• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Teori berasal dari kata teoritik, dapat didefinisikan adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Menurut Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.18

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan ataupun pegangan teoritis dalam suatu penelitian.19 Suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan

18 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hal. 134.

19 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.

hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.20

Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan petunjuk serta menjelaskan gejala yang diamati. Terdapat 3 (tiga) unsur dalam suatu teori yang berfungsi untuk memberikan suatu pengarahan pada suatu penelitian yang dilakukan yaitu : 21

a. Menjelaskan tentang hubungan antara berbagai unsur dalam suatu teori.

b. Menganut sistem deduktif, yaitu sesuatu yang bertolak dari suatu yang umum dan abstrak menuju suatu yang khusus dan nyata.

c. Memberikan penjelasan atas gejala yang dinyatakannya.

Teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan fakta-fakta yang menunjukkan ketidakbenaran22. Bagi suatu penelitian, teori dan kerangka teori mempunyai kegunaan yang paling sedikit mencakup hal-hal berikut :23

a. Teori tersebut berguna untuk mempertajam fakta b. Teori sangat berguna di dalam klasifikasi fakta

c. Teori merupakan ikhtiar dari hal-hal yang diuji kebenarannya

Bagian yang paling penting dalam suatu penelitian adalah kerangka teori, dalam penelitian hukum ini kerangka teori yang digunakan adalah teori kepastian hukum dan teori keadilan dimana dengan menggunakan teori ini diharapkan dapat

20 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Bhineka Cipta, Jakarta, 1996, hal. 23.

21 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal.8.

22 Soerjono Soekamto,Pengantar Penelitian Hukum, UI, Jakarta, 1991, hal. 6.

23 Ibid, hal. 121

menganalisis apakah perbuatan tersebut telah sesuai dengan hukum yang berlaku24. Berikut uraian mengenai kedua hal tersebut:

a. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum merupakan ciri yang tak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Kepastian hukum disebut sebagai salah satu tujuan dari hukum. Keteraturan masyarakat berkaitan erat dengan kepastian dalam hukum, karena keteraturan merupakan inti dari kepastian itu sendiri.

Ajaran kepastian hukum berasal dari ajaran yuridis dogmatik yang didasarkan pada pemikiran positif di dunia hukum, melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, mandiri karena hukum bagi aliran ini hanya sekumpulan aturan. Tujuan hukum yang utama adalah kepastian hukum. Kepastian hukum diwujudkan dengan membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum yang membuktikan bahwa tujuan hukum itu semata-mata untuk kepastian hukum.25

Gustav Radburch mengemukakan empat hal yang mendasar berhubungan dengan kepastian hukum, yaitu: Pertama, bahwa hukum itu positif, artinya bahwa ia adalah perundang-undangan (gesetzliches Recht). Kedua, bahwa hukum ini didasarkan pada fakta (tatsachen), bukan suatu rumusan tentang penilaian yang nanti akan dilakukan oleh hakim, seperti ”kemauan baik”, “kesopanan”.

Ketiga, bahwa fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga

24 Satjipto Rahardjo,Ilmu Hukum, PT citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 259.

25 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Ghalia Indonesia, Bogor, 2008, (selanjutnya disebut Achmad Ali I), hal. 67.

menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping juga mudah dijalankan.

Keempat, hukum positif itu tidak boleh sering diubah-ubah.”26

Pendapat Gustav Radburch tersebut didasarkan pada pandangannya bahwa kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri. Kepastian hukum merupakan produk dari hukum atau lebih khusus perundang-undangan.

Lon Fuller sebagaimana dikutip oleh Achmad Ali, mengajukan delapan asas yang harus dipenuhi oleh hukum dan apabila itu tidak dipenuhi, maka hukum tidak dapat memenuhi tujuannya yakni:27

1) Suatu sistem hukum terdiri dari peraturan-peraturan, tidak berdasarkan putusan-putusan sesaat untuk hal-hal tertentu;

2) Peraturan tersebut diumumkan kepada publik;

3) Tidak berlaku surut, karena akan merusak integritas sistem;

4) Dibuat dalam rumusan yang dimengerti oleh umum;

5) Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan;

6) Tidak boleh menuntut suatu tindakan yang melebihi apa yang bisa dilakukan;

7) Tidak boleh sering diubah-ubah;

8) Harus ada kesesuaian antara peraturan-peraturan dan pelaksanaan sehari-hari.

