• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

ANIFAH SITOMPUL 127011163 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ANIFAH SITOMPUL 127011163 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum

2. Notaris Syafnil Gani, SH, MHum 3. Dr. Yefrizawati, SH, MHum

4. Notaris Rosniaty Siregar, SH, MKn

(5)

Nama : ANIFAH SITOMPUL

Nim : 127011163

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENJUALAN

WARISAN OLEH AHLI WARIS TANPA

PERSETUJUAN SEBAGIAN AHLI WARIS (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA NOMOR 96/PDT.G/2014/PTA.MDN)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : ANIFAH SITOMPUL Nim : 127011163

(6)

melalui jual beli maka semua Ahli Waris harus mengetahui dan menyetujui dalam hal jual beli tersebut karena jika salah satu dari Ahli Waris tidak mengetahui dan merasa dirugikan maka jual beli tersebut dapat dibatalkan, tetapi jika hak atas tanah warisan telah beralih ke salah satu ahli waris berdasarkan kesepakatan ahli waris untuk membantu dalam hal memenuhi prosedur mendapatkan pinjaman di bank bukan untuk beralih hak sepenuhnya, namun akhirnya dijual tanpa sepengetahuan ahli waris lainnya yang mengakibatkan banyak pihak yang dirugikan seperti pada kasus Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96 /Pdt.

G/2014/PTA. Mdn, maka Berdasarkan latar belakang diatas penelitian ini penting untuk dilakukan.

Permasalahan pada penelitian ini adalah Bagaimana prosedur ketentuan hukum tentang peralihan hak karena Pewarisan, Bagaimana upaya yang dilakukan agar jual beli harta warisan tidak menimbulkan kerugian bagi Pihak lain seperti halnya dalam Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96/Pdt.G/2014/PTA.Mdn Bagaimana perlindungan hukum terhadap Pembeli akibat dari Penjualan harta warisan yang dijual tanpa diketahui oleh Ahli Waris lainnya Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis dengan jenis penelitian yuridis normatif yaitu meneliti kasus jual beli pada Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96 /Pdt. G/2014/PTA.

Mdn agar dapat diketahui apakah landasan legalitas tentang pertimbangan- pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Putusan dalam peradilan telah memadai sesuai peraturan yang berlaku, menemukan keadilan bagi para pihak.

Jawaban terhadap permasalahan tersebut diatas adalah Prosedur Ketentuan Hukum tentang Peralihan Hak Karena Pewarisan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu Pemohon sebagai ahli waris/kuasanya mengajukan permohonan pendaftaran peralihan dengan membawa persyaratan Sertipikat Hak atas Tanah atas nama Pewaris,Surat Kematian nama yang tercantum dalam Sertipikat, Surat Tanda Bukti sebagai ahli waris dapat berupa wasiat, Putusan Pengadilan, Penetapan Hakim, dan bukti identitas Ahli waris, Apabila ahli waris lebih dari satu orang maka pendaftaran Peralihan Haknya harus disertai dengan akta pembagian waris yang memuat keterangan bahwa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun tertentu jatuh pada satu orang maka pencatatan peralihannya dilakukan kepada penerima warisan berdasarkan akta pembagian waris, Jika pewarisan disertai hibah wasiat maka selain syarat diatas maka dilampirkan Akta hibah/wasiat dan bukti pelunasan BPHTB tetapi jika hak atas tanah tersebut yang dihibahkan belum tertentu maka pendaftaran peralihannya dilakukan kepada ahli waris dan penerima hibah wasiat sebagai harta bersama, Upaya yang dilakukan agar jual beli harta warisan tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain seperti halnya dalam putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96/Pdt.G/2014/Pta.Mdn yaitu pelaksanaan pembagian warisan dilakukan dengan kepastian hukum yaitu dengan mengetahui proses pemilikan tanah secara warisan

(7)

mengetahui kepemilikan berdasarkan informasi dari jiran tetangga, memeriksa data pendukung lainnya, yang semuanya dilakukan dengan itikad baik yaitu dari Pihak Penjual benar-benar menjual yang merupakan haknya dan dari Pihak Pembeli yaitu memenui kewajibannnya dengan membayar harga transaksi dan biaya pajaknya, Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96/Pdt.G/2014/PTA.Mdn memberi Perlindungan hukum terhadap Pembeli yaitu dengan membatalkan Putusan Pengadilan Agama Medan dan sita jaminan yang diletakkan pada objek perkara dinyatakan tidak sah sehingga Pembeli berhak kembali atas objek yang dibelinya karena telah memenuhi syarat formal dan materil yang sah dan mengikat serta berkekuatan hukum dibuktikan dengan beberapa hal yaitu Pihak Pembeli telah membeli tanah dari Pihak Penjual yang namanya tertera didalam Sertipikat yang sama sekali tidak ada tertulis nama orang lain selain Penjual (atau Ahli Waris lainnya), yang mendapat persetujuan istri Penjual di hadapan Notaris/PPAT, telah membayar lunas Pembelian tanah tersebut dan pembayaran BPHTB ke Dinas Pendapatan Kota Medan serta biaya administrasi lainnya, dari itu Pembeli telah melakukan prosedur hukum yang sesuai dengan PP No 24 Tahun 1997.

Kata Kunci : Putusan Pengadilan, Jual Beli, Harta Warisan

(8)

of all heirs. When it is transferred through transact, all of the heirs have to know and approve it. If one of them does not know and feels harmed, it can be revoked.

However, if the land has been transferred to one of them temporarily because it is mortgaged to the Bank, and eventually sold it without acknowledge of the other heirs, the action will harm them, as what has occurred in the Religious Court’s Verdict No. 96/Pdt.G/2014/PTA.Mdn. Therefore, it is important to be analyzed.

The research problems are as follows: how about the procedure of legal provision about the title transfer because of inheritance, what effort should be made so that the transact of inheritance does not harm the other heirs as it occurs in the Religious Court’s Verdict No. 96/Pdt.G/2014/PTA.Mdn, how about the legal protection for the Buyer who buys an inheritance property without the acknowledge of tone or more heirs. The research used descriptive analytic and juridical normative method which was aimed to find out judge’s consideration in handing down the Verdict No. 96/Pdt.G/2014/PTA.Mdn has met the legal provisions in order to find justice for the parties concerned.

The procedure of legal provision on land right transfer because of inheritance, based on the Decree of the Minister of Agrarian Affairs/the head of the National Land Agency No.3/1997 on Land Registration, is that the petitioner as the heir/his attorney files a request for transfer registration by submitting Land Certificate in the name of the heir, Death Certificate in the name attached in the certificate, affidavit in the form of a will, the Court’s Verdict, Judge’s Decision, and heir’s identity cards. If there is more than one heir, the registration for transfer has to be accompanied by a certificate of inheritance distribution containing notification about the land or building rights which is based on the Corticated of the distribution of the inheritance. If the land is a grant, the above certificates have to be attached by the certificate of grant/will plus BPHTB (Duty on Land and Building Rights Acquisition), but if the grant is till uncertain, the transfer registration has to be done by heirs and grant receiver and it is considered as joint property. In order to avoid loss of the parties as in the Relgious Court’s Verdict No. 96/Pdt.G/2014/PTA.Mdn. The implementation of inheritance distribution has to be done according to legal certainty by recognizing the process of inheritance land ownership with the prudential principles to ward off legally defective Notarial deed by checking the Certificate of transferring inheritance before the Notary/PPAT, supporting by the evidence of heir’s approval by checking the land location, getting information about the land ownership from neighbors, examining the other supporting data, with the seller’s and the buyer’s good faith. The Religious Court’s Verdict No.

96/Pdt.G/2014/PTA.Mdn provides legal protection for the buyer by revoking the Religious Court’s Verdict, Medan and foreclosure on the case object is considered invalid so that the Buyer has the right on the land he has bought since he buys the land which certificate contains only the name of the seller (or the other heir’s) by the approval of the seller’s wife before a Notary/PPAT, has paid

(9)

Keywords : Court’s Verdict, Transact, Inheritance Property

(10)

Hidayah-Nya, hasil penelitian dengan judul “TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENJUALAN WARISAN OLEH AHLI WARIS TANPA PERSETUJUAN SEBAGIAN AHLI WARIS (STUDI KASUS PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA NOMOR 96/PDT.G/2014/PTA MDN)“, dengan harapan agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan Ilmu Hukum khusunya di Medan, dan di Indonesia pada umumnya.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam rangka memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Untuk itu terima kasih diucapkan kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian tesis ini, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis ini.

3. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Ketua Program Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis ini.

4. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua anggota Komisi Pembimbing pada Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas

(11)

Pembimbing pada Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis ini.

6. Ibu Notaris Rosmiaty Siregar, SH. MKn, selaku Dosen Penguji pada Program Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam rangka penyempurnaan tesis ini.

7. Ibu Dr. Yefrizawati, SH, MHum, selaku Dosen Penguji pada Program Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam rangka penyempurnaan tesis ini.

8. Seluruh Dosen/pengajar mata kuliah pada Program Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Seluruh responden dan nara sumber yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dan informasi bermanfaat dalam penulisan tesis ini.

10. Rekan-rekan tercinta pada Program Studi Pascasarjana Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, khususnya Angkatan 2012 yang senantiasa memberikan dorongan semangat, dukungan moril, serta kerja sama yang baik selama perkuliahan dan penulisan tesis ini.

Ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada yang Suami tercinta MUHAMMAD AQIL SIREGAR dan anak-anak Penulis YULIZA AMILIA SIREGAR dan AKBAR MUHAMMAD AMIL SIREGAR yang selalu mendoakan Penulis siang dan malam, yang telah memberikan segala-galanya kepada Penulis agar penulis selalu dalam keadaan sehat, bahagia dan sukses, dengan selalu memberikan doa dan semangatnya kepada Penulis.

Disadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karenanya dengan segala kerendahan hati Penulis mengharapkan

(12)

Medan, 25 Agustus 2017

ANIFAH SITOMPUL

(13)

1. Nama : ANIFAH SITOMPUL 2. Tempat, Tanggal Lahir : Sibolga, 21 April 1967 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Status : Menikah

5. Agama : ISLAM

6. Alamat : Jl. Meranti No. 58C Komp. C. Asri Deli Serdang

II. KELUARGA

1. Nama Ayah : Alm. H. Amirsudin Sitompul 2. Nama Ibu : Alm. Hj. Hafsyah Lubis.

3. Nama Suami : Muhammad Aqil Siregar 4. Nama Anak : Yuliza Amilia Siregar

Akbar Muhammad Amil Siregar.

5. Nama Saudara : Alm. Rohana Sitompul Alm. Ir. Roslila Sitompul Alm. Rasmin Sitompul Ir. Dinsyah Sitompul, Msi Arminsyah Sitompul

III. PENDIDIKAN

1. SD : SD Negeri 9 Sibolga

Tahun 1972-1977.

2. SMP : SMP Katholik Sibolga

Tahun 1978-1980.

3. SMA : SMA St. Thomas Sibolga

Tahun 1980-1983.

4. Perguruan Tinggi (SI) : Universitas Sumatera Utara Tahun 1983-1987.

5. Perguruan Tinggi (S2) : Universitas Sumatera Utara Tahun 2013-2017.

(14)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 11

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Keaslian Penelitian... 12

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 14

1. Kerangka Teori ... 14

2. Konsepsi... 21

G. Metode Penelitian... 23

1. Sifat Penelitian dan Jenis Penelitian ... 24

2. Metode Pendekatan ... 25

3. Sumber Data... 26

4. Teknik Pengumpulan Data... 26

5. Analisa Data ... 27

BAB II PROSEDUR TENTANG PERALIHAN HAK KARENA PEWARISAN ... 28

A. Tinjauan Umum tentang Pewarisan ... 28

1. Dasar Hukum Ahli Waris Mewarisi ... 28

2. Syarat-syarat Pewarisan ... 32

3. Hak dan Kewajiban Pewaris ... 35

4. Unsur-Unsur Pewarisan ... 37

B. Prosedur Peralihan Hak Karena Pewarisan... 38

(15)

3. Pencatatan Peralihan Hak ... 49 4. Proses Peralihan Hak atas tanah di Kantor Badan

Pertanahan... 52 C. Pemindahan Hak karena Jual Beli yang Objeknya Berasal

dari Harta Warisan pada Putusan Pengadilan Tinggi Agama No. 96/PDT.G/2014/PTA... 53 1. Pengertian dan Sifat Jual Beli Tanah ... 53 2. Jual Beli Tanah Yang Bersertifikat Menurut UUPA ... 61 3. Kepastian Hukum Peralihan Hak atas tanah Melalui

Jual Beli... 85 D. Analisis Tinjauan Hukum Terhadap Penjualan Warisan oleh

Ahli Waris Tanpa Persetujuan Sebagian Ahli Waris Lain pada Putusan Pengadilan Tinggi Agama No.

96/PDT.G/2014/PTA ... 89 BAB III UPAYA YANG DILAKUKAN AGAR JUAL BELI HARTA

WARISAN TIDAK MENIMBULKAN KERUGIAN BAGI PIHAK LAIN SEPERTI HALNYA DALAM PUTUSAN

PENGADILAN TINGGI AGAMA NOMOR

96/PDT.G/2014/PTA.MDN ... 104 A. Meningkatkan Konsep Perlindungan Hukum Terhadap

Pemegang Hak Atas Tanah. ... 104 B. Upaya Yang Dilakukan Agar Jual Beli Harta Warisan Tidak

Menimbulkan Kerugian Bagi Pihak Lain Seperti Halnya Dalam Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96/Pdt.G/2014/Pta.Mdn. ... 107 1. Pelaksanaan Pembagian Warisan Dengan Kepastian

Hukum... 107 2. Para Pihak Mengetahui Masalah Pemilikan Tanah

Secara Warisan Berdasarkan Kondisi Perolehannya

Dengan Prinsip Kehati-hatian ... 108 3. Jual Beli Yang Dilakukan Dengan Itikad Baik ... 110 4. Kerjasama Yang Baik Antara Notaris/PPAT, dan

Pihak Kantor Kelurahan/Camat. ... 111

(16)

1. Kewajiban Penjual Dalam Jual Beli Tanah... 117

2. Kewajiban Pembeli Dalam Jual Beli Tanah ... 119

B. Akibat Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tanah Warisan Tanpa Diketahui Ahli Waris Lainnya... 120

C. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Akibat Harta Warisan Yang Dijual Tanpa Dietahui Oleh Ahli Waris Lainnya... 124

1. Itikad Baik dalam Pelaksanaan Perjanjian. ... 124

2. Penjual dan Pembeli yang Beritikad Baik... 130

3. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Akibat Harta Warisan Yang Dijual Tanpa Dietahui Oleh Ahli Waris Lainnya... 131

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 138

A. Kesimpulan ... 138

B. Saran... 140

DAFTAR PUSTAKA ... 141 LAMPIRAN

A. Surat Riset

B. Surat Keterangan Waris

C. Bukti Surat Perjanjian Bersama dari Penggugat.

D. Bukti Berita Acara Sita Jaminan.

E. Bukti Salah Satu Surat Penyerahan Sebidang Tanah Dengan Hibah Kepada Anak-anaknya Sebelum Orang tuanya Meninggal Dunia.

F. Bukti Asal mula Surat Tanah Orang Tua Ahli wWris Sebelum dibagi ke Anak-anaknya.

G. Bukti Surat Penolakan Hak Waris Dari Tergugat Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96/PDT.G/2014/PTA.

H. Putusan Pengadilan Tinggi Medan

(17)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Di Indonesia Hukum Waris masih bersifat pluralistis artinya masih berlaku beberapa sistem Hukum yang mengaturnya (legalitas formal) yakni Hukum Waris Adat, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Perdata Barat (BW).

