• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.11

Teori merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dalam pengalaman empiris, sehingga teori tentang ilmu merupakan penjelasan rasional yang sesuai dengan objek penelitian dijelaskannya dan untuk mendapat verifikasi, maka harus didukung oleh data empiris yang membantu dalam mengungkapkan kebenaran.12

Di dalam suatu teori sedikitnya terdapat tiga unsur, yakni :13

a. Penjelasan mengenai hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori.

11M. Solly Lubis, Filsafat ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80.

12Ibid.,hal. 27.

13Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum;Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta: PT. Gunung Agung Tbk, 2002), hal. 85.

b. Teori menganut sistem deduktif, yaitu bertolak dari suatu yang umum dan abstrak menuju suatu yang khusus dan nyata.

c. Teori memberikan penjelasan atau gejala yang dikemukakannya.

Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang akan dilakukan. Hukum merupakan sarana untuk mengatur kehidupan sosial. Tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan (rechtsgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum(rechtszekerheid).14

Dilihat dari segi fungsinya maka menurut Snelbecker teori berfungsi untuk mensistematiskan penemuan-penemuan penelitian, menjadi pendorong untuk menyusus hipotesis dan dengan hipotesis membimbing untuk mencari jawaban, membuat dasar penemuan dan menyajikan penjelasan untuk menjawab pertanyaan mengapa.15

Kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini merujuk kepada 2 (dua) teori yaitu : Teori Pembuktian dan Teori Kepastian Hukum. a. Teori Pembuktian

Pembuktian dalam pembahasan hukum acara dikenal mempunyai arti yuridis. Menurut Sudikno Mertokusumo dalam bukunya Hukum Acara Perdata Indonesia, membuktikan berarti memberi dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Bila dalam tujuan pembuktian ilmiah adalah semata – mata untuk

14Ibid.

15Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2013), hal. 57.

mengambil kesimpulan, tujuan pembuktian yuridis adalah untuk mengambil keputusan yang bersifat definitif, yakni keputusan yang pasti, dan tidak meragukan serta mempunyai keputusan hukum. Putusan Pengadilan harus objektif sehingga tidak ada pihak yang merasakan terlalu rendah kadar keadilannya dari pihak lainnya.16

Lebih dalam mengenai hukum pembuktian positif, dalam acara perdata diatur dalam Herzien Indonesis Reglement (HIR)dan Rechtsreglement Buitengewesten (RBg), serta dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) buku IV. Tercantum dalam HIR dan Rbg adalah hukum pembuktian yang materiil maupun formil.Yang mencari kebenaran dan menetapkan peristiwa adalah hakim lalu yang wajib membuktikan atau mengajukan alat-alat bukti adalah yang berkepentingan dalam perkara atau sengketa, berkepentingan bahwa gugatannya dikabulkan atau ditolak.17

Sesuai pasal 283 HIR “Barangsiapa beranggapan mempunyai suatu hakatas suatu keadaan untuk menguatkan hak nya atau menyangkal hak orang lain harus membuktikan hak atau keadaan itu (KUHPerdata 1685 ; HIR. 163).18

Mengenai alat pembuktian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berkaitan dengan objek penelitian diantaranya :

Pasal 1867 KUHPerdata menyebutkan : “ pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan “.

16Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, Edisi VII), hal. 137.

17Ibid.,hal. 139.

Pasal 1682 KUHPerdata menyebutkan :“ Tiada suatu hibah, kecuali yang disebutkan dalam pasal 1687KUHPerdata, dapat, atas ancaman batal, dilakukan selainnya dengan suatu akta notaris, yang aslinya disimpan oleh notaris itu “.

Pembuktian dengan tulisan-tulisan otentik yang dimaksud oleh Pasal 1867 KUHPerdata dikaitkan dengan surat hibah yang dibuat pada tahun 1935 di atas kertas “segel” yang telah memenuhi syarat hibah menurut Hukum Adat Minangkabau dan dinyatakan sebagai bukti permulaan tertulis, setelah keluarnya Undang - Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960: LN Nomor 104 pada tanggal 24 September 1960, yang menetapkan Pasal 19 ayat (1) sebagai dasar pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia yang menyebutkan untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah, maka surat hibah tersebut merupakan bukti awal adanya hak penerima hibah atas peralihan tanah pertanian yang menjadi objek sengketa.

