• Tidak ada hasil yang ditemukan

1) Agency Teori

Jensen dan meckling (1976) mendefinisikan Agency Theory

sebagai teori hubungan dimana principal telah mendelegasikan wewenng kepada agen dalam menelola usaha serta mengambil keputusan yng berkaitan. Agency Theory dikenal sebagai suatu hubungan kontraktual keuangan yang melibatkan pihak pemilik dana dengan pihak pengelola dana. Dalam penerapannya pemilik dana

(Principal) memberi otoritas terhadap managemen selaku agen

(agency relationshp), tetp eudian terjadi perbedaan kepentingan.

Kepentingan yang berbeda tersebut dapat menyebabkan asymetri

Information dari agen terhadap prncipal (Ardiyansyah, 2014)

Dalam Lembaga Keuangan Islam, agency theory dapat terjadi dalam skema penyaluran produk pembiayaaan yang berbasis bagi hasil pada perbankan syariah. Dimana ketika salah satu mudharib sebagai pihak yang aktif serta memiliki pengetahuan mengenai proyek investasi yang beresiko tetapi menguntungkan nmun tidak memiliki dana awal untuk membiayai proyek tersebut dan pihak shhibul maal

sebagai pemilik dana, tetapi terdapat kepentingan dari kedua belah pihak. Misalnya saja, nasabah sebagai pengelola dana mengabikan

hubungan kontraktual dan tidak berbuat berdasarkan kepentingan

shahibul maal dengan melaporkan Profit tidak sesuai dengan keadaan

yang sebenarnya penyebab asimetri information sendiri dapat dikategorikan menjadi faktor eksternal dan internal. Fktor eksternal dapat berasal dari kondisi mudharib dalam menjelaskan akad pembiayaan berprinsip bagi-hasil. Faktor dari kalangan nternal lembaga keungan syariah yang dapat berupa kurangnya pemahaman tentang mekanisme kerja produk pembiayaan bagi hasil, sehingga bank cenderung risk averse karena cenderung mengarah terhadap risiko munculnya masalah keagenan (Putri, 2016)

2) Teori Uang Al-Ghazali

Dalam Profitabilitas membahas bagaimana cara memperoleh atau menghasilkan laba atau uang, sehingga disini menggunakan teori tentang uang.

Irving Fisher dari kelompok Flow conceptmenyatakan bahwa besarnya tingkat pendapatan masyarakatdapat diukur oleh tingkat kecepatan peredaranuang. Pertanyaan mendasar dalam teori ini adalahberapa kali uang yang berada dalam masyarakat berpindahtangan dalam suatu periode tertentu. Penerapannya dalam perbankan syariah adalah tingkat pendapatan bank syariah dapat diukur dari tingkat lancarnya pembiayaan yang diberikan bank syariah kepada nasabah.

Al-Ghazali mendefinisikan uang sebagai: Barang atau benda yang berfungsi sebagai sarana mendapatkan barang lain. Uang adalah

barang yang disepakati fungsinya sebagai media pertukaran (medium

of exchange). Benda tersebut dianggap tidak mempunyai nilai sebagai

barang (nilai intrinsic). Nilai benda yang berfungsi sebagai alat tukar.

Nilai “peran” dalam benda yang berfungsi sebagai uang adalah nilai

tukar dan nilai nominalnya. Karena itu ia mengibaratkan uang sebagai cermin yang tidak mempunyai warna sendiri, tetapi mampu merefleksikan semua jenis warna (Al-Ghazali,1963).

3) Pembiayaan

a. Pengertian Pembiayaan

Menurut Dahlan (2012: 162) Pembiayaan (Financing) merupakan istilah yag dipergunakan dalam bank syariah, sebagaimana dalam bank konvensional disebut dengan kredit (Lending).

Dalam kredit kentungan berbasis pada bunga (interest based),

sedangkan dalam pembiayaan (financing) berbasis pada keuntungan riil yang dikehendaki (margin) ataupun bagi hasil (Profit sharing).

