• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada Tabel 10, jumlah pembiayaan yang banyak diberikan oleh KBMT WU besarnya berkisar pada satu juta hingga lima juta (67%), dari data juga diketahui bahwa pada kisaran jumlah pembiayaan tersebut merupakan proporsi terbesar untuk pengembalian lancar (60%) dan pengembalian tidak lancar (80%). Tabel 10. Sebaran Jumlah danPersentaseResponden Menurut Jumlah

Pembiayaanuntuk Setiap Tingkat Pengembalian Pengembalian

Lancar Tidak Lancar Total

Jumlah Pembiayaan

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

< 1 juta 2 10 2 20 4 13

1 juta - 5 juta 12 60 8 80 20 67

6 juta - 10 juta 3 15 0 3 10

> 10 juta 3 15 0 3 10

Total 20 100 10 100 30 100

b) Jangka Waktu Pembiayaan

Jangka waktu pembiayaan merupakan waktu jatuh tempo seorang debitur dalam membayar seluruh pembiayaan/ pinjaman yang diberikan termasuk pembayaran balas jasanya (fee). Semakin panjang jangka waktu tersebut maka beban debitur dalam membayar angsuran semakin longgar/ ringan. Umumnya KBMT WU memberikan jangka waktu jatuh tempo pelunasan pembiayaan dalam 100 hari, 125 hari, 150 hari untuk pola angsuran harian dan 1 tahun; 1,5 tahun dan 2 tahun untuk pola angsuran pekanan atau bulanan. Pola angusuran pada nasabah yang menjadi responden penelitian ini sebagian besar mempunyai pola angsuran harian. Jangka waktu pembiayaan ditentukan berdasarkan kemampuan nasabah dalam membayar besarnya angsuran setiap kali mengangsur.

Tabel 11. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jangka Waktu Pembiayaan untuk Setiap Tingkat Pengembalian

Pengembalian

Lancar Tidak Lancar Total

Jangka Waktu Pembiayaan

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

< 150 hari 7 35 6 60 13 43

150 - 300 hari 7 35 3 30 10 33

> 300 hari 6 30 1 10 7 23

Total 20 100 10 100 30 100

Sumber: Data Primer, diolah (2009)

Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar responden mengakses pembiayaan dengan jangka waktu kurang dari 150 hari yaitu sebanyak 43 persen. Nasabah dengan pengembalian lancar menyebar hampir merata pada setiap jangka waktu pembiayaan. Berbeda dengan kelompok pembiayaan tidak lancar, kelompok ini banyak terdapat pada jangka waktu pembiayaan kurang dari 150 hari dengan proporsi sebesar 60 persen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin pendek jangka waktu pinjaman menyebabkan pengembalian pembiayaa semakin tidak lancar.

Pengalaman dalam mengambil pembiayaan akan memberikan pengetahuan tambahan bagi seorang pengusaha karena semakin besar frekuensi pembiayaan akan memberikan kemampuan yang lebih terarah dalam mengatur arus kas perusahaan. Bagi pihak KBMT pengalaman pengambilan pembiayaan akan menjadi informasi penting dalam melihat karakter seorang nasabah.

Frekuensi pembiayaan merupakan salah satu pertimbangan untuk menentukan besarnya dropping pembiayaan yang akan diberikan kepada calon nasabah. KBMT akan sangat mempertimbangkan pemberian pembiayaan kepada nasabah yang pengalaman pembiayaan sebelumnya tidak baik. Hal ini berlaku pada lembaga keuangan di seluruh Indonesia. Tingkat pengembalian pembiayaan berdasarkan frekuensi pembiayaan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Frekuensi Pembiayaan untuk Setiap Tingkat Pengembalian

Pengembalian

Lancar Tidak Lancar Total

Frekuensi Pembiayaan

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 kali 3 15 1 10 4 13

2 - 5 kali 5 25 3 30 8 27

> 5 kali 12 60 6 60 18 60

Total 20 100 10 100 30 100

Sumber: Data Primer, diolah (2009)

Frekuensi pembiayaan nasabah yang semakin besar mencerminkan bahwa kepercayaan lembaga terhadap nasabah tersebut semakin meningkat sehingga besarnya pembiayaan yang direalisasi kemungkinan juga semakin besar. Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden merupakan nasabah lama (pembiayaan lebih dari satu kali). Frekuensi pembiayaan yang paling sering berada pada frekuensi lebih dari lima kali pembiayaan. Kelompok nasabah pengembalian lancar terdapat pada frekuensi pembiayaan lebih dari 5 kali sebanyak 12 debitur (60%) sedangkan pembiayaan bermasalah paling besar juga terdapat pada frekuensi pembiayaan yang sama yaitu sebanyak 6 debitur (60%). Kenyataan ini tidak mendukung pada kondisi umumnya, dimana seharusnya semakin sering meminjam berarti semakin baik pengelolaan keuangan untuk mengangsur pembiayaan.

