• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1.1. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (UU Perbankan No. 10 Tahun 1998). Menurut Tangkilisan (2003) ada dua istilah yang berbeda tapi mengandung prinsip yang sama yaitu kredit dan pembiayaan. Perbedaan antara kredit dan pembiayaan terletak pada bentuk kontraprestasinya yang akan diberikan nasabah peminjam dana (debitur) pada bank atas pemberian kredit atau pembiayaannya. Pada bank konvensional kontraprestasinya berupa bunga, sedangkan pada bank syariah kontraprestasinya dapat berupa imbalan atau bagi hasil sesuai dengan persetujuan atau kesepakatan bersama. Seiring dengan definisi-definisi tersebut, Ridwan (2006) menyatakan bahwa KBMT dan lembaga keuangan lainnya yang menggunakan prinsip syariah tidak mengenal istilah pinjaman atau kredit melainkan pembiayaan.

3.1.2. Prinsip Penilaian Pembiayaan

Prinsip-prinsip penilaian yang digunakan dalam pembiayaan syariah tidak jauh berbeda dengan prinsip penilaian yang diterapkan pada bank konvensional. Hal ini karena dalam pemberian kredit setiap lembaga keuangan mempunyai resiko yang kemudian berkorelasi dengan kepercayaan dari masyarakat khususnya nasabah. Bank mendapatkan dana sebagai sumber pembiayaan dari para nasabah (kreditur) yang mempercayakan sejumlah uangnya pada lembaga tersebut. Kemudian bank menggunakan dana tersebut untuk membiayai kredit atau pinjaman kepada nasabah (debitur) yang membutuhkan. Jika aktifitas pembiayaan ini kemudian mengalami masalah yaitu terjadinya default to clearing (gagal bayar atas kewajiban lancar/ hutang lancar/ simpanan sukarela/ tabungan), maka bank akan mengalami kerugian dan kesulitan mengembalikan sejumlah dana milik nasabah (kreditur). Apabila ini terjadi maka hilanglah kepercayaan nasabah atau

masyarakat (default trust) kepada bank tersebut, akibat selanjutnya adalah terjadinya rush (penarikan besar-besaran secara serempak) atas semua hutang/ kewajiban lancar oleh nasabah/ anggota. Prinsip penilaian kredit menurut Dendawijaya (2003) yang dikenal dengan 5 C yaitu sebagai berikut:

1) Character, yaitu keadaan watak dan sifat dasar dari calon nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usahanya. Hal ini dapat dilihat dari kejujuran, ketulusan, kepatuhan akan janji, kecakapan dalam mengelola usahanya dan yang terpenting adalah willingness to pay atau kemampuan untuk membayar kembali kredit yang didapatkan. Adapun beberapa petunjuk bagi bank untuk mengetahui karakter nasabah adalah: a) Mengenal dari dekat; b) Mengumpulkan keterangan mengenai aktivitas calon debitur dalam perbankan; c) Mengumpulkan keterangan dan minta pendapat dari rekan- rekannya, pegawai dan saingannya mengenai reputasi, kebiasaan pribadi, pergaulan sosial dan lain-lain.

2) Capacity, penilaian terhadap calon nasabah dalam hal kemampuan memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perjanjian pinjaman atau aqad pembiayaan. Hal ini didasarkan pada kemampuan nasabah dalam manajemen maupun keahlian dalam bidang usahanya. Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh bank adalah: a) Angka-angka hasil produksi; b) Angka- angka penjualan dan pembelian; c) Perhitungan rugi laba perusahaan saat ini dan proyeksinya; d) Data-data finansial di waktu-waktu yang lalu, yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan, sehingga akan dapat diukur kemampuan perusahaan calon penerima kredit untuk melaksanakan rencana kerjanya di waktu yang akan datang dalam hubungannya dengan penggunaan kredit tersebut.

3) Capital, yaitu dana yang dimiliki oleh calon nasabah dalam menjalankan usahanya untuk mengetahui permodalan, sumber-sumber dana dan penggunaannya.

