• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,15 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.16 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.17

Kerangka teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam tesis ini adalah teori keadilan pemikiran dari Roscou Pound yang menganut teori sociological

jurisprudence yang menitikberatkan pendekatan hukum ke masyarakat. Menurut Sociological Jurisprudence, hukum yang baik haruslah hukum yang sesuai dengan

hukum yang hidup (the living law) di masyarakat.18

Teori Roscoe Pond tersebut di atas dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja dalam bukunya yang berjudul Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan dimana hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat (a tool of

social engineering). Di samping itu, juga dikemukakan bahwa hukumpun dapat

dipakai sebagai sarana dalam proses pembangunan. Demikian pula halnya, bahwa hukum secara potensial dapat digunakan sebagai sarana pembangunan dalam

15

M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203. 16

Ibid., hal. 203. 17

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80. 18

Roscou Pound dalam Dayat Limbong, Penataan Lahan Usaha PK-5 Ketertiban vs Kelangsungan Hidup, Pustaka Bangsa Press, 2006, hal. 15-16.

berbagai sektor/bidang kehidupan,19 demikian halnya dalam pengalihan tanah non sertifikat dengan menggunakan blanko akta jual beli PPAT di masyarakat.

Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam Pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal-pasal lainnya, tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan atau dilepaskan. Pengertian dialihkan menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar-menukar, dan hibah wasiat. Jadi, meskipun dalam pasal hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli.

Apa yang dimaksud jual beli itu sendiri oleh UUPA tidak diterangkan secara jelas, akan tetapi mengingat dalam Pasal 5 UUPA disebutkan bahwa Hukum Tanah Nasional adalah Hukum Adat, berarti menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga hukum, dan sistem Hukum Adat. Maka pengertian jual beli tanah menurut Hukum Tanah Nasional adalah pengertian jual beli tanah menurut Hukum Adat. Hukum Adat yang dimaksud Pasal 5 UUPA tersebut adalah Hukum Adat yang telah di-saneer yang dihilangkan dari cacat-cacatnya/Hukum Adat yang sudah disempurnakan/ Hukum Adat yang telah dihilangkan sifat kedaerahannya dan diberi sifat nasional.20

Pengertian jual beli tanah menurut Hukum Adat merupakan perbuatan pemindahan hak, yang sifatnya tunai, riil dan terang. Sifat tunai berarti bahwa

19

Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, PT. Alumni, Bandung, 2002, hal 20-21 dan hal. 24.

20

Lihat Boedi Harsono, dalam Muhammad Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Op. Cit., hal. 213.

penyerahan hak dan pembayaran harganya dilakukan pada saat yang sama. Sifat riil berarti bahwa dengan mengucapkan kata-kata dengan mulut saja belumlah terjadi jual beli, hal ini dikuatkan dalam Putusan MA No. 271/KlSip/1956 dan No. 840/K/Sip/1971. Jual beli dianggap telah terjadi dengan penulisan kontrak jual beli di muka Kepala Kampung serta penerimaan harga oleh penjual, meskipun tanah yang bersangkutan masih berada dalam penguasaan penjual.21 Sifat terang dipenuhi pada umumnya pada saat dilakukannya jual beli itu disaksikan oleh Kepala Desa, karena Kepala Desa dianggap orang yang mengetahui hukum dan kehadiran Kepala Desa mewakili warga masyarakat desa tersebut.

Sekarang sifat terang berarti jual beli itu dilakukan menurut peraturan tertulis yang berlaku, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1868, “suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat”. Kemudian menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), disebutkan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UUJN.22

21

Boedi Harsono, “Perkembangan Hukum Tanah Adat Melalui Yurisprudensi”, Ceramah disampaikan pada Simposium Undang-Undang Pokok Agraria dan Kedudukan Tanah-Tanah Adat Dewasa ini, Banjarmasin, 7 Oktober 1977, hal. 50.

22

Bandingkan dengan Pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris 1860, yang menyatakan: Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.

Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukannya jual beli di hadapan PPAT, dipenuhi syarat terang (bukan perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah memenuhi syarat tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata atau riil perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya dan pembayaran harganya. Karena perbuatan hukum yang dilakukan merupakan perbuatan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut membuktikan bahwa penerima hak (pembeli) sudah menjadi pemegang haknya yang baru. Akan tetapi, hal itu baru diketahui oleh para pihak dan ahli warisnya, karenanya juga baru mengikat para pihak dan ahli warisnya karena administrasi PPAT sifatnya tertutup bagi umum.23

Syarat jual beli tanah ada dua, yaitu syarat materiil dan syarat formil. a. Syarat materiil

Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antara lain sebagai berikut:

23

Boedi Harsono, Hukum Agraria: Sejarah Pembentukan Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1997, hal. 296..

1) Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan.

Maksudnya adalah pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya. Untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah yang dibelinya tergantung pada hak apa yang ada pada tanah tersebut, apakah hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai. Menurut UUPA, yang dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya warga negara Indonesia tunggal dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah (Pasal 21 UUPA). Jika pembeli mempunyai kewarganegaraan asing di samping kewarganegaraan Indonesianya atau kepada suatu badan hukum yang tidak dikecualikan oleh pemerintah, maka jual beli tersebut batal karena hukum dan tanah jatuh pada negara (Pasal 26 ayat (2) UUPA).24

2) Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan

Yang berhak menjual suatu bidang tanah tentu saja si pemegang yang sah dan hak atas tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik sebidang tanah hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu. Akan tetapi, bila pemilik

24

Selanjutnya dalam jual tanah terkait dengan penjual (subjek hak atas tanah) juga harus diperhatikan batasan kecakapan bertindak dalam hukum, seperti anak di bawah umur (Pasal 330, Pasal 309 jo Pasal 393 KUH Perdata), orang dalam pengampuan (curetele) (Pasal 452). Artinya dalam peralihan hak anak di bawah umur ataupun orang dalam pengampuan tersebut harus dilakukan dengan penetapan Pengadilan bagi yang tunduk kepada KUH Perdata, tetapi dalam UU No.1 Tahun 1974 tidak ada disebutkan harus dengan penetapan pengadilan. Akan tetapi ketentuan UU No.1 Tahun 1974 ini bukan berarti mengurangi kewenangan izin Pengadilan (ketetapan pengadilan) yang diberlakukan bagi yang tunduk kepada KUH Perdata, hanya saja soal izin Pengadilan ini tidak pernah disebut dalam UU No.1 Tahun 1974 secara tegas. Kemudian bagi wanita yang sudah menikah, maka dalam perbuatan hukum jual beli atas tanah perlu mendapat persetujuan dari suaminya kalau terkait dengan harta bersama, karena menurut Pasal 124 KUH Perdata, Hanya suami saja yang boleh mengurus harta-bersama itu.

tanah adalah dua orang maka yang berhak menjual tanah itu ialah kedua orang itu bersama-sama. Tidak boleh seorang saja yang bertindak sebagai penjual.25

3) Tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak sedang dalam sengketa.

Mengenai tanah-tanah hak apa yang boleh diperjualbelikan telah ditentukan dalam UUPA yaitu hak milik (Pasal 20), hak guna usaha (Pasal 28), hak guna bangunan (Pasal 35), hak pakai (Pasal 41). Jika salah satu syarat materiil ini tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijualnya atau pembeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemilik hak atas tanah atau tanah, yang diperjualbelikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak boleh diperjualbelikan, maka jual beli tanah tersebut adalah tidak sah. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak adalah batal demi hukum. Artinya, sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli.26 b. Syarat formal

Setelah semua persyaratan materiil dipenuhi maka PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) akan membuat akta jual belinya. Akta jual beli menurut Pasal 37

25

Effendi Perangin, Praktik Jual Beli Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, hal. 2. lihat ketentuan Pasal 124 KUH Perdata, Hanya suami saja yang boleh mengurus harta-bersama itu. Dia boleh menjualnya, memindahtangankannya dan membebaninya tanpa bantuan istrinya, kecuali dalam hal yang diatur dalam pasal 140. Dia tidak boleh memberikan harta bersama sebagai hibah antara mereka yang sama-sama masih hidup, baik barang-barang tak bergerak maupun keseluruhannya atau suatu bagian atau jumlah tertentu dari barang-barang bergerak, bila bukan kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan mereka, untuk memberi suatu kedudukan. Bahkan dia tidak boleh menetapkan ketentuan dengan cara hibah mengenai suatu barang yang khusus, bila dia memperuntukkan untuk dirinya hak pakai hasil dari barang itu. (Tidak berlaku bagi golongan Timur Asing bukan-Tionghoa, tetapi berlaku bagi golongan Tionghoa.)

