• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang benar melalui langkah-langkah tertentu secara sistematis.

Penelitian ini termasuk kedalam penelitian hukum, dikenal bermacam-macam jenis dan tipe penelitian. Hukum dalam artinya yang luas dan keterkaitannya dengan kehidupan masyarakat, pada dasarnya dibangun berdasarkan kerangka ilmu pengetahuan ilmiah (science).41 Hal ini dapat dilihat berdasarkan sudut pandang dan cara peninjauannya, serta pada umumnya suatu

38 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta : Liberty, 1991, hlm. 38.

39 Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 2007, hlm. 167.

40 Pasal 1 angka (1), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491.

41 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op. Cit., hlm. 24.

penelitian sosial termasuk penelitian hukum dapat ditinjau dari segi sifat, bentuk, tujuan dan penerapan yang dapat dilihat dari berbagai sudut disiplin ilmu.

Penentuan macam atau jenis penelitian dengan sistematika dan metode serta setiap analisas data yang harus dilakukan untuk setiap penelitian, semua itu harus dilakukan guna untuk mencapai nilai validitas data yang tinggi, baik dari data yang dikumpulkan hingga hasil akhir dari penelitian yang dilakukan.42

Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisis dan kontruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan diolah.43 Metode penelitian merupakan penelitian yang menyajikan bagaimana cara atau langkah-langkah yang harus diambil dalam suatu penelitian secara sistematis dan logis sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.44 Sehingga dapat dikatakan bahwa metodologi merupakan unsur yang mutlak melakukan suatu penelitian, maka dalam penyusunan tesis ini penulis menggunakan beberapa bagian metode penelitian yaitu :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan secara Hukum Sosiologis mempunyai objek kajian mengenai perilaku masyarakat.45 Penelitian hukum sosiologis atau empiris yang mencangkup, penelitian terhadap indentifikasi hukum dan penelitian terhadap efektifitas hukum.46

42 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta : Sinar Grafika, 1991, hlm. 7.

43Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta : Radja Grafindo Persada, 2004, hlm. 1.

44 Sutrisno Hadi, Metodologi Riset Nasional, Jakarta : Rineka Cipta, 2001, hlm. 46.

45 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Op. Cit., hlm. 51.

46 Ibid., hlm. 153.

Pendekatan secara hukum karena penelitian bertitik tolak dengan menggunakan kaedah hukum terutama ditinjau dari sudut ilmu hukum dan peraturan-peraturan tertulis yang direalisasikan pada penelitian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang dihadapi Notaris dan peran majelis pengawas daerah di Pekanbaru.

Sedangkan dari sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek peneliti, pada saat sekarang berdasarkan fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

2. Sumber Data

Dalam suatu penelitian umumnya dibedakan antara data yang diperoleh secara lansung dari masyarakat dan bahan-bahan pustaka. Sumber data yang didapat secara langsung baik dari masyarakat atau dari sumber pertama disebut dengan data primer,47 sedangkan sumber dari kepustakaan dinamakan data sekunder.48

a. Data Primer

Data Primer merupakan data yang diperoleh melalui studi lapangan. Data primer meliputi data perilaku terapan dari ketentuan normatif terhadap peristiwa hukum in concreto.49 Data primer diperoleh langsung dari responden.

47 Sumadi Suryabrata, Metode Penelitian, Jakarta : Rajawali, 1990, hlm. 93.

48 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op. Cit., hlm. 21.

49 Ibid., hlm. 46.

b. Data Sekunder

Data sekunder pada dasarnya adalah data normatif terutama yang bersumber dari perundang-undangan.50 Data sekunder atau studi kepustakaan ini untuk mencari konsepsi, teori, pendapat-pendapat, ataupun penemuan yang berhubungan erat dengan rumusan masalah.51

3. Alat Pengumpul Data a. Studi Dokumen

Dilakukan untuk memperoleh data sekunder berupabahan primer, bahan sekunder yang ada pada peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum dan bentuk tulisan lainnya yang relevan dengan masalah penelitian.

b. Wawancara

Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada yang diwawancarai.52 Wawancara mana dilakukan dengan pihak yang berhubungan langsung dengan penelitian penulis. Wawancara dilakukan pada :

1) Kepala Kantor Wilayah Kementeria Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Riau;

2) Dewan Kehormatan Daerah Kota Pekanbaru.