4) Condition of economy, hal ini berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi maju mundurnya usaha calon nasabah.

5) Colleteral, berarti jaminan. Ini menunjukkan besarnya aktiva yang akan diikatkan sebagai jaminan atas kredit yang diberikan oleh bank. Untuk itu

bank harus: a) Meneliti mengenai pemilikan jaminan tersebut; b) Mengukur stabilitas daripada nilainya; c) Memperhatikan kemampuan untuk dijadikan uang dalam waktu relatif singkat tanpa terlalu mengurangi nilainya; d) Memperhatikan pengikatan barang yang benar-benar menjamin kepentingan bank, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

3.1.3. Penggolongan Pembiayaan

Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia (1999) penggolongan pembiayaan dibagi menjadi empat kategori yakni lancar, kurang lancar, diragukan, dan macet. Penggolongan ini secara umum digunakan oleh lembaga keuangan baik yang berbentuk bank maupun non bank, meskipun pada beberapa lembaga keuangan terdapat perbedaan yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing lembaga tersebut. Keempat kategori yang umum digunakan tersebut adalah:

1) Pembiayaan Lancar (collectibilitas I)

Pembiayaan yang tidak ada tunggakan angsuran pokok maupun bagi hasil. 2) Pembiayaan Kurang Lancar (collectibilitas II)

Pembiayaan digolongkan kurang lancar jika memenuhi kriteria: Jika pengembalian pembiayaan dilakukan dengan angsuran a) Terdapat tunggakan angsuran pokok sebagai berikut:

(a) Tunggakan melampaui satu bulan dan belum melampaui dua bulan bagi pembiayaan dengan masa angsuran kurang dari satu bulan, atau (b) Tunggakan melampaui tiga bulan dan belum melampaui enam bulan,

bagi pembiayaan yang sama angsurannya ditetapkan bulanan, dua bulanan atau tiga bulanan, atau

(c) Tunggakan melampaui enam bulan dan belum melampaui 12 bulan, bagi pembiayaan yang masa angsurannya ditetapkan enam bulanan atau lebih.

b) Terdapat tunggakan bagi hasil atau margin sebagai berikut:

(a) Tunggakan melampaui satu bulan dan belum melampaui tiga bulan bagi pembiayaan dengan masa angsuran kurang dari satu bulan, atau (b) Tunggakan melampaui tiga bulan dan belum melampaui enam bulan,

bagi pembiayaan yang masa angsurannya lebih dari satu bulan. Jika pengembalian pinjaman dilakukan dengan tidak mengangsur

a) Pinjaman belum jatuh tempo

Terdapat tunggakan bagi hasil atau margin yang telah melampaui tiga bulan tetapi belum melampaui enam bulan.

b) Pembiayaan telah jatuh tempo dan belum dibayar, tetapi belum melampaui tiga bulan.

3) Pembiayaan Diragukan (collectibilitas III)

Pembiayaan digolongkan kedalam pembiayaan diragukan jika pembiayaan tersebut tidak memenuhi kriteria kurang lancar, tetapi berdasarkan penilaian dapat disimpulkan bahwa:

a) Pembiayaan masih dapat diselamatkan dan agunannya bernilai sekurang- kurangnya 75 persen dari total hutangnya termasuk bagi hasil dan margin. b) Pembiayaan tidak dapat diselamatkan, tetapi jaminannya sekurang-

kurangnya bernilai 100 persen dari total hutangnya termasuk bagi hasil atau margin.

4) Pembiayaan Macet (collectibilitas IV) Pembiayaan digolongkan macet, jika:

a) Tidak memenuhi kriteria kurang lancar dan diragukan.

b) Memenuhi kriteria diragukan tetapi dalam jangka waktu 21 bulan sejak digolongkan diragukan belum ada pelunasan atau usaha penyelamatan pembiayaan.

c) Pembiayaan tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau telah diajukan penggantian ganti rugi kepada perusahaan asuransi kredit bagi pembiayaan yang diasuransikan jaminannya).

