• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

1. Jenis Dan Sifat

43 Penelitian yuridis normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian kepustakaan.44 Selanjutnya, penelitian yuridis sosiologis digunakan untuk melihat kenyataan secara langsung yang terjadi terkait Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility) Pada PT. PERTAMINA EP RANTAU Kabupaten Aceh Tamiang dengan cara meneliti data primer.45

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek

42 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 105

43Ibid

44 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum Dan Jurumateri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994), hal. 9

45Ibid, hal. 11

penelitian.46 Deskriptif analitis merupakan metode yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang sedang terjadi atau berlangsung yang bertujuan agar dapat memberikan data seteliti mungkin mengenai objek penelitian sehingga mampu menggali hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisis berdasarkan teori hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.47

3. Sumber Data

Dalam penulisan ini akan menguraikan tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Dalam Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility) Pada PT.

PERTAMINA EP RANTAU Kabupaten Aceh Tamiang.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer dan data sekunder. Hal itu disebabkan karena jenis penelitian yang dilakukan ialah penelitian yuridis normatif dan yuridis sosiologis.

Penelitian yuridis sosiologis menggunakan data primer, yaitu data yang didapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan yang diperoleh melalui wawancara dengan pihak pihak terkait dalam Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial (Corporate Social Responsibility) Pada PT. PERTAMINA EP RANTAU Kabupaten Aceh Tamiang.48

46Ibid, hal. 105

47Ibid, hal. 223

48 Ediwarman, Monograf Metodologi Penelitian Hukum : Panduan Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi, (Medan: PT. Sofmedia, 2015), hal. 98

Selanjutnya, penelitian hukum normatif data yang digunakan adalah data sekunder49

a. Bahan hukum primer, meliputi seluruh peraturan perundang-undangan yang mengikat dengan permasalahan dan tujuan penelitian

, maka didalam penelitian hukum normatif yang termasuk data sekunder, yaitu:

50

1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas;

, antara lain :

2) Undang-Undang No. 19 Tahun 2004 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN);

3) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer sebagaimana yang terdapat dalam kumpulan pustaka yang bersifat sebagai penunjang dari bahan hukum primer

51

1) Buku-buku;

2) Jurnal;

3) Majalah;

yang terdiri dari :

49 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), hal. 23-24

50Ibid, hal. 13

51Ibid

4) Artikel;

5) dan berbagai tulisan lainnya.

c. Bahan hukum tertier yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder

52

1) Kamus;

, seperti:

2) Ensiklopedi dan lain sebagainya.

3. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research). Studi ini dilakukan dengan jalan meneliti dokumen-dokumen yang ada, yaitu dengan bahan hukum dan informasi baik yang berupa buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu dengan mencari, mempelajari dan mencatat serta menginterpretasikan hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian.

53

Selain itu, juga akan dilakukan wawancara kepada informan yang pelaksanaannya secara terarah (directive interview).

54

52Ibid

53 Ronny Hanitijo Soemitro, Op.Cit, 225

54 Ronny Hanitijo Soemitro,Op .Cit, hal. 55

Pemilihan informan

dilakukan dengan mengutamakan segi kompetensi ilmu yang diperkirakan sarat

dengan informasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini yang dianggap sesuai, yaitu :

CorporateSocial Responsibility Staff pada PT. PERTAMINA EP RANTAU Kabupaten Aceh Tamiang.

4. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam kategori-kategori dan satuan uraian dasar, sehingga ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja, seperti yang disaran oleh data.55 Analisis data yang akan dilakukan secara kualitatif. Kegiatan ini diharapkan akan dapat memudahkan dalam menganalisis permasalahan yang akan dibahas, menafsirkan dan kemudian menarik kesimpulan. Peraturan perundang-undangan dianalisis secara kualiatif dengan menggunakan logika berfikir dalam menarik kesimpulan yang dilakukan secara deduktif56, pada akhirnya dapat menjawab permasalahan penelitian ini.

55 Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan kedalam suatu pola, kategoridan satuan uraian dasar. Analisa berbeda dengan penafsiran yang memberikan arti yang signifikan terhadap hasil analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara dimensi. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 280

56 Penarikan kesimpulan yang dilakukan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang konkret. Jhonny Ibrahim, Teori Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayu Media, 2005), hal. 393

BAB II

KONSEP HUKUM UNTUK PENERAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK DALAM PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN MENURUT PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU

A. Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Dalam Pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial

Keberadaan tanggung jawab sosial sebuah perusahaan (corporate social responsibility atau CSR) tidak dapat dilepaskan dari hasil penerapan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG).57GCG dijlankan dengan mematuhi beberapa prinsip, yaitu:58

57Organizationfor Economic Cooperation and Development (OECD) menciptakan prinsip-prinsip good corporate governance dengan harapan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan internasional (international benchmark) bagi para pengusaha negara, investor, perusahaan dan para stakeholders perusahaan, baik negara-negara anggota OECD maupun bagi negara-negara non anggota. Siswanto Sutojo & E. John Aldridge, Good Corporate Governance, (Jakarta: PT. Damar Mulia Pustaka, 2008), hal. 9

58 Bismar Nasution (I), Loc.Cit

”1. Keadilan (fairness),

2. Keterbukaan (transparency), 3. Akuntabilitas (accountability), 4. Pertanggungjawaban (responsibility).

5. Kemandirian (independence)”.

Prinsip-prinsip GCG di atas telah diderevasikan ke dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, sebagai berikut:

1. Keadilan (fairness) atau kewajaran dan kesetaraan merupakan pelaksanaan kegiatan, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham (shareholders) dan pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan atau keadilan.59

59 Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Governance Indonesia, (Jakarta: Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006), hal. 5-7

Hal tersebut tercermin dalam Pasal 126 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, berbunyi:

”(1) Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan:

a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;

b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

(2) Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh menggunakan haknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.

(3) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menghentikan proses pelaksanaan Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan”.

30

2. Keterbukaan (transparency) dimana Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.60

a. nama dan tempat kedudukan, maksud dan tujuan serta kegiatan usaha, jangka waktu pendirian, dan permodalan;

Hal tersebut tercermin dalam Pasal 29 dan Pasal 30 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, sebagai berikut:

a. Pasal 29, berbunyi:

”(1) Daftar Perseroan diselenggarakan oleh Menteri.

(2) Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat data tentang Perseroan yang meliputi:

b. alamat lengkap Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5;

c. nomor dan tanggal akta pendirian dan Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);

d. nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1);

e. nomor dan tanggal akta perubahan anggaran dasar dan tanggal penerimaan pemberitahuan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2);

f. nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta pendirian dan akta perubahan anggaran dasar;

g. nama lengkap dan alamat pemegang saham, anggota Direksi, dan anggota Dewan Komisaris Perseroan;

60Ibid

h. nomor dan tanggal akta pembubaran atau nomor dan tanggal penetapan pengadilan tentang pembubaran Perseroan yang telah diberitahukan kepada Menteri;

i. berakhirnya status badan hukum Perseroan;

j. neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan bagi Perseroan yang wajib diaudit.

(3) Data Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimasukkan dalam daftar Perseroan pada tanggal yang bersamaan dengan tanggal:

a. Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, persetujuan atas perubahan anggaran dasar yang memerlukan persetujuan;

b. penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar yang tidak memerlukan persetujuan; atau

c. penerimaan pemberitahuan perubahan data Perseroan yang bukan merupakan perubahan anggaran dasar.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g mengenai nama lengkap dan alamat pemegang saham Perseroan Terbuka sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

(5) Daftar Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbuka untuk umum.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai daftar Perseroan diatur dengan Peraturan Menteri”.

b. Pasal 30, berbunyi:

”(1) Menteri mengumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia:

a. akta pendirian Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4);

b. akta perubahan anggaran dasar Perseroan beserta Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);

c. akta perubahan anggaran dasar yang telah diterima pemberitahuannya oleh Menteri.

(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b atau sejak diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengumuman dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

3. Akuntabilitas (accountability) dimana perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.61

a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan, laporan arus kas, dan laporan perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangan tersebut;

Hal tersebut tercermin pada Pasal 66 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, berbunyi:

”(1) Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir.

(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat sekurang-kurangnya:

b. laporan mengenai kegiatan Perseroan;

c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;

61Ibid

d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan usaha Perseroan;

e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;

f. nama anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris;

g. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris Perseroan untuk tahun yang baru lampau.

(3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan.

(4) Neraca dan laporan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bagi Perseroan yang wajib diaudit, harus disampaikan kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

4. Pertanggungjawaban (responsibility) dimana perusahaan harus mematuhi perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.62

62Ibid

Hal tersebut tercermin dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, c dan d, Pasal 74, Pasal 97 dan Pasal 114 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yaitu:

a. Pasal 3 ayat (2) huruf b, c dan d, berbunyi:

”b. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:

pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perseroan; atau

d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan”.

b. Pasal 74, berbunyi:

”(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.”.

c. Pasal 97, berbunyi:

”(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).

(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

(3) Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai

menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi.

(5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan.

(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota Direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama Perseroan”.

d. Pasal 114, berbunyi:

”(1) Dewan Komisaris bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1)

(2) Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

(3) Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris.

(5) Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan

c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

(6) Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri”.

5. Kemandirian (independence) dimana untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.63

63Ibid

Hal tersebut tercermin dalam Pasal 92 dan Pasal 108 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yaitu:

a. Pasal 92, berbunyi:

”(1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.

(3) Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih.

(4) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.

(5) Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

(6) Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi”.

b. Pasal 108, berbunyi:

”(1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.

(2) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.

(3) Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih.

(4) Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat

bertindak sendiri-sendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris.

(5) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris”.

GCG pada hakikatnya harus berjalan dengan baik dan beriringan baru dapat menghasilkan sebuah perusahaan yang baik terutama dalam menjalankan program CSR yang sifat aslinya sukarela dan setelah di Indonesia menjadi wajib. Namun, walaupun kelima prinsip GCG harus berjalan beriringan agar sebuah perusahaan baik tetapi masing-masing prinsip memiliki penekanan tertentu atau prioritas tertentu. Prinsip responsibility, penekanan yang signifikan diberikan pada kepentingan stakeholders perusahaan. Di sini perusahaan diharuskan memperhatikan kepentingan stakeholders perusahaan, menciptakan nilai tambah (value added) dari produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, dan memelihara kesinambungan nilai masyarakat dan lingkungan sedangkan 4 (empat) prinsip lain baik keadilan (fairness), keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), dan kemandirian (independence) lebih memberikan penekanan terhadap kepentingan pemegang saham perusahaan (shareholders) sehingga ketiga prinsip tersebut lebih mencerminkan shareholders driven concept.64

64 Isya W & Busyra A, Corporate Social Responsibility: Prinsip, Pengaturan, dan Implementasi, (Malang: In-TRANS Institut, 2008), hal. 156-157

Penekanan yang digambarkan prinsip responsibility di atas jelas menunjukkan kecenderungan lebih kepada pelaksanaan CSR. Pelaksanan CSR secara umum dan secara khusus di Indonesia harus dengan cermat, yakni terlebih dahulu menjalankan GCG terutama prinsip responsibility dengan baik dan benar sehingga baru dapat menjalankan CSR.65

Corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan cerminan dari prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dimana CSR yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan/stakeholders dalam B. Pengaturan Corporate Social Responsibility Di Indonesia Yang Didasarkan Oleh Tata

Kelola Perusahaan Yang Baik

65 Terdapat kelemahan dalam pengaturan CSR di Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, yakni:

a. Semua PT semestinya wajib melakukan TJSL

Perseroan yang wajib melaksanakan TJSL dalam Pasal 74 adalah perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam dan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam. Perseroan yang tidak menjalankan kegiatan usaha di bidang sumber daya alam atau yang tidak berkaitan dengan sumber daya alam, tidak diwajibkan melaksanakan TJSL, sedangkan dalam Code of gcg menyatakan bahwa setiap perseroan wajib melaksanakan TJSL jadi tidak ada pengkategorian. Hal ini menunjukkan bahwa UUPT belum cukup memuat prinsip tanggung jawab (responsibility).

b. UUPT tidak menetapkan secara langsung sanksi bagi PT yang tidak melakukan TJSL

Code of GCG mengatur bahwa setiap perusahaan wajib mematuhi peraturan perundang-undangan dan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. TJSL ini dapat dilakukan oleh semua PT akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi perusahaan tidak melaksanakannya karena tidak ada sanksi secara langsung yang diberikan UUPT baik dalam Pasal 74 UUPT dan PP 47 Tahun 2012.

Elizabeth Magdalena Aritonang, Op.Cit, hal. 10

pengelolaan perusahaan tidak hanya sebatas pada pencarian keuntungan saja akan tetapi juga memperhatikan lingkungan dan masyarakat tempat perusahaan berada sehingga tercipta pembangunan yang berkelanjutan.66Keberadaan CSR dalam pengelolaan perusahaan pada hakikatnya merupakan penggambaran hubungan timbal balik antara perusahaan denga masyarakat dan lingkungan. Hal itu disebabkan karena CSR memuat konsep triple bottom line yang terdiri dari 3P, yaitu profit untuk mengukur kinerja atau fungsi keuangan, people untuk mengukur kinerja atau fungsi sosial dan planet untuk mengukur kinerja atau fungsi lingkungan hidup.67 Uraian terkait 3P, sebagai berikut:68

3. Planet atau lingkungan hidup merupakan sesuatu yang terikat dengan seluruh aspek dalam kehidupan manusia. Keuntungan yang merupakan hal yang utama dari dunia bisnis membuat perusahaan sebagai pelaku industri hanya

”1. Profit atau keuntungan merupakan hal yang penting dalam setiap kegiatan usaha. Kegiatan perusahaan untuk mendapatkan profit setinggi-tingginya dengan cara meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya.

Peningkatan produktivitas dengan cara membenahi manajemen kerja mulai dari penyederhanaan proses, menurunkan kegiatan yang tidak efisien, menekan waktu proses dan pelayanan. Efisiensi biaya dapat dilakukan dengan cara menghemat pemakaian material dan mengurangi biaya serendah mungkin.

2. People atau masyarakat merupakan stakeholders yang bernilai bagi perusahaan, karena sokongan masyarakat sangat dibutuhkan bagi keberadaan, kontinuitas hidup dan kemajuan perusahaan. Sehingga, perusahaan perlu bertanggung jawab untuk memberikan manfaat dan berdampak kepada masyarakat. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengadakan kegiatan yang merambah kebutuhan masyarakat.

66 Ayu Ardhillah Anwar, Loc.Cit

67 Kristina Lasmaria, Loc.Cit

68Ibid, hal. 20-21

mementingkan keuntungan tanpa melakukan usaha apapun untuk melestarikan lingkungan. Dengan melestarikan lingkungan, perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang lebih, terpenting dari sisi kesehatan, kenyamanan, di samping ketersediaan sumber daya yang lebih terjaga kelangsungannya”.

Konsep 3P di atas dapat diilustrasikan dimana stakeholders dengan perusahaan misalnya para pemegang saham kontribusi ke perusahaan dalam bentuk modal atau uang

Konsep 3P di atas dapat diilustrasikan dimana stakeholders dengan perusahaan misalnya para pemegang saham kontribusi ke perusahaan dalam bentuk modal atau uang

Dokumen terkait