• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN DEWAN KEHORMATAN DAERAH DALAM PENYELESAIAN PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS DI KOTA PEKANBARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PERAN DEWAN KEHORMATAN DAERAH DALAM PENYELESAIAN PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS DI KOTA PEKANBARU"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN DEWAN KEHORMATAN DAERAH DALAM PENYELESAIAN PELANGGARAN KODE ETIK

NOTARIS DI KOTA PEKANBARU

TESIS

Oleh

TIARA HASFAREVY 157011237 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(2)

PERAN DEWAN KEHORMATAN DAERAH DALAM PENYELESAIAN PELANGGARAN KODE ETIK

NOTARIS DI KOTA PEKANBARU

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

TIARA HASFAREVY 157011237 / M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2020

(3)
(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum Anggota : 1. Dr. Edy Ikhsan, SH, MA

2. Notaris Dr. Suprayitno, SH, MKn

3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Dr. Tony, SH, MKn

(5)

skorsing dan pemecatan seorang notaris. Sanksi yang diterima oleh notaris yang melanggar kode etik tidak hanya sanksi sanksi skorsing dan pemecatan, melainkan juga mendapatkan sanksi pidana dan perdata.

Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini, yakni 1) bagaimana ruang lingkup pelanggaran kode etik notaris di kota Pekanbaru, 2) bagaimana peran Dewan Kehormatan daerah dalam penyelesaian pelanggaran kode etik notaris di kota Pekanbaru dan 3) apa kendala terhadap Dewan Kehormatan daerah dalam penyelesaian pelanggaran kode etik notaris di kota Pekanbaru.

Ruang lingkup pelanggaran kode etik notaris di Kota Pekanbaru yaitu dalam pengawasan Dewan Kehormatan Daerah dalam memberikan sanksi selain berdasarkan pemeriksaan di persidangan juga melihat dari adanya itikad baik dari Notaris yang sadar akan kesalahannya dan ingin melakukan perbaikan terhadap akta yang dibuatnya. Beberapa Pelanggaran kode etik notaris di Kota Pekanbaru yaitu notaris lebih banyak waktu melakukan kegiatan diluar kantor, memasang plang nama tidak sesuai dengan standar, memasang papan bunga dengan menuliskan PPAT dan Notaris. PeranDewan Kehormatan Kota Pekanbaru dalam penyelesaian pelanggaran Kode Etik Notaris di kota Pekanbaru belum sepenuhnya efektif, karena selama ini Dewan Kehormatan belum pernah memberikan sanksi kepada notaris yang melakukan pelanggaran pemasangan papan nama. Dewan Kehormatan Daerah Kota Pekanbaru selama ini menjatuhkan sanksi hanya berupa teguran secara lisan kepada notaris yang melakukan pelanggaran, belum pernah dilakukan teguran secara tertulis ataupun pemecatan dalam perkumpulan organisasi notaris yang melakukan pelanggaran. Kendala terhadap Dewan Kehormatan Daerah dalam penyelesaian pelanggaran Kode Etik Notaris di kota Pekanbaru yaitu Aturan dalam melakukan pengawasan tidak lengkap, Dewan Kehormatan Notaris yang mempunyai wewenang mengawasi kinerja para Notaris kerap sekali terkesan lamban dan berjalan ditempat dalam menindak lanjuti setiap pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris. Selanjutnya, objek pengawasan rekan notaris sendiri. Upaya yang harus dilakukan terkait kendala yang dihadapi Dewan Kehormatan Daerah Kota Pekanbaru dengan melakukan pembinaan dan bimbingan rutin dalam rapat anggota yang dilakukan sebulan sekali.

Kata Kunci : Notaris, Kode Etik, Dewan Kehormatan

(6)

code of ethics are not only suspension and dismissal sanctions, but also get criminal and civil sanctions.

The issues raised in this study, namely 1) how the scope of violations of the notary code of ethics in the city of Pekanbaru, 2) how the role of the regional Honorary Council in resolving violations of the notary code of ethics in the city of Pekanbaru and 3) what are the obstacles to the regional Honorary Board in resolving the code violations ethical notary in the city of Pekanbaru.

The scope of violation of the notary code of ethics in Pekanbaru City is in the supervision of the Regional Honorary Council in providing sanctions other than based on examination at the trial also looking at the good faith of the Notary who is aware of his mistakes and wants to make improvements to the deed he made. Some violations of the notary code of ethics in Pekanbaru City are notaries who spend more time doing activities outside the office, installing name signs not in accordance with standards, installing flower boards by writing PPAT and Notary Public. The role of the Pekanbaru City Honorary Board in solving violations of the Notary Ethics Code in the city of Pekanbaru has not been fully effective, because so far the Honorary Board has never sanctioned a notary who violated the nameplate installation. The Pekanbaru City Honorary Council has imposed sanctions only in the form of verbal reprimands to the notary who committed the violation, no written warning or dismissal had ever been held in the association of notary organizations that committed violations. The obstacle to the Regional Honorary Council in solving violations of Notary Ethics Code in Pekanbaru city is that the Rules for conducting oversight are incomplete, the Notary Honorary Board who has the authority to supervise the performance of Notaries is often very slow and walks in following up on any violations committed by Notaries. Furthermore, the object of supervision is the peer notary himself.

Efforts must be made related to obstacles faced by the Pekanbaru City Honorary Council by conducting regular guidance and guidance in member meetings which are held once a month.

Keywords: Notary, code of Ethics, Honorary Board

(7)

SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, berkat karunia-Nya penulis masih diberikan kekuatan dan keteguhan hati serta kemauan, sehingga penelitian dan penyusunan tesis ini dapat penulis selesaikan dengan segala keterbatasan dan usaha yang sungguh-sungguh. Kemudian shalawat dan salam tak lupa pula penulis sampaikan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa ummat manusia dari alam Jahiliah kepada alam yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan seperti saat sekarang ini. Dengan segala daya upaya dan dengan kesanggupan serta kemampuan yang penulis miliki, penulis dapat berusaha untuk menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul

“Peran Dewan Kehormatan Daerah Dalam Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Notaris Di Kota Pekanbaru”.

Penulisan tesis dengan judul ini tidak hanya dilakukan Penulis sebagai pemenuhan syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), tetapi juga karena Penulis memiliki ketertarikan untuk melakukan penelitian ini.