Berdasarkan teori kepastian hukum, maka dalam kepastian hukum terkandung beberapa arti, yakni adanya kejelasan, tidak menimbulkan salah tafsir atau multi tafsir, tidak menimbulkan kontradiktif dan dapat dilaksanakan.

Berdasarkan dari teori kepastian hukum ini maka kekaburan norma yang terdapat dalam Pasal 1266 KUH Perdata dapat diuraikan dan ditemukan solusinya.

Dalam suatu undang-undang, kepastian hukum meliputi dua hal yakni pertama kepastian perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan

26Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) & Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk Undang-Undang (Legisprudence) Volume I Pemahaman Awal, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, (selanjutnya disebut Achmad Ali II), hal. 293.

27 Ibid, hal.294.

satu dengan lainnya baik dari pasal-pasal undang-undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya yang berada di luar undang-undang tersebut. Kedua kepastian dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip hukum undang-undang tersebut. Jika perumusan norma dan prinsip hukum itu sudah memiliki kepastian hukum tetapi hanya berlaku secara yuridis saja dalam arti hanya demi undang-undang semata-mata, berarti kepastian hukum itu tidak pernah menyentuh kepada masyarakatnya.28

Kepastian hukum bukan hanya hukum tertulis, yang berupa pasal-pasal dalam undangan-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam suatu putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim yang lain untuk kasus serupa yang telah diputus. Sehingga secara tidak langsung teori kepastian hukum berguna untuk menjamin adanya aturan yang bersifat umum yang membuat manusia tahu mana yang benar dan mana yang salah, yang dapat memberikan jaminan kepada manusia akan adanya kepastian terhadap pelaksaan hukum itu sendiri.29

Teori Kepastian Hukum dikembangkan oleh Rene Descrates, seorang filsuf dari Prancis. Rene Descartes berpendapat suatu kepastian hukum dapat diperoleh dari metode sanksi yang diberlakukan kepada subjek hukum baik perorangan maupun badan hukum yang lebih menekankan pada proses orientasi proses pelaksanaan bukan pada hasil pelaksanaan. Kepastian memberikan kejelasan dalam melakukan perbuatan hukum saat pelaksanaan kontrak dalam

28 Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, PT.Alumni, Bandung, 2004, hal. 117.

29 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Grup, Jakarta, 2008, (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki I), hal. 158.

bentuk prestasi bahkan saat kontrak tersebut wanprestasi. Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum yaitu kepastian hukum. Asas kepastian hukum mengandung arti, sikap atau keputusan pejabat administrasi negara yang manapun tidak boleh menimbulkan Ketidakadilan hukum.30 Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Ketiga unsur tersebut harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Tetapi dalam praktek tidak selalu mudah mengusahakan secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan pada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil.31

Kepastian hukum secara normatif adalah suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti digunakan untuk mengatur secara jelas dan logis suatu hal. Jelas tidak menimbulkan keragu-raguan dan logis dalam artian bahwa ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma, kekosongan norma ataupun adanya kekaburan norma. Menurut Gustaf Radbruch hukum memiliki tujuan yang berorientasi pada tiga hal yaitu kepastian hukum, keadilan dan daya guna.32 Kepastian kata dasarnya adalah pasti, yang memiliki arti suatu hal yang sudah tentu, sudah tetap dan tidak boleh tidak.

30 Prajudi Atmosudirdjo, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, hal. 88.

31 Ibid,

32 O. Notohamidjojo, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media, Semarang, 2011, hal.70.

Theo Huijber mengenai kepastian hukum mengemukakan bahwa, pengertian hukum dapat dibedakan menjadi tiga aspek yang ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai pada pengertian hukum yang memadai. Aspek pertama adalah keadilan dalam arti yang sempit. Keadilan ini berarti kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan. Aspek yang kedua adalah tujuan keadilan atau finalitas dan aspek yang ketiga adalah kepastian hukum atau legalitas.33

Menurut Peter Mahmud Marzuki berkaitan dengan pengertian kepastian hukum dikemukakan sebagai berikut:34

1) Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan

2) Keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu.

Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan yang satu dengan putusan hakim yang lain untuk kasus serupa yang telah diputus.

