• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dalam pembahasan yang akan diteliti selanjutnya jelas berkaitan erat dengan masalah sosial yang mempengaruhi jumlah perceraian dengan alasan syiqaq antara para pihak yang berperkara di mana mereka bertempat tinggal baik di desa maupun kota sekitar wilayah dalam yurisdiksi Pengadilan Agama Sumber, Cirebon.

Dari hasil temuan berupa data-data yang diperoleh dari laporan maupun hasil wawancara pribadi dengan Panitera Muda Hukum dan hakim Pengadilan Agama Sumber terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya syiqaq selama tahun 2009, maka selanjutnya penulis akan menggunakan salah satu teori dalam sosiologi yang relevan untuk menganalisis faktor-faktor tersebut, yakni teori fungsional struktural. Penjelasan mengenai teori tersebut akan dipaparkan pada pembahasan berikut ini.

Teori Fungsional Struktural

Fungsional struktural adalah salah satu paham atau perspektif di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang terdiri dari

bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan bagian-bagian yang satu tak dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan yang lain.20

Selanjutnya perubahan yang terjadi pada salah satu bagian akan menyebabkan ketidakseimbangan dan pada gilirannya akan menciptakan perubahan pada bagian lain. Asumsi dasar teori ini ialah bahwa semua elemen atau unsur kehidupan masyarakat harus berfungsi, sehingga masyarakat secara keseluruhan bisa menjalankan fungsinya dengan baik.21

Karena yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini berkaitan dengan isi putusan Pengadilan Agama yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka menurut hemat penulis sebagaimana dikemukakan oleh Cik Hasan Bisri untuk menjelaskan putusan Pengadilan dapat digunakan teori yang relevan, yakni teori konkretisasi hukum (stufenbau theory) yang digagas oleh Hans Kelsen kemudian dikembangkan selanjutnya oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky.22

Dari teori tersebut dipakai sebagai pijakan analisis penulis nantinya terhadap putusan Pengadilan Agama Sumber nomor: 0118/Pdt.G/2009/PA.SBR yang bisa dikatakan mempunyai kontribusi dalam upaya proses penerapan hukum Islam yang berkaitan dengan bidang Perkawinan, sehingga hukum Islam yang tertera dalam Al Qur’an, Sunnah Nabi, dan ijtihad Ulama dalam kitab-kitab fiqih dapat terus

20 Bernard Raho, Teori Sosiologi Modern (Jakarta : Prestasi Pustakaraya, 2007), h.48. 21 Ibid.

22

Cik Hasan Basri, Pilar-Pilar Penelitian Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada , 2004), h.209-210.

dilanjutkan dan diimplementasikan oleh masyarakat sepanjang masa di seluruh tempat terlebih di Negara Indonesia yang notabene mempunyai warga Negara yang mayoritas beragama Islam.

Agar menjadi jelas dalam pembahasan selanjutnya, maka berikut ini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai teori tersebut.

Teori Stufenbau Hans Kelsen

Salah satu teori yang masih dipakai sampai sekarang darinya adalah teori Jenjang (Stufenbautheorieder normen) yang sering disingkat teori stufenbau yang digagas oleh Hans Kelsen dan kemudian dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky. Kelsen mengemukakan bahwa norma-norma hukum itu berjenjang–jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti , suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif yaitu norma dasar (Grundnorm).23

23

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan I Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan Lainnya (Yogyakarta : Kanisius, 2007), h.41.

Sebagai norma yang tertinggi, grundnorm tersebut harus diterima secara aksiomatis (kenyataan yang diterima sebagai kebenaran tanpa perlu pembuktian lebih lanjut.24

Teori Kelsen di atas memang masih bersifat umum karena tidak ditujukan khusus kepada norma hukum. Artinya, norma apapun (agama, kesusilaan, sopan santun, dan hukum) mengalami lapisan-lapisan dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dalam perkembangan selanjutnya, teori itu dikembangkan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky, dengan teorinya Die Stufenordnung der Rechtnormen atau Die Lehre von dem Stufenaufbau der Rechtsordnung. Berbeda dengan Kelsen, teori Nawiasky lebih bersifat khusus, karena ia sudah menerapkannya terhadap norma hukum sebagai aturan-aturan yang yang dikeluarkan oleh Negara.25

Nawiasky membagi norma hukum dalam empat kelompok norma, yaitu : (1) Staatsfundamental norm, (2) Staatsgrund gesetz, (3) Formulle Gesetze, dan (4) verordnungen dan Autonome Satzungen. Dari pembagian di atas jelas terdapat perbedaan istilah antara Nawiasky dengan Kelsen terutama yang berkaitan dengan norma dasar Negara. Kalau Nawiasky menyebut norma dasar Negara dengan istilah Staatsfundamental norm, bukan grundnorm atau Staatsgrundnorm seperti pendapat Kelsen, dengan pertimbangan apabila dipakai Grundnorm itu mempunyai kecenderungan bahwa norma dasar Negara tidak berubah atau bersifat tetap,

24

Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-Pokok Filsafat Hukum Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia (Jakarta : PT Gramedia Utama, 1995), h.223.

sedangkan di dalam suatu Negara norma dasar itu negara itu dapat berubah sewaktu-waktu oleh adanya suatu pemberontakan, kudeta, dan sebagainya.26

Di dalam sistem norma hukum Negara Indonesia, Pancasila merupakan norma fundamental Negara yang merupakan norma hukum yang tertinggi, dan kemudian secara berturut-turut diikuti oleh Batang Tubuh UUD 1945, Ketetapan MPR, serta hukum dasar tidak tertulis atau disebut juga Konvensi Ketatanegaraan sebagai Aturan Dasar Negara/ Aturan Pokok Negara (Staatsgrundgesetz), Undang-undang (formel gesetz) serta Peraturan Pelaksanaan dan Peraturan Otonom (verordnung & Autoneme Satzung) yang dimulai dari Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, dan peraturan pelaksanaan serta peraturan otonom lainnya.27

Dari teori peringkat hukum yang tersusun dari rechtidee (cita hukum/hukum abstrak), norma antara, dan norma konkret tersebut, apabila ditarik untuk melembagakan hukum Islam, maka yang menjadi cita hukum adalah nilai-nilai Islam yang terdapat dalam Al Qur’an dan hadits Nabi. Norma abstrak ini bersifat universal dan tidak boleh dilakukan perubahan sedikitpun oleh manusia. Norma antara adalah asas-asas hukum Islam dan pengaturannya sebagaimana dikembangkan oleh ahli hukum Islam.28 Norma antara ini merupakan asas-asas hukum yang dihasilkan oleh

26 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, h.47-48. 27 Ibid., h.57.

28

Samsul Bahri, ed.,Membumikan Syariat Islam Strategi Positivisasi Hukum Islam Melalui Yurisprudensi (Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2007), h.51.

ijtihad para Ulama untuk merealisasikan nilai-nilai dalam norma abstrak berdasarkan situasi dan kondisi sosial budaya manusia yang bersangkutan. Sedangkan yang menjadi norma konkret adalah semua hasil penerapannya dalam masyarakat dan penegakannya melalui Pengadilan. (dalam bentuk living law dan hukum positif).29

Menurut Rifyal Ka’bah sebagaimana dikutip oleh Samsul Bahri, sebelum menjadi hukum positif, hukum Islam membutuhkan formulasi dalam bentuk kode-kode hukum Islam (dalam bentuk bahasa hukum umum) yang siap pakai dengan kebutuhan penyelenggaraan hidup berbangsa dan bermasyarakat.30

Menurut Jimly As Shiddiqi sebagaimana dikutip oleh Samsul Bahri, dalam pembentukan hukum dapat ditempuh melalui dua jalur yaitu dengan melalui prosedur legislasi dan melalui yurisprudensi.31

Pada pembahasan ini akan lebih ditekankan pada positivisasi hukum Islam melalui yurisprudensi karena erat kaitannya dengan putusan majelis hakim Pengadilan Agama Sumber perkara nomor : 0118/Pdt.G/2009/PA.SBR yang sudah berkekuatan hukum tetap.

Dalam mengupayakan positivisasi hukum Islam yang dilakukan melalui yurisprudensi, maka hakim akan melakukan ijtihad untuk menemukan asas dan kaidah hukum dalam norma yang terkandung dalam Al Qur’an melalui fiqh yang merupakan norma antara, agar bisa diterapkan dalam kasus konkret. Di samping itu,

29 Ibid., h.52.

30 Ibid. 31 Ibid., h.133.

untuk dapat merealisasikan asas norma dalam Al Qur’an pada kasus konkret hakim harus mengerti dan tidak boleh menyimpang dari maqashid al-syari’ah, yaitu tujuan tujuan umum dari norma yang dikandung dalam Al Qur’an yang tidak lain adalah ruh ajaran agama demi kemaslahatan manusia.32

Menurut Padmo Wahjono, norma abstrak hukum Islam berbentuk nilai-nilai yang dikandung dalam kitab suci Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Karena berisi nilai-nilai Al Qur’an, maka norma abstrak dalam sistem hukum Islam bersifat universal, abadi, dan tidak dapat diubah oleh manusia. Norma antara dalam sistem hukum Islam berupa asas-asas dan kaidah pengaturan yang dihasilkan oleh kreasi manusia yang terikat dengan situasi, kondisi, ruang, dan waktu. Norma antara ini adalah karya ilmiah para Ulama, pakar/ ilmuwan Islam (fuqaha), termasuk Kompilasi Hukum Islam (KHI).33

Sedangkan norma konkret hukum Islam adalah semua hasil penerapan dan pelayanan hukum kreasi manusia (yang bersumber dari norma abstrak melalui norma antara) serta penegakan hukum di Pengadilan.34

Kesejajaran hubungan stufenbau theorie dalam positivisasi hukum Islam dapat digambarkan sebagai berikut:

32

Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2006), h.304.

33

Busthanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia Akar, Sejarah, Hambatan, dan Prospeknya (Jakarta : Gema Insani Press, 1996), h.150.

Norma Hukum Konkret: Pedoman di dalam penjelasan pasal 28, Hukum konkret harus berdimensi demokratis,kemanu- siaan dan keadilan sosial

Norma Hukum Indonesia

Teori Stufenbau Hukum Islam

Keterangan:

=garis kesejajaran =garis hubungan

transformasi

Sumber: buku Samsul Bahri,Membumikan Syariat Islam, h.132 Staats- fundamental norm Norma Hukum Antara: UUD 1945 menciptakan pokok pikiran dalam

pasal-pasal. Aturan untuk penyelenggaraan aturan pokok Norma konkret: semua hasil penerapan dan penegakan di Pengadilan Norma Hukum Antara:

Asas dan kaidah pengaturan hasil karya manusia Norma Hukum

Abtrak atau Cita Hukum/ Rechtsidee Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945/ Pancasila, mewujudkan cita hukum yang menguasai hukum dasar Negara (tertulis/tidak tertulis) Autoneme Setzung Staats- grundnorm dan Formeel gesetz Norma Abstrak Nilai-nilai dalam Al Qur’an

Dokumen terkait