• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

Teori merupakan suatu prinsip yang dibangun dan dikembangkan melalui proses penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan dan menjelaskan suatu masalah dan “suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya”.17

Kamus Umum Bahasa Indonesia menyebutkan, bahwa salah satu arti teori ialah:

“pendapat, cara-cara dan aturan-aturan untuk melakukan sesuatu”18.

Menurut J. Supranto “teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variabel bebas tertentu dimasukan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut variabel bersangkutan memang dapat mempengaruhi variabel tak bebas atau merupakan salah satu penyebab”19.

Otje Salman dan Anton F Susanto, mengutip pendapat W.L.Neuman yang menyebutkan, bahwa:

17M. Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, FE UI, Jakarta, 1996, Hal 203 18

W.J.S.Poerwardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985, hal.1055.

19J.Supranto,Metode Penelitian Hukum Dan Statistik,Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal.192-193.

“Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia. Ia adalah cara yang ringkas untuk berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja”20.

Otje Salman dan Anton F Susanto akhirnya menyimpulkan pengertian teori menurut pendapat beberapa ahli, dengan rumusan sebagai berikut:

“Kerangka Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum”.21

Menurut M Solly lubis. “Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang bagi pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang mungkin ia setujui ataupun yang tidak disetujui, ini merupakan masukan eksternal bagi peneliti”.22

Teori ini sendiri adalah serangkaian proposisi atau keterangan yang saling berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi yang mengemukakan suatu penjelasan atas segala gejala yang ada atau “seperangkat proposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antara variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang di gambarkan oleh variabel dengan lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut”.23

20

HR.Otje Salman S dan Anton F Susantop,Teori Hukum,Refika Aditama, Bandung, 2005, hal, 22.

21

Ibid,hal. 23.

22

M. Solly Lubis (I),Filsafat Ilmu Dan Penelitian,(Bandung ; Mandar Maju,1994), hal. 80,

23Maria S.W. Sumardjono,Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian,Gramedia Yogyakarta, 1989, hal 12-13.

Dalam penelitian ini, menetapkan suatu kerangka teori adalah merupakan suatu keharusan. Hal ini dikarenakan, kerangka teori itu digunakan sebagai landasan berfikir untuk menganalisa permasalahan yang dibahas, adapun teori yang digunakan teori Hukum Pembangunan yang dikemungkakan Mukhtar Kusumaatmaja yang memakai kerangka acuan pada pandangan hidup (way of live) masyarakat serta bangsa Indonesia berdasarkan asas Pancasila yang bersifat kekeluargaan terhadap norma, asas, lembaga dan kaidah yang terdapat dalamnya. Pada dasarnya “Teori Hukum Pembangunan memberikan dasar fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat(law as a tool of social engeneering) dan hukum sebagai suatu sistem sangat diperlukan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang”.24

Menurut Lilik Mulyadi yang mengutip pendapat Mukhtar Kusumaatmadja, menyebutkan bahwa:

Tujuan pokok hukum bila direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban yang dijadikan syarat pokok bagi adanya masyarakat yang teratur. Tujuan lain hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan jamannya. Selanjutnya untuk mencapai ketertiban diusahakan adanya kepastian hukum dalam pergaulan manusia di masyarakat, karena tidak mungkin manusia dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal tanpa adanya kepastian hukum dan ketertiban.25

Hukum sebagai sarana pembaharuan terkait erat dengan cita-cita pembangunan hukum nasional yang dapat menjawab kebutuhan hukum masyarakat, seperti diketahui “masyarakat Indonesia adalah masyarakat yangpluralis dan dalam

24Lili Rasjidi dan Ida Bagus Wiyasa Putra, Hukum sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju, Bandung, 2003, hal 5.

25

Lilik Mulyadi, Teori Hukum Pembangunan Mochtar Kusumaatmadja,

http://www.badilum.info/images/stories/artikel/kajian_deskriptif_analitis_teori_hukum_pembangunan. pdf, terakhir diakses 16 pebruari 2012.

budaya hukum Indonesia dikenal 3 (tiga) tradisi normatif, yaitu Hukum Adat Pribumi, Hukum Islam dan Hukum Sipil Belanda”.26

“Bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan itu dapat berupa itikad baik (tegoeder trouw)dalam berhukum untuk membangun sistem hukum yang baik, maka diperlukan suatu basis yang kokoh yang diatasnya sistem hukum dapat dibangun”,27

dengan kata lain hukum sebagai teks dapat berjalan sebagai mana mestinya jika di barengi dengan itikad baik dari pihak yang bersentuhan dengan hukum tersebut.