26

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 harus dibuat oleh PPAT. Jual beli yang dilakukan tanpa di hadapan PPAT tetap sah karena UUPA berlandaskan pada Hukum Adat (Pasal 5 UUPA), sedangkan dalam Hukum Adat sistem yang dipakai adalah sistem yang konkret/kontan/nyata (riil). Kendatipun demikian, untuk mewujudkan adanya suatu kepastian hukum dalam setiap peralihan hak atas tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 sebagai peraturan pelaksana dari UUPA telah menentukan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT.27 Sedangkan untuk tanah yang belum terdaftar, maka terlebih dahulu harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan, baru dapat dilakukan pemindahan hak melalui PPAT.

Sebelum akta jual beli dibuat PPAT, maka disyaratkan bagi para pihak untuk menyerahkan surat-surat yang diperlukan kepada PPAT, yaitu

a. Jika tanahnya sudah bersertifikat: sertifikat tanahnya yang sah dan tanda bukti pembayaran biaya pendaftarannya, KTP, dan NJOP.

b. Jika tanahnya belum bersertifikat: surat keterangan bahwa tanah tersebut belum bersertifikat, surat-surat tanah yang ada yang memerlukan penguatan oleh Kepala Desa, dilengkapi dengan surat-surat yang membuktikan identitas penjual dan pembelinya yang diperlukan untuk persertifikatan tanahnya setelah selesai dilakukan jual beli.

27

Bachtiar Effendi, Kumpulan Tulisan tentang Hukum Tanah, Alumni, Bandung, 1998, hal. 23.

Terhadap tanah yang sudah bersertifikat, setelah akta dibuat, selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak akta tersebut ditandatangani, PPAT menyerahkan akta tersebut kepada kantor pendaftaran tanah untuk pendaftaran pemindahan haknya.28

Mengenai fungsi akta PPAT dalam jual beli, Mahkamah Agung dalam Putusannya No. 1363/K/Sip/1997 berpendapat bahwa Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 sebagaimana telah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, secara jelas menentukan bahwa akta PPAT hanyalah suatu alat bukti dan tidak menyebut bahwa akta itu adalah syarat mutlak tentang sah tidaknya suatu jual beli tanah.

Menurut Boedi Harsono, akta PPAT berfungsi sebagai alat pembuktian mengenai benar sudah dilakukannya jual beli. Jual beli tersebut masih dapat dibuktikan dengan alat pembuktian yang lain. Akan tetapi, dalam sistem pendaftaran tanah menurut PP No. 10 Tahun 1961 (yang sekarang sudah disempurnakan dengan PP No. 24 Tahun 1997), pendaftaran jual beli itu hanya dapat (boleh) dilakukan dengan akta PPAT sebagai buktinya. Orang yang melakukan jual beli tanpa dibuktikan dengan akta PPAT tidak akan dapat memperoleh sertifikat, biarpun jual belinya sah menurut hukum.29 Tata usaha PPAT bersifat tertutup untuk umum, pembuktian mengenai berpindahnya hak tersebut berlakunya terbatas pada para pihak yang melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan dan para ahli warisnya).30

28

Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 29

Boedi Harsono, Hukum Agraria…, Op. Cit., hal. 52. 30

Dalam Yurisprudensi MA No. 123/KISip/1971, pendaftaran tanah hanyalah perbuatan administrasi belaka, artinya bahwa pendaftaran bukan merupakan syarat bagi sahnya atau menentukan saat berpindahnya hak atas tanah dalam jual beli. Menurut ketentuan UUPA, pendaftaran merupakan pembuktian yang kuat mengenai sahnya jual beli yang dilakukan terutama dalam hubungannya dengan pihak ketiga yang beriktikad baik. Administrasi pendaftaran bersifat terbuka sehingga setiap orang dianggap mengetahuinya.31

Pasal 19 UUPA mengatur mengenai pendaftaran tanah, dan sebagai pelaksanaan dari Pasal 19 UUPA mengenai pendaftaran tanah itu dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa objek pendaftaran tanah adalah bidang-bidang yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, tanah hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, hak tanggungan, dan tanah Negara. Didaftar maksudnya dibukukan dan diterbitkan tanda bukti haknya. Tanda bukti hak itu disebut sertifikat hak tanah yang terdiri atas salinan buku tanah dan surat ukur yang dijilid menjadi satu dalam satu sampul. Sertifikat itu merupakan alat pembuktian yang kuat, maksudnya bahwa: keterangan-keterangan yang tercantum di dalamnya mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang

31

benar, selama dan sepanjang tidak ada alat pembuktian lain yang membuktikan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan kekuatan sertifikat sebagai alat bukti sebagaimana penjelasan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa:

Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

Dalam Pasal 37 PP No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, disebutkan:

(1) Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan.

