• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

4. Kerangka Teori

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat ditarik rumusan masalah:

Bagaimana simbol-simbol sosial dan pemaknaan nasionalisme dan patriotisme direpresentasikan dalam film Garuda Di Dadaku melalui konsep pendekatan semiotika?

3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana simbol-simbol soial dan pemaknaan nasionalisme dan patriotisme direpresentasikan dalam film Garuda Di Dadaku melalui konsep pendekatan semiotika.

4. Kerangka Teori

a. Komunikasi

Menurut John Fiske, dalam bukunya Cultural and Communication studies, dalam satu mazhab komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Ini berkenaan dengan bagaimana pesan berinteraksi dengan orang-orang dalam rangka menghasilkan makna seperti pertandaan (signification).3 Dimana film disini merupakan sebuah media komunikasi (media penyampaian pesan), yang didalamnya terdiri dari elemen-elemen pertandaan, dalam film penyampaian makna atau pesan yang di tampilkan melalui elemen-elemen tersebut. Dalam menyampaikan pesan pada media film ini tentunya menggunakan penilaian-penialian dari petanda atau simbol-silmbol yang tertuang dalam adegan film, sehingga dapat mengirimkann makna pesan kepada khalayak sebagai penonton

commit to user

5

atau penerima. Pesan itu sendiri adalah apa yang pengirim sampaikan dengan sarana apapun.

Media film merupakan salah satu media massa, dimana media massa memiliki karakteristik yang mampu menjangkau massa dalam jumlah besar dan luas.4 Menurut McLuhan membagi media menjadi dua jenis, yaitu ‘media panas’ dan media dingin, media panas adalah media yang tidak menuntut perhatian besar dari pendengar, pembaca dan penonton media bersangkutan. Sedangkan media dingin merupakan media yang membutuhkan partisipasi yang cukup besar.5 Film adalah salah satu contoh media panas. Ketika seorang menonton film, tidak ada upaya keras untuk menerima dan memahami pesan dari media tersebut tidak perlu menggunakan daya imajinasi yang dibutuhkan dan film dapat menyampaikan pesan melalui simbol-simbol di dalamnya. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memperoleh gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok secara kolektif; media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita dan hiburan.6

Dalam buku Denis McQuail, menjelaskan proses komunikasi massa yang sekaligus menjelaskan beberapa ciri-ciri atau karakteristik komunikasi massa yang sesuai dengan produksi film sebagai media dalam penelitian ini, sebagai berikut :

· Pengirim, dalam hal ini adalah organisasi media massa atau komunikator profesional, seperti wartawan, penyiar, produser, artis, dan sebagainya yang bekerja untuk organisasi media massa bersangkutan.

· Pesan komunikasi massa memiliki ciri dirancang dengan cara yang sudah distandarkan (produksi massa) dan kemudian produksi dalam jumlah banyak.

4 Morrissan.Teori Komunikasi Massa. Bogor 2010 5

Ibid hal. 37

commit to user

6

· Audien media massa terdiri atas kumpulan besar orang yang terletak tersebar dan bersifat pasif karena tidak memiliki kesempatan untuk memberikan respons atau berpartisipasi dalam proses komunikasi dengan cara yang alami.

· Audien media massa pada umumnya menyadari bahwa mereka adalah bagian dari audien yang lebih besar, namun mereka memiliki hubungan atau pengetahuannya yang terbatas dengan audien lainnya.7

Ciri utama komunikasi massa adalah memiliki sumber komunikasi bukanlah satu orang, melainkan suatu organisasi formal, dan sang pengirimnya seringkali merupakan komunikator profesional. Pesan seringkali diproses, distandarisasi, dan selalu di perbanyak. Pesan itu juga merupakan komoditi yang mempunyai nilai tukar, serta acuan nilai simbolik yang mengandung nilai kegunaan.

