, grosse Akta,dan salinan akta, maupun Kutipan Akta Notaris.

Setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak bersifat mengikat bagi para pihak yang membuatnya dan mengikat sebagai undang-undang bagi mereka.

Sifat otentik dari akta inilah merupakan unsur yang memenuhi keinginan terwujudnya kepastian hukum tersebut. Di dalam akta otentik itu sendiri mengandung pernyataan atas hak dan kewajiban seseorang atau individu (dalam bidang perdata) dan oleh karena itu melindungi seseorang dalam kepentingan tersebut.

Salah satu dari banyaknya perjanjian yang dituangkan dalam suatu akta otentik yang dibuat oleh Notaris adalah perjanjian sewa menyewa rumah. “Perumahan adalah kebutuhan dasar dan penting bagi manusia, tetapi tidak semua masyarakat, khususnya yang memiliki keterbatasan dana dapat memiliki tempat tinggal, Salah satu alternatif bagi mereka adalah dengan menyewa rumah”10.

Untuk menjamin kepastian hukum, sewa menyewa rumah dilakukan dengan perjanjian sewa menyewa. Di masyarakat, perjanjian sewa menyewa rumah meliputi perjanjian di bawah tangan dan perjanjian dengan akta Notaris. Sewa menyewa diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian sewa menyewa ini diatur dalam Bab Ketujuh Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

10

Sudargo Gautama, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Perumahan dan Peraturan Sewa Menyewa, Alumni, Bandung, 1984, hal.2

Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berbunyi :”Sewa menyewa adalah satu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya menikmati dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak lain yang tersebut itu disanggupi pembayarannya”.

Sebagaimana perjanjian lainnya, pada perjanjian sewa menyewa juga menimbulkan hak dan kewajiban para pihak. Sewa menyewa seperti halnya dengan jual beli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya adalah suatu perjanjian konsensuil, artinya dia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokok, yaitu barang dan harga. Kewajiban pihak yang satu, menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini, membayar harga sewa. Jadi barang itu diserahkan tidak untuk dimiliki tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati kegunaannya. Dengan demikian penyerahan tadi hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang disewa itu.

“Hubungan sewa menyewa umumnya tercipta karena adanya kata sepakat antara para pihak pemilik dan penyewa. Suatu perjanjian merupakan dasar yang umum untuk hubungan sewa menyewa”11. Perjanjian sewa menyewa adalah suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang masing-masing berjanji untuk menaati apa yang telah diatur dalam perjanjian selama perjanjian belum berakhir.

11

Sewa menyewa dapat juga dikatakan suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberi kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan berbagai jenis barang, baik tetap maupun bergerak12.

Perjanjian sewa menyewa rumah mengikat kedua belah pihak dan berlaku sebagai Undang-Undang (Pasal 1338 ayat (2) KUHPerdata) dan sewa menyewa juga tidak dapat diputuskan atau berakhir dengan dijualnya rumah atau barang yang disewa kecuali telah diperjanjikan sebelumnya, hal ini dipertegas dalam Pasal 1576 ayat (1) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa “ Dengan dijualnya barang yang disewa, suatu persewaan yang dibuat sebelumnya, tidaklah diputuskan kecuali apabila telah diperjanjikan pada waktu penyewaan barang.13

Perjanjian sewa menyewa khusunya dalam hal ini sewa menyewa didalam kenyataannya meskipun perjanjian sewa menyewa rumah yang dibuat telah memenuhi syarat-syarat terpenuhinya suatu perjanjian dan mengikuti prosedur pada umumnya yaitu membuat perjanjian sewa menyewa rumah dihadapan Notaris, dengan dihadiri oleh dua orang saksi setelah terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak, namun didalam prakteknya permasalahan menyangkut sewa menyewa masih sering terjadi. “Tidak semua perjanjian termasuk perjanjian sewa menyewa rumah dalam pelaksanaannya berjalan sesuai dengan isi perjanjian”14. Kita ketahui bahwa didalam suatu perjanjian masih ada terjadi wanprestasi yang dilakukan para pihak salah satunya yang menyangkut masalah pengosongan rumah. Pengosongan rumah merupakan salah satu masalah krusial yang terjadi. Di dalam pelaksanaannya dapat saja terjadi wanprestasi dari salah satu pihak, Misalnya Kedudukan pihak yang

12

Wardah Yuspin, Penerapan Prinsip Syariah Dalam Pelaksanaan Murabahan, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2003, hal.124

13

Moegeni Djojodirjo, Perbuatan Melawan Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1979, hal 24

14

Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, 1974, hal. 49

menyewakan dirugikan oleh pihak penyewa atau Kedudukan pihak penyewa dirugikan oleh pihak yang menyewakan.