4. Analisis Data

Data yang diperoleh baik dari studi lapangan maupun studi dokumen, pada dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu

50 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hlm. 151.

51 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1990, hlm. 98.

52 Ibid., hlm. 57.

setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah. Data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara di olah dan di analisis dengan menggunakan teori hukum, asas-asas hukum, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang dijadikan dasar dalam penelitian.

Metode penarikan kesimpulan yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan berfikir induktif yaitu penarikan kesimpulan nilai-nilai yang terkandung dalam fakta untuk selanjutnya dirumuskan secara umum (generalisasi) tentang permasalahan-permasalahan hukum yang dihadapi Notaris dan peran majelis pengawas di Pekanbaru.

BAB II

RUANG LINGKUP PELANGGARAN KODE ETIK NOTARIS DI KOTA PEKANBARU

A. Kode Etik Notaris

Agar setiap profesi dapat menjalankan fungsinya dan berperilaku secara profesional maka diperlukan adanya kode etik profesi.53 Etika berguna bagi manusia yang hidup dalam lingkungan masyarakat. Etika bukan hukum dan hukum juga bukan etika walaupun tidak sedikit eksistensi hukum berdasarkan etika. Etika diperlukan karena jiwa raga yang dimiliki atau dipunyai oleh manusia di dalam hidup, kehidupan dan penghidupan dalam sesuatu kelompok masyarakat perlu ada keserasian. Selain itu perkembangan masyarakat terhadap ilmu telah menyebabkan ilmu dan teknologi kehilangan ruhnya, yaitu untuk menciptakan kesejahteraan kepada umat manusia.54

Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani, ethos yang artinya cara berpikir, kebiasaan, adat, perasaan, sikap. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, ada 3 (tiga) arti yang dapat dipakai untuk kata Etika antara lain:Etika sebagai sistem nilai atau sebagai nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pedoman bagi seseorang atau kelompok untuk bersikap dan bertindak. Etika juga bisa diartikan sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau moral.Selain itu, Etika bisa juga diartikan sebagai ilmu tentang yang baik dan yang buruk yang

53 Herini Siti Aisyah, Pengaturan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Di Indonesia, Yuridika, Vol. 6, No. 2, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2005, hlm. 20.

54 Sukanda Husin dan Yandriza, Peranan Filsafat Ilmu Dalam Pengembangan Filsafat Hukum Dan Hukum Lingkungan Indonesia, Yuridika, Vol. 34, No. 4, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2015, hlm. 93.

diterima dalam suatu masyarakat, menjadi bahan refleksi yang diteliti secara sistematis dan metodis.55

Sidharta berpendapat bahwa kode etik profesi adalah “seperangkat kaedah perilaku sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam mengemban suatu profesi.

Maksud dan tujuan kode etik ialah “untuk mengatur dan memberi kualitas kepada pelaksanaan profesi serta untuk menjaga kehormatan dan nama baik organisasi profesi serta untuk melindungi publik yang memerlukan jasa-jasa baik profesional.Kode etik jadinya merupakan mekanisme pendisiplinan, pembinaan, dan pengontrolan etos kerja anggota-anggota organisasi profesi.56

Keseluruhan tuntutan moral yang terkena pada pelaksanaan suatu profesi,57 sehingga etika profesi memperhatikan masalah ideal58 dan praktik-praktik yang berkembang karena adanya tanggung jawab dan hak-hak istimewa yang melekat pada profesi tersebut, yang merupakan ekspresi dari usaha untuk menjelaskan keadaan yang belum jelas dan masih samar-samar dan merupakan penerapan nilai-nilai moral yang umum dalam bidang khusus yang lebih dikonkretkan lagi dalam kode etik.59

Kode etik merupakan suatu tuntunan, bimbingan atau pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam

55Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 213

56 Susanti Bivitri, “Kode Etik Advokat Indonesia Langkah Menuju Penegakan”, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2004, hlm. viii.