Fokus dari penelitian adalah untuk meneliti pesan yang disampaikan media film. Banyak fokus kajian yang bisa digunakan untuk mengetahui bagaimana film menjadi media massa. Untuk mengetahui pemaknaan simbol-simbol dalam sebuah film yakni dengan konsep pendekatan semiotika.

b. Semiotika

Semiotika adalah studi tentang tanda dan cara tanda-tanda itu bekerja. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to

commit to user

7

communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. 8

Istilah semiotik pertama kali diajukan pada akhir abad ke sembilan belas oleh seorang filsuf pragmatis Amerika yang bernama Charles S. Peirce untuk merujuk kepada “doktrin formal tanda-tanda.” Kajian semiotik melingkupi segala macam sistem tanda, apapun subtansi dan batas-batasannya. Semiotik sering pula disebut sebagai semiologi. Keduanya kurang lebih dapat saling menggantikan karena sama-sama digunakan untuk mengacu pada ilmu tentang tanda tadi.

Perbedaan diantara keduanya menurut Terence Hawkes (1978) adalah bahwa istilah semiologi biasa digunakan di Eropa, sementara semiotik cenderung dipakai oleh mereka yang berbahasa inggris.9

Membaca tanda-tanda secara umum dapat digambarkan dalam proses semiotis sebagai berikut :

TANDA Persepsi Konsepsi KONSEP OBYEK Pengalaman Penjelasan : 8

Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi,Bandung, 2004, hal 15 9 Kris Budiman, Kosa Semiotika, LkiS, Yogyakarta, 1999, hal vi

commit to user

8

· Tanda adalah sesuatu yang tampak. Konsep adalah pikiran atau gambaran yang terbawa dalam pikiran manusia sebagai persepsi atas tanda. Obyek adalah segala hal yang ada dan ditemukan yang merupakan rujukan dari tanda tersebut.10

Charles Saunders Pierce mengartikan semiotika sebagai hubungan antara tanda obyek dan makna. Pierce mengatakan untuk merepresentasikan suatu obyek dengan tanda disebut sebagai interpertant. Contoh, kata anjing diasosiasikan dalam pikiran dengan suatu binatang tertentu. Kata itu sendiri bukan binatang, tetapi diasosiasikan dengan menghubungkan (interpretant) keduanya.11

Komponen dasar semiotika tidak terlepas dari masalah pokok mengenai Sign (tanda), Symbol (lambang), Signal (sinyal).12 Tanda adalah hal yang menerangkan subyek tentang obyek. Tanda menunjukan pada suatu hal yang nyata, misalnya benda. Tanda memiliki arti yang statis, umum, lugas dan obyektif.

Lambang selalu dikaitkan dengan tanda-tanda yang sudah diberi sifat kultural, situasional, dan kondisional. Lambang bersifat dinamis, subyektif, dan berarti kiasan.

Sinyal atau biasa disebut dengan isyarat, adalah suatu hal atau keadaan yang diberikan untuk menerangkan suatu obyek. Isyarat bersifat temporal (sewaktu-waktu). Jika ditangguhkan pemakaianya, isyarat dapat berubah menjadi lambang atau tanda.

10

Dr. Andrik Purwasito DEA, Semiologi Komunikasi, Masyarakat Semiologi Komunikasi, Surakta : 2001 hal. 8

11

Stephen W. Littlejhon, Theories of Human Communication.fifth Edition, Wardsworth Publidhing Company, United States of America, 1996, hal 64