Kenyataan bahwa debitur dengan pembiayaan lebih dari lima kali justru paling banyak melakukan penunggakan perlu dicari penyebabnya. Berdasarkan wawancara dengan responden, informasi yang didapatkan bahwa rentannya stabilitas usaha yang dipengaruhi oleh tingkat persaingan dan kondisi perekonomian nasional (fluktuasi biaya produksi) merupakan salah satu penyebabnya. Pada awalnya para debitur tersebut stabil dalam usaha dan lancar dalam memenuhi kewajiban pembiayaannya, namun karena ketidaksiapan dan tidak adanya antisipasi terhadap permasalahan tersebut menyebabkan semakin rendah pendapatan para debitur dan kesulitan membayar angsuran.

d) Pola Penagihan

Pola penagihan dalam penelitian ini dibedakan atas penagihan secara langsung dan tidak langsung. Penagihan secara langsung artinya pihak collector KBMT yang mendatangi ke tempat debitur, pola ini banyak dipilih oleh debitur dengan persentase sebesar 87 persen. Hal ini karena debitur tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi, selain itu debitur yang sebagian besar merupakan pedagang dan mempunyai pola tagihan harian tidak memungkinkan untuk meninggalkan usahanya. Sedangkan pola tagihan tidak langsung dimana debitur yang mendatangi KBMT memiliki persentase sebesar 13 persen. Mereka yang memilih pola ini karena pertimbangan lokasi rumah yang dekat KBMT dan memiliki pola pembayaran pekanan/ bulanan.

Tabel 13. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Pola Penagihan untuk Setiap Tingkat Pengembalian

Pengembalian

Lancar Tidak Lancar Total

Pola Penagihan

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Langsung 16 80 10 100 26 87

Tidak Langsung 4 20 0 4 13

Total 20 100 10 100 30 100

Sumber: Data Primer, diolah (2009)

Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar responden yang pengembaliannya lancar terdapat pada pola penagihan langsung (80%). Namun demikian kelompok pengembalian tidak lancar semua respondennya (100%) juga

menggunakan pola penagihan secara langsung, hal ini karena keinginan untuk mendapatkan kemudahan tidak diiringi dengan tanggung jawab terhadap ketertiban dalam megembalikan pembiayaan.

e) Penggunaan Pembiayaan

Pembiayaan yang diterima oleh responden penelitian ini digunakan untuk kegiatan produktif, konsumtif atau kedua kegiatan itu sekaligus (sebagian untuk kegiatan produktif dan sebagian lagi untuk kegiatan konsumtif). Dari Tabel 14 terlihat bahwa pemberian pembiayaan untuk kegiatan produktif lebih banyak dibanding untuk kegiatan lainnya yaitu sebesar 63 persen. Pada kelompok debitur pengembalian lancar maupun tidak lancar, persentase terbesar terdapat pada penggunaan kegiatan produktif, dengan nilai masing-masing 70 persen dan 50 persen. Penggunaan untuk kegiatan konsumtif yang dilakukan oleh responden diantaranya untuk biaya pendidikan anak, renovasi rumah, dan berobat, sedangkan kegiatan produktif yang dilakukan responden diantaranya untuk peningkatan volume usaha.

Tabel 14. Sebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kegiatan Pembiayaan untuk Setiap Tingkat Pengembalian

Pengembalian

Lancar Tidak Lancar Total

Jenis Kegiatan

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

Produktif 14 70 5 50 19 63

Konsumtif 4 20 3 30 7 23

Produktif dan

konsumtif 2 10 2 20 4 13

Total 20 100 10 100 30 100

VII FAKOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGEMBALIAN PEMBIAYAAN

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi debitur untuk mengembalikan pembiayaan adalah tingkat pendidikan, omzet usaha, pengalaman usaha, jumlah pembiayaan, jangka waktu pembiayaan, frekuensi pembiayaan, pola tagihan, dan penggunaan pembiayaan. Variabel respon dalam hal ini terdiri dari dua alternatif yaitu debitur yang pembiayaannya lancar (0) dan tidak lancar (1).