57 Teguh Sulistia, Perkembangan Makna “The White Collar Crime” Dalam Aspek Sosio Kriminologis, Yuridika, Vol. 12, No. 1, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2012, hlm. 66.

58 Azmi Fendri, Kedudukan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Pendaftaran Tanah Dalam Perspektif Negara Hukum, Yuridika, Vol. 20, No. 3, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2014, hlm. 57.

59 Liliana Tedjosaputro, Etika Profesi Notaris Dalam Penegakan Hukum Pidana, Bandung : Bayu Grafika, 1995, hlm. 9.

menjalankan suatu profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu sendiri dan mengikat mereka dalam mempraktikkannya. Sehingga dengan demikian kode etik notaris adalah tuntunan, bimbingan, atau pedoman moral atau kesusilaan notaris baik selaku pribadi maupun pejabat umum yang diangkat pemerintah dalam rangka pemberian pelayanan umum, khususnya dalam bidang pembuatan akta.

Dalam hal ini dapat mencakup baik kode etik notaris yang berlaku dalam organisasi INI maupun peraturan jabatan notaris di Indonesia yang berasal dari reglement op het Notaris.60

Notaris merupakan pejabat umum yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, namun notaris bukanlah pegawai negeri menurut undang-undang atau peraturan kepegawaian. Oleh karenanya notaris tidak menerima gaji dan memperoleh pensiun, hanya menerima honorarium dari kliennya. Untuk menjalankan tugasnya, notaris dituntut untuk meningkatkan profesionalisme dan kualitas kerjanya sehingga dapat memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi klien dan masyarakat luas.

Ketentuan tentang notaris di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN). Notaris dijelaskan dalam undangundang ini adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang-undang-undang lainnya.

60 Ibid., hlm. 10.

Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat 1, notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta. Semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Pada Pasal 15 ayat 2 juga menjelaskan bahwa notaris berwenang pula mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus, membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan, melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya, memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta. Serta membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan atau membuat akta risalah lelang. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ketentuan di atas, notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Saat menjalankan jabatannya, Pasal 16 ayat 1 menegaskan bahwa seorang notaris berkewajiban untuk bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari

protokol notaris; melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta; mengeluarkan grosse akta, Salinan akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta; memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya.

Kemudian merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain. Tugas Notaris lainnya adalah menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku maka akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku. Serta mencatat jumlah minuta akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku, membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga, membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan, mengirimkan daftar akta atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya.

Selain itu mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan. Saat Membacakan sebuah akta di hadapan penghadap harus dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan dan

ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris. Terakhir adalah notaries hendaknya menerima magang calon notaris.

Jabatan notaris diadakan atau kehadirannya dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum.61

Kedudukan seorang notaris sebagai suatu fungsionaris dalam masyarakat hingga sekarang dirasakan masih disegani, seorang notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan, segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkannya adalah benar, ia adalah pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.

Akta otentik yang dibuat oleh notaris memiliki kekuatan alat bukti terkuat dan penuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, akan menjamin kepastian hukum dan sekaligus diharapkan pula dapat dihindari terjadinya sengketa. Jadi akta otentik yang dibuat oleh notaris mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat sepanjang tidak dibantah kebenarannya oleh siapa pun kecuali bantahan terhadap akta tersebut dapat dibuktikan sebaliknya, misal bahwa akta yang dibuat oleh notaris mengalami bohong atau cacat. Sehingga akta tersebut dapat dinyatakan oleh hakim sebagai akta yang cacat secara hukum.