Salah satu upaya yang dilakukan masyarakat yang semakin cerdas untuk mengantisipasi adanya hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dari perjanjian tersebut yaitu dengan memilih Asuransi sebagai salah satu lembaga keuangan yang kedudukannya telah diatur didalam Undang-undang. Dalam perkembangan kehidupan manusia masa kini, semakin banyak kebutuhan hidup baik yang terencana maupun tidak. Sebagian masyarakat memilih melakukan penyimpanan uang dalam lembaga keuangan tertentu dalam bentuk yang terlihat (jumlah simpanan dapat diketahui besarnya) atau dengan kata lain dalam bentuk tabungan. Namun sebagian lagi memilih menyimpan uangnya dalam bentuk asuransi, yang meyakinkan mereka bahwa kebutuhan mereka (yang tidak terduga) akan terpenuhi sejalan dengan jumlah yang mereka simpan pada jasa (asuransi) tersebut.

Asuransi merupakan transaksi pertanggungan, yang melibatkan dua pihak, tertanggung dan penanggung. Dimana penanggung menjamin pihak tertanggung, bahwa ia akan mendapatkan penggantian terhadap suatu kerugian yang mungkin akan dideritanya, sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau yang semula belum dapat ditentukan saat/kapan terjadinya15.

Sebagai kontraprestasinya si tertanggung di wajibkan membayar sejumlah uang kepada si penanggung, yang besarnya sekian persen dari nilai pertanggungan, yang biasa disebut “premi”.

15

Agus Prawoto, Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi, BPFE, Yogyakarta, hal.37

Asuransi sebagai salah satu produk perbankkan, cukup diminati oleh para penggunanya. Karena dengan membayar asuransi, berarti membayar jumlah kecil saat ini untuk menjamin resiko besar yang memerlukan pembiayaan besar yang mungkin akan terjadi di waktu mendatang. Dengan kata lain, berjaga-jaga dari kemungkinan terburuk yang mungkin akan terjadi.

Pada hakikatnya kehidupan dan kegiatan manusia mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat “tidak kekal”. Sifat yang tidak kekal merupakan sifat alami yang tidak dapat dipastikan, kepastian tersebut dapat berwujud dalam berbagai bentuk dan peristiwa yang belum tentu menimbulkan rasa tidak aman dalam diri manusia, misalnya rumahnya terbakar, barang-barangnya dicuri dan lain-lain, “Asuransi kebakaran bertujuan untuk mengganti kerugian yang disebabkan oleh kebakaran. Dalam hal ini pihak perusahaan menjamin resiko yang terjadi karena kebakaran”16. Oleh karena itu perlu dibuat suatu kontrak (perjanjian) antara pemegang polis (pembeli asuransi) dengan perusahaan asuransi. Perjanjian dibuat sedemikian rupa, agar kedua belah pihak tidak merasa dirugikan.

“Setiap benda objek asuransi kebakaran harus jelas terletak di mana dan berbatasan dengan apa. Setiap benda objek asuransi kebakaran harus jelas dipakai dan digunakan untuk apa”17.

Syarat pemakaian atau penggunaan ini ada hubungannya dengan syarat perubahan tujuan penggunaan yang merupakan pemberatan resiko (Pasal 293 KUHD)

16

Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, Hal. 159

17

Bahaya-bahaya penyebab timbulnya kebakaran yang menjadi tanggungan penanggung diatur dalam Pasal 290 KUHD. Penanggung menerima sebagai tanggung jawabnya semua kerugian yang ditimbulkan oleh terbakamya benda asuransi.

“Motif untuk berjaga-jaga atau mengantisipasi resiko/kejadian yang mungkin atau tidak akan terjadi, merupakan salah satu cara manusia atau masyarakat kebanyakan saat ini untuk menghindari akan adanya kemungkinan menanggung kerugian yang cukup besar di masa yang akan datang”18.

Oleh karena itu manusia Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang berakal budi selalu berupaya untuk menghindari resiko yang membuatnya merasa tidak aman sehingga dapat menjadi aman.

“Perjanjian asuransi sebagai lembaga pengalihan dan pembagian resiko mempunyai kegunaan positif baik bagi masyarakat, perusahaan maupun pembangunan Negara”19.

Mereka yang menutup perjanjian asuransi akan merasa tentram sebab mendapat perlindungan dari kemungkinan terjadinya/ tertimpa suatu kerugian.

Mengingat banyaknya sewa menyewa rumah yang terjadi di masyarakat sekarang ini dan mengingat permasalahan yang kemudian terjadi antara penyewa dan yang menyewakan , Dengan latar belakang inilah penulis merasa tertarik untuk mengadakan suatu penelitian yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Akta Sewa Menyewa Rumah Yang Dibuat Dihadapan Notaris (Study Di Kantor Notaris)”.

18

Agus Prawoto, Opcit, Hal. 97

19

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang sebagaimana yang diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pengaturan klausul akta sewa menyewa yang dibuat di hadapan Notaris?