12

commit to user

9

Dalam pembahasan tentang tanda, Barthes mulai dengan pernyataan Saussurean : “Signified dan Signifier.” Yang artinya adalah komponen-komponen tanda. “ pembedaan secara internal dalam tanda ini mempunyai dampak luar biasa dalam tentang tanda (semiotika). Pembedaan trikotomis tentang tanda ini berbeda dengan pembedaan dikotomis yang dilakukan pada linguis sebelum saussure, tanda selalu mempunyai tiga wajah : tanda itu sendiri (sign), aspek material (entah berupa suara, huruf, bentuk, gambar, gerak) dari tanda yang berfungsi menandakan atau yang dihasilkan oleh aspek material (signifier), dan aspek mental atau konseptual yang di tunjukan oleh aspek material (signified). Ketiga aspek tersebut sering juga diformulasikan sebagai sign-sign vehicle-meaning.13 Dalam film, penggunaan simbol dan tanda juga dapat digunakan untuk memberikan kiasan pada adegan adegan tertentu yang apabila ditampilkan akan membuat film tersebut menjadi sangat fulgar. Contoh, dulu TVRI sering menggantikan adegan kecelakaan dalam ceritanya dengan adegan gelas yang terjatuh dan pecah, maupun kaca pada bingkai foto yang jatuh dan pecah. Bisa dipahami kenapa TVRI lebih memilih menggunakan simbol dalam produksi film ceritanya.

Salah satu alasannya adalah segmentasi dari penonton TVRI yang sangat beragam jenis usia, dan strata sosial. Dapat kita bayangkan apabila TVRI secara fulgar menampilkan adegan kecelakaan tersebut. Hal tersebut dapat merusak pertumbuhan psikologis anak-anak yang menontonnya.

13

commit to user

10

Pada tahun 1958 F de Saussure mempublikasikan Cours de Lingustic Generalle-nya, yang dapat dikatakan sebagai dasar dari semiologi. Bertolak dari pemikiran Saussure, Metz mengembangkan semiologi film ( Metz adalah ilmuwan yang banyak menulis tentang esei film dan tesisnya yang berjudul

language et cinema yang membuat ia memperoleh gelar Doctorat d’Etat-nya.) Metz membedakan apa yang disebut filmik dan sinematik. Yang pertama menyangkut hubungan film dengan aktifitas produksi lainnya dan yang kedua menjadi pokok bahasan semiologi.14

Semiologi film mau membangun suatu model yang komprehensif untuk menerangkan bagaimana film mengandung arti atau menyampaikan arti itu kepada penonton. Dengan begitu diharapkan bahwa dapat ditemukan patokan-patokan untuk mengupas pola-pola pemberian arti yang dimiliki setiap film. Pendekatan ini juga memungkinkan kita menentukan karakter yang spesifik dari berbagai genre film. Semiologi film misalnya, mau menemukan kemungkinan-kemungkinan umum dari suatu zoom-shot, sekaligus mau mengerti bagaimana jenis zoom tertentu, bersamaan dengan teknik-teknik lain memberikan arti tertentu. Fakta sinematografik adalah jantung dari film dan ini berarti proses pemberian arti.15

Dengan metode ini maka penelaah kritis terhadap pengertian “bahasa film” dilakukan. Metz berpendirian bahwa persamaan antara bahasa verbal dan film hanya dipermukaan saja. Pada tingkat fungsinya persamaan itu semakin jauh. Dengan semiologi maka teori film membuka dimensi-dimensi baru untuk

14

Marselli Sumarno, D.A. Peransi dan Film, Lembaga Studi Film,Jakarta ; 1997 hal. 34 15

commit to user

11

memhami film. Teori film bukan teori membuat film, tetapi suatu kegiatan intelektual yang mengandung eksplorasi, meluas dan menuklik mencari kedalaman. Pengembangannya juga akan menguntungkan perkembangan film itu sendiri serta praktisnya, sebagaimana telah dibuktikan dalam sejarah perfilman.16

Kelemahan dari semiotika adalah, dibutuhkannya suatu pengetahuan yang cukup mendalam untuk memahami makna apa yang terkandung dalam bahasa simbol tersebut. Dengan kata lain semiotik memerlukan tingkat pemikiran yang lebih serius untuk memahaminya. Tidak semua orang dapat memahami makna maupun arti yang terkandung dalam simbol-simbol tersebut.

c. Semiotika Film

Semiotika sebagai suatu pembelajaran dari ilmu pengetahuan sosial yang memiliki unit dasar yang disebut tanda. Tanda terdapat di mana-mana ketika kita berkomunikasi dengan orang, memakai pakaian, makan, minum, dan ketika kita berbicara. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain.17

Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis semiotik. Seperti dikemukakan Van Zoest, film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan fotografi statis, rangkaian gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Karena itu bersamaan dengan tanda-tanda arsitektur, terutama indeksikal, pada film terutama

16 Ibid

commit to user

12

digunakan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu. Memang, ciri gambar-gambar film adalah persamaannya dengan realitas yang ditunjuknya. Gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya.18

Semiotika film berbeda dengan semiotika fotografi. Film bersifat dinamis, gambar film muncul silih berganti, sedangkan fotografi bersifat statis. Gambar film yang muncul silih berganti menunjukkan pergerakan yang ikonis bagi realitas yang dipresentasikan. Kedinamisan gambar pada film menarik daya tarik langsung yang sangat besar, yang sulit untuk ditafsirkan. Semiotika digunakan untuk menganalisa media dan untuk mengetahui bahwa film itu merupakan fenomena komunikasi yang sarat akan tanda. Semiotika pada penelitian ini akan dianalisis dengan teori Roland Barthes, dimana oleh peneliti dirasa cocok dengan menggunakan interpretasi yang tepat dengan menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat.

d. Semiotika Roland Barthes

Dalam hal ini peneliti menggunakan teori Roland Barthes yang dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model linguistik dan semiologi Saussure. Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai atlantik di sebelah barat daya Prancis.

Teori Barthes menjelaskan dua tingkat pertandaan yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi (denotation) adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan

18 Ibid

commit to user

13

referensi atau realitas dalam pertandaan, sedangkan konotasi (connotation) adalah aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi. Dalam salah satu bukunya yang berjudul Sarrasine, Barthes merangkai merangkai kode rasionalisasi, suatu proses yang mirip dengan yang terlihat dalam retorika tentang tanda. Menurut Lechte, ada lima kode yang diteliti Barthes yaitu:

1. Kode Hermeneutik (kode teka-teki), yang berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan ”kebenaran” bagi pertanyaan yang ada dalam teks.

2. Kode semik (makna konotatif), banyak menawarkan banyak sisi. Pembaca menyusun tema suatu teks.

3. Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural.

4. Kode proaretik (kode tindakan), sebagai perlengkapan utama teks yang dibaca orang, artinya semua teks bersifat naratif.

5. Kode gnomik (kode kultural), merupakan acuan teks ke benda-benda yang sudah diketahui oleh budaya.19

Menurut Roland Barthes semiotik tidak hanya meneliti mengenai penanda dan petanda, tetapi juga hubungan yang mengikat mereka secara keseluruhan. Barthes mengaplikasikan semiologinya ini hampir dalam setiap bidang kehidupan, seperti mode busana, iklan, film, sastra dan fotografi. Semiologi Barthes mengacu pada Saussure dengan menyelidiki hubungan antara penanda dan petanda, tidak hanya sampai disitu Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu mitos. Mitos menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem tanda-penanda-petanda maka tanda tersebut akan menjadi

commit to user

14

penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi setelah terbentuk sistem tanda-penanda-petanda, tanda tersebut akan menjadi petanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru.20

Semiotik merupakan varian dari teori strukturalisme, yang berasumsi bahwa teks adalah fungsi dari isi dan kode, sedangkan makna adalah produk dari sistem hubungan. Semiotik berusaha menggali hakikat sistem tanda yang beranjak keluar kaidah tata bahasa dan sintaksis dan yang mengatur arti teks yang rumit, tersembunyi, dan bergantung pada kebudayaan. Hal ini kemudian menimbulkan perhatian pada makna tambahan (connotative) dan arti penunjukan (denotative) kaitan dan kesan yang ditimbulkan dan diungkapkan melalui penggunaan dan kombinasi tanda. Setiap esai dalam bukunya, Barthes membahas fenomena keseharian yang luput dari perhatian. Dia menghabiskan waktu untuk menguraikan dan menunjukkan bahwa konotasi yang terkandung dalam mitologi-mitologi tersebut biasanya merupakan hasil kontruksi yang cermat.21

e. Nasionalisme dan Patriotisme

Beberapa tokoh seperti Blank & schmidt melalui studi mereka mendukung pendapat bahwa patriotisme tidak sama dengan nasionalisme. Nasionalisme lebih bernuansa dominasi, superioritas atas kelompok bangsa lain.