Pendapat lainnya mengenai kepastian hukum diberikan oleh M. Yahya Harahap, yang menyatakan bahwa kepastian hukum dibutuhkan di dalam masyarakat demi terciptanya ketertiban dan keadilan. Ketidakpastian hukum akan menimbulkan kekacauan dalam kehidupan masyarakat dan setiap anggota masyarakat akan bertindak main hakim sendiri.35

Agar hukum dapat berlaku dengan sempurna dan menjamin kepastian hukum, maka diperlukan tiga nilai dasar tersebut. Kepastian hukum dengan demikian berkaitan dengan kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan

33 Theo Huijbers, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, 2007, hal.

163.

34 Peter Mahmud Marzuki I, Op. Cit, hal. 158.

35 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta , 2006, (selanjutnya disingkat M. Yahya Harahap I), hal. 76.

terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang menggunakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah.36

Dalam jasa konstruksi terdapat dua pihak yang mengadakan hubungan kerja berdasarkan hukum, yakni Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Perubahan Kedua atas Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi pada Pasal 1 angka 5 dan angka 6 tercantum mengenai pengertian dari Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa, bahwa:

1. Pengguna Jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan layanan Jasa Konstruksi.

2. Penyedia jasa adalah pemberi layanan Jasa Konstruksi

Untuk menjamin kepastian hukum dari suatu proyek jasa konstruksi tentunya diperlukan kontrak secara tertulis yang disebut dengan kontrak konstruksi. Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1338, Kontrak Konstruksi dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu:37

1) Versi Pemerintah

Biasanya tiap Departemen memiliki standar sendiri. Standar yang biasa dipakai adalah standar Departemen Pekerjaan Umum. Bahkan Departemen Pekerjaan Umum memiliki lebih dari satu standar karena masing-masing Direktorat Jendral mempunyai standar tersendiri.

2) Versi Swasta Nasional

Versi ini beraneka ragam sesuai selera Pengguna Jasa/Pemilik Proyek.

Terkadang mengutip standar Departemen atau yang sudah lebih maju

36 Ida Ayu Gita Srinita dan Gede Putra Ariana, “Hubungan Hukum Perusahaan Lembaga Pembiayaan Infrastruktur Dengan Perusahaan Jasa Konstruksi”, ojs.unud.ac.id, diakses 12 Februari 2017, pukul 12.00 WIB.

37 Ibid,

mengutip sistem Kontrak Luar Negeri seperti FIDIC (Federation Internationale des Ingenieurs Counsels), JCT (Joint Contract Tribunals) atau AIA (American Institute of Architects). Namun karena hanya mengutip sebagian saja, maka kontrak versi ini menjadi tidak karuan dan sangat rawan sengketa.

3) Versi/Standar Swasta/Asing

Umumnya para Pengguna Jasa/Pemilik Proyek Asing menggunakan Kontrak dengan sistem FIDIC atau JCT.

b. Teori Keadilan

Teori Keadilan yang dikemukakan oleh John Rawls bertitik tolak pada terma Posisi Asali yaitu status quo awal yang menegaskan bahwa kesepakatan fundamental yang dicapai adalah fair.38 Semua orang mempunyai hak yang sama dalam prosedur memilih prinsip; setiap orang bisa mengajukan usulan, menyampaikan penalaran mereka, dan lain-lain.39

Dalam konteks ini Rawls menyebut “justice as fairness” yang ditandai dengan adanya prinsip rasionalitas, kebebasan dan kesamaan. Oleh karena itu diperlukan prinsip-prinsip keadilan yang lebih mengutamakan asas hak daripada asas manfaat. Salah satu prinsip keadilan distributif yang dikemukakan oleh Rawls yaitu prinsip the greatest equal principle, bahwa setiap orang harus memiliki hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang. Ini merupakan hak yang paling mendasar (hak

39 Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2008, hal. 21.

