• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Kerangka teori merupakan teori yang dibuat untuk memberikan gambaran yang sistematis mengenai masalah yang akan di teliti. Teori ini masih bersifat sementara yang akan dibuktikan kebenaran dengan cara meneliti dalam realitas.

Kerangka teori lazimnya dipergunakan dalam penelitian ilmu sosial dan dapat juga digunakan dalam penelitian hukum yaitu pada penelitian hukum.18

18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1996, hlm. 127.

Penelitian hukum yang menjadi fokus kajian pada bekerjanya hukum dalam masyarakat atau dengan kata lain mengkaji hukum dalam hubungan dengan prilaku sosial. Teori yang biasa digunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan, teori ini sesungguhnya dibangun berdasarkan teori yang dihubungkan dengan kondisi sosial di mana hukum dalam arti sistem norma itu ditetapkan.19

a. Teori Sistem Hukum

Teori Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya penegakan hukum bergantung pada, yaitu : Struktur Hukum (Legal Structure) Substansi Hukum (Substance Of The Law) dan Budaya Hukum (Legal Culture).

Sistem hukum adalah bagian substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.

Struktur hukum yaitu suatu peranan subtansi hukum dan budaya hukum tidak dapat disepelekan, substansi hukum adalah aturan atau norma yang merupakan pola perilaku manusia dalam masyarakat yang berada dalam sistem hukum tersebut. Sedangkan budaya hukum adalah keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh tempatnya yang logis dalam kerangka budaya milik masyarakat umum. Sebuah Perspektif Ilmu Sosial dikatakannya dalam sistem hukum mengandung 3 (tiga) komponen, yaitu :

1) Struktur hukum (legal structure) 2) Subtansi hukum (legal substance)

19 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yokyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 140.

3) Budaya hukum (legal culture).20

Komponen struktur hukum dari suatu sistem hukum mencakup berbagai institusi (lembaga) yang diciptakan oleh sistem hukum tersebut dengan berbagai macam fungsinya dalam mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut. Salah satu diantara institusi tersebut adalah peradilan dengan berbagai perlengkapannya.

Mengenai hal ini Friedman menulis,”….structure is the body, the framework, the longlasting shape of the system; the way courts of police depatements are organized, the lines of jurisdication, the table of organization”.21 (struktur adalah bodi atau kerangka, bentuk sistem yang bermotif, cara pengorganisasian pengaturan departemen kepolisian, garis-garis yurisdiksi, bagan organisasi).

Substansi hukum meliputi aturan-aturan hukum, norma-norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan-keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun.

Mengenai hal ini Lawrence M.Friedman, menyatakan sebagai berikut “Subtance is what we call the actual rules or norms used by institutions, (or as the case may be) the real observable behavior patternsof actors within the system.22 (Subtansi adalah apa yang kita kenal dengan peraturan atau norma aktual yang digunakan oleh institusi, (atau sebagai kans mungkin) pola-pola tingkah laku yang dapat observasi secara nyata di dalam sistem).

20 Lawrence M. Friedman, The Legal Sistem : A.Social Science Perspektive, Russel Sage Foundation, New York, 1969, hlm. 16. Arma Diansyah, Eksistensi Damang Sebagai Hakim Perdamaian Adat Pada Masyarakat Suku Dayak Di Palangkaraya, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, 2011. http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-113-1528397757-isi%20tesis%20lengkap.pdf, Diakses Pada Tanggal 2 April 2017.

21 Ibid.

22 Ibid.

Budaya hukum (legal culture) oleh Lawrence M. Friedman didifinisikan, sebagai “….attitude and values that related to law and legal system, together with those attitudes and values affecting behavior related to law and its institutions, ether positively or negatively.23 (sikap-sikap dan nilai-nilai yang berhubungan dengan hukum dan sistem hukum, bersama dengan sikap dan nilai yang mempengaruhi tingkah laku yang berhubungan dengan hukum dan institusinya baik negatif maupun positif).

b. Teori Penegakan Hukum

Masalah penegakan hukum adalah merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat. Walaupun kemudian setiap masyarakat dengan karakteristiknya masing-masing, mungkin memberikan corak permasalahannya tersendiri di dalam kerangka penegakan hukumnya. Namun setiap masyarakat mempunyai tujuan yang sama, agar di dalam masyarakat tercapai kedamaian sebagai akibat dari penegakan hukum yang formil.

