• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Mendaftarkan Tanah

BAB I PENDAHULUAN

C. Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Mendaftarkan Tanah

Sejak proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 agustus 1945, Aceh sudah menyatakan diri secara tulus ikhlas untuk bergabung dan bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pernyataan tersebut tidak saja secara

54Pasal 1 Angka (9) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

“Defacto” tapi juga secara “Deyure” yang tertulis serta dinyatakan secara sah melalui maklumat ulama seluruh Aceh pada tanggal 15 okteber 1945.55 Dengan menuju upaya kearah pelaksanaan pendaftaran tanah yang hendak dibahas dalam penulisan ini sehubungan dengan keadaan konflik yang telah usai di Provinsi Aceh, maka masyarakatpun kini mulai berbenah diri untuk bangkit kembali terlebih-lebih khususnya bagi masyarakat yang tinggal di belahan daerah pedalaman. Segala macam penguasaan atas tanah dan bangunan yang mungkin telah ditinggal lama karena konflik mulai didata kembali. Khusus terhadap hak-hak tradisional masyarakat adat atas tanah itu yang secara konsepsional tetap diakui dan dihormati keberadaannya, maka untuk menciptakan kesatuan hukum (unifikasi hukum) dalam hak-hak tradisional tersebut, maka hak-hak adat atas tanah tersebut diharuskan untuk disesuaikan dengan hak-hak atas tanah yang berlaku dalam UUPA.

Dalam hal mana untuk perolehan hak atas tanah ini antara pihak laki-laki maupun pada pihak perempuan tidak ada perbedaan atau batasan tertentu untuk memilikinya. Sebab sebenarnya kedudukan perempuan di Indonesia secara formal cukup kuat sebab banyak ketentuan dari berbagai Undang-undang serta peraturan lain yang memberikan perlindungan secara yuridis oleh perempuan. Selain itu Indonesia pun telah meratifikasi dua perjanjian, yaitu;

1. Perjanjian mengenai hak politik perempuan (Convention on the Political Right of Women);

55Nabhani, Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh, Yayasan Sastra Group, Langsa 2011, Hal. 1.

2. Perjanjian mengenai penghapusan diskriminasi terhadap perempuan (Convention On Political Elimination Of All Forms Of discrimination Again Women atau Cedaw).56

Persamaan dihadapan hukum bagi setiap warga negara di Indonesia merupakan cita-cita hukum (Rechtsidee) dalam mewujudkan keadilan disatu pihak dan dilain pihak sebagai sistem norma hukum. Persamaan yang dimaksud, dalam UUD 1945, dirumuskan dalam Pasal 27 (1) sebagai berikut;

“Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada pengecualiannya.”57

UUD 1945 telah menyatakan adanya persamaan dimata hukum berarti adanya perlindungan hukum yang sama. Selain menjamin prinsip “Equality Befor the Law” suatu hak asasi manusia yang sangat funda mental, juga menegaskan kewajiban warga negara untuk menjunjung tinggi nilai hukum, suatu pra-syarat untuk langgengnya negara hukum di Indonesia secara teoritis.

56Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 2008, Hal. 258.

57Zainudin Ali, Lop. Cit, Hal. 101.