61 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2007, hlm. 1564.

Hal ini sesuai ketentuan dalam Pasal 42 UUJN dinyatakan bahwa akta notaris dituliskan dengan jelas dalam hubungan satu sama lain yang tidak terputus-putus dan tidak menggunakan singkatan. Ruang dan sela kosong dalam akta digaris dengan jelas sebelum akta ditandatangani, kecuali untuk akta yang dicetak dalam bentuk formulir berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Semua bilangan untuk menentukan banyaknya atau jumlahnya sesuatu yang disebut dalam akta, seperti penyebutan tanggal, bulan, dan tahun dinyatakan dengan huruf dan harus didahului dengan angka. Hal tersebut terkait dengan ketentuan dalam Pasal 42 UUJN diatas, akta notaris sebaiknya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Apabila dalam hal penghadap tidak mengerti bahasa yang digunakan dalam akta, notaris wajib menterjemahkan atau menjelaskan isi akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap. Untuk melaksanakan tugasnya notaris memiliki asas dasar yang dipegang dalam menilai suatu akta yaitu asas praduga sah atau lebih dikenal dengan nama presumptio iustae causa, artinya akta yang dibuat oleh notaris harus dianggap berlaku secara sah sampai ada pihak yang menyatakan akta tersebut tidak sah. Selain itu, notaris dalam membuat akta tidak menyelidiki kebenaran suratsurat yang diajukan oleh pihak yang membuat akta. Hal ini dimaksudkan bahwa notaris sebagai pelayan masyarakat dapat bertindak dengan cepat dan tepat, serta yang menyatakan sah ataunya tidaknya suatu surat apabila terjadi pemalsuan bukan kewenangan notaris. Sehingga notaris hanya memeriksa kelengkapan adminsitratif untuk membuat suatu akta.

Sikap profesional yang harus dimiliki notaris antara lain integritas moral yang mantap, jujur dan sadar terhadap batas-batas kewenangannya. Jadi notaris harus menaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku tentang seberapa jauh ia dapat bertindak dan apa yang boleh serta apa yang tidak boleh dilakukan. Apabila ketentuan yang dilarang dilanggar maka akta yang bersangkutan akan kehilangan daya otentiknya. Seorang notaris yang Pancasilais selain harus memiliki ketentuan diatas juga harus memiliki rasa keadilan yang hakiki, tidak terpengaruh oleh jumlah uang, dan tidak semata-mata hanya menciptakan alat bukti formal mengejar adanya kepastian hukum tetapi mengabaikan rasa keadilan. Kode etik juga berperan penting sebagai sarana kontrol sosial karena selain untuk mencegah pengawasan ataupun campur tangan yang dilakukan pemerintah atau oleh masyarakat, kode etik juga untuk pengembangan profesi notaris untuk sedapat mungkin mencegah kesalahpahaman dan konflik.62

Dalam menjalankan tugas jabatannya, Notaris wajib memenuhi semua ketentuan-ketentuan Jabatan Notaris dan peraturan-peraturan lainnya. Notaris bukan juru tulis semata-mata, namun Notaris perlu mengkaji apakah yang diinginkan penghadap untuk dinyatakan dalam akta otentik tidak bertentangan dengan UUJN, dan aturan hukum yang berlaku. Kewajiban untuk mengetahui dan memahami syarat-syarat otentisitas, keabsahan dan sebabsebab kebatalan suatu akta Notaris, sangat penting untuk menghindari secara preventif adanya cacat hukum akta Notaris yang dapat mengakibatkan hilangnya otentisitas dan batalnya

62 Endang Purwaningsih, Penegakan Hukum Jabatan Notaris Dalam Pembuatan Perjanjian Berdasarkan Pancasila Dalam Rangka Kepastian Hukum, Yuridika, Vol. 30, No. 3, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, 2011, hlm. 328.

