• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Hubungan antara pekerja/ buruh dengan pengusaha terjadi perbedaan

bahkan kesenjangan diantara kedua belah pihak yakni terletak pada posisi tawar (bargaining position). Secara yuridis pekerja/ buruh memang

Lahmuddin : Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu), 2009

manusia yang bebas, sebagaimana prinsip bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya di depan hukum dan pemerintahan, berhak mendapatkan pekerjaan dan penghasilan yang layak. Namun secara sosiologis hal ini sering ditemukan, pekerja/ buruh tidak menempati posisi di mana dia harus diberlakukan sebagai manusia yang bermartabat, tidak hanya sebagai faktor produksi tetapi juga pihak yang ikut menentukan keberhasilan seorang pengusaha.

Begitu juga sebaliknya dengan pihak pengusaha menganggap dirinya adalah pihak yang juga berhak mendapatkan keadilan dalam hubungannya dengan pihak pekerja/ buruh. Pada gilirannya sampai pada permasalahan bahwa rasa keadilan mana yang harus dikedepankan dan didahulukan apakah pekerja/ buruh dengan kondisinya yang serba terbatas dan lemah baik dari keberadaannya dalam mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan upah yang dijanjikan guna tercapainya tujuan negara dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dengan menekan angka kemiskinan dan pengangguran.

Pihak pengusaha dengan segala kelebihan modal yang dimilikinya mampu mendapatkan pekerja/ buruh yang sesuai dengan kebutuhannya akibat tingginya angka pengangguran menjadikan posisi pekeja/ buruh menjadi serba dilematis. Pengusaha dengan alasan selalu ingin membatasi

Lahmuddin : Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu), 2009

biaya operasional/ produksi yang dikeluarkannya hingga menekan pada titik yang serendah mungkin.

Hal di atas seperti ditegaskan sebelumnya bila dibiarkan terus-menerus maka akan tetap jauh dari kenyataan tujuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) telah ditentukan landasan hukum sebagai berikut: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dengan demikian maka upah yang harus diterima buruh atau para tenaga kerja kita atas jasa-jasa yang dijualnya haruslah berupa upah yang wajar.

Sistem hubungan pekerja/ buruh dengan pengusaha suatu bangsa senantiasa mencerminkan sistem pembangunan yang pada dasarnya adalah cerminan sistem ekonomi atau sistem pembangunan dan ideologi yang dianut. Misalnya sistem ekonomi yang serba liberalistik, kapitalistik ataupun serba etatis, komunistik akan melahirkan sistem hubungan industrial yang sama sebagai pencerminannya.10

Pengaruh politik ekonomi juga sangat menentukan hukum ketenagakerjaan dalam era globalisasi perdagangan, hukum yang berlaku adalah hukum pasar bebas yang menghendaki peranan pemerintah

10

Suhardiman, Kedudukan, Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja Dalam Pembangunan Indonesia, dalam Hukum Kenegaraan Republik Indonesia, Teori, Tatanan dan Terapan, Peny. Selo Soemardjan, (Jakarta: YIIS dan Gramedia,), hlm. 104-105.

Lahmuddin : Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu), 2009

menjadi semakin berkurang dan peranan swasta menjadi lebih besar. Hukum ini berlaku juga untuk bidang ketenagakerjaan.11

Menurut para ahli seperti dijelaskan Bismar Nasution, masalah mendasar organisasi sosial adalah bagaimana mengkoordinir kegiatan ekonomi jutaan individu. Secara fundamental hanya ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, secara terpusat melalui paksaan seperti yang dilakukan oleh negara totaliter dengan menggunakan militer. Kedua, kerjasama sukarela (voluntary) di antara individu melalui mekanisme pasar. Model masyarakat yang diorganisir secara sukarela dikenal dengan

free private enterprise exchange economy, yang diistilahkan Bismar

Nasution dalam hal ini sebagai sistem ekonomi pro pasar.12

Namun tidak semua hal dalam Hukum Ketenagakerjaan dapat diserahkan pada mekanisme pasar. Selain itu sistem hukum Indonesia juga tidak memberi ruang yang cukup luas untuk itu. Di sinilah pemerintah ditantang untuk menjalankan kebijakan perburuhan yang

11

Aloysius Uwiyono, Implikasi Hukum Pasar Bebas Dalam Kerangka AFTA Terhadap Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 22, (Jakarta: Yayasan

Pengembangan Hukum Bisnis, 2003), him. 41 dalam Agusmidah, Politik Hukum dalam Hukum Ketenagakerjaan Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan, Disertasi (Medan: SPS USU, 2006), hal. 27.