BAB III

PENDAFTARAN TANAH MILIK ADAT MENJADI HAK MILIK PADA KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN

ACEH TAMIANG

A. Hukum Pendaftaran Tanah Milik Adat Menjadi Hak Milik Pada Kantor Pertanahan Di Kabupaten Aceh Tamiang

Manusia lahir tanpa bekal pengetahuan sedikitpun, namun dikemudian hari-memiliki intelegensi yang mengungguli makhluk-mahkluk lain. Tingkat kecerdasan itulah yang pada gilirannya mengantar manusia menjadi makhluk berbudaya dan berperadaban.58 Semakin kreatif orang dalam berpikir semakin terbuka pula kemungkinan menyelesaikan masalah yang ada. Dengan melalui interaksi social manusia dapat membentuk satu komunitas, dua komunitas atau bahkan lebih dari pada itu sehingga terciptalah lingkungan masyarakat yang bersuku-suku. Bahkan mungkin, konsep pengelolaan kepentingan kelompok itu hanya berupa kesepakatan secara lisan, tanpa tertulis. Namun adalah menjadi kecendrungan manusia dan masyarakat untuk mempunyai konsep kehidupan, yang mengandung pokok-pokok pandangan, cita-cita, rencana, tujuan dan cara mencapai tujuannya.59 Plato juga mengadakan penggolongan orang-orang yang ada didalam Negara itu atas tiga golongan dari sini lalu ditarik persamaannya antara sifat Negara dengan sifat-sifat manusia, yang menghasilkan tiga macam sifat-sifat, yaitu;

1. Sifat kepandaian (pikiran),

58M. Darwis Hude, Emosi, Erlangga, Jakarta 2006, Hal. 117.

59M. Solly Lubis, Manajemen Strategis Pembangunan Hukum, Mandar Maju, Bandung 2011, Hal. 9.

2. Sifat keberanian, dan

3. Sifat akan adaanya kebutuhan yang beraneka macam.60

Interaksi sosial merupakan suatu hubungan dimana terjadi proses saling mempengaruhi antara para individu, antara individu dengan kelompok, maupun antar kelompok.61 Dan untuk menjaga stabilitas didalamnya maka dibentuklah aturan-aturan yang mengikat agar dapat dipatuhi bersama.

Adat Aceh mengacu pada empat sumber (Klasifikasi adat), yairtu;62

1. Adatullah, yaitu hukum adat yang bersumber hamper seluruhnya (Mutlak) pada hukum Allah (Alqur’an dan Al Hadist).

2. Adat Tunnah, yaitu adat istiadat sebagai manifestasi dari qanun dan reusam yang mengatur kehidupan masyarakat.

3. Adat Muhakamah, yaitu hukum adat yang dimanifestasikan pada asas musyawarah dan mufakat.

4. Adat Jahiliyah, yaitu adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang kadang tidak sesuai dengan ajaran islam, namun masih ada yang digemari oleh masyarakat.

Adapun pepatah Aceh mengatakan “Nanggroe Nyang Hana Adat Lagei Kapai Tan Nakhoda” yang artinya “Negeri yang tiada memiliki adat seperti sebuah kapal yang tanpa ada nahkodanya”.

60Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Jogyakarya 1998, Hal. 21.

61Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, PT. raja Grafindo Persada, Jakarta 1982, Hal.368.

62Badruzzaman Ismail, Panduan Adat Dalam Masyarakat Aceh, Majelis Adat Aceh (MAA), Banda Aceh 2009, Hal. 7.

B. Permohonan Pendaftaran Tanah Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang

Perpanjangan tangan pemerintah yakni Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) yang merupakan sebagai Instansi Pendaftaran Tanah. Pemerintah melakukan pendaftaran tanah karena, mewakili negara sesuai dengan ketentuan Undang-undang Pokok Agraria untuk menguasai tanah dalam pengertian:

1. Mengatur serta menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah;

2. Menentukan dan mengatur hak-hak yang dimiliki atas tanah tersebut;

3. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antar subjek dan perbuatan hukum atas tanah tersebut.

Dengan dukungan dari pemerintah dengan adanya program Kantor Pertanahan yaitu Program Larasita. Larasita adalah akronim layanan rakyat untuk sertipikat tanah. Tujuan Larasita adalah membangun kepercayaan masyarakat terhadap Kantor Pertanahan Republik Indonesia, mendekatkan pelayanan pertanahan kesemua masyarakat menghilangkan peran pihak ketiga dalam pelayanan pertanahan, mengurangi terjadinya konflik pertanahan mencapai target sertifikasi dibidang tanah nasional dan meminimalkan bisa informasi pertanahan kepada masyarakat. manfaat larasita yaitu, masyarakat secara langsung menikmati pelayanan yang terukur, jelas dan mudah meningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Kantor Pertanahan, mewujudkan pelayanan kepada masyarakat yang lebih baik, mudah dan terjangkau memudahkan masyarakat yang hendak melakukan sertifikasi tanah,

meminimalisasi biaya pengurusannya, meningkatkan nilai manfaat birokrasi terhadap masyarakat dan sebagai karya inovatif dalam pekayanan publik yang bisa mendorong kreatifitas pelayanan oleh aparatur negara kepada rakyat. Pada intinya layanan larasita bermaksud untuk memudahkan pelayanan pertanahan dan sertipikat tanah.

