• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Teori dan Konsepsi

Dalam dokumen HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN (Halaman 30-39)

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.21

Teori juga menjelaskan gejala spesifik atau proses sesuatu terjadi dan teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.22

Dilihat dari segi fungsinya maka menurut Snelbecker, teori berfungsi untuk mensistematiskan penemuan-penemuan, penelitian, menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis, dan dengan hipotesis dapat membimbing untuk mencari jawaban, membuat dasar penemuan dan menyajikan penjelasan untuk menjawab pertanyaan mengapa.23

Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dalam pengalaman empiris, sehingga teori tentang ilmu merupakan penjelasan rasional yang sesuai dengan objek penelitian dan untuk mendapat verifikasi, maka harus didukung oleh data empiris yang membantu dalam mengungkapkan kebenaran.24

Beberapa Pakar Ilmu Pengetahuan memberikan definisi tentang Teori sebagai berikut:25

21H.R. Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hal 21

22J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, (Jakarta: FE UI, 1996), hal.

203.

23Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Eedisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), hal 57

24M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1994), hal.

27

25Ibid, hal 113-114

a. Braithwaite mengemukakan bahwa teori adalah sekumpulan hipotesis yang membentuk suatu sistem deduktif, yaitu yang disusun sedemikian rupa, sehingga dari beberapa hipotesis yang menjadi dasar pikiran beberapa hipotesis, semua hipotesis lain secara logika mengikutinya.

b. Fred. N. Kerlinger menguraikan Teori adalah sekumpulan konstruksi (konsep, definisi dan dalil) yang saling terkait, yang menghadirkan suatu pandangan yang secara sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan diantara beberapa variabel, dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena.

c. Jack Gibbs, berpendapat bahwa Teori adalah sekumpulan pernyataan yang saling berkaitan secara logis dalam bentuk penegasan empiris mengenai sifat-sifat dari kelas-kelas yang terbatas dari berbagai kejadian atau benda.

d. Kartini Kartono menyatakan bahwa Teori adalah suatu prinsip umum yang dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala-gejala yang saling berkaitan.

e. S. Nasution mengemukakan Teori adalah susunan fakta-fakta yang saling berhubungan dalam bentuk sistematis, sehingga dapat dipahami. Fungsi dan peranan teori dalam penelitian ilmiah adalah mengarahkan, menerangkan serta meramalkan fakta.

Agar kerangka teori yang meyakinkan, maka harus memenuhi syarat-syarat:26

a. Teori yang digunakan dalam membangun kerangka berfikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan-perkembangan terbaru.

b. Analisis Filsafat dari Teori-teori keilmuan dengan cara berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara ekspilist mengenai Postulat, Asumsi dan Prinsip yang mendasarinya.

c. Mampu mengidentifikasikan masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan tersebut, teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berfikir ilmiah.

Teori Kepastian Hukum merupakan salah satu penganut aliran Positivisme yang lebih melihat Hukum sebagai sesuatu yang otonom atau Hukum dalam bentuk peraturan tertulis, artinya karena Hukum itu otonom, sehingga semata-mata untuk kepastian Hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang.

26Jujun S Sumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1997), hal. 318-321.

Vant Kan berpendapat bahwa tujuan Hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.27

Kerangka teori yang digunakan dalam menganalisa permasalahan dalam Tesis ini adalah Teori Kepastian Hukum, yang dimaksud dengan Teori Kepastian Hukum yaitu teori yang menjelaskan bagaimana Hukum dapat mengatur perjanjian Penjualan Warisan sehingga Penjualan Warisan itu terjadi dengan aman dan tertib tanpa menimbulkan sengketa atau Perjanjian Penjualan Warisan itu tidak menimbulkan resiko kerugian bagi Pihak-Pihak yang ada dalam Penjualan Warisan, bahkan bisa merugikan Pihak lain akibat adanya perjanjian jual beli yang tidak mengikuti peraturan yang berlaku.

Teori Kepastian Hukum mengandung pengertian yaitu adanya aturan yang bersifat umum membuat Individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan, dan berupa keamanan Hukum bagi individu dari kewenangan Pemerintah karena adanya aturan Hukum yang bersifat umum sehingga individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau diberlakukan oleh Negara terhadap individu.28

Tugas kaidah-kaidah Hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian Hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah Hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian Hukum dalam hubungan sesama manusia.29

27Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hal 74

28J.B Daiyo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prennahlindo,2001), hal 120

29Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum , (Jakarta: Rieneka Cipta,1995), hal 49

Sesuai dengan pendapat Roscoe Pound yang menyatakan bahwa:30

“Hukum akan bermakna sebagai tertib Hukum apabila mempunyai Subjek, hubungan individual antar manusia satu sama lain dan perilaku individual yang mempengaruhi individu lain atau mempengaruhi tata sosial atau tata ekonomi, sedangkan Hukum dalam makna kumpulan dasar-dasar kewenangan dari Putusan Pengadilan dan tindakan administratif mempunyai Subjek berupa harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan oleh manusia sebagai individu ataupun kelompok-kelompok manusia yang mempengaruhi hubungan mereka atau menentukan perilaku mereka”.