Bismar Nasution menyatakan “dalam memenuhi adanya kepastian hukum dan ketertiban tersebut harus berdasarkan pada tindakan nyata dalam pelaksanaan perwalian tersebut, dengan menggunakan prinsip-prinsip yang berdasarkan pada keadilan, keterbukaan, pertanggung jawaban dan tanggung jawab”.28

Selain itu menurut Andrian Suhedi Keadilan adalah :

Suatu ukuran normatif yang sering dikaitkan dengan good governanceuntuk dapat menciptakan keadilan diperlukan beberapa prasyarat yang saling terkait satu dengan yang lainnya dan saling mempengaruhi, diantaranya berupa 1. Transparansi(transparancy);

2. Akuntanbilitas(accountanbility); 3. Kepastian(predictability); 4. Partisipasi(partisipation).29

Bekerjanya hukum tidak terlepas dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Satjipto Raharjo mengemukakan bahwa:

26

Ratno Lukito,Hukum Sakral dan Hukum Sekuler, Studi tentang Konflik dan resolusi dalam Sistem Hukum Indonesia, Terjemahan Pustaka Alphabhet, Jakarta, 2008, hal. 9.

27

Satjipto Raharjo,Hukum dan Perilaku, hidup baik adalah dasar hukum yang baik,Penerbit Kompas Media Nusantara, Jakarta,2009.

28

Bismar Nasution,Peranan Birokrasi dalam Mengupayakan Good Governace : Suatu Kajian dari Pandangan Hukum dan Moral, Makalah yang disampaikan pada Diseminasi Policy Paper Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia”reformasi Hukum di Indonesia Melalui Prinsip-Prinsip Good Governance”, tanggal 1-2 Oktober 2003, Medan, Sumatera Utara.

29

Andrian Suhedi,PrinsipKeterbukaan dalam Pasar Modal, Rekturisasi Perusahaan dan good Corporate Government, Cipta Karya, Jakarta, 2006, hal.205

“Hukum tidak bekerja menurut ukuran dan pertimbangannya sendiri melainkan dengan dengan pemikiran dan pertimbangan apa yang baik yang dilakukan bagi masyarakat, sehingga muncul persoalan bagaimana membuat keputusan yang pada akhirnya bisa memberikan sumbangan terhadap efesiensi produksi masyarakatnya”.30

Pelayanan hukum harus memenuhi rasa keadilan didalam masyarakat, walaupun rasa keadilan itu sulit untuk dipastikan namun setidaknya harus memenuhi suatu ukuran normatif yang hidup didalam masyarakat yang akan melahirkan suatu kepastian hukum.

Banyak negara berkembang yang mencantumkan gagasan ideal negara hukum, The Rule of Law pada konstitusi yang dibuatnya, namun hal tersebut tidak menjadi jaminan, didalam pelaksanaannya ternyata banyak pihak yang tidak tunduk dan taat terhadap hukum. Seperti yang dikemukakan Irmayani yang mengutip pendapat Jan Michiel Otto “bahwa hanya ada sedikit kepastian hukum yang nyata di Negara-negara berkembang karena terdapat ketidaksesuaian aturan hukum dengan pelaksanaanya”.31

Ketiadaan hukum yang efektif untuk memberikan kepastian hukum bagi masyarakat di Negara berkembang, menimbulkan sikap frustasi, pada kenyataannya untuk menciptakan dan mendatangkan keadilan di masyarakat, “hukum pada saat ini

30

Satjipto Raharjo,Ilmu Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 146.