Tesis ini dapat Penulis selesaikan dengan baik dengan adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga Penulis ingin menyampaikan rasa terimakasihnya yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk

(8)

Hukum Universitas Sumatera Utara, dan sekaligus Komisi Pembimbing, yang telah memberikan masukan dalam penyempurnaan tesis ini, dengan ketulusan, kesabaran perhatian, dan pengertian, disela-sela waktu beliau yang padat, masih tetap dapat meluangkan waktu dalam membimbing penulis selama penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., CN., selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A., S.H., CN., M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Edy Ikhsan, S.H., M.A., dan Dr. Suprayitno, S.H., M.Kn., selaku Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu yang penuh kesabaran dalam mengoreksi tulisan ini untuk memberikan bimbingan dan arahan serta saran-saran dalam penelitian tesis ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan serta ilmu pengetahuan kepada penulis, sehingga penulis mendapatkan tambahan ilmu dan perluasan wawasan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

(9)

kemudahan dan pelayanan Administrasi yang tulus selama penulis mengikuti pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Kepada rekan-rekan Penulis angkatan Tahun 2015, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu serta kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Akhirnya kehadirat ALLAH SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyang, penulis benar-benar menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, karenanya dengan hati yang terbuka penulis bersedia menerima kritikan, saran, dan segala kabaikan untuk kesempurnaannya. Semoga tesis ini dapat member manfaat kepada mahasiswa/mahasiswi dan para pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Babarakatuh

Pekanbaru, 04 Juni 2020 Penulis,

TIARA HASFAREVY

(10)

2. Tempat/TanggalLahir : Pekanbaru, 10 Maret 1991 3. JenisKelamin : Perempuan

4. Alamat : Jl. Taskurun No. 34 Pekanbaru-Riau 5. Kewarganegaraan : Indonesia

6. Email : Tiarahasfarevy@yahoo.com II. KELUARGA

1. Ayah : Ir. H. Syahril, M.Si

2. Ibu : Hj. Kharimah, SE

3. Suami : H. Ilham, S.IP

4. Saudara Kandung : 1. Nadia Putri Sania 2. Nagita Silvina 3. Tasya Faiza Fitri III.PENDIDIKAN

1. Sekolah Dasar : SD Taruna Andalan Pkl. Kerinci, Pelalawan-Riau (2003)

2. Sekolah Menengah Pertama : SMP Taruna Andalan Pkl.

Kerinci, Pelalawan-Riau (2006)

3. Sekolah Menengah Atas : SMA Negeri 1 Pkl. Kerinci, Pelalawan- Riau (2009)

4. S1 Universitas : Fakultas Hukum Universitas Islam Riau (2013)

6. S2 Universitas : Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (2020)

(11)

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR ISTILAH ... ix

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 19

C. Tujuan Penelitian ... 20

D. Manfaat Penelitian ... 20

E. Keaslian Penelitian ... 21

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 23

1. Kerangka Teori ... 23

2. Konsepsi ... 33

G. Metode Penelitian... 34

BAB II RUANG LINGKUP PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS DI KOTA PEKANBARU ... 39

A. Kode Etik Notaris ... 39

B. Sanksi Pelanggaran Kode Etik ... 50

C. Pelanggaran Kode Etik oleh Notaris di Pekanbaru ... 54

BAB III PERAN DEWAN KEHORMATAN DAERAH DALAM PENYELESAIAN PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS DI KOTA PEKANBARU ... 61

A. Dewan Kehormatan Daerah Pekanbaru ... 61

B. Penyelesaian Pelanggaran ... 65

C. Peranan Fungsi dan Tugas Dewan Kehormatan Notaris Dalam Pemberian Sanksi Terhadap Notaris Yang Melanggar Kode Etik ... 75

(12)

B. Objek Pengawasan Rekan Notaris Sendiri ... 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 97

DAFTAR PUSTAKA ... 99

(13)

Controlling : Pengawasan

Corpsgeest : Profesi

Cover Note : Surat Keterangan

Ethos : Cara Berpikir

Forceful : Pengendalian

Full Enforcement Concept : Penegakan Hukum Yang Bersifat Penuh

Geen Verboden : Tidak ada Larangan

Gerechtigkeit : Keadilan

Identification : Identifikasi

Internalization : Internalisasi

Legal Structure : Struktur Hukum

Legal Culture : Budaya Hukum

Notariat Fonctionnel : Wewenang Pemerintah Didelegasikan Notariat Professionnel : Pemerintah Mengatur Tentang

Organisasinya Operational Definition : Definisi Operasional

Onzetting : Pemecatan

Onkreukbaar atau Unimpeachable

: Tidak memihak atau tidak ada cacatnya Presumptio Iustae Causa : Asas Praduga Sah

Professional Behavior : Perilaku Professional

Recht Staats : Negara Hukum

Rechts sicherheit : Kepastian Hukum

Rechtelijke Macht : Kekuasaan Kehakiman/Pengadilan

Schorsing : Pemecatan Sementara

Science : Ilmu Pengetahuan Ilmiah

Substance Of The Law : Substansi Hukum

(14)
(15)

AJB : Akta Jual Beli

BPN : Badan Pertanahan Nasional

CV : Comanditer Venontrohap

DK : Dewan Kehormatan

DKD : Dewan Kehormatan Daerah

DKN : Dewan Kehormatan Notaris

HAM : Hak Asasi Manusia

INI : Ikatan Notaris Indonesia

MPD : Majelis Pengawas Daerah

PDKP : Peraturan Dewan Kehormatan Pusat

PT : Perseroan Terbatas

PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah

UUD : Undang-Undang Dasar

UUJN : Undang-Undang Jabatan Notaris

(16)

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila, dimana setiap warganya dituntut untuk turut serta dalam menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran guna mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Bahwa untuk mencapai tujuan tersebut setiap pengabdi dan aparat hukum dituntut memiliki tekad untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab dan pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, Nusa, Bangsa dan Negara.1

Setiap masyarakat membutuhkan seseorang (figur) yang keterangannya dapat diandalkan, dapat dipercayai, yang tanda tangannya serta segelnya (capnya) memberikan jaminan dan bukti yang kuat, seorang ahli yang tidak memihak dan penasihat yang tidak ada cacatnya (onkreukbaar atau unimpeachable), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari-hari yang akan datang. Kalau seorang advokat membela hak-hak seseorang ketika timbul suatu kesulitan, maka seorang notaris harus berusaha mencegah terjadinya kesulitan itu.2

Dewasa ini lembaga notaris semakin dikenal oleh masyarakat dan dibutuhkan dalam membuat suatu alat bukti tertulis yang bersifat otentik dari suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh masyarakat. Kebutuhan akan

1 Mukadimah Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia, Hasil Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia, Bandung, 27 Januari 2005, hlm. 79.

2 Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba Serbi Praktek Notaris, cet. 1, Ichtiar Baru Van Hoeve, 2007, hlm. 449.

(17)

lembaga notaris dalam praktek hukum sehari-hari tidak bisa dilepaskan dari meningkatnya tingkat perekonomian dan kesadaran hukum masyarakat. Kekuatan akta otentik yang dibuat oleh notaris memiliki kekuatan hukum yangsangat kuat mengingat akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna. Maka tidak jarang berbagai peraturan perundangan mewajibkan perbuatan hukum tertentu dibuat dalam akta otentik, seperti pendirian perseroan terbatas, koperasi, akta jaminan fidusia dan sebagainya. Disamping akta tersebut dibuat atas permintaan para pihak Notaris dan produk aktanya dapat dimaknai sebagai upaya negara untuk menciptakan kepastian dan perlindungan hukum bagi anggota masyarakat.

Mengingat dalam wilayah hukum privat/perdata, negara menempatkan notaris sebagai pejabat umum yang berwenangan dalam hal pembuatan akta otentik, untuk kepentingan pembuktian/alat bukti.3

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014), menyatakan bahwa, notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan 2 memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Peran penting dimiliki oleh notaris dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, karena dalam melakukan hubungan hukum tersebut dibutuhkan adanya pembuktian tertulis berupa akta otentik.