40 Ibid.,

Menurut Agus Yudha Hernoko, the greatest equal principle adalah

“prinsip kesamaan hak” yang merupakan prinsip yang memberikan kesetaraan hak dan tentunya berbanding terbalik dengan beban kewajiban yang dimiliki oleh setiap orang. Prinsip ini merupakan roh dari asas kebebasan berkontrak.41

Teori Keadilan yang dikemukakan oleh Rawls berintikan pada “justice as fairness” yang ditandai dengan adanya prinsip rasionalitas, kebebasan dan kesamaan hak bagi setiap orang. Kesetaraan yang dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Perubahan Kedua atas Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dinyatakan bahwa asas yang melandasi pengaturan jasa konstruksi adalah antara lain asas keadilan dan keseimbangan. Selain itu, dalam Pasal 3 b Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, dinyatakan bahwa salah satu tujuan pengaturan jasa konstruksi adalah untuk menjamin kesetaraan kedudukan antara Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. kontrak baku (standard contract) tersebut menghilangkan hak dari pihak Penyedia Jasa untuk mengadakan negosiasi pada saat pembentukan kontrak, sehingga posisi para pihak tidak setara. Pihak Penyedia Jasa hanya dapat memilih antara dua: menerima atau menolak Kontak Kerja Konstruksi yang telah dirumuskan oleh pengguna jasa terlebih dahulu.

Dalam konteks ini, Teori Keadilan yang berintikan “justice as fairness”

terejawantahkan dalam Pasal 2 dan 3 UU Nomor 2 Tahun 2017 Perubahan Kedua

41 Ibid.,

atas UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, mengenai kesetaraan kedudukan antara pihak Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa. Namun dalam kenyataannya, terjadi kesenjangan antara pengaturan mengenai pembentukan Kontrak Kerja Konstruksi (das sein) dan praktek pembentukan Kontrak Kerja Konstruksi (das sollen) karena Kontrak Kerja Konstruksi sudah dibentuk terlebih dahulu oleh Pengguna Jasa, sehingga tidak mengakomodasi kesetaraan kedudukan tersebut.

Kedua teori yang digunakan dalam penelitian ini diharapkan dapat membuat analisis penelitian ini dapat menjadi lebih tajam sehingga dapat menjabarkan lebih jelas mengenai fakta-fakta yang terjadi di masyarakat mengenai apa yang benar dan apa yang tidak menurut hukum itu sendiri.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi merupakan bagian yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan konsep yang digunakan pernulis. Konsep dasar yang dipergunakan dalam penelitian tesis ini, antara lain:

a. Perjanjian adalah persetujuan yang terbentuk dari suatu perbuatan antar satu pihak atau lebih mengikatkan diri terhadap pihak lain atau lebih. Dari peristiwa ini timbullah hubungan antar para pihak tersebut yang disebut dengan perikatan. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa perjanjian menerbitkan perikatan antara para pihak yang membuatnya.42

42 Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

b. Pemutusan Kontrak adalah penghentian kontrak dilakukan bilamana para pihak cidera janji dan/atau tidak memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur di dalam kontrak.43

c. Wanprestasi adalah suatu bentuk tidak terlaksananya suatu perjanjian dengan baik akibat dari kelalaian salah satu pihak. Wanprestasi atau yang kadang disebut dengan cidera janji adalah kebalikan dari pengertian prestasi, dalam bahasa inggris sering disebut dengan istilah default atau non fulfillment atau breach of contract yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama, seperti yang tersebut dalam kontrak bersangkutan.

Konsekuensi dari yuridis dari tindakan wanprestasi adalah timbulnya hak dari pihak yang dirugikan dalam kontrak tersebut untuk menuntut ganti kerugian dari pihak yang telah merugikannya, yaitu pihak yang telah melakukan wanprestasi.44 Para sarjana mendefinisikan ingkar janji ke dalam pengertian wanprestasi. Atau ingkar janji menjadi tiga bentuk, yaitu:45

1) Tidak memenuhi prestasi sama sekali.

2) Terlambat memenuhi prestasi

3) Memenuhi prestasi secara tidak baik, sedangkan prestasi itu sendiri merupakan objek perikatan berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu.

43 Pasal 35, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 Tahun 2007 Perubahan Ketujuh atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

44 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2008, (selanjutnya disingkat Munir Fuady II), hal 17.

45 Ibid. Hal. 17

d. Kontrak Kerja Konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.46

e. Sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertengkaran, perbantahan, perkara yang kecil dapat juga menimbulkan besar daerah - daerah yang menjadi rebutan (pokok pertengkaran).47

f. Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa.48

Dokumen terkait