31 Irmayani, Akuntabilitas Tim Pengamat Kemasyarakatan (TPP) Pada Pelaksanaan Pembinaan Narapidana Dalam Prespektif Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, Tesis,Medan, 2009, hal.37.

malah sering menjadi masalah daripada menyelesaikan masalah, bahkan tidak sedikit yang bersikapaprioriterhadap hukum”.32

Senada dengan Irmayani yang juga mengutip pendapat Jan Michiel Otto, bahwa :

Hukum menjadi tidak efektif karena faktor-faktor yang secara yuridik dan nonyuridik. Misalnya penegak hukum Negara-negara berkembang sering sekali kesulitan mencari dan menemukan aturan hukum mana yang berlaku dalam menghadapi situasi konkrit, begitupun dengan penerapan interprestasi yang digunakan. Setidaknya ada tiga jenis faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kepastian hukum nyata yaitu:

1. Aturan-aturan hukum itu sendiri;

2. Instalasi-instalasi yang membentuk dan menerapkan hukum;

3. Lingkungan sosial yang lebih luas yaitu politik, ekonomi, sosial-budaya.33

Perlindungan anak yang merupakan suatu bidang pembangunan nasional, dimana hakikat pembangungan nasional adalah membangun manusia seutuhnya, yang mana melindungi anak adalah melindungi manusia yaitu membangun manusia seutuhnya. Mengabaikan masalah perlindungan anak tidak akan memantapkan pembangunan nasional. Akibat tidak adanya perlindungan anak menimbulkan berbagai permasalahan sosial, yang dapat menggangu ketertiban, keamanan dan pembangunan nasional. Berarti perlindungan anak yang salah satu upayanya yaitu melalui perwalian, yang harus diusahakan apabila ingin mensukseskan pembangunan Nasional.

Di samping teori utama yang dipergunakan sebagai alat analisis penelitian ini, juga akan didukung dengan beberapa teori lain sebagai teori pendukung yaitu teori

32Satjipto Raharjo,Opcit, hal. 1 33Irmayani,Opcit,hal.35-36.

perwalian. “Setiap orang harus ada walinya, wali itu dapat terdiri dari orang tuanya atau orang lain yang ditunjuk oleh orang tuanya atau ditetapkan oleh Pengadilan. Wali ini penting dalam hubungannya dengan perkawinan bila yang bersangkutan perempuan, berkaitan dengan harta benda dan pewarisan”.34

Sebagaimana telah disebutkan bahwa teori perwalian sebagai teori pendukung, teori ini penting diikut sertakan karena pada dasarnya semua orang harus ada walinya. Wali terhadap anak secara realitas memang sangat dibutuhkan. Setiap ada urusan tentang anak selalu dikaitkan dengan orang tua atau walinya.

Teori pendukung lain adalah teori keadilan. “Merupakan teori yang menganalisis dan menjelaskan tentang hak mengasuh, merawat, memelihara dan mewujudkan perlindungan hak-hak anak”.35

“Dapat dipastikan adanya ketidakadilan apabila anak yang telah hilang orang tuanya tidak mendapat perhatian apapun dari orang lain atau juga tidak adil apabila orang tua yang tidak memperoleh anak tidak mendapat tempat mencurahkan kasih sayangnya”.36

Selain teori-teori diatas juga di ikutkan teori pengayoman. Menurut Soediman Kartohadiprodjo:

Hukum melindungi manusia secara aktif dan pasif. Secara aktif, dengan memberikan perlindungan yang meliputi berbagai usaha untuk menciptakan keharmonisan di masyarakat dan mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang manusiawi, melindungi secara pasif adalah memberikan perlindungan

34 Perlindungan Hukum Anak Angkat Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Ditinjau Dari Hukum Islam. http://www. repository.usu.ac.id, terakhir diakses tanggal 17 Maret 2012

35

Sayyid Sabiq,Fiqh Sunnah, Jilid 8, , Al-Maarif, Bandung, 1994, hal. 160.

36A. Hamid Sarong, Kedudukan Anak Angkat Dalam Sistem Hukum Indonesia, Ringkasan Hasil Penelitian, USU,( Medan, 2007), hal. 9.

dalam berbagai kebutuhan, menjaga ketertiban dan keamanan, taat hukum dan peraturan sehingga manusia yang diayomi dapat hidup damai dan tentram.37

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Karena konsep adalah sebagai penghubung yang menerangkan sesuatu yang sebelumnya hanya baru ada dalam pikiran. “Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas”.38

Selanjutnya, Sumandi Suryabrata memberikan arti khusus apa yang dimaksud dengan konsep. Menurut beliau, “sebuah konsep berkaitan dengan defenisi operasional. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digenaralisasi dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi operasional”.39

Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti. ”Suatu konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan dalam fakta-fakta tersebut”.40

Defenisi operasional perlu disusun, untuk memberi pengertian yang jelas atas masalah yang dibahas. Karena istilah yang digunakan untuk membahas suatu masalah, tidak boleh memiliki makna ganda. Selain itu, konsepsi juga digunakan untuk memberikan pegangan pada proses penelitian. Oleh karena itu, dalam rangka

37

Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Pembangunan, Jakarta, 1993, hal. 245.