20 Ibid 21

commit to user

15

tingkat nasionalisme suatu kelompok atau bangsa, ditekankan pada adanya perasaan “lebih” atas bangsa lain.22

Dibandingkan dengan nasionalisme, patriotisme lebih berbicara akan cinta dan loyalitas. Patriotisme memiliki beberapa dimensi dengan berbagai istilah, namun Staub membagi patriotisme dalam dua bagian yakni Blind Patriotism dan

constructive patriotism (patriotisme buta dan patriotisme konstruktif). Sementara Bar-Tal menyisipkan conventional patriotism diantaranya.23

Staub menyatakan patriotisme sebagai sebuah keterikatan (attachment) seseorang pada kelompoknya (suku, bangsa, partai politik, dan sebagainya) keterikatan ini meliputi kerelaan seseorang dalam mengidentifikasikan dirinya pada suatu kelompok sosial (attachment) untuk selanjutnya menjadi loyal.

Patriotisme buta di definisikan sebagai sebuah keterikatan kepada negara dengan ciri khas tidak mempertnyakan segala sesuatu. Loyal dan tidak toleran terhadap kritik.

“blind patriotisme is defined as a attachment to country characterized by unquestioning positif evaluation, staunch allegiance, and intolerance of critism” .24

Melihat definisi tersebut, dimana patriotisme buta dengan ciri khas menuntut tidak adanya evaluasi positif dan tidak toleran terhadap kritik, mungkin akan lebih mudah di pahami jika kita ingat akan pernyataan yang sangat populer

22 Blank,T. & Schmidt, P, National Identity in a United Germany : Nationalism or Patriotism? An Emprical Test With Represntative Data. Artikel Journal Of political Psycology, vol. 24, No. 2, 2003

19

Staub, E&Schatz, Manifestations of blind and Constructive Patriotism: personality correlates and individual-group relation. Dalam Bar-Tal, The Monopolization of patriotism, dalam Bar-Tal, Daniel & Staub, Ervin (ed)Patriotism-in-the lives of individuals and nations, chicago, Nelson – Hall Publisher, 1997.

commit to user

16

:”right or wrong is my country!”. Pernyataan ini tanpa perlu dipernyatakan lagi memberikan implikasi bahwa apapun yang dilakukan kelompok (bangsa) saya, haruslah didukung sepenuhnya, terlepas dari benar atau salah.

Sedangkan patriotisme konstruktif di definisikan sebagai sebuah keterikatan kepada bangsa dan negara dengan ciri khas mendukung adanya kritik dan pertanyaan dari anggotanya terhadap sebagai kegiatan yang dilakukan / terjadi sehingga diperoleh suatu perubahan positif guna mencapai kesejahteraan bersama. “constructive patriotism is edfined as an attachment to country characterized by support for questioning and critism of current group practices and that are intended to result in positive change” .25

Sementara patriotisme konstruktife juga tetap menuntut kesetiaan dan kecintaan anggota (rakyat) kelompoknya (bangsa), namun tidak meninggalkan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam pandangan ini, pemimpin tidak selamanya benar, bahkan sebutan orang tidak patriotis oleh seorang pemimpin bisa jadi berarti sebaliknya. Kritik dan evaluasi terhadap kelompok yang dicintai seseorang justru merupakan bentuk kesetiaanya. Kritik dan evaluasi ini bertujuan untuk menjaga agar kelompoknya tetap pada jalur yang benar atau positif.26

Begitu pula dengan nasionalisme yang merupakan suatu paham yang memberikan ilham kepada sebagian terbesar penduduk dan yang mewajibkan dirinya untuk mengilhami segenap anggota-anggotanya. Nasionalisme menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita dan satu-satunya bentuk sah dari organisasi politik dan bahwa bangsa adalah sumber daripada semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan rakyat. Nasionalisme adalah faham yang

25

Schatz, R.T ; Staub, E; Lavine, H, On The Varieties of national attachment : Constructive patriotism. Artikel Journal of Political Psycology, vol. 20, No.1, 1999.

commit to user

17

menunjukkan bahwa kesetiaan dari setiap individu atau warga negara ditujukan kepada kepribadian bangsanya.