Jadi disiplin berguna, bukan hanya demi kepentingan masyarakat sebagai suatu sasaran mutlak tanpa mana suatu kerja sama mustahil teratur, melainkan juga demi kesejahteraan individu sendiri.63

Pendaftaran tanah dikalangan masyarakat pada umumnya dan khususnya di Kabupaten Aceh Tamiang sudah sesuai dengan PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Hal tersebut telah terbukti bahwa tidak ada masyarakat yang komplin pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang.64

Sebagaimana terdapat juga asas-asas yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 adalah :

1. Asas Spesialitas, tanah yang didaftarkan itu harus jelas diketahui ada dan nyata ada lokasi tanahnya.

2. Asas Publisitas, dimaksudkan agar setiap orang dapat mengetahui sesuatu bidang tanah itu milik siapa, bagaimana luasnya, apakah ada beban di atasnya.

3. Asas Negatif, artinya pemilikan sesuatu bidang tanah yang terdaftar atas nama seseorang tidak berarti mutlak adanya, sebab dapat dipersoalkan siapa

63Emile Durkheim, Pendidikan Moral Suatu Studi Teori dan aplikasi Sosiologi Pendidikan, Erlangga, Jakarta 1975 , Hal. 36.

64Wawancara dengan Mohd. Zainun Zahri Pada Tanggal 22 Juli 2013 (Kepala Seksi Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang)/ diOlah.

pemiliknya.

Tanah milik adat atau eks milik adat wajib diumumkan selama “60 hari” hal ini berbeda dengan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tidak wajib untuk diumumkan akan tetapi boleh juga diumumkan selama “30 hari” karena pada umumnya kalau di Aceh tanah Negara itu menjadi tanggungan kepala desa selaku kepala wilayah dalam suatu desa sesuai dengan kada-kadar ukuran dari keterangan yang ada, pengumuman tersebut dapat di umumkan melalui media masa atas biaya dari pemohon itu sendiri.

Rekapitulasi tanah terdaftar pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang berdasarkan data tahun 1960 sampai dengan tahun 2013 yang telah menempuh masa 53 tahun yaitu;

Tabel I

Rekapitulasi Bidang Tanah Yang Terdaftar Pada Kabupaten Aceh Tamiang.

NO Jenis Hak Jumlah Bidang Tanah Yang Terdaftar

1 Hak Milik 1.399.373 Bidang

2 Hak Guna Bangunan 1.141 Bidang

3 Hak Pakai 79.856 Bidang

4 Hak Guna Usaha 849 Bidang

5 Total Keseluruhannya 1.481.219 Bidang

Dari tabel diatas telah didapatkan hasil survey pada Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang bahwa tanah-tanah yang telah terdaftar secara keseluruhan totalnya adalah 1.481.219 bidang dengan rincian sebagaimana yang terdapat pada table diatas. Walaupun yang dikarenakan keadaan Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang yang masih dalam pembenahan dari pemekaran, Kabupaten Aceh Tamiang yang merupakan salah satu bagian yang terpisah dari Kabupaten Aceh Timur. Namun khususnya pada 3 kecamatan yang menjadi target penelitian yaitu;