38Masri Singarimbun dkk,Metode Penelitian Survey,LP3ES, Jakarta, 1999, hal 34

39

Sumandi Suryabrata,Metodelogi Penelitian,PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal 3.

penelitian ini, perlu dirumuskan serangkaian defenisi operasional atas beberapa variabel yang digunakan, sehingga dengan demikian tidak akan menimbulkan perbedaan penafsiran atas sejumlah istilah dan masalah yang dibahas. Disamping itu, dengan adanya penegasan kerangka konsepsi ini, diperoleh suatu persamaan pandangan dalam menganalisa masalah yang diteliti, baik dipandang dari aspek yuridis, maupun dipandang dari aspek sosiologis.

Selanjutnya, untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, maka kemudian dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi operasional sebagai berikut:

a. Perwalian adalah:

“Kewenangan yang diberikan kepada seseorang atau badan sebagai wakil dari anak atau sebagai pengampu dari orang yang tidak cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum demi kepentingan dan atas nama anak atau orang yang tidak mempunyai orang tua atau orang tuanya tidak cakap melakukan perbuatan hukum.”41

Secara etimologi pewalian dalam bahasa Indonesia ialah “segala sesuatu yang menjadi urusan wali”.42 Dalam bahasa Arab disebut dengan Wilayah.

“Perwalian ialahAn-Nasrah(pertolongan)”.43

Secara terminologi (istilah) perwalian merupakan “Kekuasaan melakukan akad dan transaksi, baik akad nikah maupun akad lainya tanpa

41

Pasal 1 butir 25 Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2007, Tentang Baitul Mal.

42WJS. Poerwadarminta,Kamus Besar Bahasa Indonesia,PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1976, hal. 1147.

ketergantungan kepada orang lain. Para Fugaha (ahli Hukum Islam) juga membagi perwalian atas perwalian diri pribadi dan atas harta”.44

b. “Wali adalah seseorang yang bertindak menggantikan orang tua sianak yang

belum dewasa atau belum akil baliq untuk melaksanakan perbuatan hukum”.45

c. Pengertian anak adalah “seseorang yang masih dibawah usia tertentu dan belum

dewasa serta belum kawin”.46

Pengertian anak secara khusus adalah sebagai berikut :

Menurut pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak, dan Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yaitu: “Anak

adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) Tahun, termasuk anak

yang ada dalam kandungan”.

d. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak

dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara

optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

e. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Hak mempunyai dua makna yang asasi yaitu: “(1) sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur dasar-dasar yang harus ditaati dalam hubungan manusia

44Zakiyuddin Sya’ban,Al-hakam as-syar’iyyahll ahwal asSyakhshiyyah, Dar an- Nahdhah al-arabiyah, Kairo, 1969, hal, 214.

45

Yan Pramudya Puspa,kamus hukum, cv. Aneka, Semarang , 1977, hal 894. 46

Aminah Azis,Aspek hukum Perlindungan Anak, Universitas Sumatra Utara press, Medan, 1998, hal. 18 -19

sesama manusia baik mengenai orang maupun harta bendanya, (2) kekuasaan menguasai sesuatu atau sesuatu yang wajib atas seseorang bagi selainnya.”47 f. Peraturan perundang-undangan adalah aturan-aturan atau norma-norma yang

diterbitkan atau dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengatur permasalahan yang berkembang didalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Peraturan hukum adalah memberikan tata tertib dan menjamin adanya kepastian hukum didalam masyarakat tetap dipelihara sebaik-baiknya dengan harapan setiap warga taat mematuhi peraturan hukum yang berlaku. g. Qanun adalah adalah “Peraturan Daerah sebagai pelaksanaan undang-undang

di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam rangka penyelenggaraan otonomi khusus”.48

h. Baitul Mal adalah “Lembaga Daerah Non Struktural yang diberi kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf, harta agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali pengawas terhadap anak yatim piatu dan/atau hartanya serta pengelolaan terhadap harta warisan yang tidak ada wali berdasarkan Syariat Islam”.49

G. Metode Penelitian

Dokumen terkait