Nasionalisme di Asia diberi nama nasionalisme Asia dan yang di Indonesia disebut nasionalisme Indonesia. Menurut Hertz (Nationality in History and Politics, 1951) di dalam nasionalisme, setidaknya ada dua unsur yang penting yaitu persatuan dan kemerdekaan. Tanpa kemerdekaan sangat sukar membina persatuan dan sebaliknya tanpa persatuan sangat sulit mencapai kemerdekaan. Khusus terhadap corak anti penjajahan yang dibenci jangan orang atau bangsa asing tetapi faham/isme yang mereka laksanakan (imperialisme). pengaruh agama yang dianut oleh bangsa Indonesia juga memberikan watak terhadap nasionalismenya. Penghargaan atas manusia dalam kedudukan sama derajat, sesuai dengan ajaran-ajaran agama, demikian pula corak nasionalisme Indonesia yang tetap menjunjung tinggi martabat manusia tersebut.

Nasionalisme dapat membuat seorang individu lebih kuat daripada ideologi yang manapun. Semua ideologi dapat mempengaruhi individu secara emosional, dan setiap ideologi mempunyai simbol-simbol sakral tertentu yang menghasilkan sesuatu reaksi dalam diri orang yang meyakininya. Namun nasionalisme lebih kuat daripada semua ini karena simbol-simbolnya terkadang menghasilkan reaksi bahkan dalam diri orang yang tidak percaya. Nasionalisme mempengaruhi individu secara lebih mendalam dan hanya membutuhkan kekuatan yang lebih sedikit dibanding ideologi lainnya.

commit to user

18

f. Karakteristik Nasionalisme

Karakteristik Nasionalisme yang melambangkan kekuatan suatu negara dan aspirasi yang berkelanjutan, kemakmuran, pemeliharaan rasa hormat dan penghargaan untuk hukum. Nasionalisme tidak berdasarkan pada beberapa bentuk atau komposisi pada pemerintahan tetapi seluruh badan negara, hal ini lebih ditekankan pada berbagi cerita oleh rakyat atau hal yang lazim, kebudayaan atau lokasi geografi tetapi rakyat berkumpul bersama dibawah suatu gelar rakyat dengan konstitusi yang sama.

1. Membanggakan pribadi bangsa dan sejarah kepahlawanan pada suatu negara.

2. Pembelaan dari kaum patriot dalam melawan pihak asing.

3. Kebangkitan pada tradisi masa lalu sebagai bagian mengagungkan tradisi lama karena nasionalisme memiliki hubungan kepercayaan dengan kebiasaan kuno.

Seperti nasionalisme orang mesir bahwa kaum patriot harus memiliki pengetahuan tentang kebudayaan mesir yang tua dan hebat untuk menjaga kelangsungan dari sejarah.

4. Suatu negara cenderung mengubah fakta sejarah untuk kemuliaan dan kehebatan negaranya.

5. Seperti totemism lama, ada spesial lambang nasionalisme yang diberikan untuk sebuah kesucian. Bendera, lambang nasionalisme dan lagu nasionalisme merupakan hal yang suci untuk semua umat manusia sebagai kewajiban untuk pengorbanan pribadi.27

g. Ciri Nasionalisme Indonesia

Ciri nasionalisme Indonesia yaitu "Nasionalisme religius seperti yang dicetuskan Bung Karno (Soekarno) adalah nasionalisme yang tumbuh dari budaya

Dokumen terkait