Dengan demikian peralihan hak atas tanah melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk dibuatkan akta peralihan hak tersebut, pihak yang memindahkan hak dan pihak yang menerima hak harus menghadap PPAT. Dalam hal peralihan hak atas tanah ini, “masing-masing pihak

dapat diwakili oleh seorang kuasa berdasarkan surat kuasa yang sah untuk melakukan perbuatan hukum tersebut”.32

Dalam pendaftaran itu, pemindahan haknya yang didaftarkan dalam buku tanah dan dicatat peralihan haknya kepada penerima hak dalam sertifikat. Dengan demikian penerima hak mempunyai alat bukti yang kuat atas tanah yang diperolehnya. Perlindungan hukum tersebut dengan jelas disebutkan dalam Pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 bahwa suatu bidang tanah yang sudah diterbitkan sertifikatnya secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan iktikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah ini tidak dapat menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang hak dan kepada Kantor Pertanahan/ Kepada Pengadilan.

Pendaftaran di sini bukan merupakan syarat terjadinya pemindahan hak karena pemindahan hak telah terjadi setelah dilakukan jual belinya di hadapan PPAT. Dengan demikian jual beli tanah telah sah dan selesai dengan pembuatan akta PPAT dan akta PPAT tersebut merupakan bukti bahwa telah terjadi jual beli, yakni bahwa pembeli telah menjadi pemiliknya dan pendaftaran peralihan hak di Kantor Agraria bukanlah merupakan syarat bagi sahnya transaksi jual beli tanah dan pendaftaran di

32

sini hanya berfungsi untuk memperkuat pembuktiannya terhadap pihak ketiga atau umum. 33

Memperkuat pembuktian maksudnya memperkuat pembuktian mengenai terjadinya jual beli dengan mencatat pada buku tanah dan sertifikat hak tanah yang bersangkutan, sedangkan memperluas pembuktian dimaksudkan untuk memenuhi asas publisitas karena dengan dilakukannya pendaftaran jual belinya maka diketahui oleh pihak ketiga yang berkepentingan.

Di samping itu, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UU Pemerintah Aceh), Pasal 213 disebutkan bahwa: setiap warga negara Indonesia yang berada di Aceh memiliki hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Aceh dan/atau pemerintah kabupaten/ kota berwenang mengatur dan mengurus peruntukan, pemanfaatan dan hubungan hukum berkenaan dengan hak atas tanah dengan mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak yang telah ada termasuk hak-hak adat sesuai dengan norma, standar, dan prosedur yang berlaku secara nasional, yang ketentuan selanjutnya diatur dengan Qanun34 yang memperhatikan peraturan perundang-undangan.

33

Bachtiar Effendie, Op. Cit., hal. 84. 34

Pengertian Qanun tidak dijelaskan di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, hanya saja di dalam penjelasan terhadap Pasal 7 menyatakan bahwa ”termasuk dalam jenis peraturan daerah provinsi adalah Qanun yang berlaku di daerah provinsi NAD dan Perdasus serta Perdasi yang berlaku di provinsi Papua. Lihat Penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.35 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.36 Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

a. Bidang tanah adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang berbatas.37

b. Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi: pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.38

35

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10.

36

Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002, hal 35

37

Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

38

c. Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atas bagian bangunan di atasnya.39

d. Data yuridis adalah keterangan mengenai status bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.40

e. Pengalihan hak karena jual beli merupakan balik nama dari pemegang sertipikat hak selaku penjual kepada pembeli dengan menggunakan akta PPAT yang dimohon oleh pembeli kepada kepala kantor Pertanahan.41

f. Kantor Pertanahan adalah unit kerja badan pertanahan nasional di wilayah kabupaten atau kotamadya, yang melakukan pendaftaran hak atas tanah

Dokumen terkait