Terjadinya pemberlakuan berbagai macam Hukum Waris disebabkan kebutuhan masyarakat pada zamannya dalam merespon berbagai macam kepentingan yang dihadapinya kemudian secara legalitas formalnya masih dibenarkan secara konstitusi Negara atas pemberlakuannya sampai saat ini, dan belum terjadi Unifikasi Hukum terkait dengan Hukum Waris, untuk dapat memenuhi kebutuhan Hukum masyarakat Indonesia untuk saat ini dan saat yang akan datang dalam rangka pembangunan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.1

Hukum Waris merupakan salah satu bagian dari Hukum Perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari Hukum Keluarga. Ada tiga Sistem Hukum Waris yang berlaku di Indonesia yaitu:

1. Sistem Hukum Waris Perdata Barat yang diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Indonesia berdasarkan ketentuan Pasal 131 IS jo.

Staatsblad 1917 Nomor 12 jo. Staatsblad 1924 Nomor 557 tentang Penundukan Diri terhadap Hukum Eropa, maka Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku bagi untuk golongan keturunan Tionghoa (Staatsblad 1917 Nomor 129) dan Timur Asing, Orang-orang Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan Orang-orang Eropa, Orang Asing lainnya dan Orang-orang Indonesia yang menundukkan diri kepada Hukum Eropa.2

1H. Hilman Hadikusuma,Hukum Waris Adat, (Bandung: PT. Citra Bakti, 2003), hal 1

2Surini Ahlan Syarif, Intisari Hukum Waris Menurut Burgerlijk Wetboek, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hal 10.

(18)

2. Sistem Hukum Waris yaitu Hukum Kewarisan yang beraneka sistemnya karena dipengaruhi oleh bentuk etnis di lingkungan Hukum Adatnya, yang dikenal dengan Sistem Kewarisan Matrilineal (sistem Pewarisan yang menarik garis keturunan ibunya), Sistem Patrilineal (sistem Pewarisan yang menarik garis keturunan ayahnya), Sistem Bilateral (sistem Pewarisan yang menghubungkan dirinya baik dari ketururnan ibunya maupun ayahnya).3

3. Sistem Hukum Waris Islam yang berlaku bagi Warga Negara Indonesia yang berAgama Islam, dan Kompilasi Hukum Islam yang terbit sesuai Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 pada tanggal 10 Juni 1991 yang dijadikan sebagai pedoman landasan Pengadilan Agama dalam memutuskan seputar Kewarisan, Wakaf dan Perkawinan.4

Seluruh Sistem Waris yang ada menentukan peristiwa kematian sebagai dasar untuk menyatakan telah terbukanya warisan, dan sekaligus sebagai dasar untuk melakukan penyelesaian warisan. Beralihnya seluruh kekayaan baik aktiva maupun passiva dengan sendirinya karena Hukum waris mengenal asas saisine, dan dengan beralihnya seluruh harta kekayaan milik peninggal harta kepada Ahli Waris maka penyelesaian atas harta tersebut wajib dilakukan segenap Ahli Waris secara bersama-sama sesuai dengan asas kebersamaan sebab segenap Ahli Waris pada hakikatnya merupakan personifikasi dari peninggal harta itu sendiri.5

Warisan ialah “Berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain”.

atau dari suatu kaum kepada kaum lain6. Akibat adanya berbagai sistem Hukum Waris yang berlaku di Indonesia sering terjadi perbedaan sangat mencolok antara siapa yang berhak mewarisi misalnya Pewarisan yang berhubungan dengan pemilikan atau perolehan tanah, Wasiat, Hibah, keterangan waris serta bagian yang diterima Ahli Waris.

3Maman Suparman, Hukum Waris Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), hal 5

4Ibid, hal 6

5Syahril Sofyan, Beberapa Dasar Teknik Pembuatan Akta (Khusus Warisan), (Medan:

Pustaka Bangsa Press, 2011), hal 4

6Muhammad Ali, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hal 33

(19)

Hal yang penting dalam masalah Harta Warisan adalah bahwa pengertian warisan itu masih memperlihatkan adanya tiga unsur essensilia (mutlak) yaitu:7 a. Seorang peninggal warisan yang pada wafatnya meninggalkan harta

kekayaan.

b. Seseorang atau beberapa orang penerima warisan yang berhak menerima kekayaan yang ditinggalkan.

c. Harta warisan atau harta peninggalan yaitu kekayaan (in concreto) yang ditinggalkan dan sekali beralih pada Ahli Waris tersebut.

Harta Warisan atau Harta Peninggalan yaitu kekayaan (in concreto) yang ditinggalkan dan sekali beralih pada Ahli Waris dapat berupa benda bergerak dan benda tidak bergerak. Tanah merupakan objek benda warisan yang tidak bergerak dapat beralih dan diperalihkan.

Peristiwa terbukanya warisan memerlukan perhatian dan tindakan Hukum dari segenap Ahli Waris secara bersama-sama untuk melakukan penyelesaian atas harta warisan yang sudah terbuka menurut Hukum Waris yang berlaku, lebih khusus lagi apabila atas harta kekayaan yang menjadi Harta Warisan yang ditinggalkan Pewaris itu terkait atau ada hubungannya dengan hak-hak Pihak lain.8

Dalam penyelesain warisan wajib dipenuhi kehadiran seluruh Ahli Waris dalam Akta yang berkenaan, sesuai dengan Azas Kebulatan dan Azas Kebersamaan, apabila salah satu Ahli Waris tidak turut bertanda tangan atau tidak diwakili dengan sah maka mengakibatkan Aktanya batal demi Hukum (Van rechtwegenietig) atau sekurang-kurangnya dapat dibatalkan (vernietigbaar).

7Surojo Wignjodipuro, Pengantar dan Azas-Azas Hukum Adat, (Bandung: Alumni,1973), hal191

8Syahril Sofyan, Opcit, hal 6

(20)

Untuk menggunakan kuasa dalam mewakili seorang Ahli Waris yang tidak dapat hadir dalam penandatanganan Akta pemisahan dan pembagian sedapatnya menggunakan Akta otentik, bila terpaksa dapat dilakukan dengan Akta dibawah tangan (onderhands acte), maka Akta dibawah tangan yang digunakan adalah Akta yang penandatanganannya dilegalisasi oleh Notaris atau oleh Pejabat yang berwenang dan kuasa dibawah tangan yang dijadikan dasar untuk mewakili Ahli Waris tersebut wajib dijahitkan pada minuta Akta Notaris yang berkenaan menurut Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris.9

Untuk memulai proses atas suatu warisan yang sudah terbuka dengan berpedoman pada Pasal 1865 KUH Perdata sepakat bahwa peristiwa kematian itu hanya dapat diyakini dan diterima eksistensinya menurut Hukum sesudah dibuktikan dengan alat bukti yang dikenal dengan Akta Kematian yang diterbitkan oleh Pejabat yang berwenang, alat bukti inilah yang digunakan sebagai dasar melakukan penyelesaian atas Harta Warisan yang dimaksud. Ketiadaan Akta atau alat bukti kematian ini mengakibatkan terbitnya keharusan menempuh prosedur tertentu melalui Dinas KePendudukan dan Catatan Sipil setempat untuk menerbitkan Akta Kematian.10

Hal yang wajib dilaksanakan sebelum proses penyelesaian pembagian warisan terlebih dahulu apakah ada Surat Keterangan Hak Waris dan Surat Wasiat, hal ini berguna untuk melakukan investigasi apakah penyelesaian warisan bersangkutan dilakukan secara ab intestate atau secara testamentair dan untuk

9Ibid, hal 7

10Ibid, hal 9

(21)

mencegah hal-hal yang sifatnya Kontroversial yaitu perselisihan di kalangan Ahli Waris.11

Siapa saja yang menjadi Ahli Waris, harus dibuktikan secara tertulis dalam bentuk Surat Keterangan Hak Waris yang disingkat dengan (SKHW). Untuk WNI golongan Pribumi (tunduk pada Hukum Adat) maka SKHWnya dibuat oleh Camat setempat, sementara untuk WNI yang termasuk golongan Eropa dan Timur Asing China dibuat dengan Akta Notaris dan untuk Warga Negara Indonesia keturunan Timur Asing bukan China maka SKHW dibuat oleh Balai Harta Peninggalan.12

Penyelesain warisan yang juga harus diperhatikan adalah objek dari harta warisan tersebut, jika objeknya berupa Hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun maka Harta Warisan tersebut jatuh pada Ahli Waris bukan berdasarkan perbuatan Hukum melainkan karena peristiwa Hukum,13

Setelah terjadi proses peralihan hak warisan tersebut, kemudian objek warisan apabila dijual pada Pihak lain maka terjadilah pemindahan hak melalui jual beli yaitu Pihak yang mengalihkan adalah Pihak yang berwenang memindahkan hak (dalam hal ini Ahli Waris) sedangkan Pihak yang memperoleh hak harus memenuhi syarat sebagai pemegang Hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.14

11Ibid, hal 86

12Pasal 111 dari Peraturan Menteri Negara Agraria No 3 Tahun 1997 yang merupakan aturan pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

13Urip Santoso, Pendaftaran Dan Peralihan Hak atas tanah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hal 398

14Ibid, hal 364

(22)

Tanah yang pada dasarnya merupakan hasil dari warisan menjadi milik bersama dari semua Ahli Waris Pewaris. Dalam hal tanah tersebut akan dialihkan melalui jual beli maka semua Ahli Waris harus mengetahui dan menyetujui dalam hal jual beli tersebut karena jika salah satu dari Ahli Waris tidak mengetahui dan merasa dirugikan maka jual beli tersebut dapat dibatalkan.