2. Bagaimana pengaturan mengenai pengosongan dalam akta sewa menyewa rumah?

3. Perlindungan apakah yang diberikan dalam perjanjian sewa menyewa terhadap penyewa dan yang menyewakan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan klausul akta sewa menyewa yang dibuat di hadapan Notaris.

2. Untuk mengetahui pengaturan mengenai pengosongan dalam perjanjian sewa menyewa rumah.

3. Untuk mengetahui bentuk perlindungan yang diberikan dalam perjanjian sewa menyewa terhadap penyewa dan yang menyewakan.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan yang sangat berarti antara lain, yang diharapkan sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

Secara Teoritis, kegiatan penelitian diharapkan dapat memberi manfaat dalam Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata khususnya dalam hal yang berkaitan dengan perjanjian sewa menyewa rumah yang di buat di hadapan

Notaris. 2. Secara Praktis

Secara Praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi praktisi hukum khususnya Notaris dalam menangani perjanjian sewa menyewa yang terjadi dalam praktek.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan khususnya pada program Studi Magister Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan, penelitian yang berhubungan dengan perjanjian sewa menyewa telah ada dilakukan oleh :

1. Nama : Mahmud Khaiyath NIM : 037011048

Judul Tesis : Pembatalan Perjanjian Sewa Menyewa Rumah secara

Sepihak Menurut Hukum Perjanjian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Kelas I-A Medan).

Permasalahan :

1. Faktor- faktor apa sajakah yang menimbulkan pembatalan perjanjian sewa menyewa rumah secara pihak?

2. Bagaimanakah pembatalan perjanjian sewa menyewa rumah secara sepihak sebelum jangka waktu sewa berakhir?

3. Bagaimanakah akibat hukum terhadap pihak yang melakukan wanprestasi?

2. Nama : Indah Mulyanti NIM : 087011142

Judul Tesis : Suatu Tinjauan Perjanjian Sewa Menyewa Rumah Berjangka Pendek Sehubungan dengan Pekerja Kontrak (Studi Kasus Di Kota Batam).

3. Nama : Lila Meutia NIM : 097011127

Judul Tesis : Penyerahan Hak Sewa Sebagai Jaminan Hutang Di Bank (Studi Di Kantor Notaris Medan)

Dari ketiga judul yang menyangkut perjanjian sewa menyewa rumah tersebut, permasalahan, fokus dan kajiannya serta literatur yang digunakan tidak persis sama. Oleh karena itu penelitian dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Akta Sewa Menyewa Rumah Yang Dibuat Di hadapan Notaris (Study Di Kantor Notaris)”

belum pernah dilakukan. Dengan demikian penelitian ini adalah asli adanya dan dapat di pertanggung jawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Adanya perbedaan pandangan dari berbagai pihak terhadap suatu objek, akan melahirkan teori-teori yang berbeda, oleh karena itu dalam suatu penelitian termasuk penelitian hukum, pembatasan-pembatasan (kerangka) baik teori maupun konsepsi merupakan hal yang penting agar tidak terjebak dalam polemik yang tidak terarah.

”Pentingnya kerangka konsepsional dan landasan atau kerangka teoritis dalam penelitian hukum, dikemukakan juga oleh Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, bahkan menurut mereka kedua kerangka tersebut merupakan unsur yang sangat penting20.

“Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori”21.

”Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep” 22

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum, maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami perjanjian sewa menyewa rumah yang dibuat oleh Notaris.

20

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.7

21

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 6

22

Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penulisan ini adalah teori kepastian hukum.

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibabankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah di putuskan23.

Hukum memang pada hakikatnya adalah sesuatu yang bersifat abstrak, meskipun dalam manifestasinya bisa berwujud kongkrit. Oleh karenanya pertanyaan tentang apakah hukum itu senantiasa merupakan pertanyaaan yang jawabannya tidak mungkin satu. Dengan kata lain, persepsi orang mengenai hukum itu beraneka ragam, tergantung dari sudut mana mereka memandangnya. Kalangan hakim akan memandang hukum itu dari sudut pandang mereka sebagai hakim, kalangan ilmuwan hukum akan memandang hukum dari sudut profesi keilmuan mereka, rakyat kecil akan memandang hukum dari sudut pandang mereka dan sebagainya.

Di dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. “Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian

23

Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group, Jakarta, 2008, hal 158

harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing”.24

”Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk mengikatkan diri satu sama lain”25.

Menurut Pasal 1320 KUHPerdata perjanjian harus memenuhi 4 (empat) syarat agar dapat memiliki kekuatan hukum dan mengikat para pihak yang membuatnya, hal tersebut adalah :

1. Kesepakatan para pihak

2. Kecakapan untuk membuat Perjanjian (misalnya : cukup umur, tidak dibawah pengampuan dll)

3. Menyangkut hal tertentu 4. Adanya kausa yang halal

Dua hal yang pertama disebut sebagai syarat subyektif dan dua hal terakhir

Dokumen terkait