Karakteristik hukum sebagai kaedah selalu dinyatakan berlaku umum untuk siapa saja dan di mana saja dalam wilayah negara, tanpa membeda-bedakan.

Meskipun ada pengecualian dinyatakan secara eksplisit dan berdasarkan alasan tertentu yang dapat diterima dan dibenarkan. Pada dasarnya hukum itu tidak berlaku secara diskriminatif, kecuali oknum aparat atau organisasi penegak hukum dalam kenyataan sosial telah memberlakukan hukum itu secara diskriminatif. Akhirnya penegakan hukum tidak mencerminkan adanya kepastian hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.

23 Ibid.

Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat atau berdaya guna (utility) bagi masyarakat, namun di samping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum untuk mencapai suatu keadilan.

Kendatipun demikian tidak dapat kita pungkiri, bahwa apa yang dianggap berguna (secara sosiologis) belum tentu adil, begitu juga sebaliknya apa yang dirasakan adil (secara filosopis), belum tentu berguna bagi masyarakat.

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.24

Penegakan hukum sendiri harus diartikan dalam kerangka tiga konsep, yaitu sebagai berikut :

1) Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada di belakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali.

2) Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individual.

24 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 109.

3) Konsep penegakan hukum actual (actual enforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan saranaprasarana, kualitas sumber daya manusianya, kualitas perundangundangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat.25

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.26 Sejalan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dengan demikian pembangunan nasional dibidang hukum ditujukan agar masyarakat memperoleh kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan serta memberikan rasa aman dan tentram.

Moeljatno menyatakan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasardasar dan aturan-aturan untuk :

1) Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;

2) Menentukan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar laranganlarangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;

dan Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

25Mardjono Reksodipuro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku Kedua, Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, 1997, hlm. 5.

26Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 2001, hlm. 15.

dilaksanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.27

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa hukum pidana adalah hukum yang memuat peraturanperaturan yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya serta mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatankejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaranpelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan umum.

c. Teori Efektivitas Hukum

Efektivitas mengandung arti keefektifan pengaruh efek keberhasilan atau kemanjuran/kemujaraban, membicarakan keefektifan hukum tentu tidak terlepas dari penganalisisan terhadap karakteristik dua variable terkait yaitu:

karakteristik/dimensi dari obyek sasaran yang dipergunakan.28

Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan

27 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Yogyakarta : Bina Aksara, 2002, hlm. 1.

28 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, ctk Ketiga, Citra Aditya Bandung, 2013 Hal 67

yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalammasyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai a tool of social engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.

Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :29

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena seseorang menaati atau

29 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 8

tidak suatu aturan hukum tergantung pada kepentingannya.30 Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa kepentingan itu ada bermacam-macam, di antaranya yang bersifat compliance, identification, internalization.

Efektivitas Hukum yang dikemukakan oleh Anthoni Allot sebagaimana dikutip Felik adalah sebagai berikut: Hukum akan mejadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat menghilangkan kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu kegelapan maka kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang jika terjadi keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum dalam suasana baru yang berbeda, hukum akan sanggup menyelsaikan.31

d. Kode Etik Profesi Jabatan Notaris

Setiap organisasi profesi memiliki kode etik yang diperlukan untuk pedoman anggotanya dalam berprilaku. Etik berasal dari kata etika atau “Ethos”

dalam bahasa Yunani yang berarti memiiiki watak kesusilaan atau beradat.32 Etika adalah refleksi kritis, metodis, dan sistematis tentang tingkah laku manusia sejauh berkaitan dengan norma-norma atau tentang tingkah laku manusia dari sudut baik dan buruk.33

E.Y. Kanter memberikan tiga arti yang cukup lengkap terhadap etika, yaitu :

30Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta. Penerbit Kencana. Hlm. 375.

31Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatau pengantar, Rajawali Pers, Bandung, 1996, Hal. 20

32Ignatius Ridwan Widyadharma, Etika Profesi Hukum, Semarang : Universitas Diponegoro, 1996, hlm. 7.

33E.Y. Kanter, Etika Profesi Hukum Sebuah Pendekatan Religius, Jakarta : Storia Grafika, 2001, hlm. 11.

1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);

2) Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan

3) Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh satu golongan atau masyarakat umum.34

Etik adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Etika secara etimologis diartikan sama dengan moral berupa nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan manusia atau kelompok dalam mengatur perilakunya. Etika berkaitan erat dengan moral, integritas dan perilaku yang tercermin dari hati nurani seseorang.35

Etika profesi adalah norma-norma, syarat-syarat dan ketentuanketentuan yang harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut sebagai kalangan profesional. Ikatan Notaris Indonesia merupakan salah satu organisasi profesi yang ada di Indonesia. Dalam menjalankan jabatannya Notaris harus mematuhi seluruh kaedah moral yang telah hidup dan berkembang di masyarakat. Selain dari adanya tanggung jawab dan etika profesi, adanya integritas dan moral yang baik merupakan persyaratan penting yang harus dimiliki oleh seorang notaris.

Dikatakan demikian karena tanggung jawab dan etika profesi mempunyai hubungan yang erat dengan integritas dan moral.

Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik sebagai pelayan masyarakat, seorang profesional harus menjalankan jabatannya dengan menyelaraskan antara keahlian yang dimilikinya dengan menjunjung tinggi kode etik profesi. Profesi

34 Ibid., hlm. 12.

35 Frans Hendra Winata, Persepsi Masyarakat Terhadap Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2003, hlm. 4.

yang dijalankan hanya dengan dasar profesionalitas maka ia hanya berpijak atas dasar keahlian semata dan bisa terjebak menjadi “tukang” atau dapat menjadikan keahlian tanpa kendali nilai sehingga bisa berbuat semau-maunya sendiri, sedangkan etika yang dijalankan tanpa pijakan dasar profesionalitas dapat menjadikan lumpuh sayap.36

2. Konsepsi

Konsep adalah bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi konkrit, yang disebut dengan operational definition.37 Dari pijakan kerangka teori hukum tersebut, maka konsepsi yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah dengan meninjau peraturan perundang-undangan mengenai obyek yang diteliti dan menggambarkan kenyataannya dilapangan.

Konsepsi yang dimiliki seseorang pada dasarnya akan berbeda dengan konsepsi orang lain hal tersebut dikarenakan konsep yang dimiliki seseorang berbeda-beda sehingga menimbulkan cara pandang atau penafsiran yang berbeda juga. Konsepsi yang dimiliki siswa terkadang tidak sesuai dengan konsepsi yang dimiliki oleh para ilmuwan. Jika konsepsi yang dimiliki siswa sama dengan yang dimiliki para ilmuwan, maka konsepsi tersebut tidak dapat dikatakan salah.

Namun jika konsepsi yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan konsepsi para ilmuwan, maka siswa tersebut dikatakan mengalami miskonsepsi.

Untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran dari suatu istilah yang dipakai maka dalam penelitian ini dirumuskan kerangka konsepsi sebagai berikut :

36 Bambang Widjojanto, Loc. Cit.

37 Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian, Jakarta : Raja Grafindo, 1998, hlm. 28.

Hukum adalah kumpulan peraturan atau kaedah yang mempunyai isi yang bersifat umum dan normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah.38 Hukum adalah peraturan yang dibuat oleh penguasa (pemerintah) atau adat berlaku bagi semua orang di suatu masyarakat (negara) atau undang-undang, peraturan dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup masyarakat.39

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya.40

Dokumen terkait