Berdasarkan output hasil olahan Minitab dengan selang kepercayaan 95 persen (taraf nyata (α) = 0,05) nilai uji G regresi logistik ini adalah 23,556 dengan nilai p-value = 0,005. P-value yang nilainya lebih kecil dari α (0,05) menunjukkan bahwa cukup bukti untuk menolak H0 dimana minimalada satu variabel prediktor

yang nilainya tidak sama dengan nol (βi ≠ 0). Hal ini berarti bahwa satu diantara

variabel yang digunakan pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap pengembalian pembiayaan pada KBMT WU. Selanjutnya untuk kebaiksuaian model (Goodness of Fit) dapat dilihat dari uji chi-square metode Pearson, Devience, dan Hosmer-Lemeshow. Nilai uji chi-square dari ketiga metode tersebut masing-masing 15,5950; 14,6351 dan 3,8591 dengan p-value masing-masing sebesar 0,741; 0,797; 0,870. Nilai p-value dari ketiga metode tersebut bernilai lebih besar dari 5 persen (α = 0,05), artinya bahwa model yang diperoleh dari analisis regresi logistik sudah fit (Lampiran 2).

Pengujian untuk melihat signifikansi masing-masing variabel prediktor dalam mempengaruhi variabel respon digunakan nilai uji statistik Z. Nilai statistik Z dari masing-masing variabel prediktor dengan p-value lebih kecil dari taraf nyata (α = 0,05) menunjukkan cukup bukti untuk menolak H0 bahwa variabel

tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap variabel respon, dengan kata lain akan menerima H1 bahwa variabel tersebut signifikan dalam mempengaruhi variabel

respon. Hasil pengolahan regresi logistik mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengembalian pembiayaan pada KBMT WU lebih jelasnya terdapat pada Tabel 15.

Tabel 15. Hasil Pengolahan Regresi Logistik Mengenai Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengembalian Pembiayaan pada KBMT WU

Variabel Independen Koefisien Nilai Z Nilai P Odds Ratio

Konstanta -16,6461 -1,88 0,060

Tingkat Pendidikan 0,663807 1,97 0,049 1,94

Omzet Usaha 0,0002080 1,24 0,214 1,00

Pengalaman Usaha 0,420853 1,97 0,049 1,52

Jumlah Pembiayaan -0,0004948 -0,97 0,334 1,00 Jangka Waktu Pembiayaan 0,0399534 1,60 0,109 1,04 Frekuensi Pembiayaan -4,83944 -1,36 0,173 0,01 Pola Penagihan 0,394811 0,08 0,936 1,48 Kegiatan Pembiayaan

Konsumtif -0,722283 -0,39 0,694 0,49

Produktif dan konsumtif 2,95312 0,94 0,346 19,17 Sumber: Data Primer, diolah (2009)

Dari hasil pengolahan dengan menggunakan regresi logistik dapat diketahui bahwa variabel-variabel yang berpengaruh nyata (signifikan) dan tidak nyata (tidak signifikan) terhadap pengembalian pembiayaan. Identifikasi variabel yang siginifikan dapat dilihat dari P-value variabel yang bersangkutan. Jika nilai P suatu variabel lebih kecil dari 5 persen (P < 0,05) maka variabel tersebut berpengaruh nyata terhadap pengembalian pembiayaan.

Adapun variabel yang signifikan dari hasil analisis regresi logistik pada penelitian ini adalah variabel tingkat pendidikan dan variabel pengalaman usaha. Hal ini dapat dilihat dari P-value variabel tingkat pendidikan dan pengalaman usaha yang masing-masing memiliki nilai sebesar 0,049 (P < 0,05). Sedangkan variabel independen yang tidak signifikan pengaruhnya bagi pengembalian pembiayaan adalah omzet usaha, jumlah pembiayaan, jangka waktu pembiayaan, frekuensi pembiayaan, pola penagihan dan kegiatan pembiayaan. Variabel- variabel tersebut tidak signifikan pengaruhnya karena nilai P dari masing-masing variabel lebih besar dari 5 persen (P > 0,05).

a) Tingkat Pendidikan

Koefisien variabel tingkat pendidikan dari hasil regresi logistik adalah positif (0,663807), menunjukkan hubungan positif antara variabel tingkat pendidikan dengan tingkat pengembalian pembiayaan pada KBMT WU.