12

Lihat Bismar Nasution, Mengkaji Ulang Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi. Pidato pada Upacara Pengukuhan Guru Besar Tetap, dalam llmu Hukum Ekonomi Fakultas Hukum USU (Medan: USU. 2004), hlm. 1. Sistem ekonomi pro pasar lebih berhasil mensejahterakan masyarakat dibandingkan sistem ekonomi sosialis. Bandingkan misalnya apa yang terjadi di antara Korea Utara dan Korea Selatan, Hongkong dan Taiwan dengan Cina Daratan (sebelum Deng

Xiaoping) atau antara Jerman Barat dan Jerman Timur sebelum robohnya tembok Berlin dalam Milton Friedmen. Capitalism and Freedom, (Chicago: The University of Chicago Press, 2002), hlm. 15.

Lahmuddin : Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu), 2009

mampu mengakomodir semua kepentingan, baik pemilik modal, pekerja/ buruh maupun pemerintah sendiri.13

Jika dirujuk kepada cita-cita yang ingin dicapai hukum, paling tidak ada tiga yaitu keadilan, kepastian dan kegunaan/ kemanfaatan. Selanjutnya kehadiran hukum dalam masyarakat diantaranya adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang bisa menimbulkan konflik (conflict of interest). Melalui hukum, konflik itu bisa ditekan sekecil-kecilnya. Pengorganisasian kepentingan-kepentingan itu dilakukan dengan membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut.

Hukum dalam pengertiannya yang utama adalah suatu aturan yang dicita-citakan dan diwujudkan dalam Undang-Undang, namun sebelumnya perlu ditegaskan bahwa hukum memiliki dua pengertian yang perlu dipahami. 14

1. Hukum dalam arti keadilan (keadilan=justitia). Maka di sini hukum menandakan peraturan yang adil tentang kehidupan masyarakat sebagaimana dicita-citakan.

13

Aloysius Uwiyono, Op. Cit. Hal ini juga ditegaskan Bismar Nasution bahwa kehadiran sistem ekonomi yang diistilahkannya dengan sistem pro pasar tentunya tidak menghilangkan peran pemerintah. sebaliknya sangat membutuhkan peran pemerintah karena pandangan yang menyatakan bahwa peran pemerintah harus dibuat seminimal mungkin, kalau bisa sampai ke titik nol, dikatakan kurang tepat diterapkan di Indonesia. Peran pemerintah yang dibutuhkan adalah sebagai forum untuk menetapkan rule of the game dan sebagai wasit yang menafsirkan dan menegakkan (enforce) dari rule of the game yang sudah ditetapkan, dalam Ibid, hlm. 2.

14

Theo Huijbers, Filsafat Hukum, (Yogyakarta: Kanisius, 1995), hlm. 49.

Lahmuddin : Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu), 2009

2. Hukum dalam arti Undang-Undang atau lexiwet. Kaidah-kaidah yang mewajibkan itu dipandang sebagai sarana untuk mewujudkan aturan yang adil tersebut.

Hukum ketenagakerjaan seperti yang telah disinggung merupakan hukum yang dibentuk untuk mengadakan keadilan dalam hubungan kerja antara pekerja/ buruh dengan pengusaha. Secara sosial ekonomi posisi pengusaha dan pekerja/ buruh sangat bertolak belakang. Hal ini menyebabkan hubungan antara keduanya diatur oleh hukum, yaitu hukum yang adil.