1. Kecamatan Kejuruan Muda;

2. Kecamatan Karang Baru dan;

3. Kecamatan Tamiang Hulu.

Salah satu dari ketentuan dari PP 24 tahun 1997 atas setiap bidang tanah dibutuhkannya data yuridis dan data fisik. Data yuridis adalah dasar-dasar dari alas hak seseorang atas tanah, apakah karena eks tanah milik adat atau eks tanah milik hukum barat. Data yuridis ini dapat dilengkapi dengan penguasaan tanah tersebut lebih dari 20 tahun. Dan untuk data fisik yaitu data yang menunjukkan keadaan tanah yang akan didaftarkan. Oleh karena itu hasil dilapangan yang ditemukan pada Kampung Purwodadi tanah-tanah eks milik adat tersebut telah didaftarkan melalui konversi yang diarahkan dari Kantor Pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang sehingga kini dapatlah dirasakan kepastian hukumnya dengan memiliki sertipikat hak milik.65 Sedangkan untuk Kampung Bundar dari Kecamatan Karang Baru tidak didapati

65Junaidi (35 tahun) Dan Misdi (58 tahun), Masyarakat Kampung Purwodadi, Kecamatan Kejuruan Muda, Tanggal 26 November 2013, (Diolah).

permasalahan yang begitu rumit dilapangan dalam pendaftaran tanah yang dikarenakan pertama Kantor Pertanahan terletak pada Kampung Bundar dan kemudian masyarakat setempat telah lebih dahulu memperoleh kejelasan dari pihak Kantor Pertanahan melalui rapat desa yang diselenggarakan pada balai desa di Kampung Bundar tersebut.66Untuk Kampung Pulau Tiga Kecamatan Tamiang Hulu masih ditemukan kurang memahami tentang hal untuk apa dan kemana realisasinya dari warga kampung terhadap status tanahnya itu yang padahal adalah demi kepastian hukumlah atas tanah yang akan diperolehnya.67

Table. II

Rekapitulasi Luas Wilayah Kabupaten Aceh Tamiang68

No Nama kecamatan Ibu kota Luas wilayah

1 Tamiang Hulu Pulau Tiga 194,63

2 Bandar Pusaka Babo 252,357

3 Kejuruan Muda Sungai Liput 124,48

4 Tenggulun Simpang Kiri 295,55

5 Rantau Alur Cucur 51,71

6 Kota Kuala Simpang Kuala Simpang 4,48

66Almahdar/Datok Penghulu Kampung Bundar (46 tahun) Dan Ibu Ida Ayu (40 Tahun), Masyarakat Kampung Bundar, Kecamatan Karang Baru, (Diolah).

67Boiman (50 tahun) Dan Ibu Azizah (45 Tahun), Masyarakat Kampung Pulau Tiga Kecamatan Bandar Pusaka, Tanggal 26 November 2013, (Diolah).

68Bersumber Dari Badan Pusat Statistic Kabupaten Aceh Tamiang.

7 Seruwai Tangsilama 188,49

8 Bendahara Sungai Iyu 132,53

9 Banda Mulia Telaga Meuku 48,27

10 Karang Baru Karang Baru 139,45

11 Sekrak Sekrak Kanan 257,95

12 Manyak Payet Tualang Cut 267,11

Aceh Tamiang Karang Baru 1. 957,02

Dengan demikian pada Kecamatan Kejuruan Muda, Tamiang Hulu dan Kecamatan Karang Baru yang menjadi target penelitian di Kabupaten Aceh Tamiang yang apabila dibandingkan dengan luas bidang tanah yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang dengan jumlah bidang tanah yang tersebut diatas maka dapatlah disimpulkan bahwasanya masih banyak sekali tanah-tanah yang belum jelas penguasaannya yang belum didaftarkan pada kantor pertanahan Kabupaten Aceh Tamiang.

Dalam memperoleh sertipikat tanah dilakukan pendaftaran tanah pertama kali yaitu dengan cara konversi (pengakuan hak/ penegasan hak) dan pemberian hak.