Syarat bahwa jual beli Hak atas tanah baik yang berSertipikat maupun belum berSertipikat harus dibuktikan dengan Akta otentik yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.15

Proses Jual Beli Hak atas tanah yang telah didaftarkan atau telah berSertipikat memiliki resiko yang lebih rendah, karena hak kepemilikan dan subyek Hukum Penjual telah jelas dan terang, sebaliknya bagi tanah yang belum didaftarkan hak kepemilikannya memiliki resiko Hukum yang lebih tinggi, karena obyek jual beli Hak atas tanah hanya menekankan pada kepercayaan bahwa orang tersebut adalah pemiliknya. Oleh karena itu terhadap obyek jual beli Hak atas tanah yang belum berSertipikat atau belum didaftarkan lebih menekankan kejelian dan kehati-hatian dari Pembeli dan Notaris/PPAT yang membuat Akta Jual Beli tanahnya, agar jelas dan terang Penjual adalah sebagai Pihak yang sah dan berhak untuk menjual yang harus dicermati dari persyaratan-persyaratan formil yang melekat sebagai alas Hak atas tanah tersebut.16

Berdasarkan proses jual beli untuk tanah berSertipikat dan belum berSertipikat seperti diatas maka secara umum permasalahan mengenai pemilikan tanah secara warisan ini dapat dikelompokkan berdasarkan kondisi perolehannya yaitu:17

1. Sertifikat masih terdaftar atas nama Pewaris dan akan dibalik-nama ke seluruh Ahli Waris.

15yang ditegaskan dalam Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyatakan:

”Peralihan Hak atas tanah dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun melalui jual beli, tukar menukar, Hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan Hukum dalam pemindahan hak lainnya,kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan Akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang bewenang menurut ketentuanPeraturan PerUndang-Undangan yang berlaku.”

16Ibid hal 77

17Irma Devita Purnamasari, Opcit, hal 173

(23)

2. Sertifikat masih terdaftar atas nama pasangan Pewaris (suami/Istri Pewaris).

3. Sertifikat sudah terdaftar atas nama seluruh Ahli Waris (sudah balik nama) tetapi akan dilepaskan ke salah seorang Ahli Waris saja.

Permasalahan-permasalahan tersebut diatas menimbulkan permasalahan mengenai hak yang akan dituntut Ahli Waris yang merasa dirugikan, Pihak Pembeli yang juga ingin mendapat perlindungan Hukum, dan kedudukan dari status kepemilikan tanah yang sudah didaftarkan mengakibatkan permasalahan ini harus diselesaikan melalui jalur Pengadilan karena para Pihak beranggapan tidak dapat lagi menyelesaikan permasalahan tersebut secara kekeluargaan, musyawarah dan mufakat.

Salah satu contoh Sengketa Penjualan Harta Warisan oleh Ahli Waris Tanpa Persetujuan sebagian Ahli Waris Lainnya Dalam Perkara Waris Mal Waris di Pengadilan Tinggi Agama Medan antara Warsito bin Warso dan lima belas Ahli Waris lainnya yang menggugat (sebagai Penggugat) yang merasa dirugikan dan akhirnya menuntut adiknya Suwansir bin Warso dan Pembeli (sebagai Tergugat) untuk mengembalikan hak mereka atas sebidang tanah di Jalan Garu I Nomor 166 A, Kecamatan Medan Amplas yang telah dijual oleh Tergugat I kepada Tergugat II.

Dalam hal ini menurut tergugat I Sertipikat tanah atas namanya yang terletak di jalan Garu I no 166 A Kecamatan Medan Amplas diperolehnya atas persetujuan para Ahli Waris berdasarkan Perjanjian Bersama yang dibuat dalam bentuk perjanjian bawah tangan pada tanggal 18 Januari 2008 yang isinya adalah Tergugat I tidak boleh menjual atau menyewakan tanah tanpa seizin ibu kandungnya dan Ahli Waris yang lainnya. Pembuatan Sertipikat Tanah tersebut di

(24)

atas dilakukan untuk keperluan Tergugat I mendapatkan pinjaman bagi usahanya dan Surat Penolakan Hak Waris yang diperbuat dihadapan Notaris di tanda tangani oleh seluruh Ahli Waris pada tanggal 07 Nopember 2006 yaitu untuk memenuhi prosedur Hukum dalam proses menSertipikatkan tanah yang akan dilakukan Tergugat I. Akan tetapi seluruh Ahli Waris masih mempunyai hak atas tanah tersebut di atas.

Menurut Tergugat I pada Sidang Pengadilan menyatakan bahwa seluruh tanah-tanah yang telah diSertipikatkan mAsing-mAsing oleh Pihak Penggugat juga bukan merupakan pembagian harta warisan sesuai dengan Hukum faraid berarti semua tanah yang telah diSertipikatkan juga masih dalam warisan yang belum terbagi atau boedels18.

Berdasarkan bukti yang dimilikinya Tergugat I menyatakan bahwa tanah yang berSertipikat atas namanya adalah sah dan berkekuatan Hukum berdasarkan Surat Penolakan Hak Waris dari seluruh Ahli Waris yang diberikan kepadanya.

Menurut pernyataan Tergugat II bahwa objek tanah yang menjadi sengketa yang di dalihkan para Penggugat adalah tanah yang sah karena Pengikatan Jual Belinya dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Tergugat II membeli tanah yang jelas didalam Sertipikat tersebut jelas tertera atas nama Tergugat I, dan sebelum pengikatan dilakukan Sertipikat tersebut masih dalam hak tanggungan di Bank, dan hak tanggungan tersebut di Roya dari Bank oleh

18Boedel adalah keseluruhan harta (vermogen) seseorang dalam artikeseluruhan aktiva dan pasiva, dengan demikian boedel itu sama dengan kekayaan (vermogen),J.Satrio, Hukum Adat Tentang Pemisahan Dan Pembagian, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998), hal 1

(25)

Tergugat I tetapi untuk pelunasan utang kepada Pihak Bank Tergugat I menggunakan uang dari Tergugat II.

Berdasarkan dalil-dalil dan bukti yang diajukan kedua belah Pihak maka pada Putusan Pengadilan Agama Medan telah memutuskan agar melaksanakan pembagian harta warisan kepada seluruh Ahli Waris sesuai dengan porsinya, apabila tidak dapat dilakukan secara riil maka dapat dilakukan dengan Penjualan lelang dan hasilnya yaitu dibagi dengan porsinya mAsing-mAsing terhadap seluruh Ahli Waris, Harta Warisan yang telah berSertipikat maupun yang belum berSertipikat dan maka Penjualan tanah tersebut dinyatakan tidak berkekuatan Hukum tetapi setelah para Tergugat melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama, maka Putusan Pengadilan Agama Medan dinyatakan batal dengan dalil bahwa pokok perkara yang diajukan adalah gugatan kewarisan tetapi dalam tuntutan perkaranya ada tuntutan yang diluar masalah kewarisan antara lain tuntutan jual beli yang dinyatakan cacat Hukum, status Sertipikat yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang diklaim sebagai boedel harta warisan, dan hal ini merupakan kewenangan Peradilan Umum atau Tata Usaha Negara (diluar kewenangan Pengadilan Agama) sehingga sita jaminan yang ditetapkan Pengadilan Agama Medan dianggap tidak sah dan tidak berharga.