Lembaga Kerapatan Adat Nagari mempunyai peranan yang besar dan menentukan dalam pembuktian hak atas tanah yang mengikat semua pihak. Pemerintah Nagari di Minangkabau (Sumatera Barat) telah ada sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.Kerapatan Adat Nagari (KAN) merupakan lembaga adat tertinggi yang bertugas menyelesaikan masalah-masalah adat beserta hukum adat dalam suatu nagari. Ninik Mamak atau penghulu yang terhimpun di dalam lembaga ini

mempunyai kedudukan dan wewenang serta mempunyai hak yang sama untuk menentukan hidup dan perkembangan hukum adat.19

b. Teori Kepastian Hukum

Teori Kepastian Hukum mengandung pengertian yaitu adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh dan perbuatan apa yang tidak boleh dilakukan , dan berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena adanya aturan hukum yang bersifat umum sehingga individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.20

Tugas Kaidah-kaidah Hukum adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum. Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud kepastian hukum dalam hubungan sesama manusia,21sesuai dengan pendapat Roscoe Pound yang menyatakan bahwa:22

Hukum akan bermakna sebagai tertib hukum apabila mempunyai subjek, hubungan individual antar manusia satu sama lain dan perilaku individual yang mempengaruhi individu lain atau mempengaruhi tata sosial atau tata ekonomi, sedangkan hukum dalam makna kumpulan dasar-dasar kewenangan dari Putusan Pengadilan dan tindakan administratif mempunyai subjek berupa harapan-harapan atau tuntutan-tuntutan oleh manusia sebagai individu ataupun kelompok-kelompok manusia yang mempengaruhi hubungan mereka atau menentukan perilaku mereka.

19Helmy Panuh, Peranan Kerapatan Adat Nagari dalam Proses Pendaftaran Tanah Adat di Sumatera Barat, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012),hal. 5.

20J.B Daiyo, Pengantar Ilmu Hukum,(Jakarta: Prennahlindo, 2001), hal. 120.

21Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1995), hal. 49.

22 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (legal theory) dan Teori Peradilan (Judical Prudence), (Jakarta: Kencana Premadia Group, 2012), hal. 424.

Jan Michael Otto berpandanganbahwa yang perlu diperhatikan dalam kajian kepastian hukum bukan hanya sekedar adanya kepastian hukum (legal certainty) itu, melainkan perlu lebih spesifik kepada aspek yang disebutnya “kepastian hukum yang nyata” (real legal certainty). Menurut Otto, kepastian hukum yang nyata tersebut juga bukan hanya sebatas adanya kepastian hukum yuridis, melainkan lebih dari yang mencakup hal - hal sebagai berikut:23

1) Tersedianya aturan-aturan hukum yang jelas, konsisten dan mudah diperoleh (accessible), diterbitkan oleh atau diakui karena (kekuasaan) Negara;

2) Instansi-instansi pemerintah menerapkan aturan-aturan hukum itu secara konsisten dan juga tunduk dan taat terhadapnya;

3) Pada prinsipnya bagian terbesar atau mayoritas dari warga negara menyetujui muatan isi dan karena itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan – aturan tersebut;

4) Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak (independent and impartial judges) menerapkan aturan - aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum yang di bawa kehadapan mereka;

5) Keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan.

Persoalan penyelenggaraan pendaftaran tanah mengenai tanah-tanah Indonesia baru mendapat penyelesaian secara prinsipil dengan diundangnya Undang-Undang Pokok Agraria (UU Nomor 5 Tahun 1960; LN Nomor 104) pada tanggal 24 September 1960, yang menetapkan Pasal 19 ayat (1) sebagai dasar pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia yang menyebutkan untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.24

23Jan Michael Otto, Kepastian Hukum yang Nyata di Negara Berkembang. Bab 8 dalam buku Kajian Sosio-legal, Sulistyowati Irianto, dkk. (penulis), (Pustaka Larasan bekerjasama dengan Universitas Indonesia, Universitas Leiden, dan Universitas Groningen, 2012), hal. 122 - 123.

24 Mhd. Yamin Lubis, dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi revisi, (Bandung: Mandar Maju, 2012), hal. 81.