Konversi ini juga merupakan sebuah sistem hukum, sistem merupakan tatanan atau kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain. Sistem hukum adalah suatu kumpulan unsur-unsur

yang ada dalam interaksi satu sama lain yang merupakan satu kesatuan yang terorganisasi dan kerja sama kearah tujuan kesatuan.69

1. Pengertian dan Dasar Hukum Konversi Sebagai Bentuk Peralihan Hak Dalam perjalanan waktu seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat untuk dapat kepastian hukum tanah hak milik adat harus didaftarkan sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan istilah konversi. Konversi secara umum dapat dikatakan penyesuaian antara perubahan, dari hak-hak yang diatur oleh peraturan lama disesuaikan dengan hak-hak yang diatur dalam hak-hak yang baru.70 Konversi bekas hak-hak Indonesia atas tanah merupakan salah satu instrumen untuk memenuhi asas unifikasi Undang-undang Pokok Agraria. Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria (PMPA) Nomor 2 tahun 1962, mengatur ketentuan mengenai penegasan konversi dan pendaftaran bekas hak-hak Indonesia atas tanah secara normatif peraturan konversi tersebut merupakan implementasi ketentuan peralihan Undang-undang Pokok Agraria.

Pengertian konversi mengenai hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksudkan oleh pakar hukum Agraria Bapak Prof. DR.AP Perlindungan SH. Bahwa konversi adalah :

“Penyesuaian Hak-hak atas tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum lama yaitu: Hak-hak tanah menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata Barat dan

69Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum sebuah pengantar, Liberty, Yogyakarta 1996, Hal. 18.

70A.P. Parlindungan, Pedoman Pelaksanaan U.U.P.A. dan Tata Cara Pejabat Pembuat Akte Tanah, Alumni, Bandung 1978, Hal. 49.

tanah-tanah yang tunduk kepada Hukum Adat untuk masuk dalam sistem hak-hak tanah menurut ketentuan UUPA”

Dari istilah konversi tersebut diatas, dalam hukum agraria dimaksudkan adalah penyesuaian, peralihan atau perubahan dari hak-hak atas tanah menurut sistem lama yakni hak-hak atas tanah yang pernah tunduk pada ketentuan KUH Perdata atau pun hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum adat kepada hak-hak atas tanah menurut sistem UUPA. Namun konversi hak-hak tanah di Indonesia mempunyai beberapa norma;71

1. Konversi (hak guna usaha dan hak guna bangunan). Yang bersifat terbatas (dihitung mulai berlakunya UUPA 24 september 1960 sampai 24 september 1980), Pasal 55 UUPA.

2. Konversi hak yang dikaitkan kepada bergunanya atau tidak kepada pembangunan Indonesia. Konversi menjadi hak guna usaha dan hak guna bangunan dari pada badan-badan hukum yang wadahnya sebagian atau seluruhnya bermodal asing, (asal saja berbadan hukum Indonesia dan tunduk kepada hukum Indonesia) Pasal 55 ayat 2.

3. Konversi dari hak-hak milik adat karena belum ada peraturan pelaksana, tetap diperlukan hukum adat sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa UUPA (Pasal 56) dan masih berlakunya ketentuan-ketentuan “Hypotheek” dan

“Creditverband” selama belum diatur oleh peraturan pelaksana, selama tidak bertentangan dengan jiwa UUPA.

71Op.Cit, Hal. 50.

4. Konversi melihat pemiliknya dan tanggal kewarganegaraannya.

a. Untuk hak eigendom pemerintah negara asing menjadi hak pakai selama dipergunakan (Pasal 1 ayat (1)) ketentuan konversi.

b. Hak eigendom dari pada WNI jika tanggal WNI nya sebelum 14 september 1960 menjadi hak milik dan jika sesudah tanggal 24 september 1960 menjadi hak guna bangunan dan jika yang bersangkutan bukan WNI dapat memperoleh hak pakai dan atau harus melepaskan haknya kepada WNI.

5. Konversi dari sejumlah hak-hak dari hukum barat dan hukum adat yang disesuaikan, konversi akan menjadi lebih rendah, seperti menjadi hak pakai;

a. (Pasal IV ketentuan konversi untuk pemegang konversi dan sewa untuk perkebunan besar menjadi hak guna usaha.

b. Hak Opstal dan Erfach perumahan menjadi hak guna bangunan dengan masa maximum 20 tahun.

c. Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana dengan hak yang dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) seperti yang disebut dengan nama sebagai dibawah yang ada pada mulai berlakunya Undang-undang ini, yaitu ; Hak Vruchgebruik, gebruik, grant controleur, bruikleen, ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lunggah, pituwas, dan hak-hak lain sejak berlakunya UUPA menjadi hak pakai (Pasal VI ketentuan konversi).