akta Notaris, yang dapat merugikan kepentingan masyarakat, terutama pihak-pihak yang berkepentingan.63

Seorang notaris dalam melaksanakan tugas jabatannya dituntut bertindak jujur dan adil bagi semua pihak, tidak semata-mata untuk kepentingan pribadi, melainkan juga untuk kepentingan masyarakat, serta mempunyai kewajiban untuk menjamin kebenaran akta-akta yang dibuatnya. Oleh karena itu, dalam menjalankan tugas jabatannya, notaris wajib berada dalam pengawasan suatu lembaga yang netral dan mandiri atau independen. Tujuan dari pengawasan terhadap Notaris adalah agar para notaris sungguh-sungguh memenuhi persyaratan-persyaratan dan menjalankan tugas jabatannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan Kode Etik Notaris demi pengamanan dari kepentingan masyarakat umum. Tujuan dari dibuatnya kode etik, dalam hal ini adalah Kode Etik Notaris, pada intinya adalah untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan Notaris.64

Kedudukan Kode Etik bagi Notaris, yang pertama karena sifat dan hakekat dari pekerjaan Notaris yang sangat berorientasi pada legalisasi, sehingga dapat menjadi fundamen Hukum utama tentang status harta benda, hak dan kewajiban seorang Penghadap yang menggunakan jasa Notaris tersebut. Kedua, agar tidak terjadi ketidakadilan sebagai akibat dari pemberian status harta benda, hak dan kewajiban yang tidak sesuai dengan kaidah dan prinsip-prinsip hukum dan keadilan, sehingga dapat mengacaukan ketertiban umum dan juga mengacaukan

63 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta, Bandung : Mandar Maju, 2011, hlm. 121.

64 Abdul Ghofur Anshori, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Prespektif Hukum dan Etika, Yogyakarta : UII Press, 2009, hlm. 118.

hak-hak pribadi dari masyarakat pencari keadilan, maka bagi dunia Notaris sangat diperlukan juga suatu Kode Etik Profesi yang baik dan modern.65

Tujuan lainnya dari pengawasan terhadap Notaris adalah guna menjamin pengamanan dari kepentingan umum terhadap para Notaris yang menjalankan jabatannya secara tidak bertanggung jawab dan tidak mengindahkan nilainilai dan ukuran-ukuran etika serta melalaikan keluhuran dari martabat dan tugas jabatannya.

Etika dalam sebuah profesi disusun dalam sebuah Kode Etik. Dengan demikian Kode Etik dalam sebuah profesi berhubungan erat dengan nilai sosial manusia yang dibatasi oleh norma-norma yang mengatur sikap dan tingkah laku manusia itu sendiri, agar terjadi keseimbangan kepentingan masing-masing di dalam masyarakat. Jadi norma adalah aturan atau kaidah yang dipakai untuk menilai sesuatu.

Norma sosial yang menjadi pedoman bagi manusia untuk berperilaku dalam masyarakat paling sedikit ada tiga macam, yaitu norma kesopanan atau etiket, norma hukum dan norma moral atau etika. Etika atau sopan santun, mengandung norma yang mengatakan apa yang harus kita lakukan. Selain itu baik etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia. Dengan demikian keduanya menyatakan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan. Uraian mengenai kode etik Notaris, meliputi: etika kepribadian Notaris, etika melakukan tugas jabatan, etika pelayanan terhadap klien, etika terhadap sesama rekan Notaris.

65 Munir Fuady, Profesi Mulia (Etika Profesi Hukum bagi Hakim, Jaksa, Advokat, Notaris, Kurator dan Pengurus), Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005, hlm. 133.

Bagir Manan berpendapat wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat dan tidak berbuat. Wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban.66 Kewenangan

Bagir Manan berpendapat wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat dan tidak berbuat. Wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban.66 Kewenangan

Dokumen terkait