Kebutuhan akan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang meningkat dewasa ini, sejalan dengan tuntutan perkembangan hubungan ekonomi dan sosial,

3 Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta : LP3S, 2006, hlm. 63.

(18)

baik ditingkat nasional, regional maupun global. Akta otentik diharapkan akan menentukan secara jelas hak dan kewajiban para pihak, menjamin kepastian hukum dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa.4

Seperti yang diketahui, pada era globalisasi saat ini, lembaga Notariat memegang peranan yang penting dalam setiap proses pembangunan, karena Notaris merupakan suatu jabatan yang menjalankan profesi dan pelayanan hukum serta memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi para pihak, terutama dalam hal kelancaran proses pembangunan. Notaris sebagai pejabat umum, merupakan salah satu organ negara yang dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberikan pelayanan umum kepada masyarakat, teristimewa dalam pembuatan akta otentik sebagai alat bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang keperdataan.5

Notaris dalam menjalankan profesinya memberikan pelayanan kepada masyarakat sepatutnya bersikap sesuai aturan yang berlaku. Notaris juga dituntut untuk memiliki nilai moral yang tinggi, karena dengan adanya moral yang tinggi maka Notaris tidak akan menyalahgunakan wewenang yang ada padanya, sehingga Notaris akan dapat menjaga martabatnya sebagai seorang pejabat umum yang memberikan pelayanan yang sesuai dengan aturan yang berlaku dan tidak merusak citra Notaris itu sendiri. Sebagaimana harapan Komar Andasasmita, agar setiap Notaris mempunyai pengetahuan yang cukup luas dan mendalam serta

4 Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009, hlm. 111-112.

5 N.G. Yudara, Notaris dan Permasalahannya (Pokok-Pokok Pemikiran Di Seputar Kedudukan Dan Fungsi Notaris Serta Akta Notaris Menurut Sistem Hukum Indonesia), Makalah disampaikan dalam rangka Kongres INI di Jakarta : Majalah Renvoi Nomor 10.34. Edisi ke III, 2006, hlm. 72.

(19)

keterampilan sehingga merupakan andalan masyarakat dalam merancang, menyusun dan membuat berbagai akta otentik, sehingga susunan bahasa, teknis yuridisnya rapi, baik dan benar, karena disamping keahlian tersebut diperlukan pula kejujuran atau ketulusan dan sifat atau pandangan yang objektif.6

Seiring dengan adanya pertanggungjawaban Notaris kepada masyarakat dalam menjalankan tugasnya, maka haruslah dijamin dengan adanya suatu pengawasan dan pembinaan oleh pihak lain secara terus menerus agar tugas dan kewenangan Notaris selalu sesuai dengan kaidah hukum yang mendasari kewenangannya dan dapat terhindar dari penyalahgunaan kewenangan atau kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah dan masyarakat.

Perlindungan hukum terhadap Notaris dalam menjalankan tugas dan wewenangnya demi terlaksananya fungsi pelayanan dan tercapainya kepastian hukum dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, telah diatur dan dituangkan dalam undang-undang tersendiri, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, undang-undang mana telah mengalami perubahan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004.

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris diharapkan bahwa akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris telah menetapkan dalam Pasal 15 ayat (1) tentang kewenangan seorang Notaris yaitu Notaris berwenang

6 Komar Andasasmita, Notaris Dengan Sejarah, Peranan, Tugas Kewajiban, Rahasia Jabatannya, Bandung : Sumur, 1981, hlm. 14.

(20)

membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Selain itu dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris menyatakan Notaris juga berwenang mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan, melakukan pengesahan kecocokan foto kopy dengan surat aslinya, memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta, membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan dan membuat akta risalah lelang. Dari beberapa kewenangan tersebut jasa seorang Notaris kebanyakan dibutuhkan oleh masyarakat dalam hal pembuatan akta otentik.

Fungsi Notaris adalah membuat akta-akta Notariil seperti akta pendirian Comanditer Venontrohap (CV), Perseroan Terbatas (PT), yayasan, koperasi, akta waris, akta perjanjian kerjasama, akta jual beli. Sedang untuk akta-akta yang berkaitan dengan obyek tanah dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disingkat dengan PPAT). Jabatan sebagai Notaris ini dapat dirangkap

(21)

dengan jabatan sebagai PPAT, dengan ketentuan wilayah kerjanya masih satu wilayah kerja dengan Kantor Pertanahan Kabupaten atau Kotamadya/Kota.

Dengan kata lain, rangkap jabatan tidak dilarang oleh UUJN maupun peraturan PPAT.

Notaris diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang sebelumnya didahului dengan mengajukan Surat Permohonan yang ditujukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sehingga dari surat permohonan tersebut akan dilihat pada formasi Notaris yang telah ada di Departemen Hukum dan HAM. Sedangkan untuk PPAT pengangkatannya dilakukan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disingkat dengan BPN). PPAT diangkat untuk suatu daerah kerja tertentu, untuk melayani masyarakat dalam pembuatan akta PPAT di daerah yang belum cukup terdapat PPAT atau untuk melayani golongan masyarakat tertentu dalam pembuatan akta PPAT tertentu.7

Dalam menjalankan jabatannya Notaris harus mematuhi seluruh kaedah moral yang telah hidup dan berkembang di masyarakat. Selain dari adanya tanggung jawab dan etika profesi, adanya integritas dan moral yang baik merupakan persyaratan penting yang harus dimiliki oleh seorang Notaris.

Dikatakan demikian karena tanggung jawab dan etika profesi mempunyai hubungan yang erat dengan integritas dan moral. Etika profesi adalah norma- norma, syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh sekelompok orang yang disebut sebagai kalangan profesional.8

7 A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 1999, hlm. 184.

8 K. Bertens, Op. Cit.

(22)

Terbentuknya Undang-undang Jabatan Notaris, maka yang menjadi pengawas untuk mengawasi segala tugas dan jabatan Notaris diatur dalam Pasal 67 Undang-Undang No 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan bahwa “pengawasan terhadap notaris dilakukan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pengawasan tersebut Menteri membentuk Majelis Pengawas.

Pengawasan terhadap notaris selain dilakukan oleh Majelis Pengawas juga dilakukan oleh organisasi perkumpulan yang pelaksanaannya dilakukan oleh Dewan Kehormatan.”

Dewan Kehormatan menurut Pasal 1 ayat 8, Kode Etik Notaris adalah alat perlengkapan perkumpulan yang di bentuk dan berfungsi menegakkan kode etik, harkat dan martabat notaris yang bersifat mandiri dan bebas dari keberpihakan, dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam perkumpulan. Dewan Kehormatan terdiri atas:

a. Dewan Kehormatan Pusat pada tingkat Nasional;

b. Dewan Kehormatan Wilayah pada tingkat Propinsi;

c. Dewan Kehormatan Daerah pada tingkat Kabupaten/Kota.