Tujuan Hukum menurut Van Apeldoorn adalah mengatur pergaulan hidup secara damai, Hukum menghendaki perdamaian.31.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menghendaki perjanjian jual beli harus dibuat dalam bentuk Akta otentik yang dibuat dihadapan Pejabat yang berwenang, karena pengalihan tanah dari pemiliknya kepada penerima disertai dengan penyerahan yuridis, penyerahan yang harus memenuhi formalitas Undang-Undang, meliputi pemenuhan syarat, dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan, menggunakan dokumen, dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).32

Menurut KUH Perdata, Jual Beli adalah suatu perjanjian dimana Pihak yang satu (Penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan Hak Milik atas suatu benda dan Pihak lain (Pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan sesuai Pasal 1457 KUH Perdata.33

30Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judical Prudence), (Jakarta: Kencana Premadia Group, 2012), hal 424

31L.J Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2005), hal 10

32Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Cetakan I, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), hal 55

33Pasal 1457 KHUPerdata yang berbunyi:”Jual Beli adalah suatu persetujuan dengan mana Pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan Pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan”.

Menurut Pasal 1458 KUH Perdata34 jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah Pihak pada saat dicapai kata sepakat mengenai benda yang diperjual belikan beserta harganya walaupun benda belum diserahkan dan harga belum dibayar. Dengan terjadinya jual beli, Hak Milik atas tanah belum beralih kepada Pembeli walaupun harga sudah dibayar dan tanah sudah diserahkan kepada Pembeli.35

Hal ini juga didukung oleh Pasal 1471 KUH Perdata,36 yang menjelaskan bahwa mengenai jual beli (pada dasarnya dalam jual beli tanah sama dengan jual beli pada umumnya), yang secara implisit mempersyaratkan bahwa Penjual haruslah pemilik dari barang yang dijual. Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada Pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain.

Dalam hal ini apabila tanah tersebut dijual setelah menjadi tanah warisan, maka yang memiliki Hak atas tanah tersebut adalah Ahli Waris menurut Pasal yang diatur sebagai berikut:

Pasal 833 ayat (1) KUH Perdata yaitu:

Para Ahli Waris, dengan sendirinya karena Hukum, mendapat Hak Milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.

34Pasal 1458 KUH Perdata berbunyi:”Jual Beli diangap telah terjadi antara kedua belah Pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar”.

35Maria W Sumardjono, Puspita Serangkum Aneka Masalah Hukum Agraria, (Yogyakarta: Andi Offset, 1982), hal 53

36Pasal 1471 KUH Perdata berbunyi:”Jual Beli atas diri orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada Pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian, dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain”.

Pasal 832 ayat (1) KUH Perdata yaitu:

Menurut Undang-Undang, yang berhak menjadi Ahli Waris ialah para keluarga sedarah, baik yang sah menurut Undang-Undang maupun yang luar kawin, dan si suami atau Istri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan yang tertera.

Seharusnya jual beli tanah warisan ini disetujui oleh semua Ahli Waris sebagai seluruh Pihak yang berhak mendapatkan hak atas dari kepilikan tanah akibat adanya Pewarisan, oleh karenanya jika ingin melakukan perbuatan Hukum dalam Peralihan Hak dengan Proses Jual Beli Tanah maka dapat membuat surat Persetujuan Jual Beli di bawah tangan yang dilegalisir Notaris setempat atau dibuat surat persetujuan jual beli dalam bentuk Akta otentik, karena pada dasarnya Harta Warisan merupakan kepemilikan bersama yang terikat.37

Ciri-ciri pemilikan bersama yang terikat adalah :38 1. Unsur Kehendak.

Adanya pemilikan bersama yang terikat tidak bergantung para kehendak pemilik serta, malahan ada kalanya mereka tidak menginginkannya seperti pada pemilikan bersama atas boedel warisan, yang mana kedudukan Ahli Waris sebagai pemilik ditentukan berdasarkan hubungan kekeluargaan yang ada antara dirinya dengan Pewaris dan oleh Ketentuan Undang-Undang tentang Pewarisan, dan berdasarkan hak saisine seluruh hak dan kewajiban dengan sendirinya beralih kepada Ahli Waris tanpa Ahli Waris berbuat apa-apa. Demikian pula pemilikan bersama atas harta persatuan (harta bersama), berdasarkan KUH Perdata yang terjadi dengan sendirinya, dengan dilangsungkannya perkawinan antara suami Istri.