Konversi (pengakuan hak/ penegasan hak) adalah pembuatan sertipikat tanah dari tanah-tanah hak adat dikonversi menjadi hak milik. Dengan ketentuan dan syarat-syarat konversi ;

1. Surat permohonan;

2. Identitas diri pemohon atau kuasanya (foto kopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga yang masih berlaku);

3. Surat tanah atau alas hak;

4. Surat pernyataan tidak sengketa;

5. SPPT/ PBB (surat pemberitahuan pajak terhutang/ pajak bumi dan bangunan serta STTS surat tanda terima setoran/ bukti lunas);

6. Dan surat-surat lain yang diperlukan oleh Kantor Pertanahan.

Tahapan dalam Konversi :

1. Pemohon daftar dan bayar 2. Pengukuran

3. Pengumuman 4. Pembukuan Hak 5. Penerbitan Sertipikat

Tahap I Pemohon Daftar dan bayar pada loket yang disediakan oleh Kantor Pertanahan dengan biaya yang telah ditentukan oleh petugas Kantor Pertanahan.

Kemudian pemohon akan memperoleh kwitansi atau tanda terima sebuah dokumen yang telah didaftarkan dari petugas Kantor Pertanahan.

Tahap II Pengukuran dilakukan dengan cara pemasangan patok pada bidang tanah yang akan diukur oleh petugas pengukuran yang diutus oleh Kantor Pertanahan.

Pemasangan patok pada batas-batas tanah tersebut dilakukan oleh pemohon atau pemilik tanah dan dihadiri oleh tetangga samping kanan kiri muka dan belakang, serta disaksikan oleh perangkat desa atau kelurahan letak tanah yang akan diukur oleh petugas pengukuran.

Tahap III Pengumuman dua hal yang harus diumumkan, yaitu: dibidang fisik:

menunjukkan ciri-ciri objek tanah tersebut. Dibidang yuridis: menunjukkan ciri-ciri subjek tanah tersebut. Pengumuman diumumkan selama 60 hari di kantor desa/

kelurahan, kantor kecamatan, kantor ajudikasi, Kantor Pertanahan dan tempat-tempat lain yang dianggap perlu.

Tahap IV Pembukuan hak apabila melewati waktu pengumuman tidak ada yang melakukan sanggahan atau keberatan ataupun gugatan dari pihak dari manapun, maka pembukuan hak dapat dilakukan. tahapan pembukuan hak dilakukan oleh panitia ajudikasi.

Tahap V Penerbitan sertipikat dilakukan setelah kepala kantor membuat Surat Keputusan (SK) tentang tidak adanya pihak lain yang melakukan sanggahan/

keberatan atas data fisik dan data yuridisnya, maka sertipikat hak atas tanah dapat diterbitkan keatas nama pemohon. Dalam memperoleh sertipikat tanah dilakukan pendaftara tanah pertama kali di instansi pendaftar tanah, salah satunya yaitu Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) melalui Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Dengan pemberlakuan ketentuan konversi berarti sudah menjadi sebuah pengakuan dan penegasan terhadap hak-hak lama, juga merupakan penyederhanaan hukum dan upaya untuk menciptakan kepastian hukum. Penyederhanaan hukum tampak pada penyesuaian pada semua hak-hak atas tanah yang ada diseluruh Indonesia yang selama ini bersifat pluralisme (ada yang tunduk pada hukum barat, hukum adat dan hukum agama) dengan hanya memberikan ruang kepada suatu aturan yang menyebutkan hanya ada suatu sistem hak-hak atas tanah yang tunduk pada UUPA, sedangkan kepastian hukum dapat dilihat dari pelaksaan konversi tersebut yang merupakan bagian dari kegiatan pendaftaran tanah, maka kegiatan pendaftaran tanah tersebut bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum.72 Sebagaimana diatur dalam ketentuan-ketentuan konversi bahwa terhadap hak-hak adat yang berwewenang sebagaimana atau mirip dengan hak milik yang dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA.73