Dewan kehormatan dalam perkumpulan bertugas untuk melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik, memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan kepentingan dengan masyarakat secara langsung, memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan notaris.9

9 Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia Dulu, Sekarang Dan Di Masa Akan Datang, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, 2009, hlm. 199-200.

(23)

Pelaksanaan kode etik selain diawasi oleh majelis Pengawas sebagaimana yang ditentukan undang-undang juga diawasi oleh Dewan Kehormatan sebagai suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia, yang terdiri dari Dewan Kehormatan Pusat, Dewan Kehormatan Wilayah dan Dewan Kehormatan Daerah.

Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai perkumpulan organisasi bagi para Notaris mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakkan pelaksanaan kode etik profesi bagi Notaris. Kode etik adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut “Perkumpulan” berdasar keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.10

Pengawasan atas pelaksanaan kode etik itu dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Daerah;

b. Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Wilayah;

10 Pasal 1, Ikatan Notaris Indonesia, Kode Etik Hasil Kongres Ikatan Notaris Indonesia (INI), Bandung : 27 Januari 2005.

(24)

c. Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Pusat.11

Adanya Dewan Kehormatan yang mempunyai tugas utama untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan kode etik tidak lain adalah semata-mata untuk kepentingan para Notaris sendiri, yang mempunyai ikatan dengan pengawasan yang dilakukan Majelis Pengawas yang telah ditentukan oleh undang-undang. Namun, harus diperhatikan bahwa Dewan Kehormatan di dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tidak terlepas dari Ketentuan-ketentuan yang ada, baik yang berkaitan dengan organisasi Ikatan Notaris Indonesia maupun Undang-Undang Jabatan Notaris.

Pasal 12 ayat (3) Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia (INI), bahwa Dewan Kehormatan mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, pembenahan, anggota dalam menjunjung kode etik;

2. Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung; dan

3. Memberikan saran dan pendapat kepada Majelis Pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan notaris.12

Pada dasarnya tugas utama Dewan Kehormatan adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik Notaris yang telah ditentukan oleh organisasi meliputi kewajiban, larangan dan pengecualian yang harus dilakukan

11 Pasal 7, Ikatan Notaris Indonesia, Kode Etik Hasil Kongres Ikatan Notaris Indonesia (INI), Bandung : 27 Januari 2005.

12 Pasal 12 ayat (3) Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia (INI).

(25)

oleh para anggota organisasi.Dalam melaksanakan tugasnya tersebut Dewan Kehormatan dapat melakukan pemeriksaan terhadap anggota organisasi yang diduga melakukan pelanggaran atas kode etik dan bila dinyatakan bersalah maka Dewan Kehormatan pun berhak menjatuhkan sanksi organisasi sebagaimana tercantum dalam pasal 6 ayat 1 Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia berupa teguran, peringatan, pemberhentian sementara, pemecatan dan pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan.

Wewenang Dewan Kehormatan tersebut adalah terhadap pelanggaran kode etik organisasi yang dampaknya tidak berkaitan dengan masyarakat secara langsung atau tidak ada orang-orang yang dirugikan dengan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota organisasi, atau dengan kata lain wewenang Dewan Kehormatan bersifat internal organisasi.

Dewan kehormatan mengawasi dan dapat mencari fakta atau dugaan pelanggaran kode etik oleh anggota perkumpulan atas inisiatif sendiri atau setelah menerima pengaduan secara tertulis dari anggota perkumpulan atau orang lain disertai bukti-bukti yang meyakinkan telah terjadinya pelanggaran kode etik,13 Dalam kode etik diatur mengenai kewajiban, larangan dan pengecualian yang harus ditaati oleh setiap Notaris. Apabila terdapat Notaris yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan kode etik maka Dewan Kehormatan akan memberikan sanksi kepada pelanggarnya sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan.

13 Pasal 8 Perubahan Kode Etik Notaris berdasarkan kongres luar biasa Ikatan Notaris Indonesia di Banten 29-30 MEI 2015

(26)

Keberadaan kode etik notaris bertujuan agar suatu profesi notaris dapat dijalankan dengan profesional dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai perkumpulan organisasi bagi para notaris mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakkan pelaksanaan kode etik profesi bagi Notaris, melalui Dewan Kehormatan yang mempunyai tugas utama untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan kode etik.

Berdasarkan Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Banten, tanggal 29-30 Mei 2015, yang dimaksud Kode Etik Notaris adalah kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan keputusan Kongres Ikatan Notaris Indonesia dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Ikatan Notaris Indonesia dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk di dalamnya pars Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti pada saat menjalankan Jabatan.

Ruang lingkup kode etik notaris berdasarkan Perubahan Kode Etik Notaris Kongres Luar Biasa Ikatan Notaris Indonesia di Banten, tanggal 29-30 Mei 2015, yaitu berlaku bagi seluruh anggota perkumpulan maupun orang lain (selama yang bersangkutan menjalankan Jabatan Notaris), baik dalam pelaksanaan jabatan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

(27)

Ketentuan Pasal 83 ayat (1) UUJN tersebut Ikatan Notaris Indonesia pada Kongres Luar Biasa di Banten pada tanggal 29-30 Mei 2015, telah menetapkan Kode Etik yang terdapat dalam Pasal 13 Anggaran Dasar:

1. Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan Notaris, Perkumpulan mempunyai Kode Etik yang ditetapkan oleh Kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan.

2. Dewan Kehormatan melakukan upaya-upaya untuk menegakkan Kode Etik . 3. Pengurus perkumpulan dan/atau Dewan Kehormatan bekerjasama dan

berkoordinasi dengan Majelis Pengawas untuk melakukan upaya penegakkan Kode Etik.

Notaris dapat lebih memahami sejauhmana perbuatan itu dapat dikatakan sebagai pelanggaran kode etik, bagaimana efektivitas organisasi atau perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia dalam memberikan pembinaan terhadap para Notaris agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan Notaris dan masyarakat yang dilayaninya.

Hasil Penelitian ini, bahwa di Dewan Kehormatan Daerah Kota Pekanbaru terdapat beberapa laporan terkait pelanggaran Kode etik Notaris.

Terdapat laporan dari masyarakat, laporan dari sesama Notaris dan temuan internal Dewan Kehormatan Notaris berkaitan dengan pelanggaran kode etik yang dilakukan Notaris di Kota Pekanbaru.

(28)

Tabel I.1

Jenis Pelanggaran Kode Etik di Kota Pekanbaru No Tahun Jumlah

Pelanggaran Kode Etik

Jenis Pelanggaran

1 2012 4 Orang ➢ 2 Orang, Memasang plang nama tidak sesuai dengan standar;

➢ 2 Orang, Perbuatan Melawan Hukum (Membuat perjanjian jual beli).

