• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah bagian penting dalam penelitian. Artinya, teori hukum harus dijadikan dasar dalam memberikan preskripsi atau penilaian apa yang seharusnya memuat hukum. Selain, teori juga bisa digunakan untuk menjelaskan fakta dan peristiwa hukum yang terjadi. Untuk itu, kegunaan teori hukum dalam penelitian adalah sebagai pisau analisis pembahasan tentang peristiwa atau fakta hukum yang diajukan dalam masalah penelitian.14 Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain tergantung pada metodelogi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.15

Landasan teori pada suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional penelitian. Landasan teori dalam suatu penelitian adalah bersifat strategis artinya memberikan realisasi pelaksanaan penelitian.16

Kerangka teoritis bagi suatu penelitian mempunyai kegunaan sebagai berikut:17

14 Mukti Fajar Nur Dewata dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 146

15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2005), hal. 6

16 Kaelan MS., Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma Bagi Pengembangan Penelitian Interdisipliner Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Semiotika, Sastra, Hukum, dan Seni, (Yogyakarta: Paradigma, 2005), hal. 239

17 Soerjono Soekanto, Op. cit., hal. 121

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

Teori yang digunakan sebagai alat untuk melakukan analisis dalam penelitian ini ialah teori utilitarisme yang didukung oleh teori rekayasa sosial dari Roscoe Pound dan selanjutnya juga digunakan teori stakeholder (stakeholder theory) dan teori sistem hukum (legal system theory).

Teori utilitarisme di kembangkan oleh Jeremy Bentham. Menurut Jeremy Bentham mengemukakan bahwa suatu perundang-undangan itu hendaknya dapat memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebagian terbesar masyarakat.

Tujuan perundang-undangan ialah untuk menghasilkan kebahagiaan bagi masyarakat.

Untuk itu perundang-undangan harus berusaha untuk mencapai 4 (empat) tujuan, sebagai berikut:18

18Achmad Ali (I), Menguak Teori Hukum (Legal Teory) Dan Teori Peradilan (JudicialPrudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legalprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 78

a. To provide subsistence (untuk memberikan nafkah hidup)

b. To Provide abundance (untuk memberikan makanan yang berlimpah) c. To Provide Security (untuk memberikan perlindungan)

d. To Provide equity (untuk mencapai persamaan).

Aliran utilitarisme dianggap sebagai aliran yang meletakkan kemanfaatan sebagai tujuan utama hukum. Kemanfaatan disini diartikan sebagai kebahagiaan (happiness).19

Teori rekayasa sosial yang disebutkan oleh Roscoe Pound disebut juga dengan istilah law as a tool of social engineering. Di Indonesia teori ini dikembangkan oleh Mochtar Kusumaatmadja menyebutkan bahwa :20

Abdurahman mengatakan bahwa:

”Hukum berfungsi sebagai sarana pembaharuan atau sarana pembangunan adalah didasarkan atas anggapan, bahwa hukum dalam arti kaedah atau peraturan hukum memang bisa berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah kegiatan manusia ke arah yang dikehendaki oleh pembangunan”.

21

”Disatu pihak hukum memperlihatkan diri sebagai suatu objek pembangunan nasional, dalam arti hukum itu dilihat sebagai suatu sektor pembangunan yang perlu mendapat prioritas penegakan, pengembangan dan pembinaannya. Sedangkan dipihak lain hukum harus dipandang sebagai suatu “alat” (tool) dan sarana penunjang yang akan menentukan usaha-usaha pembangunan nasional”.

19 Muhammad Erwin, Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hal. 180-181. Gustav Radbruch justru suatu kepastian hukum (azas legalitas), keadilan (finalitas) dan kemanfaatan (utility).Ibid, hal. 184

20 Mochtar Kusumaatmadja, Hukum, Mayarakat Dan Pembinaan Hukum Nasional, (Bandung: Bina Cipta, 1976), hal. 12-13

21 Abdurahman, Aneka Masalah Hukum Dalam Pembangunan Di Indonesia, (Bandung:

Alumni, 1976), hal. 19

Teori selanjutnya yang digunakan untuk menganalisis permasalahan ialah teori stakeholder (stakeholder theory). Stakeholder secara singkat ialah orang atau istansi yang berkepentingan (pihak yang berkepentingan) atau pemangku kepentingan.22StakeholderTheory dikembangkan oleh Freeman’s dan Carrol dimana Freeman’s memberikan atau mengartikan stakeholder theory, sebagai berikut:23

Fokus dari keberadaan teori ini, yaitu:

”a stakeholder is any group or individual who can affect or is affected by the achievement of the organization’s objectives (artinya: pemangku kepentingan sebuah kelompok atau individu dapat dipengaruhi atau mempengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi)”.