3.1.4. Strategi Penghindaran dan Penanganan Pembiayaan Bermasalah Strategi penghindaran pembiayaan bermasalah dilakukan pada proses pembentukan dan persetujuan akad antara KBMT dengan calon debitur sampai seluruh kewajiban debitur kepada KBMT dapat diselesaikan. Tindakan terpenting dari strategi penghindaran pembiayaan bermasalah adalah analisa pembiayaan. Analisa pembiayaan dapat mengacu pada prinsip-prinsip pembiayaan yang telah disebutkan pada sub bab sebelumnya. Langkah-langkah dan strategi yang dilakukan adalah (Iqbal, 2006):

1) Penetapan Kriteria Portofolio Kolektibilitas Para Nasabah, untuk dapat menentukan daftar kelompok nasabah yang masuk dalam kelompok pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah terdiri dari pembiayaan kurang lancar, pembiayaan diragukan dan pembiayaan macet.

2) Pembinaan dan Penagihan Intensif, berdasarkan daftar kelompok pembiayaan bermasalah, dilakukan pembinaan dan penagihan yang intensif terhadap masing-masing nasabah tersebut. Berupa kunjungan langsung ke lokasi usaha nasabah atau ke rumahnya. Pembinaan ini dimaksudkan agar nasabah dapat memenuhi kewajibannya kepada KBMT dengan lancar dan baik. Apabila terdapat masalah yang mengganggu kewajibannya maka pembinaan diarahkan kepada perbaikan dan solusi yang dianggap dapat mengatasi nasabah memenuhi kewajibannya. Selama dilakukan pembinaan intensif oleh seorang konsultan, maka harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a) kemungkinan kemampuan untuk mengembalikan pinjaman sebagaimana kesepakatan di dalam akad

b) Kemungkinan pengembalian dengan penjadwalan ulang pembiayaan c) Kemungkinan pengembalian dengan cara restrukturisasi

d) Kemungkinan pengalihan kewajiban kepada pihak keluarga yang lain atau distatuskan gharim, kemudian kewajiban ditanggungkan oleh amil zakat e) Kemungkinan penyitaan agunan

f) Kemungkinan meminta jaminan tambahan baik berupa agunan maupun kafalah bin nafs (jaminan personal)

g) Kemungkinan mengambil langkah atau tindakan hukum

3) Penjadwalan ulang, merupakan metode penyelesaian antara atau jalan sementara penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan cara melakukan penjadwalan ulang angsuran atau memberi perpanjangan waktu angsuran dan jatuh tempo. Ini dapat dilakukan dengan cara melakukan evaluasi usaha dan analisa ulang sehingga dapat diketahui seberapa besar kemampuan riil dari nasabah dalam pola pengembalian pembiayaan. Langkah ini dilakukan kepada nasabah yang operasi usahanya kurang menguntungkan disebabkan oleh faktor di luar nasabah dan usaha tersebut masih berpeluang menguntungkan di masa mendatang.

4) Restrukturisasi, merupakan metode penyelesaian antara atau jalan keluar sementara penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan cara melakukan evaluasi dan pengubahan akad pembiayaan, jangka waktu, sistem anggsuran, besarnya agunan, besarnya nisbah bagi hasil, besarnya marjin, bahkan bila perlu ada penambahan plafond melalui pembaharuan akad. Langkah ini dilakukan kepada nasabah yang sulit mengembalikan pembiayaan dan berdasarkan hasil evaluasi usaha dan kondisi nasabah tidak mampu memenuhi kewajiban seseuai dengan akad yang telah disepakati di awal.

5) Penyitaan agunan, merupakan metode penyelesain pembiayaan bermasalah dengan cara barang atau harta yang dijadikan jaminan disita oleh KBMT yang kemudian dilelang atau dijual untuk dapat dijadikan aset lancar. Proses penyitaan harus memperhatikan aspek hukum yang berlaku. Langkah ini akan

Dokumen terkait