Dengan banyaknya masalah dibidang pertanahan maka untuk menjamin kepastian Hukum Pemerintah harus melaksanakan Pendaftaran Tanah diseluruh Wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang berlaku dengan Peraturan Pemerintah yaitu guna menjamin kepastian Hukum mengenai letak, batas, luas tanah, status tanah, orang yang berhak, pemberian surat berupa Sertipikat dan

(26)

pendaftaran tanah yang memberikan kepastian Hukum bagi para Pihak ini disebut dengan rechts kadaster.19

Namun dalam prakteknya, kepastian Hukum terhadap Hak atas tanah tersebut kadangkala tidak terwujud seperti yang diharapkan, seperti pada kasus tersebut diatas, Sertipikat Hak Milik yang telah didaftarkan telah dituntut karena dianggap masih sebagai harta warisan yang belum dibagi dan jual beli tersebut dianggap tidak sah karena tanpa persetujuan sebagian Ahli Waris lainnya sehingga menimbulkan suatu problematika terhadap kepastian Hukum Kewenangan para Pihak, perbuatan Hukum yang telah terjadi dan status Sertipikat Hak Milik, walaupun menurut ketentuan dalam Pasal 1457 KUH Perdata menggariskan, “bahwa Pihak-Pihak yang membentuk persetujuan jual beli mAsing-mAsing mengikatkan dirinya secara timbal balik (wederkerig). Penjual mengikatkan dirinya kepada Pembeli untuk menyerahkan objek jual beli. Pembeli mengikatkan dirinya kepada Penjual untuk membayar harga jual objek jual- beli”.20

Berdasarkan latar belakang tersebut, Putusan Pengadilan Tinggi Agama Medan memutuskan seharusnya Penjualan Harta Wrisan harus sesuai dengan prosedur pendaftaran tanah dan kewenangan para Pihak, maka penelitian ini bukan untuk mengkaji putusan akan tetapi mengkaji kewenangan para Pihak dalam Penjualan tanah bersertifikat yang dianggap masih boedel warisan yang belum dibagi kepada Ahli Waris lainnya maka menarik untuk diangkat menjadi judul penelitian Tesis ini tentang “Tinjauan Hukum Terhadap Penjualan Warisan

19Urip Santoso, Hukum Agria Kajian Komprehensif, (Jakarta: Kencana, 2012), hal 278

20R.Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hal 12

(27)

Oleh Ahli Waris Tanpa Persetujuan Sebagian Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96 /Pdt. G/2014/PTA. Mdn)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan pokok permasalahan yang akan diteliti dan dibahas secara lebih mendalam pada penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur peralihan hak karena Pewarisan?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan agar jual beli harta warisan tidak menimbulkan kerugian bagi Pihak lain seperti halnya dalam Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96/Pdt.G/2014/PTA.Mdn?

3. Bagaimana perlindungan Hukum terhadap Pembeli akibat dari Penjualan harta warisan yang dijual tanpa diketahui oleh Ahli Waris lainnya?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan Tesis ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisa prosedur peralihan hak karena Pewarisan.

2. Untuk mengetahui dan menganalisa upaya yang dilakukan agar jual beli harta warisan tidak menimbulkan kerugian bagi Pihak lain seperti halnya dalam Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96/Pdt.G/2014/PTA.Mdn.

3. Untuk mengetahui dan menganalisa perlindungan Hukum terhadap Pembeli akibat harta warisan yang dijual tanpa diketahui oleh Ahli Waris lainnya.

D. Manfaat Penelitian

Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:

(28)

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi para akademisi maupun masyarakat umum dan dapat memberi manfaat guna menambah khasanah ilmu Hukum secara umum dan Hukum perjanjian secara khusus yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan peraturan dalam proses pelaksanaan jual beli, khususnya mengenai Tinjauan Hukum Terhadap Penjualan Warisan Oleh Ahli Waris Tanpa Persetujuan Sebagian Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96 /PdT.G/2014/PTA.Mdn).

2. Manfaat Praktis.

Pembahasan tesis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yaitu masyarakat di Medan yang memiliki permasalahan, sehingga dapat memberikan jalan keluar terhadap masalah pembagian warisan, jual beli harta warisan, dan juga bagi para pihak yang terkait di dalam proses jual beli agar lebih menemukan solusi solusi yang lebih baik agar jual beli harta warisan dan pembagiannya dapat terlaksana dengan baik tanpa ada pihak yang dirugikan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran terhadap judul penelitian tesis yang ada pada Program Magister Kenotariatan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap Penjualan Warisan Oleh Ahli Waris Tanpa Persetujuan Sebagian Ahli Waris Lainnya (Studi Kasus Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96/PdT. G/2014/PTA. Mdn).” belum

(29)

pernah dilakukan, tetapi penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya tentang jual beli adalah:

1. Tesis atas nama Endah Mayana, Nim 107011084 dengan judul Analisis yuridis terhadap pelaksanaan pembagian harta warisan yang dikuasai oleh satu Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 2134K/Pdt/

1989, dengan rumusan masalah yaitu:

a. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan sebahagian Ahli Waris menahan harta warisan?

b. Bagaimana tindakan Hukum yang dilakukan Ahli Waris yang ditahan haknya oleh Ahli Waris yang lain?

c. Bagaimana analisis Putusan Mahkamah Agung dalam menyelesaikan kasus Nomor 2134K/PdT/1989?

2. Tesis atas nama Clara H. Sihite, Nim: 117011013 dengan judul Analisa kasus atas jual beli tanah warisan yang dijual oleh salah seorang Ahli Waris tanpa sepengetahuan Ahli Waris lainnya (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 680K/Pdt/2009), dengan rumusan masalahnya yaitu:

a. Bagaimana prosedur jual beli tanah warisan yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria?

b. Bagaimana akibat Hukum perjanjian jual beli tanah warisan yang dijual oleh salah seorang Ahli Waris tanpa sepengetahuan Ahli Waris lainnya?

c. Apakah pertimbangan Hakim dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 680K/PdT/2009 telah memenuhi rasa keadilan kepada seluruh Ahli Waris.

(30)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.21

Teori juga menjelaskan gejala spesifik atau proses sesuatu terjadi dan teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.22

Dilihat dari segi fungsinya maka menurut Snelbecker, teori berfungsi untuk mensistematiskan penemuan-penemuan, penelitian, menjadi pendorong untuk menyusun hipotesis, dan dengan hipotesis dapat membimbing untuk mencari jawaban, membuat dasar penemuan dan menyajikan penjelasan untuk menjawab pertanyaan mengapa.23

Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dalam pengalaman empiris, sehingga teori tentang ilmu merupakan penjelasan rasional yang sesuai dengan objek penelitian dan untuk mendapat verifikasi, maka harus didukung oleh data empiris yang membantu dalam mengungkapkan kebenaran.24

Beberapa Pakar Ilmu Pengetahuan memberikan definisi tentang Teori sebagai berikut:25

21H.R. Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hal 21

22J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, (Jakarta: FE UI, 1996), hal.

203.

23Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Eedisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), hal 57

24M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: CV. Mandar Maju, 1994), hal.