24

a. Apa yang menjadi tujuan dari perusahaan,

b. Apa tugas yang diemban oleh manajer atau pengelola perusahaan terhadap para stakeholder.

Uraian fokus keberadaan teori stakeholders di atas, sebagai berikut:25

22 Selain stakeholder theory terlebih dahulu dikenal teori shareholder theory dimana teori ini menitikberatkan pada pertanggungjawaban direktur terhadap pemegang saham. Konsep tersebut dianggap tidak lengkap terutama ketika menghadapi skandal seperti perusahaan publik yang menyerap banyak uang rakyat. Hal inilah yang menyebabkan banyak negara yang melirik stakeholder theory.

Bismar Nasution (II), Op.Cit, hal. 4

23 Salim HS & Erlias Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Disertasi Dan Tesis, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2016), hal. 114

24 Bismar Nasution (II), Op.Cit, hal. 5

25 Salim HS & Erlias Septiana Nurbaini, Op.Cit, hal. 115-116

”1. Tujuan perusahaan harus dirumuskan oleh manajer secara bersama-sama dengan stakeholders tentang nilai yang mereka ciptakan dan kepentingan pemangku kepentingan. Dengan adanya perumusan bersama tersebut akan mendorong kemajuan perusahaan dan memungkinkan menghasilkan kinerja yang luar biasa.

2. Tugas yang diemban oleh manajer mendorong untuk:

a) Mengartikulasikan bagaimana mereka ingin melakukan usaha,

b) Jenis hubungan yang diinginkan dan dibutuhkan untuk dibuat dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan mereka,

c) Realitas ekonomi diciptakan oleh mereka yang secara sukarela datang bersama-sama dan bekerja sama untuk meningkatkan keadaan hidup setiap orang dan

d) Manajer harus mengembangkan hubungan, menginspirasi para pemangku kepentingan mereka dan menciptakan komunitas dimana semua orang berusaha untuk memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya”.

Teori ini pada dasarnya berangkat dari asumsi bahwa nilai-nilai merupakan faktor yang sangat penting dan secara eksplisit merupakan bagian dari kegiatan bisnis.

Sir Adrian Cadbury mengidentifikasi 3 (tiga) tingkatan tanggung jawab perusahaan (the cadbury paradigm), yaitu:26

c. Sampai sejauh manakah bisnis (perusahaan) memiliki tanggung jawab untuk mempertahankan kerangkat masyarakat (framework of the society) dimana

”a. Tanggung jawab perusahaan untuk memenuhi kewajiban kepada para pemegang saham, para karyawan, para langganan, penyalur dan para kreditor serta membayar pajak dan memenuhi kewajibannya berdasarkan hukum yang berlaku,

b. Tanggung jawab yang terkait dengan akibat langsung atau implikasi dari kegiatan utama atau operasional perusahaan terhadap masyarakat,

26 Bismar Nasution (II), Op.Cit, hal. 5-6.

kegiatan dan sampai sejauh manakah perusahaan lebih memprioritaskan kepentingan masyarakat dibandingkan kepentingan komersialnya.

Stakeholder dapat dibagi atas 2 (dua), yaitu:27

Keterkaitan hubungan antara stakeholders internal dengan eksternal agar berjalan dengan baik atau masing-masing pihak terlindungi dengan baik harus didasari prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Hal itu disebabkan karena masing-masing pihak memberikan keuntungan sama lain baik untuk perusahaan maupun terhadap pihak-pihak yang terdapat pada internal maupun eksternal stakeholders. Bukti saling menguntungkan antara pihak-pihak yang terdapat pada internal maupun eksternal stakeholders dengan perusahaan misalnya para

”a. Stakeholder internal atau inside stakeholders atau primary stakeholders adalah orang-orang yang memiliki kepentingan dan tuntutan terhadap sumber daya perusahaan serta berada di dalam organisasi perusahaan atau pengelolaan perusahaan harus mengakomodasi dan melindungi kepentingan pemegang saham, direksi, manajer dan karyawan perusahaan.

b. Stakeholder eksternal atau outside stakeholders atau secondary stakeholders adalah orang-orang maupun pihak-pihak yang bukan pemilik perusahaan, bukan pemimpin perushaan, dan bukan pula karyawan perusahaan, namun memiliki kepentingan terhadap perusahan dan dipengaruhi oleh keputusan serta tindakan yang dilakukan oleh perusahaan atau pihak-pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam pengurusan perusahan, seperti pemasok, kreditur, para konsumen, masyarakat, pemerintah dan lingkungan hidup.

27Ibid, hal. 6-13. Ismail Solihin, Corporate Social Responsibility: From Charity to Sustainability, (Jakarta: Salemba Empat, 2009), hal. 2.

http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/10879, diakses 1 Januari 2018

pemegang saham kontribusi ke perusahaan dalam bentuk modal atau uang sehingga imbalan yang diberi perusahaan berupa keuntungan/deviden dan peningkatan harga saham, manajer atau direksi atau karyawan memberikan kontribusi kepada perusahaan sesuai dengan keahlian dan kemampuan sehingga perusahaan memberikan imbalan berupa gaji, bonus, promosi dan lain sebagainya, Pelanggan atau konsumen kontribusi kepada perusahaan berupa pembelian barang atau jasa dan imbalan yang diberikan perusahaan berupa barang dan jasa yang berkualitas baik, dan lain sebagainya.28

Uraian keterkaitan hubungan di atas tidak dapat terlepas dari konsep yang diutarakan oleh John Elkington pada tahun 1994 yang mengutarakan konsep triple bottom line yang terdiri dari 3P, yaitu profit untuk mengukur kinerja atau fungsi keuangan, people untuk mengukur kinerja atau fungsi sosial dan planet untuk mengukur kinerja atau fungsi lingkungan hidup.29 Uraian terkait 3P, sebagai berikut:30

”a. Profit atau keuntungan merupakan hal yang penting dalam setiap kegiatan usaha. Kegiatan perusahaan untuk mendapatkan profit setinggi-tingginya dengan cara meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya.

Peningkatan produktivitas dengan cara membenahi manajemen kerja mulai dari penyederhanaan proses, menurunkan kegiatan yang tidak efisien, menekan waktu proses dan pelayanan. Efisiensi biaya dapat dilakukan dengan cara menghemat pemakaian material dan mengurangi biaya serendah mungkin.

28 Ismail Solihin, Op.Cit, hal. 4

29 Kristina Lasmaria, Pengaruh StakeholderEngagement Terhadap Pengungkapan Sustainabilityreport (Studi Pada Perusahaan Yang Terdaftar Dalam Bursa Efek Indonesia Priode 2010-2012), (Semarang: Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Diponegoro, 2014), hal.

20

30Ibid, hal. 20-21

b. People atau masyarakat merupakan stakeholders yang bernilai bagi perusahaan, karena sokongan masyarakat sangat dibutuhkan bagi keberadaan, kontinuitas hidup dan kemajuan perusahaan. Sehingga, perusahaan perlu bertanggung jawab untuk memberikan manfaat dan berdampak kepada masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengadakan kegiatan yang merambah kebutuhan masyarakat.

c. Planet atau lingkungan hidup merupakan sesuatu yang terikat dengan seluruh aspek dalam kehidupan manusia. Keuntungan yang merupakan hal yang utama dari dunia bisnis membuat perusahaan sebagai pelaku industri hanya mementingkan keuntungan tanpa melakukan usaha apapun untuk melestarikan lingkungan. Dengan melestarikan lingkungan, perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang lebih, terpenting dari sisi kesehatan, kenyamanan, di samping ketersediaan sumber daya yang lebih terjaga kelangsungannya”.

Konsep 3P di atas pada dasarnya cenderung menggambarkan keberadaan tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility). Hal tercermin dari perusahan dalam mengelola dan melibatkan para stakeholders tidak hanya sebatas pada keuntungan atau cara-cara perusahaan menghimpun kekayaan semata akan tetapi juga sangat memperhatikan keberadaan masyarakat dan lingkungan tempat perusahaan berada sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan.31

Teori terakhir yang digunakan untuk membantu teori pertama di atas ialah Teori sistem hukumatau Legal system theory, membedakan dua sistim hukum yaitu : civil law (Continental Europe Legal System) yang didominasi hukum perundang-undangan, dan common law (Anglo-American Legal System) yang didominasi hukum tidak tertulis dan

31 Ayu Ardhillah Anwar, Analisis Perspektif Stakeholder Terhadap Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) (Studi Kasus Pada PT. Samsung Electronics Indonesia), (Makasar: Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Hasanuddin, 2013), hal. 15

putusan-putusan pengadilan terdahulu (precedent). Dapat dipahami defenisi sistem hukum menurut para pakar, berikut ini :

a. Riduan Syahrani, mengatakan sistem hukum adalah “Suatu susunan atau tatanan yang teratur dari keseluruhan elemen yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai suatu tujuan”.32

b. Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, mengatakan sistem hukum adalah “Suatu kesatuan sistim besar yang tersusun atas sub-sub sistem yang kecil, yaitu sub sistem pendidikan, pembentukan hukum, penerapan hukum, dan lain-lain, yang hakekatnya merupakan sistem tersendiri”.33

Defenisi di atas menunjukkan sistem hukum sebagai suatu kompleksitas sistem yang membutuhkan kecermatan yang tajam untuk memahami keutuhan prosesnya. Tiga komponen dalam sistem hukum yaitu : struktur hukum, substansi hukum, dan kultur hukum.34

32 Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999), hal. 169

33 Lili Rasjidi dan I.B. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Mandar Maju, 2003), hal. 151

Ketiga komponen tersebut merupakan elemen penting dalam penegakan

34 Achmad Ali (I), Op.Cit, hal. 204. Struktur hukum adalah keseluruhan institusi penegakan hukum, beserta aparatnya. Jadi mencakupi kepolisian dengan para polisinya, kejaksaan dengan para jaksanya, kantor-kantor pengacara dengan para pengacaranya, dan pengadilan dengan para hakimnya. Substansi hukum adalah keseluruhan asas-hukum, norma hukum dan aturan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan. Kultur hukum adalah kebiasaan-kebiasaan, opini-opini, cara berpikir dan cara bertindak, baik dari para penegak hukum

hukum, jika salah satu elemen dari tiga komponen ini tidak bekerja dengan baik, dapat mengganggu sistem hukum, hingga pada gilirannya akan terjadi kepincangan hukum.

Di Indonesia berbicara struktur hukum maka hal tersebut merujuk pada struktur institusi-institusi penegakan hukum, seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya.35

Teori stakeholder dan teori sistem hukum dipandang tepat menjawab permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini dengan pertimbangan, sebagai berikut :

Substansi adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Jadi substansi hukum menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum. Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.

maupun dari warga masyarakat. Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction, diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, Hukum Amerika Sebuah Pengantar, (Jakarta: PT. Tatanusana, 2001), hal. 7-8

35 Achmad Ali (II), Keterpurukan Hukum Di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 8

a. Bahwa penerapan tata kelola perusahaan yang baik dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial pada PT. PERTAMINA EP RANTAU Kabupaten Aceh Tamiang sehingga teori kemanfaatan, teori rekayasa sosial dan teori stakeholder tepat digunakan untuk membahas dan menganalisa hal tersebut.

b. Bahwa teori sistem hukum digunakan untuk melihat hambatan dan upaya dalam penerapan tata kelola perusahaan yang baik dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial pada PT. PERTAMINA EP RANTAU Kabupaten Aceh Tamiang.

2. Konsepsi

Penggunaan konsep dalam suatu penelitian adalah untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap kerangka konsep yang dipergunakan dalam merumuskan konsep dengan menggunakan model definisi operasional.36

a. Penerapan adalah Penerapan adalah pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, dan/atau ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam kegiatan perekayasaan, inovasi, serta difusi teknologi.

Adapun definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu :

37

b. Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) adalah aturan hukum yang ditujukan untuk memungkinkan suatu perusahaan dapat mempertanggungjawabkan kegiatannya dihadapan pemegang saham dan publik.38

36 Universitas Sumatera Utara, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian dan Tesis, (Medan:

Universitas Sumatera Utara, 2009), hal. 72

37 Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No. 18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

c. Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility) atau tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.39

d. Perseroan Terbatas yang selanjutnya Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.40

e. Sanksi adalah tanggungan atau tindakan atau hukuman dan sebagainya untuk memaksa orang menepati perjanjian atau menaati ketentuan undang-undang.41

Dokumen terkait