2. Pelaksanaan Konversi

72 Mhd. Yamin Lubis, Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, edisi revisi, Mandar Maju, Bandung 2010, Hal. 219. Yang dikutip dari Pasal 19 ayat (1) UUPA Disebutkan Bahwa Untuk Menjamin Kepastian Hukum Oleh Pemerintah Diadakan Pendaftaran Tanah Diseluruh Indonesia Menurut Ketentuan-Ketentuan Yang Diatur Dengan Undang-Undang.

73 Op.Cit, Hal. 220. Diambil dari Petikan Pasal 20 (1) UUPA Mengatur Bahwa Hak Milik Bahwa Hak Milik Adalah Hak Turun Temurun, Terkuat Dan Terpenuh Yang Dapat Dipunyai Orang Atas Tanah, Dengan Mengingat Ketentuan Dalam Pasal 6 (Fungsi Social Atas Tanah). Menurut Penjelasan Dalam Pasal Tersebut, Pemberian Sifat Terkuat Dan Terpenuh Itu Bermaksud Untuk Membedakannya Dengan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai Dan Lain-Lainnya, Yaitu Untuk Menunjukkan Bahwa Diantara Hak-Hak Atas Tanah Yang Dapat Dipunyai Orang, Hak Miliklah Yang “Ter” (Artinya; Paling) Kuat Dan Terpenuh. Sedang Pengertian Hak Milik Adalah Hak Turun-Temurun, Berarti Hak Itu Dapat Diwariskan Berturut-Turut Ataupun Diturunkan Kepada Orang Lain Tanpa Perlu Diturunkan Derajatnya Ataupun Hak Itu Menjadi Tiada Atau Harus Dimohonkan Haknya Kembali Ketika Terjadi Perpindahan Hak (AP. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria (Bandung: Mandar Maju, 1998), Halaman 137.

Konversi (pengakuan hak/ penegasan hak) adalah pembuatan dan/ atau penerbitan sertipikat tanah, dari tanah milik adat menjadi sertipikat hak milik. Ketika membicarakan Pasal 54 UUPA hal mana sudah dijelaskan bahwa konversi dari hak eigendom digantungkan kepada kewarganegaraan-nya pada tanggal 24 september 1960. Oleh karena pemerintah telah dikeluarkan Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 2 tahun 1960, yang menentukan dalam Pasal 2 ayat 1 dan 2 bahwa hak eigendom dari orang-orang yang telah berkewarganegaraan tunggal pada tanggal 24 september 1960 dikonversi menjadi hak milik dan wajib didaftarkan dalam tempo 6 bulan semenjak tanggal tersebut di Kantor Pertanahan. Sedangkan bagi warga Negara Indonesia yang berasal dari keturunan Asing harus dibuktikan dengan tanda kewarganegaraan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1959, Pasal IV

Konversi (pengakuan hak/ penegasan hak) adalah pembuatan dan/ atau penerbitan sertipikat tanah, dari tanah milik adat menjadi sertipikat hak milik. Ketika membicarakan Pasal 54 UUPA hal mana sudah dijelaskan bahwa konversi dari hak eigendom digantungkan kepada kewarganegaraan-nya pada tanggal 24 september 1960. Oleh karena pemerintah telah dikeluarkan Peraturan Menteri Agraria (PMA) Nomor 2 tahun 1960, yang menentukan dalam Pasal 2 ayat 1 dan 2 bahwa hak eigendom dari orang-orang yang telah berkewarganegaraan tunggal pada tanggal 24 september 1960 dikonversi menjadi hak milik dan wajib didaftarkan dalam tempo 6 bulan semenjak tanggal tersebut di Kantor Pertanahan. Sedangkan bagi warga Negara Indonesia yang berasal dari keturunan Asing harus dibuktikan dengan tanda kewarganegaraan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun 1959, Pasal IV

Dokumen terkait