27

25Ibid, hal 113-114

(31)

a. Braithwaite mengemukakan bahwa teori adalah sekumpulan hipotesis yang membentuk suatu sistem deduktif, yaitu yang disusun sedemikian rupa, sehingga dari beberapa hipotesis yang menjadi dasar pikiran beberapa hipotesis, semua hipotesis lain secara logika mengikutinya.

b. Fred. N. Kerlinger menguraikan Teori adalah sekumpulan konstruksi (konsep, definisi dan dalil) yang saling terkait, yang menghadirkan suatu pandangan yang secara sistematis tentang fenomena dengan menetapkan hubungan diantara beberapa variabel, dengan maksud menjelaskan dan meramalkan fenomena.

c. Jack Gibbs, berpendapat bahwa Teori adalah sekumpulan pernyataan yang saling berkaitan secara logis dalam bentuk penegasan empiris mengenai sifat-sifat dari kelas-kelas yang terbatas dari berbagai kejadian atau benda.

d. Kartini Kartono menyatakan bahwa Teori adalah suatu prinsip umum yang dirumuskan untuk menerangkan sekelompok gejala-gejala yang saling berkaitan.

e. S. Nasution mengemukakan Teori adalah susunan fakta-fakta yang saling berhubungan dalam bentuk sistematis, sehingga dapat dipahami. Fungsi dan peranan teori dalam penelitian ilmiah adalah mengarahkan, menerangkan serta meramalkan fakta.

Agar kerangka teori yang meyakinkan, maka harus memenuhi syarat- syarat:26

a. Teori yang digunakan dalam membangun kerangka berfikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan-perkembangan terbaru.

b. Analisis Filsafat dari Teori-teori keilmuan dengan cara berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara ekspilist mengenai Postulat, Asumsi dan Prinsip yang mendasarinya.

c. Mampu mengidentifikasikan masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan tersebut, teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berfikir ilmiah.

Teori Kepastian Hukum merupakan salah satu penganut aliran Positivisme yang lebih melihat Hukum sebagai sesuatu yang otonom atau Hukum dalam bentuk peraturan tertulis, artinya karena Hukum itu otonom, sehingga semata- mata untuk kepastian Hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang.

26Jujun S Sumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Popular, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1997), hal. 318-321.

(32)

Vant Kan berpendapat bahwa tujuan Hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.27

Kerangka teori yang digunakan dalam menganalisa permasalahan dalam Tesis ini adalah Teori Kepastian Hukum, yang dimaksud dengan Teori Kepastian Hukum yaitu teori yang menjelaskan bagaimana Hukum dapat mengatur perjanjian Penjualan Warisan sehingga Penjualan Warisan itu terjadi dengan aman dan tertib tanpa menimbulkan sengketa atau Perjanjian Penjualan Warisan itu tidak menimbulkan resiko kerugian bagi Pihak-Pihak yang ada dalam Penjualan Warisan, bahkan bisa merugikan Pihak lain akibat adanya perjanjian jual beli yang tidak mengikuti peraturan yang berlaku.

Teori Kepastian Hukum mengandung pengertian yaitu adanya aturan yang bersifat umum membuat Individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan, dan berupa keamanan Hukum bagi individu dari kewenangan Pemerintah karena adanya aturan Hukum yang bersifat umum sehingga individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau diberlakukan oleh Negara terhadap individu.28

Tugas kaidah-kaidah Hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian Hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah Hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian Hukum dalam hubungan sesama manusia.29

27Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hal 74

28J.B Daiyo, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Prennahlindo,2001), hal 120

29Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum , (Jakarta: Rieneka Cipta,1995), hal 49

(33)

Sesuai dengan pendapat Roscoe Pound yang menyatakan bahwa:30

“Hukum akan bermakna sebagai tertib Hukum apabila mempunyai Subjek, hubungan individual antar manusia satu sama lain dan perilaku individual yang mempengaruhi individu lain atau mempengaruhi tata sosial atau tata ekonomi, sedangkan Hukum dalam makna kumpulan dasar-dasar kewenangan dari Putusan Pengadilan dan tindakan administratif mempunyai Subjek berupa harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan oleh manusia sebagai individu ataupun kelompok-kelompok manusia yang mempengaruhi hubungan mereka atau menentukan perilaku mereka”.

Tujuan Hukum menurut Van Apeldoorn adalah mengatur pergaulan hidup secara damai, Hukum menghendaki perdamaian.31.

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menghendaki perjanjian jual beli harus dibuat dalam bentuk Akta otentik yang dibuat dihadapan Pejabat yang berwenang, karena pengalihan tanah dari pemiliknya kepada penerima disertai dengan penyerahan yuridis, penyerahan yang harus memenuhi formalitas Undang-Undang, meliputi pemenuhan syarat, dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan, menggunakan dokumen, dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).32

Menurut KUH Perdata, Jual Beli adalah suatu perjanjian dimana Pihak yang satu (Penjual) mengikatkan dirinya untuk menyerahkan Hak Milik atas suatu benda dan Pihak lain (Pembeli) untuk membayar harga yang telah dijanjikan sesuai Pasal 1457 KUH Perdata.33

30Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judical Prudence), (Jakarta: Kencana Premadia Group, 2012), hal 424

31L.J Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2005), hal 10

32Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Cetakan I, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994), hal 55

33Pasal 1457 KHUPerdata yang berbunyi:”Jual Beli adalah suatu persetujuan dengan mana Pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan Pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan”.

(34)

Menurut Pasal 1458 KUH Perdata34 jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah Pihak pada saat dicapai kata sepakat mengenai benda yang diperjual belikan beserta harganya walaupun benda belum diserahkan dan harga belum dibayar. Dengan terjadinya jual beli, Hak Milik atas tanah belum beralih kepada Pembeli walaupun harga sudah dibayar dan tanah sudah diserahkan kepada Pembeli.35

Hal ini juga didukung oleh Pasal 1471 KUH Perdata,36 yang menjelaskan bahwa mengenai jual beli (pada dasarnya dalam jual beli tanah sama dengan jual beli pada umumnya), yang secara implisit mempersyaratkan bahwa Penjual haruslah pemilik dari barang yang dijual. Jual beli atas barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada Pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain.

Dalam hal ini apabila tanah tersebut dijual setelah menjadi tanah warisan, maka yang memiliki Hak atas tanah tersebut adalah Ahli Waris menurut Pasal yang diatur sebagai berikut:

Pasal 833 ayat (1) KUH Perdata yaitu:

Para Ahli Waris, dengan sendirinya karena Hukum, mendapat Hak Milik atas semua barang, semua hak dan semua piutang orang yang meninggal.

34Pasal 1458 KUH Perdata berbunyi:”Jual Beli diangap telah terjadi antara kedua belah Pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar”.

35Maria W Sumardjono, Puspita Serangkum Aneka Masalah Hukum Agraria, (Yogyakarta: Andi Offset, 1982), hal 53

36Pasal 1471 KUH Perdata berbunyi:”Jual Beli atas diri orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar kepada Pembeli untuk menuntut penggantian biaya, kerugian, dan bunga, jika ia tidak mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain”.

(35)

Pasal 832 ayat (1) KUH Perdata yaitu:

Menurut Undang-Undang, yang berhak menjadi Ahli Waris ialah para keluarga sedarah, baik yang sah menurut Undang-Undang maupun yang luar kawin, dan si suami atau Istri yang hidup terlama, menurut peraturan- peraturan yang tertera.

Seharusnya jual beli tanah warisan ini disetujui oleh semua Ahli Waris sebagai seluruh Pihak yang berhak mendapatkan hak atas dari kepilikan tanah akibat adanya Pewarisan, oleh karenanya jika ingin melakukan perbuatan Hukum dalam Peralihan Hak dengan Proses Jual Beli Tanah maka dapat membuat surat Persetujuan Jual Beli di bawah tangan yang dilegalisir Notaris setempat atau dibuat surat persetujuan jual beli dalam bentuk Akta otentik, karena pada dasarnya Harta Warisan merupakan kepemilikan bersama yang terikat.37

Ciri-ciri pemilikan bersama yang terikat adalah :38 1. Unsur Kehendak.

Adanya pemilikan bersama yang terikat tidak bergantung para kehendak pemilik serta, malahan ada kalanya mereka tidak menginginkannya seperti pada pemilikan bersama atas boedel warisan, yang mana kedudukan Ahli Waris sebagai pemilik ditentukan berdasarkan hubungan kekeluargaan yang ada antara dirinya dengan Pewaris dan oleh Ketentuan Undang-Undang tentang Pewarisan, dan berdasarkan hak saisine seluruh hak dan kewajiban dengan sendirinya beralih kepada Ahli Waris tanpa Ahli Waris berbuat apa- apa. Demikian pula pemilikan bersama atas harta persatuan (harta bersama), berdasarkan KUH Perdata yang terjadi dengan sendirinya, dengan dilangsungkannya perkawinan antara suami Istri.

2. Adanya unsur hubungan Hukum berdasarkan Hukum tersendiri.

37J. Satrio, Hukum Waris TentangPemisahan Boedel, Opcit, hal 23 Pemilikan bersama yang terikat seperti disebutkan dalam KUH Perdatayaitu:

a. Harta persatuan dalam suatu perkawinan yang dimiliki antara suami-istri b. Pemilikan bersama antara para pesero atas Harta Perseroan

c. Pemilikan bersama atas Harta Kekayaan-Perkumpulan yang tidak mempunyai status badan Hukum.

d. Pemilikan bersama para Ahli Waris atas warisan yang belum terbagi

38Ibid, hal 23-28

(36)

3. Pemisahan dan pembubaran perkawinan, perseroan dan perkumpulan (tanpa status badan Hukum).

4. Besarnya hak bagian atas mAsing-mAsing benda milik bersama.

5. Kebebasan mengambil tindakan atas harta milik bersama.

Dari ciri-ciri diatas dapat disimpulkan dalam kepemilikan bersama yang terikat adalah mereka (satu terhadap yang lain) dikuasai/diatur oleh Hukum tersendiri yang mengatur tentang kepemilikan bersama mereka, dan hak bersama daripada pemilik serta lebih diutamakan.39

Dalam hal ini, perbuatan orang yang menjual tanah warisan tanpa persetujuan Ahli Waris merupakan perbuatan yang melanggar hak Subjektif para Ahli Waris. Untuk dapat menggugat Penjual tanah tersebut atas dasar perbuatan melawan Hukum, harus dapat membuktikan bahwa orang yang hendak digugat memenuhi semua unsur-unsur perbuatan melawan Hukum sebagaimana disebutkan di atas.

Hal ini didukung juga dengan adanya Pasal 834 KUH Perdata,40 yang memberikan hak kepada Ahli Waris untuk memajukan gugatan guna memperjuangkan hak warisnya terhadap orang-orang yang menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, baik orang tersebut menguasai atas dasar hak yang sama atau tanpa dasar sesuatu hak pun atas harta peniggalan tersebut.

Mengenai apakah dapat menarik kembali Hak Milik atas tanah yang telah dijual, hal itu bergantung pada apa dalam Petitum gugatan dan bergantung pada Putusan Hakim.

39 J. Satrio, OP cit, hal 30

40Pasal 834 KUH Perdata berbunyi:”Ahli Waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya. Dia boleh megajukan gugatan itu untuk seluruh warisan bila ia adalah satu-satunya Ahli Waris, atau hanya untuk sebagian bila ada Ahli Waris lain. Gugatan itu bertujuan untuk menuntut supaya diserahkan apa saja yang dengan alas hak apapun ada dalam warisan itu, beserta segala penghasilan, pendapatan dang anti rugi, menurut peraturan-peraturan yang termaktub dalam Bab III buku ini mengenai penuntutan kembali Hak Milik.

(37)

Di dalam menyelesaikan segala permasalahan Hukum termasuk sengketa tanah warisan yang dijual tanpa persetujuan sebagian Ahli Waris lainnya, peran Pengadilan sangat penting untuk menciptakan kepastian Hukum dan memberikan rasa adil bagi para Pihak yang berperkara.

Pengadilan merupakan penentu siapa pemilik tanah Hak Milik yang sesungguhnya dari tanah yang diperkarakan, sesuai pendapat Karl Lewllyn bahwa What Officiallls Do About Disputes is the Law it Self (atau apa yang diputuskan oleh para Hakim tentang suatu persengketaan adalah Hukum itu sendiri).41

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori observasi, antara abstrak dengan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut defenisi operasional.42

Terlihat dengan jelas, bahwa suatu konsepsi pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoretis (tinjauan pustaka), yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun suatu kerangka konsepsi kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan defenisi- defenisi operasional yang akan menjadi pegangan konkrit didalam proses penelitian.43

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis perlu didefenisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi agar

41Achmad Ali, Op cit, hal 427

42Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal.31

43Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2000), hal 298

(38)

secara operasional dapat dibatasi ruang lingkup variabel dan dapat diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah ditentukan. Konsep itu adalah sebagai berikut:

a. Harta Warisan adalah Harta bawaan ditambah dengan bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan Pewaris selama sakit sampai meninggalnya.44

b. Ahli Waris adalah Orang yang mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan Pewaris yang menggantikan kedudukan Pewaris yang mendapat Harta Warisan.45

c. Perjanjian Jual Beli menurut Pasal 1457 KUH Perdata adalah “suatu perjanjian dengan perjanjian itu Pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan Hak Milik atas barang dan Pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”.

d. Tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi diatas sekali, keadaan bumi suatu tempat, permukaan bumi yang diberikan batas, bahan dari bumi atau bumi sebagai lahan sesuatu.46

e. Waris adalah Soal apakah dan bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan seorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup”.47

44M.J.A. Van Mourik, Studi Kasus Hukum Adat, (Bandung: Eresco, 1993), hal 15

45Maman Suparman, Hukum Wari Perdata, Opcit, hal 19

46Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, (Jakarta, Edisi II, Cetakan III, 1994 ), hal 12

47Hilman Hadikusuma, Hukum Adat Adat, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 203), hal 21

(39)

f. Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat, terpenuh, yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, yaitu:”

Turun temurun artinya Hak Milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka Hak Miliknya dapat dilanjutkan oleh Ahli Warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai Subjek Hak Milik. Terkuat artinya Hak Milik atas tanah lebih kuat dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan Pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya Hak Milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain.48

g. Tanah bersertifikat adalah tanah yang telah memiliki surat tanda bukti hak yang telah diadministrasi oleh Negara dengan didaftarkan di Kantor Pertanahan Negara yang memiliki sampul map yang berlogo Burung Garuda yang dijahit menjadi satu dengan surat ukur atau situasi tanah.

G. Metode Penelitian

Secara Etimologi Metode diartikan sebagai jalan atau cara melakukan atau mengerjakan sesuatu, Metode berasal dari bahasa yunani “Methodos” yang artinya “jalan menuju”, bagi kepentingan ilmu pengetahuan, metode merupakan titik awal menuju proposisi-proposisi akhir dalam bidang pengetahuan tertentu.49

48Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak atas tanah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hal 90-91.

49Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2008), hal 13

(40)

Penelitian Hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala Hukum tertentu dengan jalan menganalisanya, disamping itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta Hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan- permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.50

Pemilihan suatu Metodologi yang baik untuk suatu penelitian tergantung kepada sasaran penelitian, bahan yang tersedia, kondisi yang meliputi kegiatan penelitian, dan terutama jenis informasi yang diperlukan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Sifat Penelitian dan Jenis Penelitian.

Ditinjau dari segi sifatnya, penelitian ini bersifat deskriptif analitis51, Penelitian deskriptif ini dimulai dengan pengumpulan data yang berhubungan dengan pembahasan di atas yang bersumber dari bahan-bahan yang ada di pustaka maupun yang harus diteliti dilapangan, lalu menyusun, mengklasifikasikan dan menganalisisnya serta kemudian menginterprestasikan data, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang fenomena yang diteliti.52

Jenis Penelitian yang dipergunakan adalah dengan menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif yang dipergunakan untuk mempelajari Peraturan PerUndang-Undangan,53dalam penelitian ini digunakan untuk membahas yang berkaitan dengan jual beli, sehingga dapat diketahui apakah landasan legalitas

50Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 2007), hal 43 51Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum; Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 2001), hal 36

52Ibid, hal 10

53Ibid

(41)

yang telah memadai untuk menggambarkan tentang pertimbangan-pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan Putusan dalam peradilan, yang didukung dengan data sekunder yaitu berupa kasus jual beli tanah warisan tanpa persetujuan sebagian Ahli Waris lainnya yang akhirnya membatalkan Sertipikat Hak Milik yang dibeli si Pembeli dengan keluarnya suatu Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor 96/Pdt.G/2014/PTA.Mdn.