Berdasarkan hasil wawancara, debitur dengan tingkat pendidikan rendah didominasi oleh debitur skala usaha mikro. Sistem pengelolaan usahanya masih sederhana dan memiliki omzet usaha yang relatif rendah sehingga berkorelasi dengan kemampuan dalam penyediaan anggaran untuk angsuran pembiayaan. Semakin tinggi tingkat pendidikan memberikan peluang pengelolaan dan omzet usaha semakin baik maka akan semakin mendukung kelancaran pengembalian pembiayaan. Hal ini berarti KBMT WU perlu memberikan bimbingan usaha kepada debitur dengan tingkat pendidikan yang masih rendah agar lebih baik dalam mengelola usahanya. P-value statistik Z pada variabel ini sebesar 0,049 (P < 0,05) sehingga cukup bukti untuk mengatakan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap pengembalian pembiayaan pada KBMT WU.

b) Omzet Usaha

Koefisien variabel omzet usaha bernilai positif (0,000208) artinya terdapat hubungan searah antara variabel omzet usaha dengan variabel respon tingkat pengembalian pembiayaan. Semakin besar omzet usaha per bulan seorang nasabah maka nasabah tersebut semakin lancar dalam pengembalian pembiayaan, hal ini karena tersedianya anggaran untuk membayar angsuran. Berbeda dengan responden beromzet rendah, tingkat pengembalian pembiayaan akan semakin tidak lancar karena omzet usahanya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga tidak tersedia anggaran untuk mengangsur pembiayaan.

Nilai statistik Z variabel ini sebesar 1,24 dengan p-value sebesar 0,214 (P > 0,05) menyimpulkan bahwa variabel omzet usaha tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pembiayaan. Hasil analisis regresi ini jika dikaitkan dengan hasil analisis deskriptif sebelumnya, meskipun terdapat perbedaan sebaran omzet usaha responden dimana responden yang tidak lancar memiliki omzet usaha 8,3 juta (70%) dan pengembalian lancar memiliki omzet > 8,3 juta – 83,3 juta (60%) namun demikian diantara keduanya memiliki perbedaan persentase yang tidak jauh atau tidak berbeda nyata.

c) Pengalaman Usaha

Koefisien variabel ini bernilai positif (0,420853), menunjukkan semakin lama pengalaman usaha maka semakin lancar dalam mengembalikan pembiayaan.

Pengalaman usaha debitur mempengaruhi terhadap pengelolaan usaha. Semakin lama pengalaman usaha maka semakin baik dalam mengelola usaha dan omzet usaha yang dihasilkan relatif semakin besar sehingga debitur cenderung lebih lancar mengembalikan pembiayaan. P-value yang lebih kecil dari 5 persen (P < 0,05) yaitu sebesar 0,049 menyimpulkan bahwa variabel ini berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada KBMT WU.

d) Jumlah Pembiayaan

Variabel jumlah pembiayaan memiliki koefisien negatif (-0,0004948) yang berarti bahwa jumlah pembiayaan berpengaruh negatif terhadap kelancaran pengembalian pembiayaan. Semakin besar jumlah pembiayaan/ pinjaman nasabah maka akan semakin kecil peluang nasabah dalam mengembalikan pembiayaan secara lancar. Variabel jumlah pembiayaan diketahui tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pembiayaan karena P-value statistik Z dari variabel ini lebih besar dari 5 persen (0,334).

e) Jangka Waktu Pembiayaan

Jangka waktu pembiayaan disepakati berdasarkan kemampuan nasabah terkait dengan beban angsuran setiap kali harus mengangsur pembiayaan/ pinjamannya. Jangka waktu pembiayaan berpengaruh positif terhadap terjadinya pembiayaan lancar di KBMT WU. Hal ini terlihat dari koefisiennya yang benilai positif (0,0399534), artinya semakin lama jangka waktu pembiayaan maka tingkat pengembalian pembiayaan akan semakin lancar. Semakin lama jangka waktu pembiayaan akan meringankan beban angsuran yang harus dibayarkan debitur sehingga memperkecil resiko penunggakan. P-value statistik Z pada variabel ini lebih besar dari 5 persen (0,109) maka dikatakan bahwa variabel jangka waktu pembiayaan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pegembalian pembiayaan pada KBMT WU.

