• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Teori adalah susunan konsep, definisi yang dalam, yang menyajikan pandangan yang sistematis tentang fenomena, dengan menunjukkan hubungan antara variabel yang satu dengan yang lain, dengan maksud untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.4

Menurut M. Solly Lubis, teori adalah:

Suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.5

Kemudian menurut J.J.H Bruggink:

Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan, yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu, maka teori hukum dapat ditentukan dengan lebih jauh sebagai sesuatu keseluruhan pernyataan-pernyataan yang saling berkaitan dan berkenaan dengan hukum. Dengan itu harus cukup menguraikan tentang apa yang diartikan dengan unsur teori dan harus mengarahkan diri kepada unsur hukum.6

Oleh karena itu teori merupakan sebuah desain langkah penelitian yang berhubungan dengan kepustakaan, isue kebijakan maupun nara sumber penting

4

Sofyan Syafri Harahap,Tips Menulis Skripsi dan Menghadapi Ujian komprehensif, Pustaka Quantum, Jakarta, Hal. 40.

5

M. Solly Lubis,Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Mandar Maju, Bandung, 1994, hal.80.

6

J.J.H Bruggink, Refleksi Tentang Hukum, Alih Bahasa Arief Sidharta, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal 2.

lainnya. Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk menstrukturisasikan penemuan selama penelitian, membuat beberapa pemikiran, ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikannya dalam bentuk penjelasan, uraian maupun pernyataan.

Agar kerangka teori meyakinkan, maka harus memenuhi syarat: Pertama; teori yang digunakan dalam membangun kerangka berpikir harus merupakan pilihan dari sejumlah teori yang dikuasai secara lengkap dengan mencakup perkembangan-perkembangan terbaru. Kedua; analisis filsafat dari teori-teori keilmuan dengan cara berpikir keilmuan yang mendasari pengetahuan tersebut dengan pembahasan secara ekplisit mengenai postulat, asumsi, dan prinsip yang mendasarinya. Ketiga; mampu mengindentifikasikan masalah yang timbul sekitar disiplin keilmuan tersebut.7 Dengan demikian Teori merupakan pijakan bagi peneliti untuk memahami persoalan yang diteliti dengan benar dan sesuai dengan kerangka berpikir ilmiah.8

Sehubungan dengan permasalahan yang penulis teliti tentang Problematika Pasca Bencana Tsunami Terhadap Sertifikasi Hak Milik Atas Tanah Melalui Ajudikasi di Kota Banda Aceh, maka kerangka teori yang digunakan dalam menganalisa permasalahan berkaitan dengan sertifikasi tersebut adalah dengan menggunakan pokok-pokok pikiran dari Teori Kepastian Hukum.

7

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Hal. 318-321

8

Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006, hal.26.

Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum, dikenal 3 (tiga) jenis aliran konvensional tentang tujuan hukum, salah satu diantaranya adalah aliran normatif-dogmatik. Aliran ini menganggap bahwa pada asasnya hukum adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian hukum.9

Salah satu penganut aliran ini adalah John Austin dan Van Kant, yang bersumber dari pemikiran positivisme hukum, yang melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom atau hukum dipahami dalam bentuk peraturan tertulis semata. Artinya, karena hukum itu otonom, sehingga tujuan hukum semata-mata untuk kepastian hukum dalam melegalkan kepastian hak dan kewajiban seseorang. Van Kant berpendapat bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya.10

Utrecht menyatakan bahwa tujuan hukum adalah demi adanya kepastian hukum.11Beliau secara tegas menghendaki agar tujuan hukum hendaknya diarahkan untuk adanya kepastian hukum. Kepastian hukum, artinya hukum dimungkinkan sebesar-besarnya untuk adanya peraturan umum yang berlaku bagi setiap orang, tanpa melihat latar belakang dan status sosial.12 Dalam kepastian hukum, maka hukum dalam pengertian yuridis (tertulis) sangat diagung-agungkan. Dalam sejarah dan teori maupun mazhab hukum, paham kepastian hukum merupakan pengejawantahan dari

9

Ibid,Hal. 74.

10 Ibid.

11

Waluyadi,Pengantar Ilmu Hukum Dalam Perspektif Hukum Positif, Djambatan, Jakarta, 2001, hal. 44.

aliran “legisme”, yang tidak mengakui adanya hukum yang tidak tetulis.13 Sehingga menimbulkan konsekuensi bahwa faktor-faktor non yuridis tidak mendapat prioritas didalamnya.

Pelaksanaan sertifikasi hak atas tanah melalui mekanisme ajudikasi terhadap tanah yang berada pada kawasan bekas bencana Tsunami, merupakan suatu langkah untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang memiliki hak atas tanah. Pelaksanaan tersebut merupakan perwujudan dari ketentuan Pasal 19 UUPA, yang menyebutkan: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.”