2 2013 6 Orang ➢ 4 Orang

1) Notaris menempatkan pegawai di kantor perusahaan, untuk memproduksi akta-akta;

2) Notaris lebih banyak waktu melakukan kegiatan diluar kantor 3) Memasang Papan bunga dengan

menuliskan PPAT dan Notaris 4) Memasang plang nama tidak sesuai

dengan standar

➢ 2 Orang, Pemalsuan Dokumen

3 2014 4 Orang ➢ 2 Orang, Memasang Papan bunga dengan menuliskan PPAT dan Notaris

➢ 2 orang, Memasang plang nama tidak sesuai dengan standar

4 2015 3 Orang ➢ 2 Orang, memasang plang nama tidak sesuai dengan standar

➢ 1 Orang, Pemalsuan AJB

5 2016 3 Orang ➢ 3 Orang, Pemalsuan Akta, Penggelapan Sertifikat dan Pemalsuan AJB

6 2017 4 Orang ➢ 2 Orang, Penyalahgunaan jabatan notaris,

➢ 2 orang, Memasang plang nama tidak sesuai dengan standar

7 2018 3 Orang Notaris lebih banyak waktu melakukan kegiatan diluar kantor

8 2019 2 Orang Memasang plang nama tidak sesuai dengan standar

Total 29 Orang

Sumber : Data Dewan Kehormatan Daerah Kota Pekanbaru, Wilayah Provinsi Riau, Tahun 2019

Dilihat dari tabel diatas, bahwa pelanggaran kode etik notaris yang terjadi di Kota Pekanbaru karena kurangnya pemahaman terhadap tugas dan fungsi dari seorang notaris, pelanggaran yang dilakukan oleh notaris tergolong kedalam

(29)

sanksi kode etik berupa sanksi teguran dan skorsing seorang notaris. Sanksi yang diterima oleh notaris yang melanggar kode etik tidak hanya sanksi teguran dan skorsing serta pemecatan, melainkan juga mendapatkan sanksi pidana dan perdata. Pelanggaran kode etik yang dilakukan notaris terdiri dari :

1. Notaris lebih banyak waktu melakukan kegiatan diluar kantor;

2. Memasang plang nama tidak sesuai dengan standar;

3. Notaris menempatkan pegawai di kantor perusahaan, untuk memproduksi akta-akta;

4. Memasang papan bungan dengan menuliskan PPAT dan Notaris;

5. Pemalsuan Akta;

6. Pemalsuan Dokumen;

7. Penggelapan Sertifikat;

8. Pemalsuan Akta Jual Beli;

9. Pemalsuan Tanda Tangan; dan 10. Perbuatan melawan hukum.

Berdasarkan fakta yang ada di lapangan, yaitu Pada tanggal 21 April 2016, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, menetapkan dua tersangka baru dugaan kredit fiktif Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Pekanbaru ke PT Riau Barito Jaya (BRJ). Kedua tersangka yakni Notaris Dewi Farni Djafaar dan mantan pegawai badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Pekanbaru, Tengku Darmizon.

Penetapan tersangka baru dalam kasus itu merupakan pengembangan dari enam tersangka yang yang sebelumnya. Enam tersangka sebelumnya sudah menjalani proses persidangan dan masing-masing divonis 9 tahun.

Dalam kasus ini, notaris Dewi Farni Djafaar berperan mengeluarkan cover note (surat keterangan) Nomor : 01/Not-SK/XII/2008 tanggal 23 Desember 2008 dan cover note (surat keterangan) Nomor : 02/Not-SK/IX/2008 tanggal 23

(30)

Desember 2008. Terkait agunan dari PT BRJ untuk mengajukan kredit pada Tahun 2007 dan Tahun 2008. Sementara Darmizon mengeluarkan surat tanah yang menjadi acuan dari Dewi Farni Djafaar. Kasus ini juga menjerat 2 (dua) mantan pimpinan wilayah BNI Wilayah 02, yaitu Mulyawarman dan Ahmad Fauzi. Kredit ini diajukan secara bertahap, yaitu Tahun 2007 sebesar Rp. 17 Miliar dan Tahun 2008 sebesar 23 Miliar dengan Total Rp. 40 Miliar.

Kasus ini bermula sewaktu Direktur PT Riau Barito Jaya, Esron Napitupulu, mengajukan kredit Rp. 40 Miliar ke BNI 46 cabang Pekanbaru. Sebagai agunan, Esron Napitupulu melampirkan beberapa surat tanah di Kabupaten Kampar, Pelalawan dan Kuansing. Tanpa tinjauan di lapangan, pegawai BNI bernama Atok, Dedi Syahputra dan AB Manurung menyetujui kredit. Hasil penyelidikan, sebagian tanah yang diagunkan tidak ada. Dalam pengembangan kasus ini terungkap, kredit yang diajukan Esron Napitupulu bukan untuk perkebunan sawit.

Uang itu digunakannya membangun klinik kecantikan, membeli beberapa rumah dan toko serta hektare tanah di daerah Riau.14

Kabid Humas Polda Riau, AKBP Guntur Aryo Tejo mengatakan penyidikan kasus dugaan kredit fiktif di Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Pekanbaru ke PT Riau Barito Jaya (BRJ), dengan tersangka Dewi Farni Djafaar dan Tengku Darmizon, terkesan jalan di tempat. Belum adanya izin dari Majelis Kehormatan Kenotariatan (MKn) menjadi dalih penyidik belum melanjutkan proses penyidikan. Penyidik Reserse Kriminal Khusus Polda Riau telah melayangkan surat kepada MKn untuk memeriksa Dewi Farni Djaafar yang berprofesi sebagai

14 Putusan Nomor : 1590 K/Pid.Sus/2015.

(31)

notaris. Tetapi, belum ada jawaban resmi untuk memberikan izin memeriksa tersangka Dewi Farni Djaafar.

Keterangan tersangka Dewi Farni Djaafar diperlukan untuk melengkapi berkas perkara. Hal inilah yang membuat proses penyidikan tidak memiliki kepastian hukum. Sementara terhadap tersangka Tengku Darmizon yang merupakan mantan pegawai Badan Pertahanan Nasional (BPN), dalam proses penyidikan harus dilakuakan bersamaan dengan tersangka Dewi Farni Djaafar.15

Kasus ini sebenarnya adalah kasus pelanggaran UUJN yang menjadi ranahnya majelis pengawas, akan tetapi bila dikaitkan dengan larangan kode etik dapat juga telah melanggar kode etik bila dikaitkan dengan masalah kewajiban, khususnya pasal 3 butir 4 kode etik.

Adapun hubungan antara kode etik dengan Undang-Undang Jabatan Notaris, terdapat di dalam ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Jabatan Notaris mengenai sumpah jabatan. Notaris melalui sumpahnya berjanji untuk menjaga sikap, tingkah lakunya dan akan menjalankan kewajibannya sesuai dengan kode etik profesi, kehormatan, martabat dan tanggungjawabnya sebagai Notaris.

Adanya hubungan antara kode etik Notaris dengan Undang-Undang Jabatan Notaris memberikan arti terhadap profesi Notaris itu sendiri. UndangUndang Jabatan Notaris dan kode etik Notaris menghendaki agar Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya sebagai pejabat umum, selain harus tunduk pada Undang-Undang Jabatan Notaris juga harus taat pada kode etik profesi serta harus

15 Hasil Pra Survei Penulis Dengan Bapak AKBP Guntur Aryo Tejo selaku Kabid Humas Polda Riau, Tanggal 31 Mei 2018.

(32)

bertanggung jawab terhadap masyarakat yang dilayaninya, organisasi profesi (Ikatan Notaris Indonesia atau INI) maupun terhadap negara.

Hubungan keterkaitan ini, maka dalam hal Notaris tersebut melakukan pelanggaran terhadap kewajiban yang ditentukan di dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 85 Undang-Undang Jabatan Notaris, Notaris yang bersangkutan dapat dikenai sanksi berupa teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat. Sedangkan jika dikaitkan dengan Sanksi di dalam ketentuan Pasal 6 Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia, terhadap anggota yang melakukan pelanggaran Kode Etik dapat dikenakan sanksi berupa teguran, peringatan, schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan, Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan, Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan.

Dilihat dari kasus ini, Majelis Pengawas Daerah tidak menjalankan kewenangan dan kewajiban sebagaimana yang diatur dalam Pasal 73 Undang- Undang Nomor 02 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris. Dikarenakan kurangnya laporan dari Dewan Kehormatan Daerah yang telah melanggar Pasal 12 ayat (3) Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia (INI). Dalam hal ini menyebabkan terhentinya penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi di Bank Negara Indonesia (BNI) 46 Pekanbaru. Sehingga tidak terlihat dimana peran Dewan Kehormatan Daerah Kota Pekanbaru dalam memberikanpendapat dan saran

(33)

kepada majelis pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dalam jabatan notaris.

Sebenarnya dalam melakukan pengawasan terutama dalam dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan Notaris terdapat suatu lembaga lain yang juga dianggap berwenang yaitu Dewan Kehormatan sebagaimana yang tertera dalam Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (selanjutnya disebut sebagai Kode Etik Notaris) bab I pasal 1. Pelanggaran yang dimaksud sebagaimana pasal 1angka 3 Kode Etik Notaris adalah perbuatan yang dilakukan oleh anggota Perkumpulan yang melanggar ketentuan Kode Etik dan/atau disiplin organisasi. Saat terjadi suatu pelanggaran kode etik, baik karena dugaan DK Daerah sendiri ataupun karena laporan Pengurus maupun orang lain, maka berdasarkan pasal 9 Kode Etik Notaris, akan dilakukan hal-hal sebagai berikut:

a. Selambat-lambatnya dalam waktu tujuh hari kerja DK Daerah wajib mengadakan sidang untuk membicarakan dugaan terhadap pelanggaran tersebut.

b. Apabila menurut hasil sidang ada dugaan kuat terhadap pelanggaran Kode Etik, maka dalam waktu tujuh hari kerja setelah sidang tersebut, DK Daerah berkewajiban memanggil anggota yang diduga melanggar tersebut untuk didengar keterangannya dan diberi kesempatan untuk membela diri.

c. Dalam hal anggota yang dipanggil tidak datang atau tidak memberikabar apapun dalam waktu tujuh hari kerja setelah dipanggil, maka DK Daerah akan mengulangi panggilannya sebanyak 2 kali dengan jarak waktu tujuh hari kerja,

(34)

dan apabila masih belum memenuhi panggilan tersebut, sidang akan tetap dilanjutkan tanpa mendengarkan pembelaan diri anggota yag dipanggil.

d. DK Daerah kemudian akan menentukan putusannya mengenai terbuktiatau tidaknya pelanggaran kode etik serta penjatuhan sanksi selambat-lambatnya dalam waktu 15 hari kerja.

e. Bila dalam putusan sidang DK Daerah dinyatakan terbukti ada pelanggaran terhadap Kode Etik, maka sidang sekaligus menentukan sanksi terhadap pelanggarnya.

f. Putusan sidang DK Daerah wajib dikirim kepada anggota yang melanggar dengan surat tercatat atau dengan ekspedisi dan tembusannya kepada Pengurus Cabang, Pengurus Daerah, Pengurus Pusat dan DK Pusat dalam waktu tujuh hari kerja, setelah dijatuhkan putusan oleh sidang DK Daerah.

Oleh karena itu, dari hasil penjabaran latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tesis dengan judul : “Peran Dewan Kehormatan Daerah Dalam Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Notaris Di Kota Pekanbaru”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dalam hal ini menetapkan beberapa masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Adapun masalah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana ruang lingkup pelanggaran Kode Etik Notaris di kota Pekanbaru?

2. Bagaimana peran Dewan Kehormatan Daerah dalam penyelesaian pelanggaran Kode Etik Notaris di kota Pekanbaru?

(35)

3. Apa kendala terhadap Dewan Kehormatan Daerah dalam penyelesaian pelanggaran Kode Etik Notaris di kota Pekanbaru?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan judul tesis yang dibuat oleh penulis dan berkaitan dengan pokok masalah yang dibahas, maka tujuan utama penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis ruang lingkup pelanggaran Kode Etik Notaris di kota Pekanbaru.

2. Menganalisis peran Dewan Kehormatan Daerah dalam penyelesaian pelanggaran Kode Etik Notaris di kota Pekanbaru.

3. Menganalisis kendala terhadap Dewan Kehormatan Daerah dalam penyelesaian pelanggaran Kode Etik Notaris di kota Pekanbaru.

D. Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Secara Teoritis :

a. Diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan kajian lebih lanjut dalam ilmu hukum yang terkait dengan permasalahan hukum yang dihadapi Notaris dan peran Dewan Kehormatan Daerah di Pekanbaru; dan

b. Sebagai tambahan ilmu bagi penulis dan pembaca dengan mengetahui permasalahan hukum yang dihadapi Notaris di Pekanbaru serta dalam proses penanganan dan perlindungan hak-hak Notaris.

2. Secara Praktis :

Memberi masukan dan pemahaman bagi para ahli, praktisi dan masyarakat luas dalam rangka pengembangan dan pembentukan hukum terutama untuk

(36)

perbaikan dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang dihadapi Notaris dan peran majelis pengawas daerah di Pekanbaru.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan khususnya di lingkup Universitas Sumatera Utara maupun di luar Universitas Sumatera Utara, untuk menghindari terjadinya duplikasi terhadap masalah yang sama, penulis melakukan pengumpulan dan ternyata penelitian dengan judul “Peran Dewan Kehormatan Daerah Dalam Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Notaris Di Kota Pekanbaru” belum ada yang membahasnya, sehingga tesis dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis.

Adapun penulis-penulis terdahulu pernah melakukan penelitian mengenai permasalahan pelanggaran kode etik oleh notaris, yaitu :

1. Founy Yulinisyah (NIM. 167011020) yang Berjudul Penerapan sanksi oleh Dewan Kehormatan Notaris (DKN) Kota Medan terhadap Notaris yang melakukan Promosi Jabatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

a. Bagaimana penerapan sanksi oleh dewan kehormatan notaris (DKN) Kota Medan Terhadap Notaris yang melakukan promosi jabatan?

b. Bagimana akibat hukum dari putusan Dewan Kehormatan Notaris (DKN) terhadap Notaris Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris?

(37)

c. Bagaimana kendala penerapan sanksi oleh dewan kehormatan notaris (DKN) Kota Medan Terhadap Notaris yang melakukan promosi jabatan?16 2. Andre Prima Sembiring (NIM. 137011016) yang Berjudul Analisis Hukum

Terhadap Kewenangan Dewan Kehormatan Daerah Dalam Pemeran Sanksi Atas Pelanggaran Administrasi Yang Dilakukan Notaris Ditinjau Dari Undang-undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris pada Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dengan permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimakah kewenangan Dewan Kehormatan Daerah dalam melakukan penerapan sanksi yang terhadap pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh Notaris?

b. Bagaimanakah akibat hukum terhadap Notaris para pihak setelah dijatuhkan sanksi oleh Dewan Kehormatan Daerah atas pelanggaran administrasi yang berlaku bagi Notaris?

c. Bagaimanakah upaya hukum yang dilakukan oleh Notaris dan/atau pihak yang dirugikan atas putusan sanksi oleh Dewan Kehormatan Daerah terhadap pelanggaran yang dilakukan Notaris?17

Berdasarkan penelusuran terhadap judul penelitian tesis yang ada pada Program Megister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

16 Founy Yulinisyah, Penerapan sanksi oleh Dewan Kehormatan Notaris (DKN) Kota Medan terhadap Notaris yang melakukan Promosi Jabatan, Tesis, Medan : Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Sematera Utara.

17 Andre Prima Sembiring, Analisis Hukum Terhadap Kewenangan Dewan Kehormatan Daerah Dalam Penerapan Sanksi Atas Pelanggaran Administrasi Yang Dilakukan Notaris Ditinjau Dari Undang-undang No. 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, Tesis, Medan : Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

(38)

ditemukan sedikitnya 2 (dua) judul tesis terkait dengan pelanggaran kode etik notaris dan kewenangan Dewan Kehormatan notaris. Judul tesis yang penulis teliti ini berbeda dengan kedua judul tesis diatas. Tesis yang pertama fokus pada kewenangan Dewan Kehormatan Daerah dalam pengawasan notaris menurut UU No. 30 Tahun 2004 dan Permen Hukum dan HAM RI No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004. Sementara tesis yang kedua lebih mengarah pada kewenangan Dewan Kehormatan Daerah wilayah dalam pemeran sanksi atas pelanggaran administrasi yang dilakukan notaris.

Judul tesis yang penulis teliti ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang harus dijunjung tinggi yaitu kejujuran, rasional, objektif serta terbuka. Hal ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah sehingga dengan demikian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuan dan terbuka untuk kritisi yang sifatnya konstruktif (membangun).

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan teori yang dibuat untuk memberikan gambaran yang sistematis mengenai masalah yang akan di teliti. Teori ini masih bersifat sementara yang akan dibuktikan kebenaran dengan cara meneliti dalam realitas.

Kerangka teori lazimnya dipergunakan dalam penelitian ilmu sosial dan dapat juga digunakan dalam penelitian hukum yaitu pada penelitian hukum.18

18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta : UI Press, 1996, hlm. 127.

(39)

Penelitian hukum yang menjadi fokus kajian pada bekerjanya hukum dalam masyarakat atau dengan kata lain mengkaji hukum dalam hubungan dengan prilaku sosial. Teori yang biasa digunakan untuk menganalisis permasalahan- permasalahan, teori ini sesungguhnya dibangun berdasarkan teori yang dihubungkan dengan kondisi sosial di mana hukum dalam arti sistem norma itu ditetapkan.19

a. Teori Sistem Hukum

Teori Lawrence M. Friedman menyatakan bahwa berhasil atau tidaknya penegakan hukum bergantung pada, yaitu : Struktur Hukum (Legal Structure) Substansi Hukum (Substance Of The Law) dan Budaya Hukum (Legal Culture).

Sistem hukum adalah bagian substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.

Struktur hukum yaitu suatu peranan subtansi hukum dan budaya hukum tidak dapat disepelekan, substansi hukum adalah aturan atau norma yang merupakan pola perilaku manusia dalam masyarakat yang berada dalam sistem hukum tersebut. Sedangkan budaya hukum adalah keseluruhan faktor yang menentukan bagaimana sistem hukum memperoleh tempatnya yang logis dalam kerangka budaya milik masyarakat umum. Sebuah Perspektif Ilmu Sosial dikatakannya dalam sistem hukum mengandung 3 (tiga) komponen, yaitu :

1) Struktur hukum (legal structure) 2) Subtansi hukum (legal substance)

19 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yokyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. 140.

(40)

3) Budaya hukum (legal culture).20

Komponen struktur hukum dari suatu sistem hukum mencakup berbagai institusi (lembaga) yang diciptakan oleh sistem hukum tersebut dengan berbagai macam fungsinya dalam mendukung bekerjanya sistem hukum tersebut. Salah satu diantara institusi tersebut adalah peradilan dengan berbagai perlengkapannya.

Mengenai hal ini Friedman menulis,”….structure is the body, the framework, the longlasting shape of the system; the way courts of police depatements are organized, the lines of jurisdication, the table of organization”.21 (struktur adalah bodi atau kerangka, bentuk sistem yang bermotif, cara pengorganisasian pengaturan departemen kepolisian, garis-garis yurisdiksi, bagan organisasi).

Substansi hukum meliputi aturan-aturan hukum, norma-norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan-keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun.

Mengenai hal ini Lawrence M.Friedman, menyatakan sebagai berikut “Subtance is what we call the actual rules or norms used by institutions, (or as the case may be) the real observable behavior patternsof actors within the system.22 (Subtansi adalah apa yang kita kenal dengan peraturan atau norma aktual yang digunakan oleh institusi, (atau sebagai kans mungkin) pola-pola tingkah laku yang dapat observasi secara nyata di dalam sistem).

20 Lawrence M. Friedman, The Legal Sistem : A.Social Science Perspektive, Russel Sage Foundation, New York, 1969, hlm. 16. Arma Diansyah, Eksistensi Damang Sebagai Hakim Perdamaian Adat Pada Masyarakat Suku Dayak Di Palangkaraya, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar, 2011. http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-113- 1528397757-isi%20tesis%20lengkap.pdf, Diakses Pada Tanggal 2 April 2017.

21 Ibid.

22 Ibid.

(41)

Budaya hukum (legal culture) oleh Lawrence M. Friedman didifinisikan, sebagai “….attitude and values that related to law and legal system, together with those attitudes and values affecting behavior related to law and its institutions, ether positively or negatively.23 (sikap-sikap dan nilai-nilai yang berhubungan dengan hukum dan sistem hukum, bersama dengan sikap dan nilai yang mempengaruhi tingkah laku yang berhubungan dengan hukum dan institusinya baik negatif maupun positif).

b. Teori Penegakan Hukum

Masalah penegakan hukum adalah merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh setiap masyarakat. Walaupun kemudian setiap masyarakat dengan karakteristiknya masing-masing, mungkin memberikan corak permasalahannya tersendiri di dalam kerangka penegakan hukumnya. Namun setiap masyarakat mempunyai tujuan yang sama, agar di dalam masyarakat tercapai kedamaian sebagai akibat dari penegakan hukum yang formil.

Karakteristik hukum sebagai kaedah selalu dinyatakan berlaku umum untuk siapa saja dan di mana saja dalam wilayah negara, tanpa membeda-bedakan.

Meskipun ada pengecualian dinyatakan secara eksplisit dan berdasarkan alasan tertentu yang dapat diterima dan dibenarkan. Pada dasarnya hukum itu tidak berlaku secara diskriminatif, kecuali oknum aparat atau organisasi penegak hukum dalam kenyataan sosial telah memberlakukan hukum itu secara diskriminatif. Akhirnya penegakan hukum tidak mencerminkan adanya kepastian hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat.

23 Ibid.

(42)

Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat atau berdaya guna (utility) bagi masyarakat, namun di samping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum untuk mencapai suatu keadilan.

Kendatipun demikian tidak dapat kita pungkiri, bahwa apa yang dianggap berguna (secara sosiologis) belum tentu adil, begitu juga sebaliknya apa yang dirasakan adil (secara filosopis), belum tentu berguna bagi masyarakat.

Penegakan hukum adalah suatu usaha untuk menanggulangi kejahatan secara rasional, memenuhi rasa keadilan dan berdaya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.24

Penegakan hukum sendiri harus diartikan dalam kerangka tiga konsep, yaitu sebagai berikut :

1) Konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada di belakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa terkecuali.

2) Konsep penegakan hukum yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara dan sebagainya demi perlindungan kepentingan individual.

24 Barda Nawawi Arief, Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2002, hlm. 109.

(43)

3) Konsep penegakan hukum actual (actual enforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan saranaprasarana, kualitas sumber daya manusianya, kualitas perundangundangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat.25

Negara Indonesia adalah negara hukum (recht staats), maka setiap orang yang melakukan tindak pidana harus mempertanggungjawabkan perbuatannya melalui proses hukum.26 Sejalan dengan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dengan demikian pembangunan nasional dibidang hukum ditujukan agar masyarakat memperoleh kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan serta memberikan rasa aman dan tentram.

Moeljatno menyatakan bahwa hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasardasar dan aturan- aturan untuk :

1) Menentukan perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut;

2) Menentukan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar laranganlarangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan;

dan Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat

25Mardjono Reksodipuro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku Kedua, Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, 1997, hlm. 5.

26Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 2001, hlm. 15.

(44)

dilaksanakan apabila orang yang disangkakan telah melanggar larangan tersebut.27

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa hukum pidana adalah hukum yang memuat peraturanperaturan yang mengandung keharusan dan larangan terhadap pelanggarnya serta mengatur pelanggaran-pelanggaran dan kejahatankejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan, selanjutnya ia menyimpulkan bahwa hukum pidana itu bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur pelanggaranpelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap norma-norma hukum mengenai kepentingan umum.

c. Teori Efektivitas Hukum

Efektivitas mengandung arti keefektifan pengaruh efek keberhasilan atau kemanjuran/kemujaraban, membicarakan keefektifan hukum tentu tidak terlepas dari penganalisisan terhadap karakteristik dua variable terkait yaitu:

karakteristik/dimensi dari obyek sasaran yang dipergunakan.28

Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam sosiologi hukum, hukum memiliki fungsi sebagai a tool of social control yaitu upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang di dalam masyarakat, yang bertujuan terciptanya suatu keadaan

27 Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Dalam Hukum Pidana, Yogyakarta : Bina Aksara, 2002, hlm. 1.

28 Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, ctk Ketiga, Citra Aditya Bandung, 2013 Hal 67

(45)

yang serasi antara stabilitas dan perubahan di dalammasyarakat. Selain itu hukum juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai a tool of social engineering yang maksudnya adalah sebagai sarana pembaharuan dalam masyarakat. Hukum dapat berperan dalam mengubah pola pemikiran masyarakat dari pola pemikiran yang tradisional ke dalam pola pemikiran yang rasional atau modern. Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku efektif.

Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :29

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum, maka kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita akan mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif. Namun demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi kita tetap masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya karena seseorang menaati atau

29 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 8

(46)

tidak suatu aturan hukum tergantung pada kepentingannya.30 Sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa kepentingan itu ada bermacam-macam, di antaranya yang bersifat compliance, identification, internalization.

Efektivitas Hukum yang dikemukakan oleh Anthoni Allot sebagaimana dikutip Felik adalah sebagai berikut: Hukum akan mejadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat menghilangkan kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu kegelapan maka kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang jika terjadi keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum dalam suasana baru yang berbeda, hukum akan sanggup menyelsaikan.31

d. Kode Etik Profesi Jabatan Notaris

Setiap organisasi profesi memiliki kode etik yang diperlukan untuk pedoman anggotanya dalam berprilaku. Etik berasal dari kata etika atau “Ethos”

dalam bahasa Yunani yang berarti memiiiki watak kesusilaan atau beradat.32 Etika adalah refleksi kritis, metodis, dan sistematis tentang tingkah laku manusia sejauh berkaitan dengan norma-norma atau tentang tingkah laku manusia dari sudut baik dan buruk.33

E.Y. Kanter memberikan tiga arti yang cukup lengkap terhadap etika, yaitu :

30Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence). Jakarta. Penerbit Kencana. Hlm. 375.

31Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatau pengantar, Rajawali Pers, Bandung, 1996, Hal. 20

32Ignatius Ridwan Widyadharma, Etika Profesi Hukum, Semarang : Universitas Diponegoro, 1996, hlm. 7.

33E.Y. Kanter, Etika Profesi Hukum Sebuah Pendekatan Religius, Jakarta : Storia Grafika, 2001, hlm. 11.

Gambar

Tabel II.1

Referensi

Dokumen terkait

Badan Kehormatan Daerah melalui musyawarah berwenang mengusulkan kepada Ketua Bakohumasda untuk pemberian sanksi administratif bagi anggota yang melanggar Kode Etik Humas

Hasil penelitian tentang penyelesaian pelanggaran Kode Etik Kepolisian berpotensi Pidana ... Upaya pengawasan Kode Etik

Pembinaan dan pengawasan norma kode etik Notaris oleh Dewan Kehormatan Notaris di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang dilakukan dalam bentuk penegakan dalam hal

Selain hal minimnya laporan dari masyarakat ataupun sesama Notaris ada hal lain yang menjadi penyebab ketidakefektifan pengawasan dan penerapan sanksi tersebut

Implementasi penegakan kode etik bagi notaris yang dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris diantaranya pemberian wewenang dan penjatuhan sanksi bagi pelanggar, sebagai

Pasal 83 angka (1) : Organisasi Notaris menetapkan dan menegakan Kode Etik Notaris. Kode Etik Notaris dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30

Dengan demikian, maka peran Majelis Pengawas dalam penegakkan Kode Etik dan UUJN terhadap Ketaatan Notaris dapat dilakukan dengan pemberian sanksi yang tegas,

Hal ini dapat dilihat dari ketentuan mengenai sanksi pemberhentian sementara bagi Notaris yang diatur dalam Pasal 9 ayat 1 UUJN Pelanggaran kode etik merupakan pelanggaran yang bersifat