Keadilan yang merupakan tujuan dasar dalam pembentukan dan pelaksanaan hukum bahkan yang menjadi tujuan hidup bernegara tidak akan dicapai dengan menyerahkan sistem ekonomi semata-mata pada mekanisme pasar.15 Keadilan bukanlah nilai yang diperhitungkan dari ekonomi pasar karena itu pendekatan pasar harus selalu diikuti oleh pendekatan normatif, salah satunya melalui hukum yang meletakkan batas-batas dan aturan-aturan.16

Keadilan sosial adalah keadilan yang berhubungan dengan pembagian nikmat dan beban dari suatu kerjasama sosial khususnya yang

15

Diungkapkan pula oleh Bustanul Arifin dan Didik J. Rachbini dalam Ekonomi Politik Kebijakan Publik. (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2001). Hal 57, dalam Agusmidah. Op. Cit. hal. 27.

16

Umar Juoro. Dalam Agusmidah, Ibid, hal. 27-28.

Lahmuddin : Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu), 2009

dilakukan oleh negara.17 Di negara Indonesia yang mendasarkan diri pada Pancasila, keadilan sosial dengan tegas dinyatakan dalam Sila Kelima Pancasila. Nilai ini telah dicoba untuk dilaksanakan salah satunya dengan menetapkan tujuan negara yang sama diketahui adalah memajukan kesejahteraan umum.

Masalah keadilan timbul dalam situasi yang oleh John Rawls disebut Circumstances Of Justice (COJ) suatu rumusan yang berasal dari David Hume. David Hume menyebut COJ untuk menggambarkan bahwa keadilan baru merupakan keutamaan yang relevan (relevant virtue) hanya apabila terjadi kelangkaan dan orang-orang tidak spontan tergerak dalam ikatan emosional untuk mengulurkan bantuan. COJ Rawls adalah objektif COJ yaitu situasi normal konflik klaim dimana kerjasama antar manusia mungkin dan perlu. Masalah keadilan atau ketidakadilan mustahil dibicarakan dalam konteks manusia yang masih dalam status alamiah atau pra sosial.18

17

Karenanya dalam literatur keadilan sosial sering juga disebut sebagai keadilan distributif. Ada perbedaan antara keadilan sosial dan keadilan distributif di mana keadilan sosial bukan sekedar masalah distribusi ekonomi saja, melainkan jauh lebih luas, mencakup keseluruhan dimensi moral dalam penataan politik, ekonomi dan semua aspek masyarakat yang lain. Keadilan telah dikaji secara filsafat bahkan sejak awal sejarah filsafat itu sendiri dalam karya Plato yang terkenal Republic, dapat diberi anak judul Tentang Keadilan. Plato berkeyakinan bahwa negara ideal apabila didasarkan atas keadilan dan keadilan baginya adalah keseimbangan atau harmoni. Harmoni artinya bahwa warga hidup sejalan dan serasi dengan tujuan negara, di mana masing-masing warga menjalani hidup secara baik sesuai kodrat dan posisi sosialnya, dalam Bur Rasuanto, Keadilan Sosial, Pandangan Deontologis Rawls dan Hebermas Dua Teori Filsafat Politik Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), hlm. 6,8, dalam Agusmidah, Ibid, hal. 131.

18

Ibid, hlm. 132.

Lahmuddin : Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu), 2009

Sisi lain hubungan ketenagakerjaan masuk dalam lingkup hubungan ekonomi di mana pelaku bisnis berhak mendapatkan keadilan ekonomi. Dalam keadilan ekonomi berlaku aturan main hubungan-hubungan ekonomi berdasarkan prinsip-prinsip etik, sedangkan keadilan sosial merupakan hasil dari dipatuhinya aturan main keadilan ekonomi tersebut.19

Menyangkut pengertian upah ditemukan adanya kesamaan unsur dalam peraturan-peraturan sebagai berikut:

(a) UU No. 13/2003 pengertian upah terdapat dalam Pasal (1) angka 30, yaitu: “Upah adalah hak pekerja/ buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/ buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/ atau jasa yang telah tau akan dilakukan”;

(b)UU No.3/1992 pengertian upah terdapat dalam Pasal (1) angka 5, yaitu: “Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada tenaga kerja untuk suatu pekerjaan yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang ditetapkan

19

Mubyarto, Indonesia Unik Karena Ketahanan Ekonomi Rakyatnya (Laporan Pertemuan Dengan Presiden Megawati 18 Maret 2002), Jurnal Ekonomi Rakyat diakses dari

http://www.ekonomirakvat.org/galeri_wat/wartalip-2.htm, diakses terakhir kali tanggal 12 November 2006 dalam Agusmidah, Ibid, hlm. 133.