Tugas untuk melakukan pendaftaran tanah diseluruh Indonesia dibebankan kepada Pemerintah, yang oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan bertujuan tunggal, yaitu untuk menjamin kepastian hukum.14 Menurut penjelasan UUPA, pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari Pemerintah yang bertujuan memberikan kepastian hukum yang bersifat rechtscadaster. Rechtscadaster artinya, untuk kepentingan pendaftaran tanah saja dan hanya mempermasalahkan haknya, apa dan siapa pemiliknya, bukan untuk kepentingan lain seperti perpajakan.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pendaftaran tanah dapat menjamin kepastian hukum adalah:

13

Ibid,Hal. 47.

14

Muhammad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, CV. Mandar Maju, Bandung, 2008, Hal. 167.

1. Tersedianya peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran secara kadastral, yang dapat dipakai untuk rekonstruksi batas dilapangan dan batas-batasnya merupakan batas yang sah menurut hukum.

2. Tersedianya daftar umum bidang-bidang tanah yang dapat membuktikan pemegang hak yang terdaftar sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum.

3. Terpeliharanya daftar umum pendaftaran tanah yang selalu mutakhir, yakni setiap perubahan data mengenai hak atas tanah, seperti peralihan hak tercatat dalam daftar umum.15

Bahwa dalam rangka memberikan kepastian hak khususnya terhadap bidang-bidang tanah yang terletak dikawasan bekas Tsunami, maka pemerintah telah melakukan kebijakan pendaftaran tanah secara sistematik, yaitu yang dilakukan secara serentak di seluruh wilayah yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui Menteri Agraria/Kepala BPN. Pendaftarannya dilakukan melalui mekanisme ajudukasi.

Pendaftaran melalui mekanisme ajudikasi tersebut didasarkan pada PP No. 24 tahun 1997, yaitu Pasal 1 butir 8, yang menyatakan sebagai berikut: “ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi pengumpulan data dan penetapan data fisik dan data yuridis mengenai suatu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftaran”.

Pendaftaran hak atas tanah pada kawasan bekas bencana Tsunami bertujuan memberikan kepastian hak, yang dalam hal ini diwujudkan dengan penerbitan sertifikat hak atas tanah, yang merupakan bukti yuridis. Sehingga siapa yang disebut namanya dalam sertifikat dialah sebagai pemiliknya.

Akan tetapi terhadap sertifikat yang merupakan alat bukti yang kuat atas kepemilikan hak atas tanah pasca bencana Tsunami, dikemudian hari ternyata telah

menimbulkan beberapa permasalahan. Hal ini bisa jadi sebagai akibat dari mekanisme pendaftaran yang belum maksimal. Oleh karena itu melalui pendekatan teori kepastian hukum terutama aliran positisme menjadi alat analisa dalam rangka menganalisa berbagai problema yang muncul berkaitan dengan sertifikasi hak atas tanah pasca bencana Tsunami tersebut.

b. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsep adalah unsur-unsur abstrak yang mewakili kelas-kelas fenomena dalam satu bidang studi, sehingga dengan demikian merupakan penjabaran abstrak daripada teori. Pendefinisian konsep dan perumusan teori berlangsung setiap saat. Hal ini merupakan langkah yang diperlukan dalam suatu proses penelitian ilmiah.

Oleh karena konsep merupakan bagian penting dari suatu teori. Maka konsep membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan istilah definisi operasional (operational definition). Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

Yang dimaksud dengan definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang dapat diobservasi dari apa yang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep yang berupa konstruksi dengan kata-kata yang

menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang dapat diuji kebenarannya oleh orang lain.16

Kegunaan dari adanya konsepsi agar ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.

Maka untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus diberikan format tentang beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang singkron dengan tujuan yang telah ditentukan. Adapun konsep dasar yang dikemukakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Problematika adalah permasalahan atau masalah yaitu suatu kendala atau persoalan yang harus dipecahkan, dengan kata lain masalah merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan sesuatu yang diharapkan dengan baik agar tercapai hasil yang maksimal.17

2. Sertifikasi adalah penyertifikatan, pembuatan sertifikat.18

3. Sertifikasi hak atas tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dengan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian tanda bukti 16

Jonathan Sarwono,0p.Cit., Hal.68.

17

Pengertian masalah ”http//id.shvoong.com/humanities/theory-criticism/2020002 diakses pada tanggal 27 Januari 2013

18

hak bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya beserta hak-hak tertentu yang membebaninya dalam bentuk suatu Sertifikat.19

4. Data Fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan diatasnya (Pasal 1 angka 6 PP No.24 Tahun 1997)

5. Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pakai lainnya serta bebab-beban lain yang membebaninya (Pasal 1 angka 7 PP No. 24 Tahun 1997).

6. Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa objek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya (Pasal 1 butir 8 PP No. 24 Tahun 1997).

7. Sertifikat adalah Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

19

Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1999, Hal. 72.

8. Kepastian hukum hak atas tanah adalah kepastian untuk menjamin hak atas tanah dari pemiliknya terhadap letak, batas, luas dan jenis hak atas tanahnya.20