2. Adanya unsur hubungan Hukum berdasarkan Hukum tersendiri.

37J. Satrio, Hukum Waris TentangPemisahan Boedel, Opcit, hal 23 Pemilikan bersama yang terikat seperti disebutkan dalam KUH Perdatayaitu:

a. Harta persatuan dalam suatu perkawinan yang dimiliki antara suami-istri b. Pemilikan bersama antara para pesero atas Harta Perseroan

c. Pemilikan bersama atas Harta Kekayaan-Perkumpulan yang tidak mempunyai status badan Hukum.

d. Pemilikan bersama para Ahli Waris atas warisan yang belum terbagi

38Ibid, hal 23-28

3. Pemisahan dan pembubaran perkawinan, perseroan dan perkumpulan (tanpa status badan Hukum).

4. Besarnya hak bagian atas mAsing-mAsing benda milik bersama.

5. Kebebasan mengambil tindakan atas harta milik bersama.

Dari ciri-ciri diatas dapat disimpulkan dalam kepemilikan bersama yang terikat adalah mereka (satu terhadap yang lain) dikuasai/diatur oleh Hukum tersendiri yang mengatur tentang kepemilikan bersama mereka, dan hak bersama daripada pemilik serta lebih diutamakan.39

Dalam hal ini, perbuatan orang yang menjual tanah warisan tanpa persetujuan Ahli Waris merupakan perbuatan yang melanggar hak Subjektif para Ahli Waris. Untuk dapat menggugat Penjual tanah tersebut atas dasar perbuatan melawan Hukum, harus dapat membuktikan bahwa orang yang hendak digugat memenuhi semua unsur-unsur perbuatan melawan Hukum sebagaimana disebutkan di atas.

Hal ini didukung juga dengan adanya Pasal 834 KUH Perdata,40 yang memberikan hak kepada Ahli Waris untuk memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya terhadap orang-orang yang menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, baik orang tersebut menguasai atas dasar hak yang sama atau tanpa dasar sesuatu hak pun atas harta peniggalan tersebut.

Mengenai apakah dapat menarik kembali Hak Milik atas tanah yang telah dijual, hal itu bergantung pada apa dalam Petitum gugatan dan bergantung pada Putusan Hakim.

39 J. Satrio, OP cit, hal 30

40Pasal 834 KUH Perdata berbunyi:”Ahli Waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya. Dia boleh megajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila ia adalah satu-satunya Ahli Waris, atau hanya untuk sebagian bila ada Ahli Waris lain. Gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alas hak apapun ada dalam warisan itu, beserta segala penghasilan, pendapatan dang anti rugi, menurut peraturan-peraturan yang termaktub dalam Bab III buku ini mengenai penuntutan kembali Hak Milik.

Di dalam menyelesaikan segala permasalahan Hukum termasuk sengketa tanah warisan yang dijual tanpa persetujuan sebagian Ahli Waris lainnya, peran Pengadilan sangat penting untuk menciptakan kepastian Hukum dan memberikan rasa adil bagi para Pihak yang berperkara.

Pengadilan merupakan penentu siapa pemilik tanah Hak Milik yang sesungguhnya dari tanah yang diperkarakan, sesuai pendapat Karl Lewllyn bahwa What Officiallls Do About Disputes is the Law it Self (atau apa yang diputuskan oleh para Hakim tentang suatu persengketaan adalah Hukum itu sendiri).41

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori observasi, antara abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.42

Terlihat dengan jelas, bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoretis (tinjauan pustaka), yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun suatu kerangka konsepsi kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi-defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.43

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar

41Achmad Ali, Op cit, hal 427

42Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal.31

43Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2000), hal 298

secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah sebagai berikut:

a. Harta Warisan adalah Harta bawaan ditambah dengan bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan Pewaris selama sakit sampai meninggalnya.44

b. Ahli Waris adalah Orang yang mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan Pewaris yang menggantikan kedudukan Pewaris yang mendapat Harta Warisan.45

c. Perjanjian Jual Beli menurut Pasal 1457 KUH Perdata adalah “suatu perjanjian dengan perjanjian itu Pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan Hak Milik atas barang dan Pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.

d. Tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi diatas sekali, keadaan bumi suatu tempat, permukaan bumi yang diberikan batas, bahan dari bumi atau bumi sebagai lahan sesuatu.46

e. Waris adalah Soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup”.47

44M.J.A. Van Mourik, Studi Kasus Hukum Adat, (Bandung: Eresco, 1993), hal 15

45Maman Suparman, Hukum Wari Perdata, Opcit, hal 19

46Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta, Edisi II, Cetakan III, 1994 ), hal 12

47Hilman Hadikusuma, Hukum Adat Adat, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 203), hal 21

f. Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yaitu:”

Turun temurun artinya Hak Milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka Hak Miliknya dapat dilanjutkan oleh Ahli Warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai Subjek Hak Milik. Terkuat artinya Hak Milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan Pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya Hak Milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.48

g. Tanah bersertifikat adalah tanah yang telah memiliki surat tanda bukti hak yang telah diadministrasi oleh Negara dengan didaftarkan di Kantor Pertanahan Negara yang memiliki sampul map yang berlogo Burung Garuda yang dijahit menjadi satu dengan surat ukur atau situasi tanah.

Dalam dokumen HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN (Halaman 30-39)

Dokumen terkait