f) Frekuensi Pembiayaan

Variabel frekuensi pembiayaan merupakan variabel kategorik, dimana bernilai 0 jika sudah lebih dari satu kali melakukan pembiayaan dan bernilai 1 jika baru pertama kali melakukan pembiayaan. Hasil regresi logistik menunjukkan

bahwa nasabah yang baru pertama kali meminjam (bernilai 1) memiliki koefisien negatif (-4,83944). Hal ini berarti bahwa nasabah yang baru melakukan pembiayaan berbanding negatif dalam mendukung kelancaran pengembalian pembiayaan, dengan kata lain nasabah yang semakin sering meminjam mempunyai peluang lancar lebih besar. Nasabah yang sering melakukan pembiayaan lebih berpengalaman dalam mengelola keuangan untuk mengangsur pembiayaannya. Selain itu frekuensi pembiayaan dapat menunjukkan tingkat kepercayaan KBMT WU dalam memberikan pembiayaan kepada debitur. Semakin sering debitur mendapatkan pembiayaan berarti makin tinggi tingkat kepercayaan KBMT WU terhadap debitur tersebut. Oleh karenanya debitur akan semakin berusaha menjaga kepercayaan tersebut dengan mengembalikan pembiayaan secara lancar.

Variabel ini juga tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada KBMT WU karena P-value statistik Z pada variabel ini lebih besar dari 5 persen (0,173). Odds rasio senilai 0,01 menunjukkan bahwa debitur yang baru sekali melakukan pembiayaan mempunyai peluang pengembalian pembiayaan 0,01 kali dibanding debitur yang sering melakukan pembiayaan. g) Pola Penagihan

Variabel pola penagihan merupakan variabel kategori, dimana bernilai 0 jika pola penagihannya secara langsung dan bernilai 1 jika pola penagihannya secara tidak langsung. Hasil regresi logistik menunjukkan pola penagihan tidak langsung (bernilai 1) memiliki koefisien positif (0,394811) yang berarti bahwa pola penagihan tidak langsung berbanding positif dalam mendukung kelancaran pengembalian pembiayaan. Hasil analisis ini menunjukkan hal demikian karena dalam penelitian ini semua responden yang pengembaliannya tidak lancar merupakan debitur dengan pola tagihan secara langsung, sehingga analisis ini menyatakan bahwa pola penagihan tidak langsung memberikan peluang besar dalam pengembalian pembiayaan secara lancar. Selain itu dari hasil wawancara juga diketahui bahwa debitur yang memilih pola angsurannya secara tidak langsung (debitur datang ke KBMT WU) merupakan keinginan dari pihak debitur sendiri. Hal ini berarti kesediaan debitur untuk membayar sendiri ke KBMT WU juga menunjukkan keseriusannya dalam membayar angsuran pembiayaan.

Namun variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pembiayaan pada KBMT WU dengan P-value statistik Z pada variabel ini lebih besar dari 5 persen (0,936). Hal ini sesuai dengan hasil analisis deskriptif sebelumnya bahwa baik yang pengembaliannya lancar maupun yang tidak lancar merupakan debitur dengan pola tagihan secara langsung. Odds rasio senilai 1,48 menunjukkan bahwa pola penagihan secara tidak langsung mempunyai peluang pengembalian pembiayaan 1,48 kali dibanding debitur dengan pola penagihan langsung.

h) Penggunaan Pembiayaan

Variabel penggunaan pembiayaan merupakan variabel kategori yang terdiri atas kegiatan produktif, kegiatan konsumtif, serta kegiatan produktif dan konsumtif (penggunaan pada dua kegiatan sekaligus). Hasil regresi logistik menunjukkan kegiatan konsumtif memiliki koefisien negatif (-0,722283) artinya bahwa penggunaan pembiyaan untuk konsumtif berbanding negatif dalam mendukung kelancaran pengembalian pembiayaan. Variabel ini tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pembiayaan karena P-value statistik Z nilainya lebih besar dari 5 persen (0,694). Odds rasio sebesar 0,49 menunjukkan pembiayaan untuk kegiatan konsumtif mempunyai peluang 0,49 kali dalam mengembalikan pembiayaan secara lancar dibandingkan penggunaan kegiatan produktif. Kemudian dilihat dari koefisien kegiatan produktif dan konsumtif bertanda positif (2,95312), artinya pembiayaan yang sekaligus digunakan untuk kedua kegiatan tersebut berbanding positif dalam mendukung kelancaran pengembalian pembiayaan. Menurut wawancara dengan responden dikatakan bahwa mereka masih dapat menutupi angsuran pembiayaan untuk konsumtif dari laba yang dihasilkan pada kegiatan produktifnya. Variabel ini juga tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat pengembalian pembiayaan karena P-value statistik Z nilainya lebih besar dari 5 persen (0,346). Odds rasio senilai 19,17 menunjukkan pembiayaan digunakan untuk kegiatan produktif dan konsumtif mempunyai peluang 19,17 kali dalam mengembalikan pembiayaan secara lancar dibandingkan penggunaan kegiatan produktif saja.

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait