• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN HASIL PENELITIAN KEWENANGAN DEWAN KODE ETIK NOTARIS DALAM PENEGAKAN PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN HASIL PENELITIAN KEWENANGAN DEWAN KODE ETIK NOTARIS DALAM PENEGAKAN PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

LAPORAN HASIL PENELITIAN

KEWENANGAN DEWAN KODE ETIK NOTARIS DALAM

PENEGAKAN PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS

Oleh :

Dr. Soegianto, SH., MKn Nidn : 0625096601

Dr. Diah Sulistiyani R S, S.H., M.H. NIDN : 0626016801

Dr. Muhammad Junaidi, SHI., MH Nidn : 0606098502

YAYASAN ALUMNI UNIVERSITAS DIPONEGORO

PROGRAM S2 PASCA SARJANA MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS SEMARANG

SEMARANG

(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Penelitian :

Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris Dalam Penegakan Pelanggaran Kode Etik Notaris

Bidang Penelitian : Ilmu Hukum 2. Ketua peneliti

a. Nama : Dr. Soegianto, SH., MKn b. Jenis kelamin : Laki-Laki

c. NIS/NIDN : 0625096601

d. Fakultas/Program studi : Magister Ilmu Hukum e. Universitas : Universitas Semarang 3. Jumlah anggota peneliti : 2 (dua) Orang

Nama anggota I : Dr. Diah Sulistiyani R S, S.H., M.H. Nama anggota II : Dr. Muhammad Junaidi, SHI., MH 4. Jangka waktu penelitian : 6 (Enam) Bulan

5. Jumlah biaya yang diusulkan : Rp 5.000.000,00 6. Sumber biaya : Universitas Semarang

Mengetahui

Direktur Pasca Sarjana

Dr. Drs. Djoko Santoso, MSi NIS : 06557003801027 NIS 06557003801027 Semarang, 16 Agustus 2019 Ketua peneliti Dr. Soegianto, SH., MKn Nidn : 0625096601 Menyetujui

Ketua LPPM Universitas Semarang

Iswoyo, S.Pt, MP

(4)

iv

LEMBAR PENGESAHAN REVIEWER

1. Judul Penelitian : Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris Dalam Penegakan Pelanggaran Kode Etik Notaris

2. Bidang Penelitian : Ilmu Hukum 3. Ketua peneliti

a. Nama : Dr. Soegianto, SH., MKn b. Jenis kelamin : Laki-Laki

c. NIS/NIDN : 0625096601

d. Fakultas/Program studi : Magister Ilmu Hukum e. Universitas : Universitas Semarang 4. Jumlah anggota peneliti : 2 (dua) Orang

Nama anggota I : Dr. Diah Sulistiyani R S, S.H., M.H. Nama anggota II : Dr. Muhammad Junaidi, SHI., MH 5. Jangka waktu penelitian : 3 (Tiga) Bulan

6. Jumlah biaya yang diusulkan : Rp 5.000.000,00 7. Sumber biaya : Universitas Semarang

Laporan hasil penelitian ini telah dipresentasikan di depan Reviewer

Menyetujui,

Reviewer I, Reviewer II

Prof. H. Abdullah kelib, SH Iswoyo, S,Pt., MP

Nis. 06557003801027 Nis. 06557002101032

Semarang, 16 Agustus 2019 Ketua peneliti

Dr. Soegianto, SH., MKn Nidn : 0625096601

(5)

v

RINGKASAN

Kewenangan dewan kode etik notaries dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya menjadi masalah yang kompleks dalam implmenetasi di lapangan. Hal inilah yang menjadi ide dasar dilakukannya penelitian dengan judul Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris dalam penegakan pelanggaran kode etik notaris. Melalui penelitian yang dilakukan luaran nantinya adalah dalam bentuk jurnal ilmiah yang terpublikasi.

Dalam hal penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum secunder dan bahan hukum tertier. Analisis dalam penelitian dengan judul Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris dalam penegakan pelanggaran kode etik notaris dilakukan analisis secara kualitatif.

Majlis pengawas kode etik yang ada pada lembaga notaris tentunya memiliki peranan penting dalam proses pengawasan yang dihadapkan pada problem budaya notaris. Budaya hukum ini tentunya menjadi masalah dilematis pada lembaga notaris yang perlu digalakkan untuk dilakukan perbaikan secara serius mengingat banyaknya terjadi pelanggaran karena ketidaksiplinan notaris. Pada sisi lain, masalah pokok dalam penegakan kode etik adalah kebiasaan mengunakan kode etik sebagai acuan dalam pelaksanaan profesi notaris. Hal ini disebabkan ketentuan dalam UU jabatan notaris masih dianggap baru. Disinilah perlu adanya sosialisasi secara terus menerus dan dilakukan penegakan kode etik secara simultan. Upaya penegakan kodee tik menjadi bagiAn yang tidak terpisahkan dalam penguatan notaris sebagai pejabat negara dalam menjalankan kepentingan-kepentingan masyarakat.

(6)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

LEMBAR PENGESAHAN REVIEWER RINGKASAN DAFTAR ISI iii iv v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………. B. Perumusan masalah………. C. Tujuan penelitian………. D. Manfaat Penelitian……….……… E. Urgensi Penelitian……….……… F. Rencana dan target Luaran………..………..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Jabatan Notaries……..…………...………..……… B. Kode Etik...………..…..

BAB III METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan………. B. Spesifikasi Penelitian………. C. Sumber Data……… D. Metode Pengumpulan Data……… E. Metode Analisis Data……….

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(7)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jimly Asshiddiqie menyebutkan bahwa paling tidak ada 11 prinsip pokok yang terkandung dalam negara hukum yang demokratis, yakni: (i) adanya jaminan persamaan dan kesetaraan dalam kehidupan bersama; (ii) pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan/pluralitas; (iii) adanya aturan yang mengikat dan dijadikan sumber rujukan bersama; (iv) adanya mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan mekanisme aturan yang ditatati bersama itu; (v) pengakuan dan penghormatan terhadap HAM; (vi) pembatasan kekuasaan melalui mekanisme pemisahan dan pembagian kekuasaan disertai mekanisme penyelesaian sengketa ketatanegaraan antar lembaga negara baik secara vertikal maupun horizontal; (vii) adanya peradilan yang bersifat independen dan tidak memihak dengan kewibawaan putusan tertinggi atas dasar keadilan dan kebenaran; (viii) dibentuknya lembaga peradilan yang khusus untuk menjamin kedailan bagi warga negara yang dirugikan akibat putusan atau kebijakan pemerintahan (pejabat administrasi negara);(ix) adanya mekanisme ‘judiciel review’ oleh lembaga peradilan terhadap norma-norma ketentuan legislatif baik yang ditetapkan oleh lembaga legislatif maupun eksekutif; dan (xi) pengakuan terhadap asas legalitas atau ‘due process of law’ dalam keseluruhan sistem penyelengaraan negara1.

Nilai-nilai jaminan negara hukum tersebut bukan hanya terbentuk dari segi nilai perundang-undangan saja akan tetapi juga termasuk nilai hukum yang ada tersebut yang menjadi bagian terpentingnya adalah bagian penegakan kode etik. Penegakan kode etik sangatlah penting dalam menjaga ruh lembaga.

1Sirajuddin dan Winardi, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Setara Press(Kelompok Instras

(8)

2 Semua ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku termasuk hakim dan semua profesi yang ada dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Mahaesa. Dengan kehormatan dan keluhuran martabatnya, itu kekuasaan kehakiman ermausk kekuasaan kelembagaan yang lain yang merdeka dan berifat imparsial (in dependent and impartial judiciary) diharapkan dapat diwujudkan sekaligus diimbangi oleh prinsip akuntabilitas, baik dan segi hukum maupun dan segi etika2.

Prinsip jalinan nilai kode etik ini tidak terkecuali juga bagi para notaries. Kedudukan Kode Etik bagi Notaris, yang pertama karena sifat dan hakekat dari pekerjaan Notaris yang sangat berorientasi pada legalisasi, sehingga dapat menjadi fundamen Hukum utama tentang status harta benda, hak dan kewajiban seorang Penghadap yang menggunakan jasa Notaris tersebut. Kedua, agar tidak terjadi ketidakadilan sebagai akibat dari pemberian status harta benda, hak dan kewajiban yang tidak sesuai dengan kaidah dan prinsip-prinsip hukum dan keadilan, sehingga dapat mengacaukan ketertiban umum dan juga mengacaukan hak-hak pribadi dari masyarakat pencari keadilan, maka bagi dunia Notaris sangat diperlukan juga suatu Kode Etik Profesi yang baik dan modern. Tujuan lainnya dari pengawasan terhadap Notaris adalah guna menjamin pengamanan dari kepentingan umum terhadap para Notaris yang menjalankan jabatannya secara tidak bertanggung jawab dan tidak mengindahkan nilainilai dan ukuran-ukuran etika serta melalaikan keluhuran dari martabat dan tugas jabatannya3.

Namun dalam praktinya sejauh mana perluasan makna atas kewenangan dewan kode etik notaries dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya menjadi masalah yang kompleks dalam implmenetasi di lapangan. Hal inilah yang menjadi ide dasar dilakukannya penelitian dengan

2 Ni’matul Huda, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm

230-231

3 Yogi Priyambodo dan Gunarto, Tinjauan Terhadap Pelanggaran Kode Etik Jabatan Notaris Di

(9)

3 judul Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris dalam penegakan pelanggaran kode etik notaris.

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian nantinya sebagai berikut :

1. Apakah Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris dalam penegakan pelanggaran kode etik notaris ?

2. Bagaimana kelemahan dan solusi atas masalah Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris dalam penegakan pelanggaran kode etik notaris ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dalam penelitian yang dilakukan nantinya sebagai berikut :

1. Untuk menganalisis, mengetahui dan memahami Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris dalam penegakan pelanggaran kode etik notaris

2. Untuk menganalisis dan menemukan jawaban kelemahan dan solusi atas masalah Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris dalam penegakan pelanggaran kode etik notaris.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian yang dilakukan nantinya sebagai berikut :

a. Menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan penelitian pada masa yang akan datang;

b. Diharapkan dapat menjadi bahan masukan pengajaran di perguruan tinggi baik swasta maupun negeri;

c. Diharapkan dapat menjadi bahan referensi khususnya mata kuliah hukum bisnis.

E. Urgensi penelitian

Urgendi yang diharapkan dalam penelitain yang dilakukan sebagaimana berikut :

a. Diharapkan dapat menjadi bahan rujukan bagi pemerintah dalam memformulasikan kembali UU Jabatan Notaries;

(10)

4 b. Diharapkan dapat menjadi sumber rujukan bagi pemerintah dalam proses Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris;

c. Diharapkan dapat menjadi masukan pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait jabatan notaries.

F. Rencana Target Dan Luaran

Uraian rencana target dan luaran dalam penelitian dengan judul Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris dalam penegakan pelanggaran kode etik notaris dapat dipahami melalui table sebagai berikut :

Table 1.1

Rencana target capaian luaran kegiatan penelitian USM

No Jenis Luaran Indikator

Capaian

1 Publikasi jurnal Ilmiah Published

2 Pemakalah dalam temu ilmiah Nasional Tidak ada Internasional Tidak ada

3 Bahan Ajar Tidak ada

4 Luaran lainnya jika ada (teknologi tepat guna, model/purwarupa/desain/karya seni/rekayasa sosial)

(11)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Jabatan Notaries

Dalam ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dinyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya. Fungsi pejabat umum tentunya tidak jauh beda dengan pejabat negara lain yang wujudnya adalah mengabdikan diri pada masyarakat.

Apa yang dijalankan oleh notaries menjadi bagian terpenting dari tujuan negara. Jadi dengan demikian tugas negara adalah :

1. Membuat atau menetapkan peraturan. Jadi dalam hal ini negara melaksanakan kekuasaan perundang undangan, legislatif.

2. Melaksanakan peraturan-Peraturan yang telah ditetapkan itu. Tugas ini sebetulnya sama pentingnya dengan tugas yang pertama. Tugas ini berãrti pula bahwa jika peraturan-Peraturan hukum itu dilanggar, negara harus menghukum dan akibat dan pelanggaran itu harus ditiadakan. Jadi di sini tugas negara tidak hanya melaksanakan peraturan saja, tetapi juga mengawasi pelaksanaan tersebut, eksekutif dan judikatif.

3. Kekuasaan mengatur hubungan dengan negara-negara lain, federatif. Ketiga tugas iniläh yang kemudian disebut Trias politika, yang nanti akan diuraikan lebih lanjut dan disempurnakan oleh MontesquieU, dalam abad ke XVIII4.

Notaries dalam menjalankan fungsinya sebagaimana terdapat dalam penjelasan ketentuan UUJN dinyatakan sebagai pejabat umum yang berwenang antuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu

(12)

6 tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus, bagi masyarakat secara keseluruhan.

Peran fungsinya tentunya sangatlah penting dalam menjaga keadilan dan kepastian hukum yang terdapat dan berlaku pada masyarakat. Hal ini menjadi positif sebagai wujud dan bentuk kehadiran negara dalam masyarakat dewasa ini mengingat peran negara harus didukung oleh sistem jabatan-jabatan tertentu yang ada dalam masyarakat.

B. Kode Etik

Kode etik yang ditetapkan di Bandung Pada tanggal 27 Januari 2005 dalam pengertiannya adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh Perkumpulan lkatan Notaris Indonesia yang selanjutnya akan disebut "Perkumpulan" berdasarkan keputusan Kongres Perkumpulan dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal itu. Kode etik berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua anggota Perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris, termasuk didalamnya para Pejabat Sementara Notaris, Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus.

Kode etik notaries pada prinsipnya menjadi kaidah dasar notaries untuk memegang tanggung jawab. Dalam hal ini terdapat beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Notaris sebagai pejabat umum yang mengemban kepercayaan harus memegang teguh tidak hanya kepada peraturan PerundangUndangan semata namun juga pada Kode Etik profesinya, karena tanpa adanya Kode Etik profesi harkat dan martabat dari profesinya akan

(13)

7 hilang.Sedangkan Nico membedakan tanggung jawab Notaris menjadi empat macam yaitu:

1. Tanggung jawab Notaris secara perdata terhadap kebenaran materiil terhadap akta yang dibuatnya;

2. Tanggungjawab Notaris secara pidana terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

3. Tanggung Jawab Notaris berdasarkan Peraturan Jabatan Notaris terhadap kebenaran materiil dalam akta yang dibuatnya;

4. Tanggung jawab Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan Kode Etik Notaris5

5 Dwi Andika Prayojana, Pelaksanaan Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Notaris Tentang

Pemasangan Papan Nama Notaris Di Kota Denpasar, Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenot ariatan, 2017- 2018, Acta Comitas (2017) 2, hlm 216

(14)

8

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Pendekatan penelitian merupakan bentuk arah dan ranah kajian penelitian hukum yang menjadi tolak ukur keberlakuan dalam kajian penelitian hukum yang dilakukan. Dalam hal penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif.

Keberlakuan pendekatan yuridis normatif menguji nilai-nilai norma untuk berlaku secara efektif. bagi ilmu pengetahuan negara dan hukum, metode yang harus dipakai adalah metode yuridis normatief dan metode lainnya tidak bisa dipergunakan. Inilah maksud dan Hans Kelsen untuk membersihkan ilmu pengetahuan dan metode-m etode yang tidak sesuai dengan sifat hukum yang menjadi obyek penyelidikan. Hans Kelsen datang pada suatu kesimpulan bahwa negara itu identik dengan hukum. Di sinilah letak kelemahan dan paham Hans Kelsen yang dikecam oleh E. Niemeyer dengan ucapan nya sehagai berikut Staatslehre ohne Staat dan

Rechtislehreohne Rechi.6. B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Pertimbangan tersebut mengingat dalam penelitian diskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan dan gejala-gejala lainnya7.

C. Sumber Data

Sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum secunder dan bahan hukum tertier. Pertimbangan data secunder mengingat data penelitian diolah berdasarkan subtansi kajian yaitu menggunakan pendekatan yuridis normatif.

6Moh Kusnardi dan Bintan R Saragih, 1994, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm42

(15)

9

D. Metode Pengumpulan Data

Baik bahan hukum primer, bahan hukum tertier dan bahan hukum sekunder dijabarkan sebagai berikut :

a. Bahan hukum primer yang terdiri dari:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesiatahun 1945;

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

b. Bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan suatu penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti naskah akademik, draf rancangan Undang-undang, hasil kajian dan penelitian, artikel ilmiah dan lain sebagainya. c. Bahan hukum tersier yaitu bahan yang dapat memberikan dukungan

seperti penjelasan dan lain sebagainya. Bahan hukum tertier dapat berupa kamus, enslikopedia dan lain-lain

E. Metode Analisis Data

Dalam menjalankan metode penelitian, analisis data merupakan serangkaian gambaran untuk menjabarkan bagaimana jabatan penelitian dapat ditemukan. Analisis dalam penelitian dengan judul Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris dalam penegakan pelanggaran kode etik notaris dilakukan analisis secara kualitatif.

(16)

10

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris Dalam Penegakan Pelanggaran Kode Etik Notaris

Konsep rechtstaat bersumber dan rasio manusia, liberalistik individualistik, humanisme yang antroposentrik, pemisahan negara dan agama secara mutlak-ateisme dimungkinkan.50 Adapun unsure-unsur utama menurut F. J. Stahl terdapat 4 (empat) unsur dan negara hukum, yakni: (1) Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia; (2) adanya pembagian kekuasaan; (3) pemerintah harusah berdasarkan peraturan-peraturan hukum; dan (4) adanya peradilan administrasi. Sementara menurut Scheltema unsur-unsurnya terdiri dan: (1) Kepastian Hukum; (2) Persamaan; (3) demokrasi dan; (4) pemerintahan yang melayani kepentingan umum8.

Untuk menjamin itu semua, maka salah satu ketentuan dalam undang-Undang jabatan notaris tidak hanya melihat pada sisi formal, akan tetapi juga dari sisi subtansi dengan melahirkan penegakan etik. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang antuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus, bagi masyarakat secara keseluruhan. Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak

8 Sirajuddin dan Winardi, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Setara Press(Kelompok Instras

(17)

11 para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya. 9

Hal ini tidaklah jauh beda dengan lembaga lain sebagaimana jabatan hakim. Terdapat 6 (enam) prinsip penting yang harus dijadikan pegangan bagi para hakim di dunia sebagaimana tercantum dalam The Bangalore

Principle, yakni:

1. Independensi (Independence Principle) Independensi hakim merupakan jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan, dan prasyarat bagi terwujudnya cita-cita negara hukum.

2. Ketidakberpihakan (Impartiality Principle). Ketidak berpihakan merupakan prinsip yang melekat dalam hakikat fungsi hakim sebagai pihak yang diharapkan memberikan pemecahan terhadap setiap perkara yang diajukan kepadanya.

3. Trite gritas (Integrity Principle). Integritas hakim merupakan sikap batin yang mencerminkan keutuhan dan keseimbangan kepribadian setiap hakim sebagai pribadi dan sebagai pejabat negara dalarn menjalankan tugas jabatannya.

4. Kepantasan dan Kesopanan (Propriety Principle). Kepantasan dan kesopanan merupakan norma kesusilaan pribadi dan norma kesusilaan antar pribadi yang tercermin dalam perilaku setiap hakim, baik sebagai pribadi maupun sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas profesionalnya, yang menimbulkan rasa hormat, kewibawaan, dan kepercayaan.

5. Kesetaraan (Equality Principle). Kesetaraan merupakan prinsip yang menjamin perlakuan yang sama terhadap semua orang berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab tanpa membeda-bedakan satu dengan

(18)

12 yang lain atas dasar perbedaan agama, suku, ras, warna kulit, jenis kelamin, status perkawinan, kondisi fisik, status sosial ekonomi, umur, pandangan politik ataupun alasan-alasan yang serupa.

6. Kecakapan dan Keseksamaan (Competence dan Diligence Principle) Kecaka pan dan Kesamaan hakim merupakan prasyarat penting dalam pelaksanaan peradilan yang baik dan terpercaya. Kecakapan tercermin dalam kemampuan profesional hakim yang diperoleh dari pendidikan, pelatihan dan atau pengalaman dalam pelaksanaan tugas. Sedangkan kesamaan merupakan sikap pribadi hakim yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian, ketelitian, ketekunan, dan kesungguhan dalam pelaksanaan tugas profesional hakim10.

Nampak dalam ketentuan tersebut kekuasaan kehakiman secara kelembagaan dikawal secara etika, jika terdapat lembaga. Lembaga yang salah sataunya adalah komisi yudisial Menurut Jimly Asshiddiqie, maksud dibentuknya Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan kehakiman Indonesia adalah agar warga masyarakat di luar strukt ur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim. Semua ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Mahaesa. Dengan kehormatan dan keluhuran martabatnya, itu kekuasaan kehakiman yang merdeka dan berifat imparsial (in dependent and impartial

judiciary) diharapkan dapat diwujudkan sekaligus diimbangi oleh prinsip

akuntabilitas kekuasaan kehakiman, baik dan segi hukum maupun dan segi etika. Untuk itu, diperlukan institusi pengawasan yang independen terhadap para hakim ini sendiri11.

10 Sirajuddin dan Winardi, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Setara Press(Kelompok Instras

Publising), Malang, hlm 141-142

11 Ni’matul Huda, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm

(19)

13 Hal ini juga terdapat pula dalam ketentuan UU jabatan notaris yang menjalankan secara kelembagaan, lembaga yang disebut majlsi pengawas daerah diantaranya. Dalam Pasal 70 Majelis Pengawas Daerah berwenang: a. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran

Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris;

b. melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;

c. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;

d. menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan;

e. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

f. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);

g. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini; dan

h. membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g kepada Majelis Pengawas Wilayah.

Berkaitan dengan isi kode etik diatur dalam ketentuan Pasal 83 ayat (1) yaitu Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris. Konsep dasar tersebut tidaklah jauh beda dengan konsep civil law dalam pengembangannya yang tidak bebas dari sebuat tataran nilai. Untuk memudahkan memahami karakter sistem hukum civil law, maka di bawah ini akan diuraikan beberapa karakternya sebagai berikut:

1. Adanya kodifikasi hukum sehingga pengambilan keputusan oleh hakim dan oleh penegak hukum lainnya harus mengacu pada Kitab Undang-Undang atau Perundang-undangan, sehingga undang-undang menjadi

(20)

14 sumber hukum yang utama atau sebaliknya hakim tidak terikat pada preseden atau yurisprudensi.

2. Adanya perbedaan yang tajam antara hukum privat dengan hukum publik.Meskipun secara konseptual sistem common law maupun civil law mengakui bahwa hukum privat mengatur hubungan antara warga negara dan antarperusahaan, sedangkan hukum publik mengatur hubungan antar warga negara dengan negara. Tetapi perbedaannya dalam civil law membawa implikasi praktis yang lebih mendalam. Karena perbedaan pada

civil law kemudian muncul dua macam hierarki pengadilan yaitu peradilan

perdata dan peradilan pidana. Bahkan pada karakter civil law seperti di Indonesia perbedaan peradilan itu tidak saja hanya terbatas pada peradilan pidana dan perdata, tetapi muncul pula Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan untuk penyelesaian persoalan Kepailitan, Peradilan Pajak, Mahkamah Konstjtusi, Peradilan Militer, dan Peradilan khusus untuk tindak pidana korupsi (TIPIKOR). Dalam sistem common law tidak ada pengadilan tersendiri berkenaan dengan perselisihan hukum publik.6 Di dalam sistem civil law kumpulan substansi hukum privat secara prinsipil terdiri dan atas civil law dalam pengertian hukum perdata yang selanjutnya dipecah ke dalam beberapa subbab atau devisi hukum seperti hukum orang dan keluarga, hukum benda, rezim hukum kepemilikan, hukum perjanjian atau kontrak.

3. Dalam sistem civil law dikenal perbedaan hukum perdata (civil law) dengan hukum dagang (commercial law). Hukum dagang menjadi bagian hukum perdata, tetapi diatur dalam kumpulan hukum yang berbeda yang dimuat dalam Kitab Undang-Undang tersendiri (French Code de

Conmierce/Hukum Dagang di Prancis) atau Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang (KUHD di Indonesia). Dalam sistem hukum common law tidak ada perbedaan antara hukum perdata dengan hukum dagang dengan alasan

(21)

15 yang sederhama bahwa hukum dagang adalah bagian dan hukum perdata. Sebagai lawan dan hukum pidana12.

Secara normatif dalam ketentuan Undang-Undang jabatanNotaris menjabarkan tentang ruan dari penegakan kode etik yaitu :

a. P a s a l 9 a ya t ( 1 ) h u r u f d UU Jabatan Notaris, berbunyi: Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya, karena melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan jabatan serta Kode Etik Notaris.

b. P a s a l 7 3 a ya t ( 1 ) h u r u f f U U J a b a t a n N o ta r i s , b e r b u n yi : Majelis Pengawas Wilayah berwenang: Mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengfawas Pusat berupa pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 bulan.

c. P a s a l 7 7 h u r u f c U U J a b a ta n N o t a r i s , b e r b u n yi : Majelis Pengawas Pusat, berwenang: Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara.

d. P a s a l 9 a ya t ( 1 ) h u r u f c U U J a b a t a n N o t a r i s , berbunyi: Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya, karena melakukan pe r b u a t a n

t e r c e l a . (Penjelasan Pasal 9 ayat (1) huruf c, berbunyi: yang dimaksud

dengan melakukan pe r b u a ta n t e r ce la adalah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan norma adat).

e. P a s a l 1 2 h u r u f c U U J a ba t a n N o t a r i s , berbunyi: Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis Pengawas Pusat apabila melakukan p e r b ua t a n ya n g m e r e n d a h ka n k e h o rm a ta n d a n m a r ta b a t j a ba t a n notaris. (Penjelasan Pasal 12 huruf c UU Jabatan Notaris, berbunyi: yang dimaksud dengan “perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat, misalnya berjudi, mabuk, menyalahgunakan narkoba dan berzina).

12 Zainal Asikin, 2013, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm

(22)

16 Hal yang patut ditekankan dalam hal ini adalah kekuasaan kelembagaan dari majlis kehormatan kode etik. Majelis Kehormatan dan Majelis Pengawas dalam menjalankan tugas dan kewenangannya juga tidak terlepas dari ketentuan dan peraturan yang ada, baik berkaitan dengan Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) maupun Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN). Dewan Pengawas maupun organisasi pengawas INI saling bekerja sama dan berkoordinasi dalam melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk menegakkan kaidah-kaidah hukum dan pedoman kode etik dilapangan. Banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris, Dewan Pengawas dan Dewan Kehormatan mengharuskan peningkatan perannya dalam melakukan upaya pembinaan kepada notaris maupun penjatuhan sanksi kepada notaris yang melakukan pelanggaran, baik pelanggaran perilaku maupun pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris, karena saat ini banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris13.

Mengenai sanksi diatur dalam Pasal 6 BAB 1V Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) berbunyi sebagai berikut3 : 1. Sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran kode etik dapat berupa : Teguran; Peringatan; Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan Perkumpulan; Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan Perkumpulan; Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan Perkumpulan. 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris 2. Penjatuhan sanksi-sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar Kode Etik disesuaikan dengan kwantitas dan kwalitas pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut. Endang Purwaningsih dalam penelitiannya menunjukkan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris yaitu : pertama : para pihak tidak tanda tangan di hadapan Notaris sekaligus Notaris tidak membacakan akta dihadapannya sering terjadi di Wilayah Banten, ditemukan fakta-fakta bahwa Notaris telah membuat akta kuasa menjual dimana para pihak baik pemberi kuasa maupun penerima kuasa tidak

13 Ulfi Handayani dan Anis Mashdurohatun, Urgensi Dewan Kehormatan Notaris Dalam

(23)

17 menandatangani akta tersebut dihadapan Notaris. Kedua : Notaris membuat salinan akta tidak sesuai dengan minuta akta. Ketika seoramg Notaris membuat salinan akta, Notaris harus mencocokan dengan minuta aslinya, sesuai dengan kompetensinya, agar akta tidak kehilangan otentitasnya.4 Selain pelanggaran oleh Notaris diatas, juga terdapat beberapa pelanggaran kode etik Notaris di Wilayah Kabupaten Wonogiri dalam penelitiannya Wahyuningsih. Bentuk pelanggaran kode etik yang dilakukan notaris (1) pembuatan akta tidak sesuai dengan undang-undang Jabatan Notaris (2) membuka kantor lebih dari satu (3) plang nama terpampang akan tetapi kosong (4) tidak membacakan akta dihadapan para pihak dan para sanksi (5) membuat salinan akta tidak sesuai dengan minuta. Sering terjadinya penandatanganan dan pembacaan akta yang tidak dilakukan oleh Notaris dihadapan para pihak, praktek Notaris yang demikian sebenarnya tidak hanya melanggar sumpahnya tetapi bisa dikategorikan dengan Notaris tidak beritikad baik dan sengaja membuat akta palsu, yang mengarah pada perbuatan tindak pidana, namun dalam kenyataannya sulit dilakukan karena pada umumnya yang membutuhkan jasa Notaris tidak mengetahui dan bersikap tidak peduli atas praktekpraktek tersebut14.

B. Kelemahan dan Solusi Atas Masalah Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris Dalam Penegakan Pelanggaran Kode Etik Notaris

Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa perubahan dahsyat di era reformasi mencakup dua hal yang membuka peluang terjadinya peningkatan korupsi.Pertama, terjadinya perubahan sistem aturan; kedua, terjadinya perubahan sistem dan fungsi kelembagaan bernegara.Kedua perubahan tersebut menyebabkan terjadinya anomi dan anomali yakni ditinggalkannya sistem dan aturan lama, sementara sistem dan aturan baru belum efektif sehingga yang terjadi adalah keadaan tanpa aturan.Dan, dalam keadaan yang seperti ini, ada kebebasan dalam ketidakteraturan yang ternyata menjadi sumber rezeki bagi koruptor.Sebab, situasi seperti itu mendorong perilaku

(24)

18 korupsi baik karena niat jahat maupun karena kenaifan (ketidaktahuan). Apa yang dikemukakan oleh Jimly itu mungkin benar. Tetapi, berkenaan dengan lembaga eksekutif dan legislatif, penulis sendiri mencatatsekurangnya empat hal yang menyebabkan upaya pemberantasan korupsi sangat sulit dilakukan.Sementara itu, yang menyangkut lembaga yudikatif harus dicatat sebagai masalah tersendiri.15

Majlis pengawas kode etik yang ada pada lembaga notaris tentunya memiliki peranan penting dalam proses pengawasan yang dihadapkan pada problem budaya notaris. Budaya hukum ini tentunya menjadi masalah dilematis pada lembaga notaris yang perlu digalakkan untuk dilakukan perbaikan secara serius mengingat banyaknya terjadi pelanggaran karena ketidaksiplinan notaris.

Sesuai mengacu kode etik yaitu berdasarkan ketentuan kode etik yang dibuat oleh ikatan notaris indonesia sebagai berikut dalam pokok-pokok kewajiban notaris dalam memegang teguh jabatan notaris dijelaskan sebagai ruh dari budaya notaris dalam menjalankan kewenangannya sebagai pejabat negara sesuai dengan pasal 3 Kode Etik Notaris Ikatan Notaris Indonesia sebagai berikut :

1. Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang balk.

2. Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris. 3. Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan.

4. Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris.

5. Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan.

6. Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara; 7. Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa keNotarisan lainnya untuk

masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium.

15Moh. Mahfud MD, 2013, Perdebatan Hukum Tata NegaraPasca Amandemen Konstitusi, Raja

(25)

19 8. Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari.

9. Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat : a. Nama lengkap dan gelar yang sah; b. Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai Notaris. c. Tempat kedudukan; d. Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di papan nama harus ielas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud. 10. Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang

diselenggarakan oleh Perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan Perkumpulan.

11. Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib.

12. Membayar uang duka untuk membantu ahli waris teman sejawat yang meninggal dunia.

13. Melaksanakan dan mematuhi semua ketentuan tentang honorarium ditetapkan Perkumpulan.

14. Menjalankan jabatan Notaris terutama dalam pembuatan, pembacaan dan penandatanganan akta dilakukan di kantornya, kecuali alasan-alasan yang sah.

15. Menciptakan suasana kekeluargaan dan kebersamaan dalam melaksanakan tugas jabatan dan kegiatan sehari-hari serta saling memperlakukan rekan sejawat secara baik, saling menghormati, saling menghargai, saling membantu serta selalu berusaha menjalin komunikasi dan tali silaturahmi. 16. Memperlakukan setiap klien yang datang dengan baik, tidak membedakan

status ekonomi dan/atau status sosialnya.

17. Melakukan perbuatan-perbuatan yang secara umum disebut sebagai kewajiban untuk ditaati dan dilaksanakan antara lain namun tidak terbatas pada ketentuan yang tercantum dalam : a. UU Nomor 30 Tahun 2004

(26)

20 tentang Jabatan Notaris; b. Penjelasan Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; c. Isi Sumpah Jabatan Notaris; d. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia.

Salah satu yang banyak dilanggar adalah banyaknya notaris yang menyusun akta lebih dari 20 dalam setiap bulannya. Dalam Peraturan Dewan Kehormatan Pusat Ikatan Notaris Indonesia No.1 Tahun 2017 tentang Batas Kewajaran Jumlah Pembuatan Akta Perhari, terdapat ketentuan pasal 2 yang berbunyi sebagai berikut :

1. Batas Kewajaran dalam pembuatan akta oleh Notaris sebagai anggota Perkumpulan adalah 20 (dua puluh) akta per hari.

2. Apabila Notaris akan membuat akta melebihi 20 (dua puluh) akta per hari dalam satu rangkaian perbuatan hukum yang memerlukan akta yang saling berkaitan, dan/atau akta-akta lainnya, sepanjang dapat dipertanggungjawabkan yang dilakukan sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), tatacara pembuatan akta notaris, Kode Etik Notaris (KEN), kepatutan dan kepantasan serta peraturan perundang-undangan lainnya.

3. Anggota Perkumpulan yang melanggar ketentuan yang tersebut dalam ayat (1) dan (2) pasal ini merupakan objek pemeriksaan Dewan Kehormatan Notaris (DKN), Dewan Kehormatan Daerah (DKD), Dewan Kehormatan Wilayah (DKW), Dewan Kehormatan Pusat (DKP) yang dilakukan secara berjenjang.\

4. Pembuatan akta sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) pasal ini berada dalam ruang lingkup perilaku Notaris berdasarkan Kode Etik Notaris (KEN).

Hal yang menjadi masalah tersebut menjadi titik tolak dari budaya hukum notaris. berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa budaya hukum adalah sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum seperti kepercayaan, nilai, ide, dan harapan-harapan, Ia juga sering diartikan sebagai situasi pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum itu dituruti, dilanggar, dan disimpangi. Dan pengertian ini menjadi

(27)

21 jelas bahwa tanpa budaya hukum suatu sistem hukum, tidak akan berdaya. Dapat juga dikemukakan bahwa budaya hukum itu merupakan bagian dan sistem hukum yang juga memiliki dua bagian lain, yakni struktur hukum dan substansi hukum. Struktur, substansi, dan budaya hukum merupakan subsistem dan sistem hukum yang saling berkaitan sehingga jika budaya hukum tidak ada maka sistem hukum itu menjadi lumpuh. Ketiga subsistem itu dapat digambarkan dalam hubungan antara mesin, cara menggerakkan mesin, dan penggerak mesin. Struktur hukum dapat diumpamakan sebagai mesin, substansi hukum adalah bagaimana mesin itu bergerak, dan budaya hukum adalah apa dan siapa saja yang memutuskan untuk menjalankan mesin dan siapa yang menghidupkan atau mematikan serta menentukan bagaimana mesin itu akan digunakan16.

Pada sisi lain, masalah pokok dalam penegakan kode etik adalah kebiasaan mengunakan kode etik sebagai acuan dalam pelaksanaan profesi notaris. Hal ini disebabkan ketentuan dalam UU jabatan notaris masih dianggap baru. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pengawasan pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap notaris dilakukan oleh badan peradilan yang ada pada waktu itu, sebagaimana diatur dalam : a. Pasal 14 Reglement op de Rechtelijke Organisatie en Het Der Justitie (Stbl.1847 no.23); b. Pasal 96 Reglement Buitengewesten; c. Pasal 3 Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen, Lembaran Negara tahun 1946 Nomor 135; dan d. Pasal 50 Peraturan Jabatan Notaris17.

Disinilah perlu adanya sosialisasi secara terus menerus dan dilakukan penegakan kode etik secara simultan. Upaya penegakan kodee tik menjadi bagain yang tidak terpisahkan dalam penguatan notaris sebagai pejabat negara dalam menjalankan kepentingan-kepentingan masyarakat.

16Moh. Mahfud MD, 2013, Perdebatan Hukum Tata NegaraPasca Amandemen Konstitusi, Raja

Grafindo Persada, Jakarta, hlm 208-209

17 Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan), cet. 1, CV.

(28)

22

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian di atas, kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Hal yang patut ditekankan dalam hal ini adalah kekuasaan kelembagaan dari majlis kehormatan kode etik. Majelis Kehormatan dan Majelis Pengawas dalam menjalankan tugas dan kewenangannya juga tidak terlepas dari ketentuan dan peraturan yang ada, baik berkaitan dengan Ikatan Notaris Indonesia (I.N.I) maupun Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN). Dewan Pengawas maupun organisasi pengawas INI saling bekerja sama dan berkoordinasi dalam melakukan upaya-upaya yang diperlukan untuk menegakkan kaidah-kaidah hukum dan pedoman kode etik dilapangan. Banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris, Dewan Pengawas dan Dewan Kehormatan mengharuskan peningkatan perannya dalam melakukan upaya pembinaan kepada notaris maupun penjatuhan sanksi kepada notaris yang melakukan pelanggaran, baik pelanggaran perilaku maupun pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris, karena saat ini banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris

2. Majlis pengawas kode etik yang ada pada lembaga notaris tentunya memiliki peranan penting dalam proses pengawasan yang dihadapkan pada problem budaya notaris. Budaya hukum ini tentunya menjadi masalah dilematis pada lembaga notaris yang perlu digalakkan untuk dilakukan perbaikan secara serius mengingat banyaknya terjadi pelanggaran karena ketidaksiplinan notaris. Pada sisi lain, masalah pokok dalam penegakan kode etik adalah kebiasaan mengunakan kode etik sebagai acuan dalam pelaksanaan profesi notaris. Hal ini disebabkan ketentuan dalam UU jabatan notaris masih dianggap baru. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, pengawasan pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap notaris

(29)

23 dilakukan oleh badan peradilan yang ada pada waktu itu, sebagaimana diatur dalam : a. Pasal 14 Reglement op de Rechtelijke Organisatie en Het Der Justitie (Stbl.1847 no.23); b. Pasal 96 Reglement Buitengewesten; c. Pasal 3 Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen, Lembaran Negara tahun 1946 Nomor 135; dan d. Pasal 50 Peraturan Jabatan Notaris. Disinilah perlu adanya sosialisasi secara terus menerus dan dilakukan penegakan kode etik secara simultan. Upaya penegakan kodee tik menjadi bagiAn yang tidak terpisahkan dalam penguatan notaris sebagai pejabat negara dalam menjalankan kepentingan-kepentingan masyarakat.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang didapat dalam penelitian ini maka saran ataupun rekomendasi sebagai berikut :

1. Sosialisasi kepada para notaris terkait penegakan kode etik harus dilakukan secara simultan sehingga kode etik dpat dijalankan dengan sbaik-baiknya.

2. Ketentuan kode etik notaris sebaiknya menjadi ketentuan yang tidak terpisahkan dengan Undang-Undang Jabatan Notaris sehingga memenuhi kepastian hukum

3. Perlu adanya penindakan yang jelas terhadap notaris yang melanggar ketentuan

(30)

24

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Dwi Andika Prayojana, Pelaksanaan Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Notaris Tentang Pemasangan Papan Nama Notaris Di Kota Denpasar, Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenot ariatan, 2017- 2018, Acta Comitas (2017) 2 Habib Adjie, Sekilas Dunia Notaris dan PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan), cet.

1, CV. Mandar Maju, Bandung, 2009

Moh Kusnardi dan Bintan R Saragih, 1994, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, Jakarta

Moh. Mahfud MD, 2013, Perdebatan Hukum Tata NegaraPasca Amandemen Konstitusi, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Ni’matul Huda, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Sirajuddin dan Winardi, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Setara Press(Kelompok Instras Publising), Malang

Soehino, 1996, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta

Soerjono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta

Ulfi Handayani dan Anis Mashdurohatun, Urgensi Dewan Kehormatan Notaris Dalam Penegakan Kode Etik Notaris Di Kabupaten Pati Tri, jurnal akta Vol 5 No 1 Maret 2018

Yogi Priyambodo dan Gunarto, Tinjauan Terhadap Pelanggaran Kode Etik Jabatan Notaris Di Kabupaten Purbalingga, Jurnal Akta Vol. 4 No. 3 September 2017

Zainal Asikin, 2013, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesiatahun 1945; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan

(31)

25

DAFTAR RIWAYAT HIDUP Ketua Peneliti

No Biodata Uraian

1 Nama lengkap Dr. Soegianto, SH., MKn 2 Jabatan fungsional -

3 Jabatan structural Tenaga Pengajar

4 NIS/NIDN 0625096601

5 Tempat dan tanggal lahir Kudus

6 Alamat Rumah Semarang

7 No telpon/Faks/HP 0816664304

8 Alamat email notaries.soegianto.@gmail.com 9 Mata kuliah diampu Hukum Bisnis

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Semarang, 16 Agustus 2019

(32)

26

Biodata Anggota Peneliti A. Identitas Diri

No Biodata Uraian

1 Nama lengkap Muhammad Junaidi, S.H.I., M.H 2 Jabatan fungsional Penata Muda TK I

3 Jabatan structural Asisten Ahli

4 NIS/NIDN 06557003801054/0606098502

5 Tempat dan tanggal lahir Pati, 06 September 1985

6 Alamat Rumah Pedurungan Kidul 7 No 4 Rt 1Rw 2 Gemah Pedurungan Semarang

7 No telpon/Faks/HP 085225899229

8 Alamat email institut.junaidi@gmail.com

9 Mata kuliah diampu HTN, Ilmu Negara, TPH, MPH dan hukum dan politik

Riwayat Pendidikan No Keterangann S1 S2 S3 1 Nama Perguruan Tinggi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Kudus Universitas Muria Kudus (UMK) Universitas Sultan Agung (UNISULLA) 2 Bidang Ilmu Hukum Islam Ilmu hukum Ilmu hukum 3 Tahun Masuk-Lulus 2004-2008 2009-20011 2013 - sekarang 4 Judul Skripsi/Tesis/ Disertasi Analisis Pemikiran Cahyadi Takariawan Tentang Posisi Perempuan Dalam Lembaga Legislatif Implementasi konsep pembangunan berkelanjutan oleh korporasi Di kabupaten Kudus Rekonstruksi Ideal Kedudukan Kejaksaan Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik IndonesiaBerbasis Nilai Keadilan 5 Nama Pembimbing/ Promotor

Abdul Haris Naim, S.Ag, MH Prof Dr. Adji Samekto., SH, MHum Prof. Dr. H. Gunarto, S.H., S.E. Akt., M.Hum Subarkah, SH., MHum Dr. H. Djauhari, S.H., MHum

Pengalaman Karya Ilmiah 5 Tahun Terakhir

No. Tahun Judul Karya Ilmiah Isbn/Issn Penerbit

1. 2013 buku : korporasi dan pembangunan

berkelanjutan

ISBN : 978-602-7825-89-5

Alfabetha Bandung

2. 2013 Jurnal : dilema politik hukum pertambangan di Indonesiasuatu telaah atas konsep pembangunan

ISSN : 2303-3223

Iqtisad Program Studi Muamalat Fakultas

Agama Islam

(33)

27

berkelanjutan Hasyim Semarang

3. 2014 Jurnal : Rekonstruksi Gerakan Politik Santri Nahdhatul Ulama’ Pati

Jurnal : Khittah

ISSN : 2407 – 6708

lembaga kajian dan pengembangan

sumberdaya manusia (LAKPESDAM)

pnegrus cabang Nahdhatul Ulama’ Pati 4. 2014 Jurnal : Deformalisasi

Tradisi Fiqih Dalam Hukum Nasional

ISSN : 2407 – 6708

Jurnal Islam review “J.I.E” . STAIMAFA Press

Pengalaman Penelitian 5 Tahun Terakhir No. Tahun Judul Penelitian Kepada

Masyarakat

Pendanaan Sumber Jumlah

1.

2014

Sebagai ketua peneliti

Judul : Pengembangan Kawasan Industri Dalam Memaksimalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kota Semarang Suatu Perspektif

Konsep Pembangunan

Berkelanjutan

LPPM USM Rp 2.500.000

2.

Pengalaman Pengabdian 5 Tahun Terakhir No. Tahun Judul Pengabdian Kepada

Masyarakat

Pendanaan Sumber Jumlah

1.

2014

Peningkatan pemahaman siswa SMK Tlogosari Semarang tentang perjanjian kerja dalam rangka persiapan memasuki pasar kerja

LPPM USM Rp 1.500.000,00

2

2015 Pemberdayaan pemahaman aturan

pelarangan narkoba LPPM USM Rp 1.500.000,00

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Semarang, 16 Agustus 2019

(34)

28

Biodata Anggota Pengabdian

Nama : Dr.Diah Sulistyani Muladi,SH,CN,Mhum

Nidn : 0626016801

Pekerjaan : Dosen Tetap Fakultas Hukum Univ.Semarang Dosen Magister Hukum dan Magister Kenotariatan

Dosen Magister Kenotariatan di Universitas Pelita Harapan Dosen Magister Kenotariatan di Universitas Diponegoro

Alamat : Rukan Puri Botanical Blok H8 No.17 Jl.Meruya Selatan, Joglo Raya Mega Kebon Jeruk, Jakarta Barat Telp/Fax. 021-58906442 HP : 081314766223

Email : diahmuladi@gmail.com

PENDIDIKAN :

1. Sarjana Hukum / S1 Universitas Diponegoro di Semarang.

2. Sp1/Spesialis Program Studi Notariat Fakultas Hukum Universitas Diponegoro di Semarang.

3. Pasca Sarjana (S2) Magister Hukum Universitas Diponegoro di Semarang. 4. S3 Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro di Semarang. 5. Alumni Pendidikan PPSA LEMHANNAS RI Angkatan XVII TH.2011. PENDIDIKAN LAIN :

1. Pendidikan dan Pelatihan Pasar Modal Tk. Nasional Departemen Keuangan Jakarta.

2. Pendidikan dan Pelatihan Pejabat Lelang, Departemen Keuangan, Tahun 2010. 3. Pendidikan Pejabat Koperasi.

4. Pendidikan Perbankan. 5. Pendidikan Bank Syariah.

6. Pendidikan PPSA LEMHANNAS RI Angkatan XVII TH. 2011. 7. TOT UU Koperasi ,dll

BUKU/TULISAN :

1. Kejahatan Korporasi, Buku Karangan Prof.Dr.Muladi bersama Dr.Diah Sulistyani RS,SH,CN,MHUM

2. Kompleksitas Perkembangan Tindak Pidana Dan Kebijakan Kriminal, Buku Karangan Prof.Dr.Muladi,SH dan DR.Diah Sulistyani RS,SH,CN,MHum. 3. Prudential Banking, di Suara Karya.

4. Perlindungan Hukum Kreditur Dalam Jaminan Fidusia, Jurnal UNDIP. 5. Peranan Pejabat Lelang di Indonesia,Jurnal UNDIP.

6. Penegakan Hukum, dan tulisan lainnya.

7. Segera revisi UU Jaminan Fidusia di medianotaris.com

8. Fidusia on line dan tanggung jawab Notaris di medianotaris.com. 9. Awas,Fidusia Double di medianotaris.com.

10. Amandeemen UU Jaminan Fidusia di medianotaris.com 11. Prudential banking :Take it or Leave it di medianotaris.com

12. PNBP Pendaftaran Jaminan Fidusia dari Prespektif Pidana di medianotaris.com

13. Kajian Beberapa Pasal Dalam UU No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Jabatan Notaris No.30 Tahun 2004 di medianotaris.com.

(35)

29 14. Penegakan UU Jabatan Notaris,Etik dan Moral Notaris Dalam Ketahanan

Nasional.

15. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di medianotaris.com. 16. Pasca Putusan MK di medianotaris.com

16. Mengkritisi Akta SKMHT dan APHT setelah berlakunya Perkaban No.8 Tahun 2012.

17. RENVOI, Edisi April 2014, Kajian Yuridis Dan Praktek Terhadap UU No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No.30 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris Terkait Sidik Jari,Aspek Pidana Notaris Dan Perlindungan Notaris Serta Degradasi Akta.

18. Dan lain-lain tulisan

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Semarang, 16 Agustus 2019 Ketua peneliti

Dr. Diah Sulistiyani R S, S.H., M.H. Nidn : 0626016801

(36)

30

DRAF ARTIKEL

KEWENANGAN DEWAN KODE ETIK NOTARIS DALAM PENEGAKAN PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS

Oleh

Dr. Soegianto, SH., MKn Dr. Diah Sulistiyani R S, S.H., M.H.

Dr. Muhammad Junaidi, SHI., MH

A. Latar Belakang

Jimly Asshiddiqie menyebutkan bahwa paling tidak ada 11 prinsip pokok yang terkandung dalam negara hukum yang demokratis, yakni: (i) adanya jaminan persamaan dan kesetaraan dalam kehidupan bersama; (ii) pengakuan dan penghormatan terhadap perbedaan/pluralitas; (iii) adanya aturan yang mengikat dan dijadikan sumber rujukan bersama; (iv) adanya mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan mekanisme aturan yang ditatati bersama itu; (v) pengakuan dan penghormatan terhadap HAM; (vi) pembatasan kekuasaan melalui mekanisme pemisahan dan pembagian kekuasaan disertai mekanisme penyelesaian sengketa ketatanegaraan antar lembaga negara baik secara vertikal maupun horizontal; (vii) adanya peradilan yang bersifat independen dan tidak memihak dengan kewibawaan putusan tertinggi atas dasar keadilan dan kebenaran; (viii) dibentuknya lembaga peradilan yang khusus untuk menjamin kedailan bagi warga negara yang dirugikan akibat putusan atau kebijakan pemerintahan (pejabat administrasi negara);(ix) adanya mekanisme ‘judiciel review’ oleh lembaga peradilan terhadap norma-norma ketentuan legislatif baik yang ditetapkan oleh lembaga legislatif maupun eksekutif; dan (xi) pengakuan terhadap asas legalitas atau ‘due process of law’ dalam keseluruhan sistem penyelengaraan negara18.

Nilai-nilai jaminan negara hukum tersebut bukan hanya terbentuk dari segi nilai perundang-undangan saja akan tetapi juga termasuk nilai hukum yang ada tersebut yang menjadi bagian terpentingnya adalah bagian penegakan kode etik. Penegakan kode etik sangatlah penting dalam menjaga ruh lembaga.

Semua ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku termasuk hakim dan semua profesi yang ada dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Mahaesa. Dengan kehormatan dan keluhuran martabatnya, itu kekuasaan kehakiman ermausk kekuasaan kelembagaan yang lain yang merdeka dan berifat imparsial (in dependent and impartial judiciary)

18Sirajuddin dan Winardi, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Setara Press(Kelompok Instras

(37)

31 diharapkan dapat diwujudkan sekaligus diimbangi oleh prinsip akuntabilitas, baik dan segi hukum maupun dan segi etika19.

Prinsip jalinan nilai kode etik ini tidak terkecuali juga bagi para notaries. Kedudukan Kode Etik bagi Notaris, yang pertama karena sifat dan hakekat dari pekerjaan Notaris yang sangat berorientasi pada legalisasi, sehingga dapat menjadi fundamen Hukum utama tentang status harta benda, hak dan kewajiban seorang Penghadap yang menggunakan jasa Notaris tersebut. Kedua, agar tidak terjadi ketidakadilan sebagai akibat dari pemberian status harta benda, hak dan kewajiban yang tidak sesuai dengan kaidah dan prinsip-prinsip hukum dan keadilan, sehingga dapat mengacaukan ketertiban umum dan juga mengacaukan hak-hak pribadi dari masyarakat pencari keadilan, maka bagi dunia Notaris sangat diperlukan juga suatu Kode Etik Profesi yang baik dan modern. Tujuan lainnya dari pengawasan terhadap Notaris adalah guna menjamin pengamanan dari kepentingan umum terhadap para Notaris yang menjalankan jabatannya secara tidak bertanggung jawab dan tidak mengindahkan nilainilai dan ukuran-ukuran etika serta melalaikan keluhuran dari martabat dan tugas jabatannya20.

Namun dalam praktinya sejauh mana perluasan makna atas kewenangan dewan kode etik notaries dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya menjadi masalah yang kompleks dalam implmenetasi di lapangan. Hal inilah yang menjadi ide dasar dilakukannya penelitian dengan judul Kewenangan Dewan Kode Etik Notaris dalam penegakan pelanggaran kode etik notaris.

B. Pembahasan

Konsep rechtstaat bersumber dan rasio manusia, liberalistik individualistik, humanisme yang antroposentrik, pemisahan negara dan agama secara mutlak-ateisme dimungkinkan.50 Adapun unsure-unsur utama menurut F. J. Stahl terdapat 4 (empat) unsur dan negara hukum, yakni: (1) Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia; (2) adanya pembagian kekuasaan; (3) pemerintah harusah berdasarkan peraturan-peraturan hukum; dan (4) adanya peradilan administrasi. Sementara menurut Scheltema unsur-unsurnya terdiri dan: (1) Kepastian Hukum; (2) Persamaan; (3) demokrasi dan; (4) pemerintahan yang melayani kepentingan umum21.

Untuk menjamin itu semua, maka salah satu ketentuan dalam undang-Undang jabatan notaris tidak hanya melihat pada sisi formal, akan tetapi juga dari sisi subtansi dengan melahirkan penegakan etik. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang antuk membuat akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum. Selain

19 Ni’matul Huda, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm

230-231

20 Yogi Priyambodo dan Gunarto, Tinjauan Terhadap Pelanggaran Kode Etik Jabatan Notaris Di

Kabupaten Purbalingga, Jurnal Akta Vol. 4 No. 3 September 2017, hlm 332

21 Sirajuddin dan Winardi, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Setara Press(Kelompok Instras

(38)

32 akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan sekaligus, bagi masyarakat secara keseluruhan. Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam Akta Notaris sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penanda tangan akta. Dengan demikian, para pihak dapat menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya. 22

Hal ini tidaklah jauh beda dengan lembaga lain sebagaimana jabatan hakim. Terdapat 6 (enam) prinsip penting yang harus dijadikan pegangan bagi para hakim di dunia sebagaimana tercantum dalam The Bangalore

Principle, yakni:

7. Independensi (Independence Principle) Independensi hakim merupakan jaminan bagi tegaknya hukum dan keadilan, dan prasyarat bagi terwujudnya cita-cita negara hukum.

8. Ketidakberpihakan (Impartiality Principle). Ketidak berpihakan merupakan prinsip yang melekat dalam hakikat fungsi hakim sebagai pihak yang diharapkan memberikan pemecahan terhadap setiap perkara yang diajukan kepadanya.

9. Trite gritas (Integrity Principle). Integritas hakim merupakan sikap batin yang mencerminkan keutuhan dan keseimbangan kepribadian setiap hakim sebagai pribadi dan sebagai pejabat negara dalarn menjalankan tugas jabatannya.

10. Kepantasan dan Kesopanan (Propriety Principle). Kepantasan dan kesopanan merupakan norma kesusilaan pribadi dan norma kesusilaan antar pribadi yang tercermin dalam perilaku setiap hakim, baik sebagai pribadi maupun sebagai pejabat negara dalam menjalankan tugas profesionalnya, yang menimbulkan rasa hormat, kewibawaan, dan kepercayaan.

11. Kesetaraan (Equality Principle). Kesetaraan merupakan prinsip yang menjamin perlakuan yang sama terhadap semua orang berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab tanpa membeda-bedakan satu dengan yang lain atas dasar perbedaan agama, suku, ras, warna kulit, jenis kelamin, status perkawinan, kondisi fisik, status sosial ekonomi, umur, pandangan politik ataupun alasan-alasan yang serupa.

12. Kecakapan dan Keseksamaan (Competence dan Diligence Principle) Kecaka pan dan Kesamaan hakim merupakan prasyarat penting dalam

(39)

33 pelaksanaan peradilan yang baik dan terpercaya. Kecakapan tercermin dalam kemampuan profesional hakim yang diperoleh dari pendidikan, pelatihan dan atau pengalaman dalam pelaksanaan tugas. Sedangkan kesamaan merupakan sikap pribadi hakim yang menggambarkan kecermatan, kehati-hatian, ketelitian, ketekunan, dan kesungguhan dalam pelaksanaan tugas profesional hakim23.

Nampak dalam ketentuan tersebut kekuasaan kehakiman secara kelembagaan dikawal secara etika, jika terdapat lembaga. Lembaga yang salah sataunya adalah komisi yudisial Menurut Jimly Asshiddiqie, maksud dibentuknya Komisi Yudisial dalam struktur kekuasaan kehakiman Indonesia adalah agar warga masyarakat di luar strukt ur resmi lembaga parlemen dapat dilibatkan dalam proses pengangkatan, penilaian kinerja, dan kemungkinan pemberhentian hakim. Semua ini dimaksudkan untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim dalam rangka mewujudkan kebenaran dan keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Mahaesa. Dengan kehormatan dan keluhuran martabatnya, itu kekuasaan kehakiman yang merdeka dan berifat imparsial (in dependent and impartial

judiciary) diharapkan dapat diwujudkan sekaligus diimbangi oleh prinsip

akuntabilitas kekuasaan kehakiman, baik dan segi hukum maupun dan segi etika. Untuk itu, diperlukan institusi pengawasan yang independen terhadap para hakim ini sendiri24.

Hal ini juga terdapat pula dalam ketentuan UU jabatan notaris yang menjalankan secara kelembagaan, lembaga yang disebut majlsi pengawas daerah diantaranya. Dalam Pasal 70 Majelis Pengawas Daerah berwenang: i. menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran

Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris;

j. melakukan pemeriksaan terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;

k. memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;

l. menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan;

m. menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih;

n. menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);

o. menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini; dan

23 Sirajuddin dan Winardi, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Setara Press(Kelompok Instras

Publising), Malang, hlm 141-142

24 Ni’matul Huda, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm

(40)

34 p. membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g kepada Majelis Pengawas Wilayah.

Berkaitan dengan isi kode etik diatur dalam ketentuan Pasal 83 ayat (1) yaitu Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris. Konsep dasar tersebut tidaklah jauh beda dengan konsep civil law dalam pengembangannya yang tidak bebas dari sebuat tataran nilai. Untuk memudahkan memahami karakter sistem hukum civil law, maka di bawah ini akan diuraikan beberapa karakternya sebagai berikut:

4. Adanya kodifikasi hukum sehingga pengambilan keputusan oleh hakim dan oleh penegak hukum lainnya harus mengacu pada Kitab Undang-Undang atau Perundang-undangan, sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang utama atau sebaliknya hakim tidak terikat pada preseden atau yurisprudensi.

5. Adanya perbedaan yang tajam antara hukum privat dengan hukum publik.Meskipun secara konseptual sistem common law maupun civil law mengakui bahwa hukum privat mengatur hubungan antara warga negara dan antarperusahaan, sedangkan hukum publik mengatur hubungan antar warga negara dengan negara. Tetapi perbedaannya dalam civil law membawa implikasi praktis yang lebih mendalam. Karena perbedaan pada

civil law kemudian muncul dua macam hierarki pengadilan yaitu peradilan

perdata dan peradilan pidana. Bahkan pada karakter civil law seperti di Indonesia perbedaan peradilan itu tidak saja hanya terbatas pada peradilan pidana dan perdata, tetapi muncul pula Peradilan Tata Usaha Negara, Peradilan untuk penyelesaian persoalan Kepailitan, Peradilan Pajak, Mahkamah Konstjtusi, Peradilan Militer, dan Peradilan khusus untuk tindak pidana korupsi (TIPIKOR). Dalam sistem common law tidak ada pengadilan tersendiri berkenaan dengan perselisihan hukum publik.6 Di dalam sistem civil law kumpulan substansi hukum privat secara prinsipil terdiri dan atas civil law dalam pengertian hukum perdata yang selanjutnya dipecah ke dalam beberapa subbab atau devisi hukum seperti hukum orang dan keluarga, hukum benda, rezim hukum kepemilikan, hukum perjanjian atau kontrak.

6. Dalam sistem civil law dikenal perbedaan hukum perdata (civil law) dengan hukum dagang (commercial law). Hukum dagang menjadi bagian hukum perdata, tetapi diatur dalam kumpulan hukum yang berbeda yang dimuat dalam Kitab Undang-Undang tersendiri (French Code de

Conmierce/Hukum Dagang di Prancis) atau Kitab Undang-Undang Hukum

Dagang (KUHD di Indonesia). Dalam sistem hukum common law tidak ada perbedaan antara hukum perdata dengan hukum dagang dengan alasan yang sederhama bahwa hukum dagang adalah bagian dan hukum perdata. Sebagai lawan dan hukum pidana25.

25 Zainal Asikin, 2013, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa International Court Of Justice me- rupakan organisasi hukum utama PBB yang bertugas memeriksa per- selisihan atau

Ibn Qayyim menjelaskan gharar masuk dalam kategori judi ( al-qimar ) dimana akad ini akan sama wujudnya dengan judi karena salah satu pelaku akad akan mendapatkan

Hasil penelitian ekstraksi mikroalga laut Tetraselmis chuii dengan dua faktor yaitu rasio aquades:etanol dan rasio bahan:pelarut didapatkan hasil analisis sidik

merupakan Tabel Perhitungan nilai koefisien korelasi Pearson’s yang dilakukan untuk nilai MAPE terkecil dari hasil penelitian, yaitu hasil prakiraan yang menggunakan fungsi

Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran dengan menerapkan pendekatan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar sesuai dengan

Berdasarkan pengalaman yang telah dialami pada tahun pelajaran sebelumnya, peserta didik mengalami kesulitan dalam menentukan penyelesaian masalah berkaitan dengan operasi

Gambaran mikroskopik payudara mencit yang diinduksi benzo(α)pyrene bersamaan dengan pemberian seduhan teh hijau menunjukkan lapisan sel epitel kuboid yang memiliki kromatin

Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi dini pasca operasi antara lain; peningkatan suhu tubuh, karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak