• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEOR

B. Kerangka Teoritik

. Prinsip yang dilaksanakan oleh BMT ada (tiga) yaitu: a. Prinsip Bagi Hasil

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pemodal (penyedia dana) dengan pengelola dana. Pembagian bagi hasil ini dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana (penyimpan atau penabung). Bentuk produk ini yang berdasarkan prinsip ini adalah Mudharabah dan Musyarakah.

b. Prinsip Jual Beli dengan Mark-up (keuntungan)

Prinsip ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual, menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin mark-up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga kepada penyedia atau penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalah Murabahah dan Bai‟ Bitsaman Ajil.

c. Prinsip Non Profit

Prinsip ini juga disebut juga dengan pembiayaan kebajikan, prinsip ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented. Bentuk produk prinsip ini adalah pembiayaan Qordhul Hasan (Yunus, : - ).

d. Modal :

a. Harus diserahkan secara tunai.

b. Dinyatakan dalam nimai nominal yang jelas.

c. Langsung diserahkan kepada nasabah (mudharib) untuk segera memulai usaha.

e. Pembagian Hasil

Nisbah bagi hasil harus disepakati diawal perjanjian. Pembagian hasilnya dapat dilakukan saat mudhorib telah mengembalikan seluruh modalnya atau sesuai dengan periode tertentu yang disepakati.

f. Penghimpunan Dana (funding)

BMT memiliki dua fungsi utama yakni funding dan financing.Dua fungsi ini memiliki keterkaitan yang sangat erat. Keterkaitan ini yang sangat erat. Keterkaitan ini terutama berhubungan dengan rencana penghimpunan dana supaya tidak menimbulkan terjadinya dana menganggur (idle money) disatu sisi dan rencana pembiayaan untuk menghindari terjadi kurangnya dana/likuiditas (illiquid) saat dibutuhkan disisi lain. Upaya penghimpunan dana ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menarik minat masyarakat untuk menjadi anggota di BMT.

Prinsip utama dalam manajemen funding ini adalah kepercayaan. Artinya kemauan masyarakat untuk menaruh dananya pada BMT sangat dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BMT itu sendiri. Karena BMT pada prinsipnya merupakan lembaga amanah (trust), maka setiap insan BMT harus dapat menunjukkan sikap manah tersebut. Membangun kepercayaan masyarakat atau umat terhadap BMT harus terus dilakukan. Program ini harus memeperhatikan kondisi calon anggota yang akan dijadikan pasar. Oleh sebab itu, sangat mungkin membangun kepercayaan melalui ketokohan dalam masyarakat. Pada tahap awal pendirian, BMT dapat mengajak tokoh baik tokoh agama maupun masyarakat untuk menjadi pendiri di BMT ( Ridwan, : ).

g. Jenis-jenis funding

Jumlah dana yang dapat dihimpun melalui BMT sesungguhnya tidak terbatas. Namun demikian, BMT harus mampu mengidentifikasi berbagai sumber dana dan mengemasnya ke dalam produ-produknya sehingga memiliki nilai jual yang layak. Prinsip simpanan di BMT menganut azas

Wadi’ah dan Mudharabah. a. Prinsip Wadi’ah

Wadi‟ah berarti titipan. Jadi prinsip simpanan wadi‟ah merupakan akad penitipan barang atau uang pada BMT, oleh sebab itu BMT berkewajiban menjaga dan merawat barang tersebut dengan tersebut dengan baik serta mengembalikannya saat penitip (muwadi) menghendakinya. Prinsip wadi‟ah dibagi menjadi dua yaitu

a. Wadi’ah Amanah

Yaitu penitipan barang atau uang tetapi BMT tidak memiliki hak untuk mendayagunakan titipan tersebut. Atas pengembangannya produk ini, BMT dapat mensyaratkan atas jasa (fee) kepada penitip (muwadi), sebagai imbalan atas pengamanan, pemeliharaan dan adiministrasinya. Nilai jasa tersebut sangat tergantung pada jenis barang dan lamanya penitipan.Prinsip wadi‟ah amanah ini sering berlaku pda bank dengan jenis produknya kotak penyimpanan (save deposit box). Berikut ini beberapa ketentuan tentang wadi‟ah amanah

) Pihak yang dititipi tidak boleh memanfaatkan barang yang dititipkan. ) Pada saat dikembalikan, barang yang sudah dititipkan harus dalam

keadaan yang sama saat dititipkan.

) Jika selama masa penitipan barangnya mengalami kerusakan dengan sendirinya, maka yang menerima titipan tidak berkewajiban menggantinya, kecuali kerusakan tersebut karena kecerobohan yang dititipi, atau yang menerima titipan melanggar kesepakatan.

) Sebagai imbalan atas tanggung jawab menerima amanah tersebut, yang dititipi berhak menetapkan imbalan.

a. Wadi’ah Yad Dhomanah

yaitu akad penitipan barang atau uang (umumnya berbentuk uang) kepada BMT, namun BMT memiliki hak untuk mendayagunakan dana tersebut. Atas akad ini deposan akan mendapatkan imbalan berupa bonus, yang tentu saja sebesarnya sangat tergantung dengan kebijakan

manajemen BMT. Produk ini biasanya kurang berkembang karena deposan menghendaki adanya bagi hasil yang layak. Prinsip wadi‟ah dhomanah ini sering dipraktikan untuk dana-dana yang bersifat sosial, penitip tidak menghendaki adanya imbalan. Beberapa ketentuan yang berlaku untuk produk ini:

) Penerima titipan berhak memanfaatkan barang atau uang yang dititipkan dan berhak pula memperoleh keuntungan.

) Penerima bertanggungjawab penuh akan barang tersebut, jika terjadi kerusakan atau kehilangan.

) Keuntungan diperoleh karena pemanfaatan barang titipan, dapat diberikan sebagian kepada pemilik barang seabagai hadiah.

b. Prinsip Mudharabah

As-Sayyid Sabig mendefinisikan mudharabah merupakan akad kerjasama antara dua pihak, satu pihak memberikan modal kepada lainnya untuk berniaga. Kemudian keuntungan dibagi antara mereka sesuai dengan yang telah disepakati.

Afzalur Rahman mendefinisikan mudharabah sebagai bentuk kontrak kerjasama yang didasarkan pada prinsip profit sharing, yang satu sebagai pemilik modal yang kedua menjalankan usaha. Modal yang dimaksud harus berupa uang dam tidak boleh berbentuk barang (Dahlan, : ).

Firman Allah SWT :

َنوُغَتْبَي ِضْرَ ْلْا يِف َنوُبِرْضَي َنوُرَخآَو

Artinya: ...sebagian dari mereka orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari, QS. Al Muzammil ayat merupakan ayat yang paling banyak dinukil oleh para ahli fiqih (disepakati) sebagai landasan hukum transaksi mudharabah.

Secara linguistik terdapat kesamaan akar kata (lafad) mudharabah dari kata al-dharb (وُبِرْضَي) dengan lafadz َنوُبِرْضَي َنوُرَخآَو dalam QS. Al Muzammil walaupun secara etimologis keduanya bermakna berbeda. Dalam mudharabah berarti transaksi ekonomi atau permodalan, sedangkan dalam surat al- Muzammil berarti bepergian untuk berniaga. Terdapat kesamaan tujuan mudharabah dengan ayat tersebut yaitu untuk mencari perniagaan (at-tijarah) ( QS. Al Muzammil: ).

Dapat disimpulkan mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak satu pihak memberikan modal kepada lainnya untuk berniaga, modal harus berupa uang dan tidak boleh berupa barang dan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara dua belah pihak. Mudharabah dibedakan menjadi dua yaitu Mudharabah Muqayaddah dan Mudharabah Muthlaqoh, Mudharabah Muqayaddah adalah Shohibul mal membatasi kepada mudhorib dengan batasan jenis usaha, waktu atau tempat usaha.

Mudharabah Muthlaqoh adalah bentuk kerjasama antara shohinul mal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasinya jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.

Beberapa ketentuan yang berlaku untuk prinsip mudharabah meliputi:

. Modal

a. Harus diserahkan secara tunai.

b. Dinyatakan dalam nominal yang jelas.

c. Langsung diserahkan kepada mudhorib untuk segera memulai usahannya.

. Pembagian hasil

Nisbah bagi hasil harus disepakati diawal perjanjian, Pembagian hasilnya dapat dilakukan saat mudhorib telah mengembalikan seluruh modalnya atau sesuai dengan periode tertentu yang telah disepakati.

. Resiko

Bila terjadi kerugian usaha maka semua kerugian akan ditanggung oleh shohibul mal dan mudhorib tidak akan mendapatkan keuntungan usaha, Untuk memperkecil resiko shohibul mal dapat mensyaratkan batasan-batasan tertentu kepada mudhorib.

a. Bagi Hasil

Bagi hasil biasa dikenal juga dengan istilah profit sharing. Menurut kamus ekonomi profit sharing berarti pembagian laba. Namun secara istilah profit sharing merupakan distribusi beberapa bagian laba para pegawai dari suatu perusahaan.

Dalam mekanisme keuangan syariah model bagi hasil ini berhubungan dengan usaha pengumpulan dana (funding) maupun pelemparan dana atau pembiayaan (financing). Dalam sistem ini, BMT

akan memerankan fungsi ganda. Pada tahap ini funding, ia akan berperan sebagai mudhorib dan karena dananya yang terkumpu; harus dikelola secara optimal. Namun pada financing, BMT akan berperan selaku shohibul mal dan karenanya harus menginvestasikan dananya pada usaha-usaha yang halal dan menguntungkan.

b. Nisbah

Nisbah merupakan proporsi pembagian hasil. Begitu pula dalam pembiayaan bagi hasil. Debitur harus melaporkan pembukuan usahanya, sehingga dapat diketahui nilai bagi hasilnya.Nisbah adalah perbandingan berupa presentase yang disepakati

Dengan demikian, model bagi hasil ini tidak mengenal istilah beban pasti (fixed cost) Karena nilai bagi hasil akan didapat setelah terjadi pembukuan usaha. Dalam sistem keuangan syariah dan BMT, model bagi hasil hanya berlaku untuk akad penyertaan usaha atau kerjasama usaha. Akad ini dapat diterapakan pada empat produk yakni:

mudharabah, musyarokah, muzaro’ah, atau mukrobah dan musaqoh.

c. Sumber Dana BMT

a. Dana pihak Pertama (DP I)

Dana pihak pertama sanagt diperlukan BMT terutama pada saat pendirian. Tetapi dana ini terus dikembangkan, seiring dengan perkembangan BMT.

Berbagai sumber dana dapat dikelompokkan menjadi tiga: . Simpanan Pokok Khusus (modal penyertaan)

Adalah Simpanan modal penyertaan, yang dapat dimiliki oleh individu maupun lembaga dengan jumlah setiap penyimpanan tidak harus sama, dengan jumlah dana tidak mempengaruhi suara dalam rapat.

. Simpanan Pokok

Adalah Simpanan pokok yang harus dibayar saat menjadi anggota BMT. Besarnya simpanan pokok harus sama. Pembayarannya dapat saja dicicil, supaya dapat menjaring jumlah anggota yang lebih banyak.

. Simpanan Wajib

Adalah Simpanan ini menjadi sumber modal yang mengalir terus setiap waktu. Besar kecilnya sangat tergantung pada kebutuhan permodalan dan anggotannya. Besar simpanan wajib setiap anggota sama. Baik simpanan pokok maupun wajib akan turut diperhitungkan dalam pembagian SHU.

b. Dana Pihak ke II (DP II)

Dana ini bersumber dari pinjaman pihak luar. Nilai dana ini memang sangat tidak terbatas. Artinya tergantung pada kemampuan BMT masing-masing, dalam menanamkan kepercayaan kepada calon investor. Pihak luar yang dimaksud ialah mereka yang memiliki kesamaan sistem yakni, bagi hasil baik bank maupun non bank.

Atas kerjasama pembiayaan ini berlaku akad mudharabah maupun musyarakah. Namun untuk pembiayaan investasi, dapat juga berlaku akad jual beli. Lebih lanjut akad ini akan dibahas pada bab financing.

c. Dana Pihak Ke III (DP III)

Dana ini merupakan simpanan sukarela atau tabungan dari para anggota BMT. Jumlah dan sumber dana ini sangat kuat dan tidak terbatas. Dilihat dari cara pengembaliannya sumber dana ini dapat dibagi menjadi dua, yakni Simpanan Lancar (tabungan) dan Simpanan Tidak Lancar ( deposito).

) Tabungan adalah Simpanan kepada anggota BMT yang dapat diambil sewaktu-waktu (setiap saat). BMT tidak dapat menolak permohonan pengambilan tabungan ini.

) Deposito adalah Simpanan kepada anggota BMT, yang mengambilnya hanya dapat dilakukan pada saat jatuh tempo. Jangka waktu yang dimaksud meliputi: , , , bulan namun sesungguhnya jangka waktu tersebut dapat dibuat sefleksibel mungkin, misalnya , , dan seterusnya, sesuai dengan keinginan anggota. Jenis produk tersebut dapat dikembangkan menjadi:

a. Tabungan Haji (TAJI)

Yakni Tabungan khusus menampung keinginan masyarakat yang akan menunaikan Ibadah Haji dalam jangka panjang.

b. Tabungan Qurban (TAQUR)

Yakni Tabungan untuk para shohibul qurban, yaitu masyarakat disediakan

c. Tabungan Pendidikan (TAPEN)

Yakni Tabungan yang disediakan untuk membantu masyarakat dalam menyediakan kebutuhan dana pendidikan dimasa yang akan datang.

d. Tabungan Berjangka Mudharabah (TABAH) Yakni, Deposito dengan jangka waktu tertentu ( Ridwan, : - ).

d. Tinjauan berkaitan Wisata Religi

Dalam bahasa Arab, perjalanan wisata sering diistilahkan kata assiyahah. Ungkapan tersebut untuk menyebut air yang mengalir dan berjalan diatas permukaan tanah. Kata as-siyahah kemudian digunaka untuk konteks.manusia, yang berarti bepergian diatas bumi dalam rangka beribadah, meningkatkan kesalehan ataupun tujuan apapun.

Wisata adalah Bepergian bersama-sama (untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang) bertamasya, Piknik. Ataupun wisata dapat disimpulkan Kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.

Wisata Religi adalah Salah satu jenis produk wisata yang berkaitan erat dengan religi atau keagamaan yang dianut oleh

manusia. Wisata Religi dimaknai sebagai kegiatan wisata ketempat yang memiliki makna yang khusus bagi umat beragama, biasanya berupa tempat ibadah, makam ulama atau situs-situs kuno yang memiliki kelebihan.

Wisata religi dapat dilakukan dengan mengunjungi temapat- tempat peninggalan sejarah islam ataupun berziarah kemakam-makam para ulama, kyai ataupun tokoh-tokoh masyarakat. Potensi wisata ziarah atau religi dinegara Indonesia dikenal religius. Banyak banguan atau temapt bersejarah yang memiliki arti khusus bagi umat beragama. Dalam Islam, ziarah kubur dianggap sebagai perbuatan sunah yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa. Praktik ziarah sebenarnya telah ada sebelum islam. Namun dilebih-lebihkan sehingga Rasullulah sempat melarangnya, tradisi inipun dihidupkan kembali bahkan dianjurkan untuk mengingat kematian.

Praktik ziarah sebenarnya telah ada sebelum islam, namun dilebih- lebihkan sehingga Rasullulah sempat melarangnya. Tradisi ini pun dihidupkan kembali bahkan dianjurkan untuk mengingat kematian. Perkembangan pariwisata indonesia mengalami pasang surut tidak sesuai dengan perkembangan zaman hal tersebut berlaku pula terhadap priwisata religi yang berada di Indonesia, objek wisata potensial yang dewasa banyak dikunjungi.

e. Hukum Simpanan Wisata Religi

Simpanan Wisata Religi ini Simpanan yang setiap bulan wajib menyetorkan jumlah uang yang sudah disepakati dengan jumlah waktu yang telah ditetapkan. Simpanan Wisata Religi ini menggunakan akad mudharabah dengan bagi hasil yang sudah ditentukan.

Uang yang selama disetorkan akan kembali utuh dengan jumlah yang telah disepakati, Namun bagi hasil dari simpanan wisata religi ini tidak berupa uang tetapi berupa Wisata Religi yang telah diadakan oleh pihak BMT.

Maysir seacara harfiah berarti memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa kerja. Dalam islam, maysir yang dimaksud disini adalah segala sesuatu yang mengandung unsur judi, taruhan, atau permainan beresiko (Ascarya, : ).

Menurut Ibrahim Hosen didalam bukunya yang berjudul Ma huwa al maisir menyatakan bahwa hakikat judi menurut bahasa arab adalah permainan yang mengandung unsur taruhan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung (berhadap-hadapan) di dalam suatu majelis (Suhendi, : ).

Dokumen terkait