Dalam pasal 1 angka 25 Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah disebutkan, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a) Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah b) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah tau sewa beli

c) Transaksi jual-beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan

istishna‟

d) Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh, dan e) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk

transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atu diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Pengertian pembiayaan menurut Muhammad (2002:17), pembiayaan adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak untuk mendukung investasi yang direncanakan. Pendanaan tersebut diadakan berdasar kesepakatan antar lembaga keuangan dan pihak peminjam untuk mengembalikan utangnya setelah jatuh tempo dengan imbalan atau bagi hasil (Rivai dalam Purwanto, 2011: 15). Tujuan pembiayaan ini yaitu :

a. Secara makro adalah meningkatkan ekonomi, tersedianya dana bagi peningkatan usaha, meningkatkan produktifitas, membuka lapangan kerja baru, dan erjadi distribusi pendapatan.

b. Secara makro adalah upaya untuk memaksimalkan laba, upaya meminimalkan resiko, pendayagunaan sumber ekonomi, penyaluran kelebihan dana ( Muhammad dalam Sari, 2013: 35)

Berdasarkan sifat penggunaannya, pembiayaan ini dibagi menjadi dua, yaitu: 1) pembiayaan produktif untuk memenuhi pembiayaan kebutuhan produksi. 2) pembiayaan konsumtif, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.

1) Pembiayaan transaksi bagi hasil

Menurut Dahlan (2012: 164) Jenis pembiayaan dengan transaksi bagi hasil didasarkan pada produk tersebut menggunakan prinsip bagi hasil dalam pembagian keuntungan. Transaksi bagi hasil dapat juga dapat disebut dengan equity financing atau pembiayaan yang dalam pembagian keuntungannya didasarkan pada keadilan antara nasabah dengan bank. Keadilan tersebut tercermin dalam prinsip profit and loss sharing, rugi dibagi bersama dan rugi ditanggung bersama.

a) Pembiayaan Mudharabah 1) Pengertian Mudharabah

Akad mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pemilik dana (shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak pengelola dana

(mudharib) menggunakan dana tersebut untuk usaha dimana

nantinya keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan kerugian ditanggung oleh pihak pemilik modal selama kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kelalaian pihak pengelola dana (Muhammad, 2005:102).

Menurut (Karim, 2010: 204) pembiayaan Mudharabah adalah bentuk kontrak anatara dua pihak, dimana pihak pertama berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yaitu pelaksana usaha, dengan tujuan untuk mendapatkan untung.

Menurut (Muhamad, 2013: 237) menyatakan bahwa akad mudharabah adalah akad kerjasama antara bank selaku pemilik dana (shahibul maal) dengan nasabah selaku mudharib yang mempunyai keahlian atau keterampilan untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal. Hasil dari penggunaan dana tersebut dibagi bersama berdasarkan nisbah yang disepakati.

2) Jenis-jenis Pembiayaan Mudharabah

Dalam prakteknya mudharabah digolongkan dalam dua bentuk, yaitu:

a) Mudharabah Muthlaqah,

Merupakan bentuk mudharabah dimana bentuk kerjasama antara shahibul maal dengan mudharib yang cakupannya sangat luas dan dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis.

b) Mudharabah Muqayyadah,

Merupakan dana yang diinvestasikan digunakan dalam usaha yang sudah ditentukan oleh pemberi dana. Adanya pembatasan ini biasanya mencerminkan

kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha (Yudiana, 2014: 15).

3) Rukun Pembiayaan Mudharabah

Rukun pembiayaan mudharabah menurut Asiyah (2015:187): a) Pelaku

Pelaku pihak pertama bertindak sebagai pemilik modal

(shahibul maal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai

pelaksana usaha (mudharib). b) Objek Mudharabah

Pemilik modal menerahkan dananya sebagai objek

mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan

kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal ang diserahkan dapat berupa uang ataupun barang, sedangkan kerja yang diserahkan dapat berupa keahlian atau ketrampilan.

c) Persetujuan Kedua Belah Pihak (Ijab-Qabul)

Persetujuan merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin

minkum (sama-sama rela). Kedua belah pihak harus secara rela

bersepakat untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. d) Nisbah Keuntungan

Nisbah keuntungan merupakan cermin imbalan yang berhak diterima oleh kedua belah pihak yang menggunakan akad

mudharabah. Pihak pengelola (mudharib) mendapatkan

(shahibul maal) mendapatkan imbalan atas pemberian atau penyertaan modalnya.

