• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Brand image ( Citra Merek)

a. Merek (Brand)

Keahlian yang paling unik dari pemasaran profesional adalah kemampuannya untuk menciptakan, memelihara, melindungi dan meningkatkan merek. Menurut Aaker (1991) dalam Nurainun Bangun (2005) merek adalah cara membedakan sebuah nama atau simbol seperti logo, trademark, atau desain kemasan yang dimaksudkan untk mengidentifikasi produk atau jasa dari suatu produsen atau satu kelompok produsen dan untuk membedakan produk atau jasa itu dari produsen yang lain.

Dalam UU merek No. 15 Tahun 2001 Pasal 1 Ayat 1

menyatakan bahwa: “Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunkan

dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa”.

Merek lebih dari sebuah nama, merek lebih dari sebuah logo ataupun sekedar identitas suatu perusahaan. Merek adalah hubungan emosional antara suatu perusahaan, pelanggan dan publik. Regis McKenna mengatakan bahwa sebuah merek adalah hubungan yang diketahui dan dikenal pelanggan, merek adalah sebuah pengalaman aktif (Barnes, 2000: 315).

Secara umum konsumen akan membeli barang-barang dengan merek yang sudah dikenal, karena para konsumen tersebut merasa aman dengan sesuatu yang sudah dikenal. Merek yang sudah dikenal dianggap dapat diandalkan dan memiliki kemampuan dalam bisnis serta memiliki kualitas yang bisa dipertanggungjawabkan, dengan garis bawah bahwa merek tersebut memiliki citra yang baik dibenak konsumen sehingga dapat dipercay, diingat dan dikenal oleh konsumen.

b. Citra (Image)

Citra adalah persepsi masyarkat terhadap perusahaan dan produknya (Kotler, 2002: 338). Tidak mudah membentuk sebuah image sebuah merek, tetapi sekali terbentuk juga tidak mudah untuk mengubahnya. Image yang dibentuk sebuah perusahaan bukanlah sekedar image, tetapi image yang jelas, berbeda dan secara relatif lebih unggul dibandingkan pesaing.

c. Citra Merek (Brand Image)

Menurut Kotler and Keller (2009: 403) citra merek adalah persepsi yang dimiliki oleh konsumen saat pertama kali mendengar slogan yang diingat dan tertanam di benak konsumen. Keller dalam Ferrinadewi (2008: 165) juga menyatakan bahwa citra merek adalah persepsi tentang merek yang merupakan refleksi memori konsumen akan asosiasinya pada merek tersebut. Citra merek bagi perusahaan merupakan persepsi masyarakat terhadap jati diri perusahaan. Persepsi

ini didasarkan pada apa yang diketahui oleh masyarakat tentang perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan yang sama belum tentu memiliki citra memiliki citra yang sama pula dihadapan satu orang konsumen. Salah satu pegangan konsumen dalam memiliki minat dan pengambilan keputusan penting yaitu citra perusahaan.

Biels dalam jurnal Xian and Gou li et all (2011: 2) membagi citra merek menjadi tiga komponen yaitu Citra Perusahaan, Citra Konsumen, dan Citra Produk :

1) Citra Perusahaan (corporate image), yaitu asosiasi yang berkaitan dengan asosiasi yang berkaitan dengan organisasi dengan atribut dari suatu perusahaan seperti tingkat teknologi, dan gaya kepemimpinan. Semakin baik citra suatu perusahaan maka produk-produk dari perusahaan tersebut akan mudah untuk diterima oleh konsumen.

2) Citra Konsumen (consumers image) menurut Keller dalam Grace

O’cass (2002: 259) menyatakan bahwa citra konsumen menunjuk

kepada persepsi dari jenis seseorang yang menggunakan produk atau jasa tersebut.

3) Citra Produk (product image) yaitu persepsi dari seseorang yang ditujukan terhadap suatu produk tertentu (Xian and Gou li et all, 2011:2). Pendapat lain menyatakan bahwa citra produk adalah sebagai jumlah dari gambaran-gambaran, kesan-kesan dan

keyakinan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu obyek (Kotler dalam Sutisna, 2008: 183).

d. Indikator Brand Image

Menurut Kotler & Keller (2008: 56) menyebutkan pengukuran citra merek (brand image) dapat dilakukan berdasarkan beberapa aspek, yaitu:

1) Strength of brand association

Semakin dalam individu berpikir tentang informasi produk dan menghubungkannya dengan pengetahuan merek yang ada, maka semakin kuat asosiasi merek yang akan dihasilkan.

2) Favorable of brand association

Favourable mengarah pada kemampuan merek tersebut untuk mudah diingat oleh pelanggan. Favorable adalah asosiasi-asosiasi yang dapat diharapkan oleh pelanggan sasaran dan disampaikan secara sukses oleh sebuah produk melalui program komunikasi pemasaran yang mendukung merek produk tersebut.

3) Uniquess of brand association

Aspek uniqueness bergantung pada dua faktor yaitu sejauh mana asosiasi merek produk yang dibawakan oleh program komunikasi pemasaran memiliki unsur kesamaan/keseimbangan jika dibandingkan dengan asosiasi merek produk lainnya dan sejauh mana program komunikasi pemasaran memiliki unsur perbedaan jika dibandingkan dengan asosiasi merek produk lainnya.

e. Manfaat Brand Image

Manfaat citra merek dikemukakan oleh Sutisna dan Teddy (2001: 83), yakni sebagai berikut:

1) Konsumen dengan citra yang positif terhadap suatu merek, lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian.

2) Perusahaan dapat mengembangkan lini produk dengan memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap merek produk lama.

3) Kebijakan familiy branding dan feverage branding dapat dilakukan jika citra merek produk yang telah ada positif.

2. Persepsi Kualitas Pelayanan

a. Pengertian Persepsi

Dalam pemasaran, persepsi lebih penting daripada realitas, karena persepsi yang mempengaruhi perilaku aktual konsumen (Kotler & Keller, 2009). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia persepsi di definisikan sebagai pemahaman, penafsiran, tanggapan individu, proses untuk mengingat atau mengidentifikasi sesuatu. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Namun proses itu tidak berhenti begitu saja, melainkan stimulus tersebut diteruskan dan proses selanjutnya merupakan proses persepsi. Oleh karena itu proses persepsi tidak dapat lepas dari proses penginderaan, dan proses penginderaan

merupakan proses pendahulu dari proses persepsi (Walgito, 2004 : 87-88).

Menurut Kotler dan Amstrong (2008: 214) menyatakan persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur dn menginterprestasikan informasi untuk membentuk suatu yang berarti mengenai dunia. Sedangkan yang lain, menurut Mozkowitz dan Orgel (1969) dalam Bimo Walgito (2004: 88) persepsi di definisikan sebagai proses yang terintegrated dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya.

Robert S. Kaplan dan David P. Norton dalam bukunya

Strategy Maps” menyatakan bahwa persepi dapat dianggap sebagai

penyebab dan berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Persepsi yang difungsikan sebagai salah satu alat problem solving dapat menjadi sarana jitu jika dimaksimalkan perannya. Semakin banyak alternatif persepsi yang ada dalam pikiran manusia dalam menghadapi persoalan-persoalan kehidupan, maka akan semakin kaya pula kemungkinan-kemungkinan untuk menyelesaikan masalah dengan baik, demikian pula sebaliknya. (Rahmawaty, 2014: 32)

b. Pengertian Persepsi Kualitas Layanan

Menurut Kotler dan Keller (2012:153) menyatakan kualitas pelayanan adalah totalitas fitur dan karakteristik dari suatu produk atau jasa yang menanggung pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Sedangkan menurut Tjiptono

(2008: 121) bahwa kualitas pelayanan adalah sebagai ukuran seberapa bagus tingkat pelayanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan.

Kualitas pelayanan jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan jasa yaitu dirasakan expected service dan perceived service. Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika jasa diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan maka kualitas pelayanan jasa dipresepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas pelayanan jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten (Tjiptono, 2011: 60).

Menurut Aaker (dalam Firdaus, 2013) persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas serta keunggulan suatu produk atau jasa yang berkaitan dengan apa yang diharapkan pelanggan. Sedangkan menurut Tjiptono (2001: 51) Persepsi kualitas pelayanan adalah suatu persepsi dan realitas dari pelayanan yang diharapkan pelanggan terhadap pelayanan yang

diberikan perusahaan. Konsep kualitas itu sendiri dianggap sebagai ukuran relative kebaikan suatu produk atau jasa yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian.

Pelayanan dalam Islam menurut Hafidudin dan Tanjung (2003: 56) antara lain sebagai berikut:

1. Shidiq, yaitu benar dan jujur, tidak pernah berdusta dalam melakukan berbagai macam transaksi bisnis. Larangan berdusta, menipu, mengurangi takaran timbangan dan mempermainkan kualitas akan menyebabkan kerugian yang sesungguhnya. Nilai shidiq disamping bermakna tahan uji, ikhlas serta memiliki kesinambungan emosional.

2. Kreatif, berani, dan percaya diri. Ketiga hal tersebut mencerminkan kamauan berusaha untuk mencari dan menemukan peluang bisnis yang baru, prospektif dan berwawasan masa depan, namun tidak mengabaikan prinsip kekinian. Hal ini hanya mungkin dapat dilakukan bila seorang pebisnis memiliki kepercayaan diri dan keberanian untuk berbuat sekaligus siap menanggung berbagai macam resiko.

3. Amanah dan Fatonah merupakan kata yang sering diterjemahkan dalam nilai bisnis dalam manajemen dan bertanggungjawab, transparan, tepat waktu, memiliki manajemen bervisi, manajer dan pemimpin yang cerdas, sadar produk dan jasa, secara berkelanjutan.

4. Tablig yaitu mampu berkomunikasi dengan baik, istilah ini juga diterjemahkan dalam bahasa manajemen sebagai supel, cerdas, deskripsi tugas, delegasi wewenang, kerja tim, cepat tanggap, koordinasi, kendali, dan supervisi.

5. Istiqomah, yaitu secara konsisten menampilkan dan menhimplementasikan nilia-nilai diatas walau mendapatkan godaan dan tantangan. Hanya dengan istiqomah peluang-peluang bisnis yang prospektif dan menguntungkan akan selalu terbuka lebar.

c. Dimensi Kualitas Pelayanan

Menurut Parasuraman dalam Lovelock dan Wright (2007: 98-99) terdapat lima dimensi kualitas layanan yaitu:

1. Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dann terpercaya. Dimensi ini menunjukkan kemampuan lembaga memberikan pelayanan secara akurat, handal, dan bertanggungjawab sesuai yang dijanjikan dan terpercaya. Kualitas pelayanan ini umumnya terlihat dalam kerja sehari-hari, misalnya jika pada waktu tertentu terdapat kesalahan, hal ini akan menjadikan indikasi kualitas pelayanan menurun, contohnya adalah ketepatan waktu dan kecepatan dalam melayani nasabah.

2. Ketanggapan (Responsiveness), dimensi ini mencakup keinginan untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang tepat dan cepat. Tingkat kepekaan yang tinggi terhadap nasabah perlu

diikuti dengan tindakan yang tepat sesuai dengan kebutuhan tersebut.

3. Berwujud (Tangible), yaitu kemampuan suatu lembaga dalam mewujudkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilam dan kemampuan sarana dan prasarana fisik lembaga yang dapat diandalkan keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh: gedung, gudang dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang digunakan serta pegawainya.

4. Jaminan (Assurance) yaitu pengetahuan dan kesopanan karyawan untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan, atau jaminan ini dapat ditunjukkan melalui pengetahuan, kesopanan, rasa aman, rasa percaya, bebas dari bahaya dan resiko yang dapat diberikan karyawan kepada pelanggannya.

5. Empati (Empthy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para nasabah dengan berupaya memahami keinginan nasabah. Dimana suatu lembaga memiliki pengertian dan pengetahuan tentang nasabah, memahami kebutuhan nasabah secara spesifik, serta memiliki waktu pengoprasian bagi nasabah. Bentuk perhatian tersebut bermacam-macam sesuai dengan kondisi nasabah dan situasi keadaan yang ada, ada kalanya seorang yang datang dengan perasaan yang kalut, marah, ataupun stres. Seorang karyawan perlu

memahami perasaan seperti itu agar dapat melakukan tindakan yang sesuai dengan kondisi psikologis nasabah.

Skala yang digunakan dalam mengukur kualitas pelayanan dinamakan skala servqual. Dalam Lovelock dan Wright ( 2007) skala servqual adalah skala terstandarisasi tentang 22 butir yang mengukur harapan dan persepsi tentang dimensi kualitas yang paling penting. Skala servqual harus mencakup lima dimensi kualitas pelayanan.

3. Keputusan Menggunakan Jasa Pembiayaan

a. Pengertian Keputusan

Keputusan nasabah merupakan tindakan-tindakan dan hubungan sosial yang dilakukan oleh nasabah perorangan, kelompok organisasi untuk menilai, memperoleh dan menggunakan barang-barang serta jasa melalui proses pertukaran atau pembelian yang diawali dengan proses pengambilan keputusan yang menentukan tindakan-tindakan tersebut (Maliyah, 2011).

b. Indikator KeputusanMenggunakan Jasa Pembiayaan

Menurut Kotler dan Keller (2009: 184), indikator keputusan konsumen meliputi 5 tahap:

Sumber : Kotler dan Keller (2009) Gambar 2. 1 Proses Keputusan Pembelian

Pengenalan masalah Pencarian informasi Perilaku pasca pembelia Keputusan pembelian Evaluasi alternatif

1) Pengenalan Masalah.

Merupakan tahapan dimana pembeli mengenali masalah atau kebutuhannya. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan aktualnya dengan keadaan yang diinginkannya. Kebutuhan tersebut dapat dipicu oleh rangsangan internal seperti lapar haus yang bila mencapai titik tertentu akan menjadi sebuah dorongan dan rangsangan eksternal.

2) Pencarian Informasi

Setelah tergerak oleh simulasi, konsumen berusaha mencari informasi lebih banyaj tentang hal yang dikenalinya sebagai kebutuhannya. Konsumen memperoleh informasi dari sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga dan kenalan), publik (media masa dan organisasi pembuat peringkat) dan eksperimental (penanganan pemeriksaan dan penggunaan produk).

3) Evaluasi alternatif

Merupakan tahapan dimana konsumen memperoleh informasi tentang suatu objek dan membuat penilaian akhir. Pada tahap ini konsumen menyempitkan pilihan hingga alternatif yang dipilih berdasarkan besarnya kesesuaian antara manfaat yang diinginkan dengan yang bisa diberikan oleh produk yang tersedia. 4) Keputusan pembelian

Merupakan tahap dimana konsumen telah memiliki pilihan dan siap melakukan transaksi pembelian atau pertukaran antara

uang atau janji untuk membayar dengan hak kepemilikan atau penggunaan suatu benda.

5) Perilaku pasca pembelian

Merupakan tahap dimana konsumen akan mengalami dua kemungkinan yaitu kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pilihan yang diambilnya.

4. Minat

a. Pengertian Minat

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, minat diartikan sebagai kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu (Poerwardarminta, 2006 : 76). Menurut Mappiare (1997: 62) minat adalah suatu perangkat mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan, pendirian prasangka atau kecenderungan lain yang mengarahkan individu kepada suatu pilihan tertentu. Minat adalah kecenderungan seseorang yang tetap memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang dan diperhatikan secara terus-menerus yang disertai dengan rasa senang (Slameto, 1988: 180).

Minat merupakan motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih. Setiap minat akan memuaskan suatu kebutuhan. Dalam melakukan fungsinya kehendak itu berhubungan erat dengan pikiran dan perasaan. Pikiran mempunyai kecenderungan bergerak dalam rasional

analisis, sedang perasaan yang bersifat halus atau tajam lebih mendambakan kebutuhan. Sedangkan akal berfungsi sebagai pengingat fikiran dan perasaan itu dalam koordinasi yang harmonis, agar kehendak bisa diatur dengan sebaik-baiknya (Sukanto, 1985: 120).

b. Unsur-Unsur Minat

Menurut Abdurahman (1993: 112) unsur-unsur minat adalah: 1) Unsur kognisi (mengenal) dalam pengertian nahwa minat itu

didahului oleh pengetahuan dan informasi mengenai obyek yang disetujui oleh minat tersebut.

2) Unsur emosi (perasaan) karena dalam partisipasi atau pengalaman itu disertai dengan perasaan tertentu (biasanya perasaan senang) 3) Unsur konasi (kehendak) merupakan kelanjutan dari dua unsur

diatas yaitu diwujudkan dalam bentuk kemauan dan hasrat untuk melakukan suatu kegiatan.

c. Indikator Minat

Menurut Crow dan Crow dalam Abdurahman (1993: 112) faktor-faktor yang mempengaruhi minat antara lain:

1. Faktor dorngan atau keingingan dari dalam (inner urges), yaitu dorongan atau keinginan yang berasal dari dalam diri seseorang merupakan rasa ingin tahu, atau dorongan untuk menghasilkan sesuatu yang baru atau berbeda yang akan menimbulkan minat tertentu. Termasuk didalamnya berkaitan dengan faktor-faktor

biologis yatiu faktor-faktor yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan fisik yang mendasar.

2. Faktor motif sosial (social motive), yaitu motif yang dikarenakan adanya hasrat yang berhubungan dengan faktor dari diri seseorang sehingga menimbulkan minat tertentu. Faktor ini menimbulkan seseorang menaruh minat terhadap suatu aktifitas agar dapat diterima atau diakui oleh lingkungan termasuk didalamnya faktor status sosial, prestise (kehormatan/ kedudukan/ harga diri/ pamor). 3. Faktor emosional (emotional motive), yaitu motif yang berkaitan

dengan perasaan emosi yang berupa dorongan-dorongan, motif-motif, respon-respon emosional dan pengalaman-pengalaman yang diperoleh individu.

5. Pembiayaan

a. Pengertian Pembiayaan

Berdasarkan UU No.21 tahun 2008 pasal 1 ayat 25 tentang Perbankan Syariah, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;

d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk

transaksi multijasa.

Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Menurut Muhammad (2002: 260) pembiayaan secara luas diartikan sebagai pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Sedangkan menurut Rivai dan Arifin (2010: 700) pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dan / lembaga keuangan lainnya dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyedian dana untuk mendukung investasi yang telah direncanakan berdasarkan kesepakatan antara bank syariah dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut

setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil yang telah disepakati sebelumnya.

Menurut UU No.21 tahun 2008 pasal 1 ayat 12 tentang Perbankan Syariah menyatakan bahwa: “Prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah”.

b. Unsur-unsur Pembiayaan

Unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit atau pembiayaan menurut Kasmir (2003: 114-115)

1) Kepercayaan, yaitu keyakinan pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang diberikan baik berupa uang, barang atau jasa akan benar-benar diterima kembali dimasa tertentu dimasa datang.

2) Kesepakatan, dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing-masing-masing. Kesepakatan pembiayaan/kredit dituangkan dalam akad pembiayaan /kredit yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak yaitu pihak bank dan nasabah.

3) Jangka waktu, setiap kredit yang diberikan pasti memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pembelian kredit yang telah disepakati. Hampir dapat dipastikan bahwa tidak ada kredit yang tidak memiliki jangka waktu.

4) Resiko, resiko kerugian bisa diakibatkan dua hal yaitu resiko kerugian dari nasabah yang sengaja tidak mau membayar kreditnya padahal mampu, dan resiko kerugian yang diakibatkan karena nasabah tidak sengaja yaitu akibat terjadinya musibah seperti bencana alam.

5) Balas jasa, balas jasa bagi bank berdasarkan prinsip syariah ditentukan dengan bagi hasil

Dokumen terkait