Lahmuddin : Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu), 2009

menurut suatu perjanjian kerja atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan tenaga kerja termasuk tunjangan, baik untuk tenaga kerja sendiri maupun keluarganya”;

(c) Sedangkan dalam UU No.40/2004 tentang sistem Jaminan Sosial Nasional ditemukan pula pengertian upah dalam Pasal (1) angka 13, yang berbunyi: “ Gaji atau upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada pekerja yang ditetapkan dan di bayar menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/ atau jasa yang telah atau akan dilakukan”.

Ketiga peraturan yang mendefenisikan upah tersebut dapat ditarik adanya unsur-unsur yang harus terdapat dalam upah, yaitu:

1. Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah atau akan dilakukan;

2. Dinyatakan dalam bentuk uang;

3. Besarnya ditetapkan dalam perjanjian kerja, perundang-undangan; 4. Meliputi juga tunjangan-tunjangan lainya.

Lahmuddin : Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu), 2009

Secara umum dapat dikatakan bahwa tidak ditemukan adanya tumpang tindih atau inkonsistensi pengertian tentang upah antara undang-undang yang satu dengan yang lainnya.

Selanjutnya mengenai pengertian hukum perburuhan dapat didefinisikan sesuai pernyataan Iman Soepomo bahwa hukum perburuhan adalah suatu himpunan peraturan, baik tertulis maupun tidak yang berkenaan dengan kejadian dimana seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah.20

Menurut Eggy Sudjana secara umum penyebab lemahnya kondisi pekerja/ buruh di Indonesia diantaranya yakni:21

1. Lemahnya posisi tawar tenaga kerja berhadapan dengan pemilik perusahaan atau industri karena keahlian dan tingkat pendidikan yang rendah.

2. Kebijakan pemerintah yang kurang responsif dan akomodatif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.

20

Iman Soepomo. Pengantar Hukum Perburuhan. Cet. VI. (Jakarta: Djambatan, 1983), hlm. 3.

21

Eggy Sudjana, Nasib Dan Perjuangan Buruh di Indonesia, makalah disampaikan pada diskusi Publik Nasib dan Perjuangan Buruh di Indonesia yang diselenggarakan Pusat Kajian Ketenagakerjaan Majelis Nasional KAHMI Center. Jakarta. 24 Juni 2005, hlm.2-3.

Lahmuddin : Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu), 2009

2. Konsepsi

Menghindari kesalahpahaman dalam penafsiran tulisan ini, berikut dijelaskan definisi operasional dari istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu:

1. Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.22

2. Tenaga Kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.23

3. Pekerja/ buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.24

4. Pengusaha ialah :25

a. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri.

b. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya.

22

Rumusan ini berdasarkan Pasal 1 Butir 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

23

Pasal 1 Butir 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 24

Pasal 1 Butir 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 25

Pasal 1 Butir 5 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Lahmuddin : Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu), 2009

c. Orang perseorangan, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia. 5. Perusahaan adalah:

a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik perseorangan, milik persekutuan atau milik badan hukum baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/ buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 26 b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai

pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

6. Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara pekerja/ buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.27 Perjanjian Kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.28

26

Pasal 1 Butir 6 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 27

Pasal 1 Butir 14 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 28

Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Lahmuddin : Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu), 2009

7. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan atas:29

a. Jangka waktu; atau

b. Selesainya suatu pekerjaan tertentu.

8. Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu : 30

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

9. Upah adalah hak pekerja yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan

29

Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 30

Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Lahmuddin : Sistem Pengupahan Bagi Pekerja Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (Pkwt) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 (Studi Pada Pt. Binanga Mandala Labuhan Batu), 2009

bagi pekerja/ buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. 31

Dokumen terkait