Penunjukan Hukum Adat sebagai dasar utama dalam pembentukan Hukum Agraria Nasional dapat disimpulkan dalam Konsiderans UUPA di bawah perkataan “Berpendapat” huruf a, yaitu : “bahwa berhubungan dengan apa yang disebut dalam pertimbangan-pertimbangan di atas perlu adanya Hukum Agraria Nasional, yang berdasarkan atas Hukum Adat tentang tanah , yang sederhana, dan menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia dengan tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama”.25

Ketentuan pelaksanaan dari pasal 19 ayat (1) UUPA, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah tersebut tetap dalam kerangka dan prinsip-prinsip yang termuat dalam Pasal 19 UUPA.26

Setelah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tersebut pada tahun 1997 pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai penyempurnaan peraturan pemerintah terdahulu. Ketentuan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut Pemerintah pada 1 Oktober 1997 mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997.27

Dalam kaitannya dengan surat hibah sebagai permulaan bukti tertulis maka menurut Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan

25 Urip Santoso, Hukum Agraria, Kajian Komprehensif, (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2012) hal. 67.

26Mhd. Yamin Lubis, dan Abd. Rahim Lubis, Op. Cit., hal. 84.

“untuk keperluan pendaftaran hak, hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis, keterangan saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi dalam Pendaftaran Tanah secara sistematik atau oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik, dianggap cukup untuk mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya”.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah suatu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal - hal yang khusus yang disebut dengan definisi operasional.28

Menghindari kesimpangsiuran dalam menafsirkan istilah – istilah yang digunakan dalam penelitian ini, dikemukakan beberapa definisi operasional sebagai berikut :

a. Hibah adalah pemberian dari seorang yang secara sah memiliki suatu benda atau harta kepada orang lain yang disukainya secara sukarela, berdasarkan ketentuan agama Islam.29

28Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 3.

b. Pusaka Rendah yaitu segala harta pusaka yang diperdapat dari hasil usaha pekerjaan dan pencaharian sendiri, yang boleh dijual dan digadaikan menurut keperluan dengan sepakat ahli waris.30

c. Harta Pencaharian merupakan harta yang didapat oleh seseorang sebagai hasil usahanya sendiri, yang dapat dibedakan dalam dua bentuk:31

1) Hasil tembilang besi yaitu harta atau tanah yang didapat dari hasil teruko (pembukaan lahan) dari tanah ulayat kaum

2) Hasil tembilang emas yaitu harta atau tanah yang didapat dengan cara membeli atau dari pegang gadai, yang uangnya berasal dari usaha sendiri. d. Tanah Ulayat adalah sebidang tanah yang menjadi hak milik bersama dari

kelompok masyarakat tertentu terutama di daerah-daerah pedesaan.32

e. Mamak Kepala Waris adalah pemimpin informal dalam kaum yang mengurus dan mengatur peruntukan harta pusaka dalam suatu kaum.33

f. Tanah adalah salah satu bagian dari bumi, disamping ditanam di bumi ataupun di tubuh bumi.34

g. Bidang Tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang terbatas, dan itu saja yang merupakan objek dari pendaftaran tanah di Indonesia.35

h. Ranji adalah silsilah keturunan.36

30

Mochtar Naim, Menggali Hukum Tanah dan Hukum Waris Minangkabau, (Padang: Sri Dharma NV, 1968), hal. 122.

31Edison Piliang, dan Nasrun Dt. Marajo Sungut, Op.Cit, hal. 270.

32Ibid.,hal. 277.

33Ibid.,hal. 309.

34 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, (Bandung: Mandar Maju, 2009), hal.20.

i. KAN (Kerapatan Adat Nagari) adalah suatu lembaga tertinggi, yang telah ada dan diwarisi secara turun-temurun sepanjang adat dan berkembang di tengah- tengah masyarakat nagari di Sumatera Barat selama ini.37

j. Ahli waris atau disebut juga warits dalam istilah fikih adalah orang yang berhak atas harta warisan yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal karena adanya hubungan kekerabatan atau hubungan perkawinan.38

k. Sako adalah warisan berupa gelar kebesaran.39

l. Pusako adalah warisan berupa harta pusaka tinggi yang diterima secara turun temurun menurut garis keturunan ibu.40

m. Hak ulayat adalah hak sekelompok atau segolongan penduduk (masyarakat) atas sebidang tanah.41

n. Penghulu menurut adat Minangkabau adalah sebutan kepada ninik mamak pemangku adat yang bergelar datuk.42

Dokumen terkait