4) Syarat Pembiayaan Mudharabah

Syarat pembiayaan mudharabah menurut Yudiana (2014:62): a) Kedua belah pihak yang melakukan akad harus memiliki

kemampuan dan kemauan untuk bekerjasama dengan akad

mudharabah.

b) Pihak-pihak yang akan melakukan akad harus jelas.

c) Objek yang akan diakadkan harus dinyatakan dalam jumlah atau nominal yang jelas.

d) Jenis usaha, jangka waktu kerjasama, dan nisbah bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. e) Pemilik modal berhak menyertakan persyaratan tertentu

untuk memperkecil resiko kerugian.

b. Pembiayaan Musyarakah 1) Pengertian Musyarakah

Menurut (Antonio, 2001: 90) Pembiayaan musyarakah dijelaskan sebgai suatu akad kerjasama dua pihak atau lebih dalam usaha dengan tujuan masing-masing yang bersangkutan mampu berkontribusi dalam bentuk dana berdasarkan kesepakatan untuk menanggung keuntungan serta resiko secara bersama-sama. Rivai dan veithzl (2008) menyatakan bahwa musyarakah terjadi karena

adanya kerjasama pembiayaan antara Islamic banking dan nasabah untuk mengelola suatu kegiatan usaha dengan penyertaan dana sesuai porsi yang disepakati. Pengelolaan dana dipercayakan kepada nasabah, serta pemilik dana dapat melakukan intervensi kebijakan usaha.

Menurut Asmuni (2004:160) musyarakah berasal dari kata

syarika yang berarti persekutuan.Secara etimologi as-syarikah

atau al-musyarakah mengndung makna al-ikhtilāt wa al-imtijāz

yaitu percampuran. Dalam lisan Arab disebutkan as-syirkah dan

as-syarikah mengandung makna yang sama mukhala atu a -

syarikaini (bercampur atau bergabungnya dua orang) untuk

melalukan kerja sama.

Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau

lebih dalam menjalankan suatu usaha tertentu dimana masing- masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama-sama sesuai kesepakatan (Antonio, 2001:90).

Musyarakah, merupakan salah satu produk bank syariah

yang mana terdapat dua pihak atau lebih yang bekerjasama untuk meningkatkan aset yang dimiliki bersama dimana seluruh pihak memadukan sumber daya yang mereka miliki baik yang berwujud/tangible maupun yang tidak berwujud/ittangible. Seluruh pihak yang bekerjasama memberikan kontribusi baik itu

berupa dana, barang, skill ataupun aset-aset lainnya. Sudah menjadi ketentuan bahwa dalam musyarakah pemilik modal berhak dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan pelaksana proyek (Yudiana, 2014: 19).

Menurut Rivai dan Veithzal (2008, 45-47) karakteristik dari transaksi ini karena adanya keinginan dari para pihak (dua pihak atau lebih) melakukan kerja sama untuk suatu usaha tertentu. Masing-masing menyertakan dan menyetorkan modalnya (baik

intanjible asset atau tanjible asset) dengan pembagian

keuntungan di kemudian hari sesuai kesepakatan. Penyertaan setiap pihak yang melakukan kerjasama dapat berupa dana (funding), keahlian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), barang perdagangan (tradingassets) atau intanjible

asset seperti good will atau hak paten, reputasi/nama baik,

kepercayaan serta barang-barang lain yang dapat dinilai dengan uang. Lembaga keuangan menyediakan fasilitas pembiayaan dengan cara menyuntikkan modal berupa dana segar agar usaha

customer dapat berkembang ke arah yang lebih baik.

2) Jenis-Jenis Pembiayaan Musyarakah

Menurut Aisyah (2015:200) musyarakah dibagi menjadi dua:

1) Syirkah al-milk (musyarakah kepemilikan)

Musyarakah kepemilikan muncul karena adanya

kepemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dalam hal ini kepemilikan tersebut berbagi baik dalam sebuah aset nyata maupun dalam keuntungan yang dihasilkan dari aset tersebut.

2) Syirkah al-aqd (musyarakah akad)

Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan

di mana dua orang atau lebih menyetujui bahwa setiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah dan merekapun menyepakati pembagian keuntungan dan kerugian.

3) Syarat Pembiayaan Musyarakah

Syarat pembiayaan musyarakah menurut Yudiana (2014:65) a) Para mitra yang akan melakukan akad musyarakah harus

dalam kondisi cakap hukum dan memiliki kommpetensi dalam memberi maupun diberi kekuasaan perwakilan.

b) Modal dapat berupa aset perdagangan, seperti barang dagang, properti, perlengkapan dan sebagainya termasuk juga aset tidak bberwujud seperti hak paten dan lisensi.

c) Tidak diperbolehkan untuk mencantumkan ketidakikutsertaan pihak lainnya, namun dalam bekerja salah satu pihak oleh melaksanakan dengan porsi yang lebih besar.

d) Akad dianggap sah apabila diucapkan secara verbal atau dilakukan secara tertulis dan disaksikan.

2. Pembiayaan transaksi jual-beli a) Murabahah

1) Pengertian Murabahah

Pengertian murabahah menurut (syafi‟i, 2007: 101)

murabahah merupakan salah satu prinsip akad jual-beli barang yang dijalankan bank syariah tanpa mengenal riba, pada harga asal dengan tambahankeuntungan yang disepakati bersama, dengan disertai cara pembayarannya. Murabahah adalah menjualsuatu barang dengan harga pokok ditambah keuntungan yang disetujui bersama untuk dibayar pada waktu yang ditentukan atau dibayar secara cicilan.

Menurut Karim (2004:98) Murabahah ( al-bai’ bi t aman ajil) lebih dikenal sebagai Murabahah saja. Murabahah yang berasal dari kata ribhu (keuntungan) , adalah transaksi jual beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin).

Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan bila telah disepakati tidak dapat berubah selama

berjalannya akad. Dalam perbankan Murabahah selalu dilakukan pembayaran dengan cicilan (bi tsaman ajil, atau muajjal). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad, sementara pembayaran dilakukan secara tangguh atau cicilan

2. Jenis-Jenis Pembiayaan Murabahah

Menurut Harahap (2008: 93) Jenis pembiayaan murabahah antara lain:

1) Murabahah tanpa pesanan artinya ada yang beli atau tidak, bank

syari‟ah menyediakan barang.

2) Murabahah berdasarkan pesanan artinya bank syari‟ah baru akan melakukan transaksi jual-beli apabila ada yang pesan.

3. Rukun Pembiayaan Murabahah

Menurut Zulkifli (2007: 40) Rukun pembiayaan murabahah antara lain:

1) Penjual (bai’) 2) Pembeli (mu ytari’) 3) Barang/ objek (mabi’) 4) Harga (tsaman)

5) Ijab qabul (shigat)

b) Salam

1. Pengertian Salam

Jual beli salam merupakan prinsip jual beli suatu barang tertentu anatar pihak penjual dan pihak pembeli sebesar harga

pokok ditambah nilai keuntungan yang disepakati, dimana waktu penyerahan barang dilakukan di kemudian hari sementara penyerahan uang dilakukan di muka (secara tunai) Dahlan (2012:194)

2. Rukun Jual Beli Salam

Jual beli ini memiliki tiga rukun yaitu :

a. Ada transaktor, yaitu al-muslim dan al-muslam ilaihi b. Ada modal as-salam (ra‟su mâlis salam).

c. Ada shighat (akad) yaitu ijab dan qabûl, baik tertulis maupun terucap.

3. Syarat-Syarat Jual Beli Salam

Disamping rukun, untuk keabsahan jual beli salam, para Ulama menetapkan syarat-syarat sah. Secara garis besar, para Ulama menggolongkan syarat-syarat ini menjadi dua yaitu :

a. Syarat umum jual beli dan ini pernah dimuat dalam majalah Assunnah edisi 09/Thn XIII/Dzulhijjah 1431/Desember 2009M b. Syarat khusus pada jual beli salam ada enam yaitu :

1) Jual beli ini pada barang-barang yang memiliki kriteria jelas

2) Pembayaran dilakukan pada saat akad (transaksi)

3) Penyebutan kriteria, jumlah dan ukuran barang dilakukan saat transaksi berlangsung

4) Jual beli salam harus ditentukan dengan jelas tempo penyerahan barang pesanan

5) Barang pesanan sudah tersedia di pasar saat jatuh tempo agar dapat diserahkan pada waktunya

6) Barang pesanan adalah barang yang pengadaannya ada dalam tanggung jawab penjual, bukan dalam bentuk satu barang yang telah ditentukan dan terbatas.

c) Istishna‟

1. Pengertian istishna

Pembiayaan istishna adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan yang telah disepakati dengan pembayaran sesuai dengan kesepakatan, Yudiana (2014: 47)

2. Rukun istishna:

a. Penjual atau bank b. Pembeli atau nasabah

c. Barang yang diperjual-belikan

d. Ijab qabul yang dituangkan dalam bentuk akad pembiayaan 3. Persyaratan Istishna

a. Pihak yang melakukan akad cakap secara huum dan suka sama tau tidak ada unsur paksaan

b. Bebas riba

1. Ada meskipun tidak ditempat 2. Milik sah si penjual atau bank

3. Tidak termasuk sebagai obyek yang diharamkan sebagai obyek jual-beli

4. Harus sesuai dengan pernyataan penjual d. Harga dan ketentuan

1. Harga jual bank adalah harga perolehan di tambah harga keuntungan

2. Keuntungan yang diminta bank harus diketahui oleh nasabah

3. Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian 4. Sistem pembayaran dan jangka waktu disepakati

bersama

e. Bank dapat meminta agunan tambahanatas fasilitas yang diberikan

f. Dokumen pendukung

1. Surat keputusan pembiayaan

2. Surat keterangan atau call memo bahwa bank telah membeli atau memesan barang dari supplier.

3. Akad istishna antar bank dengan pembeli atau nasabah 4. Perjanjian pengikatan agunan

5. Surt perohonan realisasi istishna 6. Tanda terima uang

7. Tanda terima barang 8. Polis asuransi

3. Pengertian Non Performing Finance (NPF)

Non Performing Finance adalah rasio yang digunakan untuk

mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola pembiayaan bermasalah yang ada dapat dipenuhi dengan aktiva produktif yang dimiliki oleh suatu bank (Mulyono, 1996). Non Performing Finance

(NPF) secara luas dapat didefinisikan sebagai suatu kredit dimana pembayaran yang dilakukan tersendat-sendat dan tidak mencukupi kewajiban minimal yang ditetapkan sampai dengan kredit yang sulit untuk dilunasi atau bahkan tidak dapat ditagih (Hayati, 2013)

Rivai dan Arifin (2010: 742) menyatakan bahwa pembiayaan bank menurut kualitasnya pada hakikatnya didasrkan atas resiko kemungkinan menurut bank terhadap kondisi dan kepatuhan nasabah pembiayaan dalam memenuhi keewajiban-kewajiban untuk membayar bagi-hasil, mengangsur, serta melunasi pembiayaan kepada bank. Jadi unsur utama dalam menentukan kualitas tersebut meliputi waktu pembiayaan bagi hasil, pembayaran angsuran maupun pelunasan pokok pembiayaan dan diperinci sebagai berikut : a) Pembiayaan Lancar (Pass), b) perhatian Khusus (Special Mention) c) Kurang Lancar (Substanndard), d) Diragukan (Doubtful), d) Macet (loss).

Berikut adalah Rumus yang digunakan untuk menghitungan Non

NPF = Pembiayaan Bermasalah (KL, D, M) x 100 % Total Pembiayaan

4. Pengertian Profitabiltas

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba. Laba tersebut diperoleh dari modal dan aktiva yang dimilikinya. Rasio profitabilitas adalah perbandingan anatara laba perusahaan dengan ekuitas yang digunakan. Rasio yang digunakan adalah Return

On Asset (ROA) diukur dengan laba bersih setelah pajak dibagi dengan

total aktiva yang dimilikinya (Syamsudin, 2011: 59) dalam Oktaviani. Profitabilitas adalah rasio yang digunakan untuk melihat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (Hanafi & Halim, 2000) dalam (Mawaddah, 2015:245).Setiap perusahaan akan berusaha untuk meningkatkan kinerja perusahaannya dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas dan laba perusahaan. Kinerja keuangan bank merupakan suatu ukuran yang menggambarkan kondisi keuangan suatu bank. Bagi nasabah, sebelum mendepositokan dananya di suatu bank merekaakan melihat terlebih dahulu kinerja keuangan bank tersebut melalui laporan keuangan berupa neraca dan laba rugi.

Rasio profitabilitas dalam penelitian ini merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktivitas normal bisnisnya (Hery, 2016:104). Rasio profitabilitas terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu: (Hery, 2016:105-115) :

a. Hasil pengembalian atas aset (Return On Assets) b. Hasil pengembalian atas ekuitas (Return On Equity) c. Marjin laba kotor (Gross Profit Margin)

d. Marjin laba operasional (Operating Profit Margin) e. Marjin laba bersih (Net Profit Margin)

Menurut Sawir dalam (2005: 18) , ROAadalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manjemen perusahaan dalam meperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Sehingga rumus yang digunakan untuk menghitung Return On Assets

menurut Syamsudin, (2011:59) adalah sebagai berikut:

ROA = Laba Bersih Sesudah Pajak x 100 % Total Aktiva

Semakin besar Return on Assets (ROA) suatu bank maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut, dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset (Mawaddah, 2015:246).

Dokumen terkait