2. Metode Pendekatan

Metode Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan Kasus (case approach) dan Pendekatan PerUndang-Undangan (statute approach).54

Pendekatan tersebut digunakan untuk membangun argumentasi Hukum guna memecahkan masalah-masalah yang menyangkut dengan penelitian tersebut.

Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan Hukum yang tetap. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adala ratio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan Pengadilan untuk sampai kepada suatu Putusan.55

Khususnya terkait dengan perlindungan Hukum bagi pemegang sah atas penerbitan Sertipikat Hak Milik, serta Pendekatan PerUndang-Undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah Undang-Undang dan regulasi yang

54Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2010), hal 94

55Ibid

(42)

bersangkut paut dengan isu Hukum yang sedang diteliti,56 dan pendekatan PerUndang-Undangan dilakukan untuk melihat apakah yang dilakukan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam menerbitkan Sertipikat telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

3. Sumber Data

Dalam penelitian ini jenis data yang diperlukan, yaitu data sekunder, data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen publikasi, artinya data sudah dalam bentuk jadi, yang terdiri dari:57

a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan Hukum berupa peraturan-peraturan mengenai jual beli yang mempunyai kekuatan mengikat berupa peraturan perUndang-Undangan, diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 50 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan Hukum primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan objek yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tersier, yakni yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan Hukum primer dan bahan Hukum sekunder seperti kamus Hukum dan kamus besar Hukum Bahasa Indonesia.

4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara library research dan

56Ibid hal 93

57I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Skripsi dan Tesis, (Yogyakarta: Andi, 2006), hal 34

(43)

field research yaitu:

a. Studi Dokumen yaitu yang terdiri dari bahan Hukum yang berkaitan dengan Hukum Agraria, Hukum Waris dan Perjanjian Jual Beli yang ditunjang dengan bahan Hukum lainnya.

b. Pedoman Wawancara yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan membuat daftar pertanyaan yang sudah direncanakan dengan nara sumber yaitu 1 (satu) orang Hakim Pengadilan Agama Medan, 1 (satu) orang Hakim Pengadilan Tinggi Agama Medan, dan 2 (dua) orang Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di Kota Medan, serta 1 (satu) orang Pejabat Kantor Badan Pertanahan Nasional

5. Analisa Data.

Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka dianalisa secara Kualitatif yaitu data yang diperoleh melalui penelitian lapangan maupun penelitian kepustakaan kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisa secara kualitatif, yakni dengan mengadakan pengamatan data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuanmaupun asas-asas Hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Karena penelitian ini normatif, setelah diperoleh data sekunder dilakukan interpretasi dan penyusunan secara sistematik, kemudian diolah, dianalisa dengan menggunakan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir deduktif untuk menjawab permasalahan yang diteliti dan tujuan penelitian diharapkan akan memberi solusi atas semua permasalahan dalam penelitian mengenai Penjualan Warisan Oleh Ahli Waris Tanpa Persetujuan Sebagian Ahli Waris dengan Studi Kasus pada Putusan Pengadilan Tinggi Agama Nomor: 96/Pdt.G/2014/PTA.Mdn.

(44)

BAB II

PROSEDUR TENTANG PERALIHAN HAK KARENA PEWARISAN

A. Tinjauan Umum tentang Pewarisan 1. Dasar Hukum Ahli Waris Mewarisi

a. Pewarisan berdasarkan Undang-Undang, juga disebut Pewarisan ab- in-testato

Di dalam BW Pewarisan berdasarkan Undang-Undang dibicarakan terlebih dahulu, baru kemudian Pewarisan testamentair. Apabila dalam Pewarisan testamentair yang diutamakan adalah kehendak dari Pewaris, maka Pewarisan ab- intestato berdasarkan berbagai alasan sebab ada yang bersifat mengatur (melengkapi/aanvullend), tetapi ada juga yang bersifat memaksa (dwingend) yaitu pandangan bahwa keluarga terdekat yang pertama berhak atas warisan itu.58

Dalam Pasal 832 BW ditentukan bahwa Ahli Waris menurut Undang- Undang adalah para keluarga sedarah baik sah maupun luar kawin sampai derajat ke-6 dan si suami atau istri yang hidup terlama, dalam bagian ke-2 dari Bab XII ini diatur lebih lanjut Pewarisan dari hubungan keluarga yang sah dan si suami atau istri yang hidup terlama (Pasal 352 BW) serta dalam bagian ke-3 dari Bab XII ini diatur lebih lanjut Pewarisan adanya ank-anak luar kawin (Pasal 862 BW).

Dalam BW terdapat 4 golongan Ahli Waris yang berhak atas harta warisan dengan penggantian, apabila ada Ahli Waris dari golongan ke 1 maka golongan-

58R. Soetuja Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodirikasi, (Surabaya, Airlangga University Press, 1993), hal.4

(45)

golongan yang lain tidak berhak dan jika golongan ke 1 ini tidak ada maka golongan ke-2 yang berhak demikian seterusnya.

Keempat golongan Ahli Waris tersebut, adalah59 1. Anak-anak dan/atau keturuannya dan janda;

2. Orang tua, saudara-saudara sekandung dan/atau anak-anak keturunannya;

3. Kakek-kakek dan nenek-nenek, dan leluhur seterusnya ke atas dari Pewaris;

4. Keluarga yang lebih jauh dalam garis ke samping sampai dengan derajat ke-6.

Ahli Waris menurut Undang-Undang (ab-intestato), adalah sanak keluarga ke samping sampai dengan derajat ke-6 dan si janda. Bilamana tidak ada janda dan sanak keluarga, maka seluruh warisan jatuh pada Negara dengan beban untuk melunasi hutang-hutang si peninggal warisan, apabila warisannya mencukupi untuk itu. Orang-orang yang menjadi sanak keluarga karena perkawinan, bukanlah Ahli Waris ab-intestato,dan termasuk yang tidak berhak atas harta warisan itu adalah bekas suami atau istri yang perkawinanya telah dibubarkan pada waktu si peninggal warisan masih hidup, karena perceraian atau alasan lain. Akan tetapi, pemisahan meja dan tempat tidur tidak menghalangi suami atau istri yang masih hidup itu untuk berhak atas warisan itu.60

Hak-hak dari Negara atas harta peninggalan itu, menurut sifatnya tidak sama dengan hak-hak yang ada pada sanak keluarga dan si janda. Sanak keluarga dan janda adalah Ahli Waris, akan tetapi status Negara di sini hanya diwajibkan untuk membayar hutang-hutang si peninggal warisan bila warisannya itu mencukupi di mana Negara untuk menguasai warisan tersebut adalah dengan

59Ibid, hal. 171

60Ibid, hal. 6

Referensi

Dokumen terkait

Pada Tabel 14 dapat dilihat bahwa hasil nilai efisiensi bank-bank merger dan akuisisi dengan bank-bank yang nonmerger/nonakuisisi yang tergabung dalam satu kelompok peergroup

Ketiga, sebagian mahasiswa tidak dapat menyebutkan nama alatnya dengan benar tetapi mengetahui fungsi dan gambar alat tersebut seperti buret, klem, cawan petri,

Setelah dilakukan perhitungan mengenai pengaruh kualitas pelayanan karyawan front office terhadap kepuasan tamu mengginap di Hotel The Axana Padang yang dikumpulkan melalui

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian jus kombinasi jahe ( Zingiber officinale rosc. ), bawang bombai ( Allium cepa L.), jeruk mandarin (Citrus reticulata

Teknik-teknik proyektif, umumnya digunakan dalam psikologi klinis, dalam bidang psikologi konsumen biasanya dipakai untuk mengambil kesimpulan dari jawaban-jawaban tentang

Hasil uji analisis hubungan dengan uji Spearman’ rho diperoleh hasil bahwa p = 0,258 yang berarti p > 0,05 maka Ho tidak ditolak atau tidak ada hubungan yang signifikan

Kejaba kuwe, gairah berkreasi para sastrawan nggawe puisi nganggo basa Tegalan perlu diregani karo sing lagi padha maca, sapira mbuh sapira.. Merga miturut enyong, buku

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penetapan Hak Komunal Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat Dan